Translate

Minggu, 23 Juni 2019

Menangis Karena Alloh Sebagai Tanda Keimanan

Kita tidak bisa tiba-tiba menangis karena Allah begitu saja, kita tidak bisa merencanakan tangisan ini, kita tidak bisa menangis sesuai keinginan kita. Akan tetapi tangisan ini, timbul karena takut kepada Allah, bergetar hatinya karena nama Allah disebut dan berguncang jiwanya ketika mengingat maksiat dan dosa yang ia lakukan, oleh karena itu inilah tangisan keimanan, tangisan kebahagiaan dan tangisan hanifnya jiwa.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,

قال لي النبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : ” اقْرَأْ علَّي القُرآنَ ” قلتُ : يا رسُولَ اللَّه ، أَقْرَأُ عَلَيْكَ ، وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ ، قالَ : ” إِني أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي ” فقرَأْتُ عليه سورَةَ النِّساء ، حتى جِئْتُ إلى هذِهِ الآية : { فَكَيْفَ إِذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّة بِشَهيد وِجئْنا بِكَ عَلى هَؤلاءِ شَهِيداً } [ النساء / 40 ] قال ” حَسْبُكَ الآن ” فَالْتَفَتَّ إِليْهِ ، فَإِذَا عِيْناهُ تَذْرِفانِ)

“Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.”

Dari Haani’ Maula Ustman radhiallahu ‘anhu berkata,

كان عثمان إذا وقف على قبر ؛ بكى حتى يبل لحيته ! فقيل له : تذكر الجنة والنار فلا تبكي ، وتبكي من هذا ؟! فقال إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” إن القبر أول منزل من منازل الآخرة ، فإن نجا منه ، فما بعده أيسر منه ، وإن لم ينج منه ؛ فما بعده أشد منه

“Utsman jika berada di suatu kuburan, ia menangis sampai membasahi jenggotnya. Dikatakan kepadanya, “disebutkan surga dan neraka engkau tidak menangis, tetapi engkau menangis karena ini?”. Beliau berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “sesungguhnya kubur adalah tempat persinggahan pertama dari beberapa persingggahan di akhirat, jika ia selamat maka ia dimudahkan, jika tidak selamat maka tidaklah datang setelahnya kecuali lebih berat.”

Salah Satu Bukti Keimanan Adalah Menangis Karena Allah

Bagaimana kita bisa bangga menisbatkan diri sebagai muslim yang beriman, tetapi kita tidak pernah merasa takut kepada Allah, air mata mengering, seolah-olah merasa aman dengan maksiat dan dosa yang ia lakukan. Beginilah ciri seorang yang beriman (mukmin) sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ » . فَقَالَ بِهِ هَكَذَ

“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini–, maka lalat itu terbang”.

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah menjelaskan hadits,

السبب في ذلك أن قلب المؤمن منور فإذا رأى من نفسه ما يخالف ما ينور به قلبه عظم الأمر عليه والحكمة في التمثيل بالجبل أن غيره من المهلكات قد يحصل التسبب إلى النجاة منه بخلاف الجبل إذا سقط على الشخص لا ينجو منه عادة

“Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya. Hikmah perumpamaan dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat.”

وبكى معاذ رضي الله عنه بكاء شديدا فقيل له ما يبكيك ؟ قال : لأن الله عز وجل قبض قبضتين واحدة في الجنة والأخرى في النار ، فأنا لا أدري من أي الفريقين أكون

“Mu’adz radhiallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.”

وخطب أبو موسى الأشعري رضي الله عنه مرة الناس بالبصرة : فذكر في خطبته النار ، فبكى حتى سقطت دموعه على المنبر ! وبكى الناس يومئذ بكاءً شديداً

Abu Musa al-Asya’ri radhyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam”.

وبكى الحسن فقيل له : ما يبكيك ؟ قال : أخاف أن يطرحني الله غداً في النار ولا يبالي

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”

Mata Menangis Tetapi Hati Berbahagia

Bagaimana tidak bahagia? Sementara air mata mengalir deras, ia bergumam, “akhirnya, akhirnya, akhirnya, mata ini menangis karena Allah? Bagaimana tidak bahagia, ia langsung teringat keutamaan menangis karena Allah.

Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.”

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).”

Dan sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa sallam

عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله

“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.”

Bukan Menangis Terharu Atau Menangis Ramai-Ramai

Bukan menangis karena terharu melihat atau mendengar kejadian menyedihkan atau terharu bahagia, bukan ini yang dimaksud menangis karena Allah dalam hadits, karena orang kafir dan munafik juga menangis atau karena memang pembawaannya gampang menangis/melankolis. Menangis seperti ini adalah fitrah manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qurtubhi rahimahullah dalam tafsir ayat,

وأنّه هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى

“dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis” (An-Najm: 43)

Beliau berkata,

أي : قضى أسباب الضحك والبكاء ، وقال عطاء بن أبي مسلم : يعني : أفرح وأحزن ؛ لأن الفرح يجلب الضحك والحزن يجلب البكاء

“Yaitu Allah menetapkan sebab-sebab tertawa dan menangis. Berkata Atha’ bin Abi Muslim, “Allah membuat gembira dan membuat sedih, karena kebahagiaan bisa membuat tertawa dan kesedihan bisa membuat menangis.”

Dan bukan juga menangis ramai-ramai sebagaimana acara muhasabah bersama(direncanakan acaranya), berkumpul bersama berdzikir kemudian menangis beramai-ramai. Karena bisa jadi tangisannya karena suasana dan menangis yang menular apalagi acaranya diiringi dengan lagu dan musik yang sendu.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa tangisan ada 10 jenis, salah satunya beliau jelaskan, “Tangisan muwafaqaah, yaitu seseorang melihat manusia menangis karena suatu perkara, kemudian ia ikut menangis bersama mereka sedangkan ia tidak tahu mengapa ia menangis, ia melihat mereka menangis maka ia ikut menangis.”

Para Nabi Dan Orang Shalih Menangis Karena Allah

Para nabi dan orang-orang shalih menangis karena Allah, Allah Ta’ala berfirman,

أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذريه آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذريه إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجداً وبكياً

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Maryam: 58)

Termasuk para malaikat dan penghuni langit, mereka takut kepada Allah. Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam,

مررتُ ليلة أسري بي بالملأ الأعلى وجبريل كالحِلس البالي من خشية الله تعالى

“Ketika malam isra’, saya melewati penghuni langit dan malaikat Jibril, mereka seolah-olah seperti alas pelana yang tua-usang karena takut kepada Allah.”

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwasanya malaikat Jibril berkata,

ما لي لا أرى ميكائيل ضاحكاً قط ؟ ” قال : ما ضحك ميكائيل منذ خلقت النار

“aku tidak pernah melihat Mikail tertawa sedikitpun, Mikail tidak pernah tertawa sejak diciptakan neraka”.

Suka menangis karena Allah daripada segalanya

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

لأن أدمع من خشية الله أحب إلي من أن أتصدق بألف دينار

“Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.

Ka’ab Al-Ahbar berkata,

لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق بوزني ذهباً

“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”

Sulit Menangis Karena Allah?

Ini adalah musibah besar yang banyak orang tidak tahu, pura-pura lupa bahkan tidak peduli. Ini menunjukkan hatinya keras, tidak bisa tersentuh oleh kebaikan dan hanifnya iman. Ini karena banyaknya maksiat sehingga perlu segera berobat ke dokter hati yaitu ulama, dibawa ke pekuburan, mengelus kepala anak yatim. Cukuplah hadits Rasulullah sebagai pengingat, Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

عرضت عليَّ الجنة والنار فلم أر كاليوم من الخير والشر ولو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيراً  فما أتى على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أشد منه غطوا رؤوسهم ولهم خنين

“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.
Anas bin Malik radhiyallâhu’anhu –perawi hadits ini- mengatakan,
“Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.”

Jika Masih Saja Sulit Menangis Karena Allah?

Maka tangisilah diri kita, tangisilah hati kita yang mungkin sudah mati dan tangisilah jiwa kita yang tidak bisa menampung sedikit saja tetesan keimanan, serta tangisilah mayat badan kita yang kita seret  berjalan merajalela di muka bumi karena ia hakikatnya telah mati. Semoga dengan menangisi diri kita, Allah berkenan membuka sedikit hidayah kemudian menancapkannya dan bertengger direlung hati hamba yang berjiwa hanif.

Sebagaimana seruan sebuah ayat yang membuat seorang ulama besar Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah bertaubat, yang dulunya beliau adalah kepala perampok yang sangat ditakuti dijazirah Arab, ayat tersebut adalah,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (Al Hadid: 16)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Senin, 17 Juni 2019

Ujian Dan Cinta

Maha benar Allah yang telah menciptakan rasa cinta kepada kita, manusia. Sehingga kecintaan kita pada sesuatu, membuat kita tak merelakan apa yang kita cintai itu diambil oleh Allah. Padahal bukankah Allah-lah pemilik kita, pemilik alam dan seisinya? Kita mungkin sebagai seorang bapak/ibu sangat mencintai anak-anak kita sehingga ketika Allah mentakdirkannya meninggal sebelum kita, maka kita meratapinya tiada terperi.

Kita yang mungkin, seorang pemuda ketika sedang merajut benang tali khitbah dengan seorang pemudi, tetapi Allah mentakdirkan lain dengan tidak dijodohkannya kita dengan dia, lalu kita bersedih tak bertepi. Subhanallah.

Kita barangkali mempunyai benda atau hewan kesayangan yang sangat kita cintai, sehingga kita tiap hari merawatnya, melindunginya, ternyata benda atau hewan itu hilang tak tentu arahnya, lalu kita bermuram durja karenanya. Masya Allah.

Atau kita diantara yang dikaruniai Allah, harta yang berlimpah, jabatan yang bagus, pekerjaan yang mapan, keluarga yang terjamin, maka jangan lupakan bahwa Allah suatu saat akan mengambil itu semua, entah tunai ataukah secara berkala.

Sahabat, itulah ujian cinta dari Allah dan Allah menguji terhadap apa yang kita cintai. Kita simak kalimat cinta dari Allah,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS. Ali Imron 92).

Termasuk dalam ujian cinta adalah siapa yang lebih kita cintai, perhatikan tanda cinta-Nya

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya, Alloh tidak akan memberi petunjuk pada orang orang fasik yang melampaui batas”. (QS. At-Taubah 24).

Mencintai keluarga itu sah-sah saja, tetapi kita harus ingat bahwa keluarga itu ujian cinta buat kita, apakah kita lebih mencintai keluarga daripada Allah dan Rasul-Nya. Begitu pun dengan harta, tempat tinggal, suami, istri, anak, kendaraan, dan sebagainya juga merupakan ujian cinta yang dicintai dengan posisi yang benar, dengan tidak melalaikan pemilikNya.

Cinta itu membawa kita ‘terbang’ bersama sesuatu yang kita inginkan. Jika saat kita menginginkan terbang bersama dengan yang kita cintai itu, tiba-tiba harus pupus nan hancur, maka sudah pasti menimbulkan sakit yang tak terperi dan itulah yang disebut patah hati. Oleh karena itu, jika diantara kita ada yang merasakan episode itu, maka wajarkanlah diri kita bahwa itu ujian cinta.

Sakit hati, patah hati, pedih hati, perasaan yang manusiawi karena bagian dari rasa cinta kita. Karena manusiawi layaknya cinta, maka patah hati, sedih hati, sakit hati pun adalah tidak berdosa. Kita akan berdosa, jika dengan rasa sedih itu kita melampiaskan atau meneruskannya dengan perbuatan yang melanggar syariat, seperti bunuh diri, menyakiti diri, putus asa dan sebagainya.

Oleh karena itu bagi yang kali ini sedang merasa patah hati, yang terbaik buat kita adalah positif thinking kepada Allah, bahwa ini ujian cinta-Nya. Selanjutnya, kita hanya cukup bersyukur atau bersabar. Simak untaian cinta dari Rasulullah suri tauladan tercinta kita, “Iman itu terbagi dua, sebagian di dalam sabar dan sebagian lagi ada di syukur” (al Hadits).

Adakah kita tengah berada dalam kemalangan yang sangat? Rasanya masalah demi masalah tidak henti menghampiri? Dan kita pun merasa telah bertaubat dan mendekat pada Allah? Mungkin inilah ujian cinta dari Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ

“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).

Ujian atau cobaan, apa yang terbayang saat membaca atau mendengarnya?, tentang kesulitan?, tentang kesedihan?, atau juga mungkin sempat terfikir bahwa ujian hanya datang pada orang-orang yang berdosa?

Dan tentu kalian pun juga tahu bahwa ujian Allah itu dapat berbentuk apa saja, tidak dapat disebutkan satu persatu segala macam bentuknya. Hanya saja, satu hal yang harus kita pahami, bahkan “cinta” pun bisa menjadi bentuk ujian.

Pernahkah kalian jatuh cinta?, saat kita mendengar pertanyaan semacam itu maka sudah pasti sebagian dari kita akan mengatakan “Ya”, karena memang perasaan cinta itu adalah sifat fitrah setiapa manusia, kita semua pasti mempunyai perasaan yang disebut dengan “Cinta”, walau kisah yang ada juga berbeda-beda.

Dan tentu macam-macam rasanya perasaan cinta itu, bukan?, tetapi meski benar seperti itu adanya kita harus tetap pandai berwaspada menanggapinya, karena bisa jadi sebuah rasa yang menetap dihati dan membahagiakan tersebut sebuah ujian dari Allah, sebab ujian tak selamanya berupa keburukan, namun kebaikan seperti perasaan bahagiapun merupakan sebuah ujian.

Sadarilah ketika Allah telah membuat kita jatuh cinta pada seseorang, maka jagalah perasaan cinta itu dengan baik dan bijaksana, karena bila tidak sudah pasti perasaan yang awalnya baik-baik saja akan membuat kita menjadi hina.

Kenapa? Karena saat itu, kita diuji, seberapa mampu kita mengendalikan perasaan, Menyembunyikan ataupun menahan rasa hingga waktunya tiba. Memprioritaskan cinta kepada Allah diatas segalanya, dan tidak menodai fitrah cinta dengan dosa sudah harus kita lakukan, agar cinta itu benar-benar membawa kita pada cintanya.

Bisakah kita melakukannya? Sulit bukan? Karena godaan akan selalu ada, meski cukup disadari bahwa dia yang dicintai belum tentu adalah jodoh kita, dan dengan segala upaya kita berusaha menghindarinya.

Tetapi bukankah terkadang semua itu menjadikan dilema? Entah cinta itu akan bertahta selamanya, atau sekedar nafsu semata? Antara berusaha menghindari, tapi tetap saja perasaan itu menghantui.

Tetapi, walau apapun rintangannya, kita hanya bisa menerimanya dan tetap menjaga fitrahNya, agar tidak dinodai dengan dosa. Tunggulah waktunya tiba, tetap dekatkan diri kepadaNya, jangan berlebihan, jangan cepat terbuai, dan jangan pernah lalai, Karena cinta yang sesungguhnya akan terasa dan hanya ada dalam ikatan halal semata.

Menyikapi Ujian Hidup Dalam Keyakinan

Melepas kepenatan atas sebuah cobaan
Luapkan diri dalam bingkai kesenangan
Keinginan terus diikuti
Dikejar sampai mati
Tak kenal lelah terus mencari

Kesempitan hadirkan ketakutan
Bangkitkan amarah di hati
Menumbuhkan jiwa menang sendiri
Egois tumbuh berkembang tanpa mau diredam

Semuanya terus dilakukan
Demi gengsi takut akan kehilangan

Larut dalam kesenangan
Ribuan pembangkangan dilakukan
Terus sibuk mencari alasan pembenaran
Tanpa mau tumbuhkan kesadaran

Kontrak hidup hanya sebentar

Garis kehidupan sudah diberikan
Tetapkan hati atas keyakinan
Bahwa Allah tempat kita bersandar
Atas segala urusan maupun segala cobaan

Senang dan bahagia merupakan dua hal yang berbeda. Banyak orang larut dalam kesenangan lupa akan tujuan penciptaannya. Akhirnya kita justru larut dan terombang-ambing pada permainan dunia. Renungkan tujuan hidup agar kita bisa melihat mana kesenangan mana jalan menuju kebahagiaan

Ujian itu bernama kesenangan
Membuat kita lupa akan tujuan
Hanya sibuk mengejar angan-angan

Hadirkan bahagia yang semu
Cepat berlalu diterpa sang waktu
Tuhan selalu datang membantu

Namun sering ditolak karena kebodohan
Sadar sesaat lebih baik
Daripada mabuk dalam kehidupan
Tetap dalam jalan yang lurus
Bukanlah suatu perkara mudah

Ada banyak cobaan dan hinaan
Kuatkan hati teguhkan keyakinan
Mohon ampun atas kebodohan
Kuatkan diri atas suatu keyakinan

Tuhan menguji pasti bisa dilampaui
Tak perlu disesali jadikan itu semua sebagai motivasi

Untuk menambah keyakinan, hadirkan perubahan
Jangan sampai larut dalam kesenangan atas kebodohan

Pedoman hidup diberikan bukan untuk membuat kita menjadi susah, itu janjinya Allah. Semua diberikan untuk membimbing kita menuju kebahagiaan dalam hidup, dan surgalah tempat yang dituju. Agar semua selaras dengan tujuan penciptaanNya, pedoman hidup menjadi prinsip yang tidak bisa ditawar lagi.

Bagi makhluk yang berakal
Butuh sebuah buku pedoman
Bukan ringkasan ataupun editan
Hanya firman Tuhan
Yang tak lekang oleh zaman

Didalam Al-Quran ada banyak pesan

Untuk mereka yang berakal
Untuk mereka yang berpikir

Sebuah kabar gembira
Bagi mereka pencari kebenaran

Sebuah malapetaka
Bagi mereka pencari kesenangan

Jadikan Al-Quran sebagai pedoman
Bukan sekedar hanya sebata hafalan

Agar hidup bahagia dan tercerahkan
Tidak larut dalam kegelapan atas kebodohan

Kadang kita suka lupa bahwa ditengah malam ada momen spesial yang Allah berikan kepada kita untuk bersimpuh dalam ampunanNya. Momen yang spesial tentu tidak mudah untuk diraih, biasakan diri bangun malam untuk mengharap ridho dan ampunan, agar hidup tenang hadapi segala cobaan.

Malam datang membawa kesan
Bulan tawarkan cahaya kelembutan
Diterpa angin malam doa kupanjatkan
Ingatan akan dosa kembali terkenang
Tak henti-hentinya meminta ampun
Atas kemunafikan dan kesombongan

Berharap mendapatkan ampunan Tuhan
Air mata pun jatuh bercucuran

Jangan diganggu
Jangan di usik

Momen tengah malam
Adalah momen bersama
Sang Pencipta Alam

Semua sikap seseorang selalu ditentukan oleh keyakinannya. Lemahnya kita menyikapi hidup (sering marah, emosian, ga sabaran,dll) semua karena lemahnya keyakinan didalam jiwa kita. Menjaga keyakinan merupakan satu hal yang penting, agar kebahagiaan selalu terjaga didalam hati. Beruntunglah bagi mereka yang selalu menjaga keyakinan, ditengah banyaknya fitnah dan cobaan.

Terlahir dalam kemurnian
Terbalut dalam kepolosan
Jalani hari-hari penuh keyakinan
Sebagai bekal menggapai harapan

Jauhkan diri dari kekotoran pikiran
Tampil apa adanya tanpa berpura-pura

Muslim harus setia pada keyakinan
Bukan pada kesenangan
Yang berujung pada kekufuran

Tidak larut dalam pencitraan
Fokus pada amal ibadah tumpuk perbekalan

Kuatkan keyakinan, tumbuhkan akhlak mulia
Agar hidup jauh lebih bermakna dan bahagia


Semesta tercipta atas kehendakNya
Sebagai hamba hanya dituntut mengabdi saja
Tidak larut dalam dunia fokus dalam ibadah
Bukan tentang sholat, sedekah, puasa saja
Namun mengemban tugas sebagai khilafah dunia

Dunia tercipta atas kasih sayang Allah kepada hambaNya
Alam ditundukkan untuk memudahkan manusia bekerja
Tidak ada yang luput dari pandanganNya
Semua harus dipertanggung jawabkan kelak nanti

Dunia adalah ujian dalam kehidupan
Dunia adalah ladang amal bagi para pencari bekal
Dunia adalah kesenangan bagi mereka yang ingkar
Dunia adalah sandiwara yang penuh dengan makna

Hanya kepada Allah kita mengadu
Hanya kepada Dia kita meminta
Tidak ada daya dan upaya tanpa restu dariNya
Semua keresahan hati kembalikan kepada sang pemilik hati
Semua cobaan hidup teratasi lewat doa pada sang Illahi
Jangan larut dalam dunia agar nanti tak menyesal di alam baka

Segala hal sudah diatur sedemikian rupa tanpa cacat
Semua kehidupan sudah diberikan kecukupan sesuai kadarnya
Tidak ada yang luput dari kasih dan hukumanNya
Seluruh alam semesta tunduk dan sujud pada sang Pencipta

Sujud tidak hanya sekedar ibadah saja
Sujud harus merasuk kedalam jiwa
Patuh pada perintah dan jauhi larangannya
Itulah arti sujud yang sebenarnya

Jangan ikuti kata iblis dalam membangkang
Hidup akan terasa semu tak mengesankan
Jangan cari alibi untuk pengingkaran diri
Hanya berujung pada penyesalan hati nanti

Sujudlah dalam aturan dan pedoman hidup
Sujudlah pada takdir yang sudah terjadi
Jangan mengeluh ataupun menyesal
Renungkanlah dunia dapatkan jawaban dari sang Pencipta
Kesenangan hanyalah semu tak memberikan makna
Carilah arti demi menjawab hati
Carilah bahagia didalam alam semesta
Mintalah petunjuk dan doa agar terus bahagia
Jangan sampai kita menyesal di hari tua nanti

Rabu, 05 Juni 2019

Jangan Pernah Bosan Membantu Kesulitan Orang Lain

Ibarat satu tubuh, bila ada bagian anggotanya yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan dampaknya. Selalu memiliki rasa yang sama. Begitulah persatuan umat Islam yang diibaratkan oleh Nabi saw. Ketika ada saudaranya tertimpa musibah atau terzalimi, maka pada hakikatnya seluruh umat Islam juga ikut merasakan sakit.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim)
Menolong saudara mukmin yang sedang tertimpa musibah memiliki pahala yang cukup besar dalam Islam. Ia menjadi salah satu amalan yang dicintai oleh Allah. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW menyampaikan:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ, أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً, أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا, أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا
“Amalan yang paling dicintai Allah ta’ala adalah engkau menyenangkan seorang muslim, atau engkau mengatasi kesulitannya, atau engkau menghilangkan laparnya, atau engkau membayarkan hutangnya.” (HR. Thabrani)
Bahkan dalam riwayat lain, Allah Ta’ala menjadikan rasa kasih sayang yang diberikan seseorang terhadap saudaranya, menjadi ukuran turunnya kasih sayang dari-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّـمَـا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ
“Sesungguhnya hanya Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang,” (HR. Bukhari-Muslim)
Selain itu, melalu lisan Rasulullah SAW, Allah Ta’ala juga menjanjikan bahwa pertolongan-Nya akan senantiasa menyertai orang mukmin yang meolong saudaranya. Tidak hanya di dunia, bahkan di hari kiamat kelak, ketika semua manusia terhimpit dengan kesusahan yang begitu dahsyat, Allah Ta’ala akan datang menolongnya. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ،
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ ، كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ ، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًـا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya). Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat.
Hadis yang agung menunjukkan besarnya keutamaan seorang yang membantu meringankan beban saudaranya sesama Muslim, baik dengan bantuan harta, tenaga maupun pikiran atau nasehat untuk kebaikan.
Imam an-Nawawi berkata: “Dalam hadis ini terdapat keutamaan menunaikan/membantu kebutuhan dan memberi manfaat  kepada sesama Muslim sesuai kemampuan, (baik itu) dengan ilmu, harta, pertolongan, pertimbangan tentang suatu kebaikan, nasehat dan lain-lain” [Syarhu shahiihi Muslim (17/21].
Ibnu Rajab al-Hambali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam menjelaskan maksud dari al-Kurbah atau kesempitan ialah beban berat yang mengakibatkan seseorang sangat menderita dan sedih. Sedangkan maksud meringankan di sini adalah usaha untuk meringankan beban tersebut dari penderita. Sedangkan at-tafriij adalah usaha untuk menghilangkan beban penderitaan dari penderita sehingga kesedihan dan kesusahannya sirna. Balasan bagi yang meringankan beban orang lain ialah Allah akan meringankan kesulitannya. Dan balasan menghilangkan kesulitan adalah Allah akan menghilangkan kesulitannya.
Dan dari hadis ini para ulama menuliskan sebuah kaidah yaitu, al-jaza’ min jinsil ‘amal, maknanya; balasan itu sesuai dengan jenis amal yang dilakukan. Namun perlu dipahami juga bahwa kesamaan di sini adalah dari sisi jenisnya saja, bukan dari kadar jumlahnya. Karena dari sisi kadar, kesulitan di dunia tentu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan kesulitan akhirat.
Karena itu, seorang Muslim hendaknya berupaya untuk membantu meringankan atau menghilangkan kesulitan muslim lainnya. Banyak jenis kesulitan yang dialami manusia, maka banyak pula cara untuk menolongnya. Jika saudara kita mengalami kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya, seperti makan, minum dan pakaian maka cara menghilangkan kesusahannya adalah dengan memenuhi kebutuhan mereka.
Sebab sejatinya, ketika kita menolong mereka, sesungguhnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Di akhirat, alangkah butuhnya kita akan pertolongan Allah agar terlepas dari kehausan, kelaparan maupun panasnya terik yang menyengat badan. Bukankah tak ada lagi harta dunia kita yang bisa dibawa untuk memenuhi kebutuhan di akhirat, selain harta yang telah kita sedekahkan? Kemana lagi kita akan mencari makan, mendapatkan minuman, menikmati buah-buahan, pakaian dan tempat tinggal? Tak ada lagi yang bisa memberi pinjaman atau mengirimkan bantuan selain Allah. Pertolongan Allah itu akan datang jika di dunia kita sudi membantu saudara kita yang kesulitan.
Keutamaan orang yang beri kebahagiaan pada orang lain dan mengangkat kesulitan dari orang lain disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ
“Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.” (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280).
Lihatlah saudaraku, bagaimana sampai membahagiakan orang lain dan melepaskan kesulitan mereka lebih baik dari i’tikaf di Masjid Nabawi sebulan lamanya.
Al Hasan Al Bashri pernah mengutus sebagian muridnya untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan. Beliau mengatakan pada murid-muridnya tersebut, “Hampirilah Tsabit Al Banani, bawa dia bersama kalian.” Ketika Tsabit didatangi, ia berkata, “Maaf, aku sedang i’tikaf.” Murid-muridnya lantas kembali mendatangi Al Hasan Al Bashri, lantas mereka mengabarinya. Kemudian Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai A’masy, tahukah engkau bahwa bila engkau berjalan menolong saudaramu yang butuh pertolongan itu lebih baik daripada haji setelah haji?”
Lalu mereka pun kembali pada Tsabit dan berkata seperti itu. Tsabit pun meninggalkan i’tikaf dan mengikuti murid-murid Al Hasan Al Bashri untuk memberikan pertolongan pada orang lain.
Karena itu, marilah kita terus berupaya agar senantiasa berada dalam pertolongan Allah dengan menolong saudara kita dan sesama.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda