Translate

Jumat, 30 September 2016

Benarkah Kaum Syi'ah Mencintai Ahlul-Bait???

Kaum Syi’ah menyangka bahwa mereka berloyalitas kepada Ahli Bait (keluarga) Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan mencintai Ahlul Bait. Mereka juga menyangka bahwa madzhab mereka diambil dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Ahlul Bait dan dibangun di atas pendapat-pendapat dan riwayat-riwayat dari Ahlul Bait. Karena alasan kecintaan kepada Ahlul Bait, kaum Syi’ah mengafirkan para shahabat yang dianggap menzhalimi dan melanggar kehormatan Ahlul Bait. Inilah keyakinan yang tertanam pada akal-akal kaum Syi’ah.‎

Benarkah kaum Syi’ah mencintai Ahlul Bait?

Mari kita melihat bagaimana sebenarnya kecintaan kaum Syi’ah kepada Ahlul Bait dan bagaimana sikap Ahlul Bait itu sendiri terhadap kaum Syi’ah.
Definisi Ahlul Bait

Kaum Syi’ah Rafidhah bersepakat untuk membatasi Ahlul Bait Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam hanya pada Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu ‘anhû, Fathimah ‎radhiyallâhu‘anhâ, Al-Hasan ‎radhiyallâhu‘anhumâ, dan Al-Husain r‎adhiyallâhu ‘anhumâ. Kemudian, mereka memasukkan sembilan orang imam dari keturunan Al-Husain radhiyallâhu anhû dalam hal tersebut: (1) Ali Zainul ‘Âbidin, (2) Muhammad Al-Bâqir, (3) Ja’far Ash-Shâdiq, (4) Musa Al-Kâzhim, (5) Ali Ar-Ridhâ, (6) Muhammad Al-Jawwâd, (7) Ali Al-Hâdy, (8) Al-Hasan Al-‘Askar, dan Imam Mahdi mereka, (9) Muhammad Al-‘Askar. [Al-Anwâr An-Nu’mâniyah 1/133, Bihâr Al-Anwâr 35/333, dan selainnya. BacalahAl-‘Aqidah Fî Ahlil Bait Bain Al-Ifrâd Wa At-Tafrîd karya Sulaimân As-Suhaimy hal. 352-356 dan Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait hal. 13-20 karya Ihsân Ilâhî Zhahîr]

Hakikat definisi kaum Syi’ah tentang Ahlul Bait di atas adalah celaan terhadap Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, dan Al-Husain ‎radhiyallâhu‘anhum.

Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far Muhammad Al-Bâqir bahwa beliau berkata, “Manusia menjadi murtad setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa âlihi, kecuali tiga orang.” Saya (perawi) bertanya, “Siapakan tiga orang itu?” Beliau menjawab, “Al-Miqdad, Abu Dzarr, dan Salman Al-Fârisy ….” [Raudhah Al-Kâfy 8/198]

Juga datang sebagian riwayat mereka tentang pengecualian untuk tujuh orang, yang Al-Hasan dan Al-Husain tidak tersebut dalam pengecualian itu.

Mereka meriwayatkan dari Amirul Mukmin Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu‘anhû bahwa beliau berkata kepada Qunbur, “Wahai Qunbur, bergembiralah dan berilah kabar gembira serta selalulah merasa gembira. Sungguh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa alihi meninggal dan beliau murka terhadap umatnya, kecuali Syi’ah.” [Al-Amâly hal. 726 karya Ash-Shadûq]

Kaum Syi’ah juga tidak mengakui putri Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebagai Ahlul Bait beliau, kecuali Fathimah saja. Mereka berkata, “Ahli tarikh menyebut bahwa Nabi (sha) memiliki empat putri. Berdasarkan urutan kelahirannya, mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah. Namun, menurut penelitian cermat tentang nash-nash tarikh, kami tidak menemukan dalil yang menunjukkan (keberadaan) anak (untuk beliau), kecuali Az-Zahrâ` (‘ain), Bahkan, yang tampak adalah bahwa anak-anak perempuan yang lain adalah anak-anak Khadijah dari suaminya yang pertama sebelum Nabi Muhammad (sha) ….” [Dâ`irah Al-Ma’ârif Al-Islâmiyah Asy-Syi’iyyah 1/27 karya Muhsin Al-Amin]

Demikianlah kedunguan kaum Syi’ah dalam menentang Allah Ta’âlâ, padahal Allah menyebut anak-anak perempuan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan konteks jamak yang menunjukkan jumlah lebih dari tiga sebagaimana dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin bahwa hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ….” [Al-Ahzâb: 59]

Kaum Syi’ah juga tidak memasukkan istri-istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam lingkup Ahlul Bait, padahal ayat tentang keutamaan Ahlul Bait asalnya ada dalam konteks penyebutan istri-istri Nabi ‎shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Perhatikanlah firman-Nya,

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا. وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا. وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

“Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan lain jika kalian bertakwa. Maka, janganlah kalian lembut dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Hendaklah kalian tetap berada di rumah-rumah kalian, janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu, serta dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa-apa yang dibacakan di rumah kalian berupa ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” [Al-Ahzâb: 32-34]

Kebencian kaum Syi’ah terhadap para istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam sangatlah besar, terkhusus terhadap Aisyah dan Hafshah radhiyallâhu‘anhmâ, sehingga salah seorang pembesar mereka dari Hauzah, Sayyid Ali Gharwy, berkata, “Sesungguhnya, sebagian kemaluan Nabi harus masuk ke dalam neraka karena beliau telah menggauli sebagian perempuan musyrik.” [Disebutkan dalam Kasyful Asrâr hal. 21 karya Husain Al-Musawy]

Syi’ah sebuah kelompok agama yang memiliki prinsip-prinsip ajaran:

Al-Qur’an sudah berubah dari aslinya, baik karena adanya tambahan atau pengurangan pada saat dikumpulkan oleh para sahabat di masa khalifah Abu Bakar. Hal ini dinyatakan oleh ulama Syi’ah bernama At-Tabrizi dalam bukunya Fashlul Khithab fi Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab.

Mereka melebihkan imam-imam Syi’ah di atas seluruh para Nabi seperti yang ditulis oleh Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kafi dan tokoh Syi’ah modern Khomaini.

Sangat penuh rasa benci pada tokoh-tokoh utama sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafsah radhiyallahu ‘anhum. Mereka menganggap para tokoh sahabat yang menjadi kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sebagai penjahat ulung terhadap ajaran Rasulullah.

Berkeyakinan bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu yang belum terjadi, tetapi para imam Syi’ah mengetahui segala sesuatu di masa lalu, masa kini dan akan datang.

Dengan adanya doktrin-doktrin keagamaan semacam ini, patutkah Syi’ah dikategorikan sebagai salah satu komunitas muslim sebagaimana halnya komunitas ahlussunah wal jama’ah.

Syi’ah yang memiliki doktrin sebagaimana yang disebut di atas, telah dinubuwatkan oleh Rasulullah sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir no. 12998

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قال : كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَعِنْدَهُ عَلِيٌّ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « يَا عَلِيُّ ، سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِيْ قَوْمٌ يَنْتَحِلُوْنَ حُبَّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُوْنِ ».

Dari Ibnu Abbas ujarnya, saya pernah berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersamaan dengan Ali. Saat itu Nabi bersabda kepada Ali: Wahai Ali, nanti akan muncul di tengah umatku suatu kaum yang berlebihan dalam mencintai kita ahlul bait, mereka dikenal dengan nama Syi’ah Rafidhah. Karena itu bunuhlah mereka sebab mereka adalah kaum musyrik.

Selain dari nubuwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini, khalifah Ali bin Abi Thalib sendiri berkata: di belakang kami kelak akan muncul suatu kaum yang mengaku cinta kepada kamu. Mereka suka berdusta dengan nama kamu, mereka sebenanya  keluar dari Islam. Ciri mereka yaitu gemar memaki Abu Bakar dan Umar.

Ammar bin Yasir berkata kepada seorang laki-laki yang mencerca Aisyah ketika berada di sisi Ammar bin Yasir: “Pergilah kamu wahai orang yang celaka, apakah engkau senang menyakiti kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR At-Tirmidzi, hadits hasan]

Semua golongan Syi’ah senang sekali mencera Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Bagi pemerhati Syi’ah, tentu tidak asing dengan dalih : ‘Membuat marah Faathimah sama dengan membuat marah Nabi’, karena keridlaan Faathimah bersama keridlaan Nabi S‎hallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam. Lantas, bagaimana hukumnya jika Faathimah membuat marah ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa?.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: " جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي الْبَيْتِ، فَقَالَ: أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ؟ قَالَتْ: كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ: انْظُرْ أَيْنَ هُوَ، فَجَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ وَأَصَابَهُ تُرَابٌ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ، وَيَقُولُ: قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ "

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim‎, dari Abu Haazim‎, dari Sahl bin Sa’d‎, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah Faathimah namun tidak mendapatkan ‘Aliy dalam rumah tersebut. Beliau bertanya : “Dimanakah anak pamanmu ?”. Faathimah menjawab : “Telah terjadi sesuatu antara aku dengannya, lalu marah kepadaku kemudian ia keluar dan tidak tidur siang bersamaku”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang : “Carilah, dimanakah ia berada !”. Lalu orang tersebut datang dan berkata : “Wahai Rasulullah, ia sedang tiduran di masjid “. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendatanginya, dimana waktu itu ‘Aliy sedang berbaring, dan selendangnya terjatuh dari sisinya dan terkena tanah. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membersihkan tanah tersebut darinya dan berkata : “Bangunlah Abu Turaab, bangunlah Abu Turaab !” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 441].

Faathimah yang kedudukannya bukan imam saja, jika ia marah, disejajarkan dengan kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. ‎Qiyas aula-nya‎, kemarahan ‘Aliy - yang berkedudukan sebagai imam - ini lebih layak menduduki hukum yang sama.
‘Aliy radliyallaahu ‘anhu ‎tentu tidak marah kecuali karena melihat kemunkaran atau hak Allah dan Rasul-Nya dilanggar. Karena, kemarahan Nabi ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mempunyai sifat ma’shum pun disifati demikian.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا، قَالَتْ: " مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا "

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf: Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik,‎ dari Ibnu Syihaab‎, dari ‘Urwah bin Az-Zubair‎, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : “Tidaklah Rasulullah ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan kepada dua pilihan, kecuali beliau akan memilih yang paling mudah di antara keduanya selama bukan merupakan dosa. Apabila hal itu merupakan dosa, maka beliau adalah manusia yang paling jauh dari hal itu. Dan tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membalas untuk dirinya, kecuali jika kehormatan Allah dilanggar, maka beliau marah karenanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3560].

Atas sebab apa seorang Pemimpin marah ?. Karena kehormatan Allah dilanggar ?. Mungkinkah Faathimah – yang juga ma’shum - melanggar kehormatan Allah atau melakukan kemunkaran di mata ‘Aliy ?. Atau,.... ‘Aliy marah kepada Faathimah tanpa sebab ?. Jika memang demikian, kemarahan ‘Aliy tersebut bukanlah kemarahan yang syar’iy.

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ أَبِي حَصِينٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ: " لَا تَغْضَبْ " فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: " لَا تَغْضَبْ "

Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Yuusuf: Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy‎, dari Abu Hushain‎, dari Abu Shaalih‎, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya pernah ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Berikanlah nasihat kepadaku”. Beliau bersabda : “Jangan marah”. Maka orang tersebut mengulangi permintaannya beberapa kali, dan beliau (tetap) bersabda : “Jangan marah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6116].

Atau,... kita berikan solusi yang paling mungkin tentang permasalahan ini bahwa : Kemarahan ‘Aliy ataupun Faathimah bukanlah timbangan dalam syari’at. Keduanya adalah manusia biasa yang – betapapun tinggi kedudukannya - bisa salah, sama seperti shahabat lainnya. Kemarahan mereka (‘Aliy, Faathimah, atau shahabat lainnya) kadang dapat diterima, kadang pula tidak dapat diterima.

Mereka juga tidak memasukkan anak-anak Ali bin Abi Thalib –kecuali Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallâhu‘anhumâ – ke dalam golongan Ahlul Bait, padahal Ali memilliki beberapa anak selain Al-Hasan dan Al-Husain, yaitu Muhammad bin Al-Hanafiyyah, Abu Bakr, Umar, Utsman, Al-‘Abbâs, Ja’far, Abdullah, ‘Ubaidullah, dan Yahya. [Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait hal. 20 karya Ihsân Ilâhî Zhahîr]

Kaum Syi’ah juga tidak menganggap anak-anak Al-Hasan sebagai Ahlul Bait sebagaimana mereka juga tidak menganggap anak-anak Al-Husain sebagai Ahlul Bait, kecuali Ali Zainul ‘Abidin. Padahal, Al-Husain memiliki anak yang bernama Abdullah dan Ali (lebih tua daripada Ali Zainul ‘Abidin) yang keduanya ikut mati syahid bersama Al-Husain di Karbalâ`. [Huqbah Min At-Târikh hal. 242 karya Utsman Al-Khumayyis]

Sebagaimana pula, mereka juga tidak menganggap Bani Hasyim sebagai Ahlul Bait, padahal Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memasukkan mereka ke dalam lingkup Ahlul Bait sebagaimana dalam kisah Abdul Muthlib bin Rabî’ah bin Harits bin Abdul Muthlib dan Al-Fadhl bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthlib, yang meminta untuk dipekerjakan terhadap harta sedekah agar keduanya memperoleh upah untuk menikah maka Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada keduanya,

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ

“Sesungguhnya sedekah tidaklah pantas bagi keluarga Muhammad. Hal tersebut hanyalah kotoran-kotoran manusia.”[Diriwayatkan oleh Muslim]

Bahkan, kaum Syi’ah menyebut bahwa Ali bin Abi Thalib berdoa, “Ya Allah, laknatlah dua anak Fulan -yaitu Abdullah dan ‘Ubaidullah, dua anak Al-‘Abbâs, sebagaimana dalam catatan kaki-. Butakanlah mata keduanya sebagaimana engkau telah membutakan kedua hati mereka ….” [Rijâl Al-Kisysyi hal 52]

Juga sebagaimana mereka menghinakan ‘Âqil dan Al-‘Abbâs dalam sejumlah riwayat mereka.‎

Kebenaran absolut adalah kebenaran yang berasal dari Allah ta’ala dan Rasul-Nya S‎hallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah sebenarnya sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ali bin Abi Thalib, dan Ammar bin Yasir yang oleh kaum Syi’ah dipandang sebagai tokoh-tokoh mereka, tetapi ternyata menyuruh kita untuk memerangi Syi’ah karena mereka musyrik atau keluar dari Islam.

Kategorisasi Syi’ah

Hingga kini, masih ada kalangan pembaca dan pemerhati Syi’ah di Indonesia yang salah paham, seakan sekte Syi’ah termasuk salah satu madzhab Islam. Adanya perbedaan antara Islam dan Syi’ah, betapapun tajamnya, dianggap sekadar perbedaan paham antar madzhab yang harus disikapi secara obyektif dan rasional.

Kesalah pahaman ini, mungkin disebabkan antara lain, pemikiran-pemikiran yang berseberangan dengan ideologi Syi’ah datang dari ulama maupun tokoh yang menentang Syi’ah. Sekalipun yang menentang, bahkan mengkafirkan Syi’ah sekaliber Imam Bukhari, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama besar Islam lainnya.

Begitupun, buku-buku anti Syi’ah yang beredar di Indonesia ditulis oleh ulama yang dianggap penentang Syi’ah, termasuk penerjemah buku ini Al-Ustadz Muhammad Thalib, yang banyak memublikasikan tulisan yang membongkar kesesatan Syi’ah dan dampak negatifnya bagi masyarakat. Namun segala argumentasi yang memosisikan Syi’ah bukan Islam atau sekte sesat, belum berhasil meyakinkan pembaca, terutama kalangan yang tertipu dengan retorika propagandis Syi’ah.

Barangkali, berangkat dari salah paham ini pula, munculnya komunitas tasyayyu’ di Indonesia, yang merumuskan kategorisasi Syi’ah menjadi tiga bagian sekaligus cara menyikapinya: pertama, Syi’ah Ghulat, yaitu Syi’ah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib ra dan meyakini Al-Qur’an sudah ditahrif (dirubah, ditambah dan dikurangi), dan berbagai keyakinan yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam. Syi’ah golongan ini adalah kafir dan wajib diperangi.

Kedua, Syi’ah Rafidhah, yaitu Syi’ah yang tidak berkeyakinan seperti Ghulat, tapi melakukan penghinaan, penistaan, pelecehan secara terbuka, baik lisan maupun tulisan, terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu. Dan fitnah terhadap isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam., ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Hafshah radhiyallahu ‘anha. Syi’ah golongan ini adalah ahlul bida’ wal ahwa, mereka sesat menyesatkan dan harus diperangi.

Ketiga, Syi’ah Mu’tadilah, yaitu Syi’ah yang tidak menuhankan Ali dan tidak menghalalkan mencaci maki sahabat Nabi, seperti Syi’ah Zaidiyah. Mereka diperangi pemikirannya melalui dialog. Syi’ah golongan ini tidak sesat dan tidak kafir karena hanya mengutamakan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di atas para shahabat Nabi lainnya (Abu Bakar, Umar Ibnul Khattab, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhum ajma’in), dan lebih mengedepankan riwayat hadits Ahlul Bait daripada riwayat hadits Ahlu Sunnah.

Kategori Syi’ah ketiga inilah yang disebut oleh Dr. Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Mufti Mesir Syeikh Ali Jum’ah, sebagai salah satu madzhab Islam yang diakui. Di Indonesia ada juga kalangan yang berpendapat sama, malah menjadi bemper Syi’ah rafidhah.

Akan tetapi belakangan, Syeikh Yusuf Qardhawi menyesali dan mengoreksi pendapatnya yang mempercayai adanya Syi’ah moderat (mu’tadil). Karena ternyata, beliau menemukan fakta, baik kategori Syi’ah ghulat, rafidhah maupun mu’tadilah semuanya sama saja, sangat memusuhi Ahlus Sunnah.

Fatwa Imam-imam Besar Kaum Muslimin Tentang Syi’ah

« الذي يشتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ، ليس لهم اسم أو قال نصيب في الإسلام ».

Imam Malik: Orang yang memaki sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka mereka itu bukanlah dari golongan Islam.

« لم أر أحداً أشهد بالزور من الرافضة ».

Imam Syafi’i: Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pendusta daripada orang Syi’ah.

« هم الذين يتبرؤون من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ، ويسبونهم، وينتقصونهم ، ويكفرون الأئمة إلا أربعة : علي ، وعمار ، والمقداد ، وسلمان ، وليست الرافضة من الإسلام في شيء ».

Imam Ahmad bin Hanbal: Golongan yang menyatakan dirinya berlepas diri dari sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, memaki mereka, merendahkan martabat mereka dan menyatakan para sahabat semua kafir kecuali 4 orang: Ali, Ammar, Miqdad dan Salman yang disebut golongan Syi’ah ataupun Rafidhah mereka bukan golongan Islam.

« ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي ، أم صليت خلف اليهود والنصارى ، ولا يسلم عليهم ولا يعادون أي لا يزارون في مرضهم ولا يناكحون ولا يُشهدون ، أي لا تُشهد جنائزهم لأنهم ماتوا على غير ملة الإسلام ، ولا تؤكل ذبائحهم ».

Imam Bukhari: Menurut saya, shalat di belakang imam yang beraqidah Jahmiyah atau Syi’ah sama saja hukumnya dengan shalat di belakang imam yang beragama Yahudi atau Nasrani, tidak sah. Orang Islam tidak boleh memberi salam kepada Syi’ah, menjenguknya ketika sakit atau menikah dengan mereka, atau menghadiri jenazah mereka karena mereka bukanlah golongan Islam. Dan hewan yang disembelih oleh golongan Syi’ah tidak halal dimakan.‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Penghianatan Rofidhoh Dari Masa Ke Masa


Sebelum memaparkan peristiwa-peristiwa pengkhianatan Syiah sepanjang sejarah, ada baiknya menjawab pertanyaan penting: Mengapa tokoh Syiah suka berkhianat? DR. Imad Ali Abdus Sami’ memaparkan panjang lebar dalam bukunya “Pengkhianatan-Pengkhianatan Syiah” Tetapi intinya bahwa selain pengikut Syiah kafir karena itu halal darahnya. Hal itu besumber dari akidah mereka. Sekedar contoh saya bawakan dua riwayat dalam kitab utama mereka.

الأصول من الكافي/ محمد بن يعقوب الكليني ج. 2 ص. 409 -410:
1- عن أبي عبد الله قال: أهل الشام شر من أهل الروم و أهل المدينة شر من أهل مكة و أهل مكة يكفرون بالله جهرة
2- عن سماعة عن أبي بصير عن أحدهما عليهما السلام: إن أهل المكة يكفرون بالله جهرة وإن أهل المدينة أخبث من أهل مكة، أخبث منهم سبعين ضعفا.

“Buku Al-Ushul minal Kaafi, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini, Juz. 2, hlm. 409-410:

1. Dari Abi Abdillah berkata, “Penduduk Syam lebih buruk daripada penduduk Romawi dan penduduk Madinah lebih buruk daripada penduduk Makkah dan penduduk Makkah kafir kepada Allah secara terang-terangan.

2. Dari Sama’ah dari Abi Bashir dari salah satu keduanya ‘alaihis salam berkata, “Sesungguhnya penduduk Mekkah mengkafiri Allah secara nyata dan penduduk Madinah lebih buruk daripada penduduk Mekkah, lebih buruk daripada mereka tujuh puluh kali lipat.”
Bahasan kita kali ini adalah sejarah tentang pengkhianatan Syiah agar kita bisa mengambil pelajaran dan tidak lengah.

Sejarah Pengkhianatan Syiah

Pertama, pengkhianatan yang dilakukan oleh Abu Lu’luah Al-Majusi dengan membunuh Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Kaum Syiah menjulukinya dengan “Baba Syujauddin”(sang pembela agama yang gagah berani). Kuburannya di Iran dikunjungi dan dihormati oleh kaum Syiah. Bahkan para ulama syiah berdoa, “Ya Allah kumpulkan kami di akherat kelak bersama Abu Lu’lulah”.  Akram Dhiya’ Al Umari mengkisahkan:‎

و قد غلبت الدولة الإسلامية في عهده (أي عمر بن الخطاب) الفرس و الروم و حررت الهلال الخصيب و مصر و مصرت الكوفة و البصرة و الفسطاط و مازالت في صعود و امتداد حتى إغتاله أبو لؤلؤة المجوسى غلام المغيرة بن شعبة و هو يؤم المسلمين في صلاة الفجر ليلة الأربعاء ليال بقين من ذي الحجة سنة 23 للهجرة بعد خلافة دامت عشر سنين و ستة أشهر

“Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam berhasil menaklukan Persia, Romawi, Bulan Sabit Subur(fortile caesent) (Mesopotamia, Suriah-Palestina) dan Mesir. Umat Islam juga berhasil menjadikan Kufah, Bashrah dan Fusthat sebagai pusat kota. Demikianlah, Islam terus berekspansi sampai akhirnya Khalifah Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah Al-Majusi, budak dari Mughirah bin Syu’bah, ketika beliau sedang mengimami shalat shubuh pada malam Rabu bulan Dzulhijjah tahun ke-23 hijriah. Khalifah meninggal setelah memerintah selama 10 tahun 6 bulan.”
Kedua, pengkhianatan Abdullah bin Saba’. Ia adalah orang yang pertama kali mendirikan Syiah. Para ulama syiah, sebagaimana dikatakan oleh mantan tokoh Syiah Sayyid Husen Al Musawi dalam bukunya Lillah tsumma Lit Tarikh, mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendiri syiah. Pengakuan ini ada dalam lebih dari 20 buku referensi Syiah. Abdullah bin Saba’ adalah Yahudi yang berpura-pura masuk Islam dan menebarkan fitnah di kalangan masyarakat awam agar memberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan pada tahun ke-34 hijriah. Satu tahun kemudian, yaitu pada tahun ke-35 hijriah, ribuan orang dengan alasan melaksanakan haji, datang ke Madinah dan mengepung rumah Utsman bin Affan selama 40 hari dan melarang shalat di masjid. Sampai akhirnya mereka membunuh Khalifah Utsman.

Ketiga: pengkhianatan pengikut Syiah dengan membunuh Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain. Ketika Hasan dan Husain akan pergi ke Khufah, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib menasehatinya agar tidak pergi ke Kufah dengan berkata, ”

يا أخي أن أهل الكوفة قد عرفت غدرهم بأبيك و أخيك و قد خفت أن يكون حالك كحال من مضى (اللهوف لإبن طاوس ص 39 و عاشورا للإحساء ص. 110)

“Saudaraku, engkau telah mengetahui bahwa penduduk Kufah mengkhianati Ayahmu dan Saudaramu. Saya takut keadaanmu akan seperti keadaan orang-orang yang telah berlalu(pergi ke Kufah).” (Al-Luhuf, Ibnu Thawus hlm 39, dan Asyura, Al-Ihsa, hlm. 110).

Dalam kitab Man Qatala Husain(Siapa pembunuh Husain)karangan Abdullah bin Abdul Aziz dipaparkan secara rinci siapa yang sebenarnya membunuh Sayyidina Husain. Bahwa, ternyata pembunuhnya adalah orang Syiah sendiri yaitu Sanan bin Anas An-Nakhai dan Syammar bin Dzil Jusyan yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad.

Dalam kitab Taarikh Abil Fida’ Al Musamma Al-Mukhtashar fi Akhbaril Basyar Juz 1 hlm. 265 jelas sekali kronologis terbunuhnya Imam Husain oleh kaum Syiah sendiri yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad yang sebelumnya merupakan tentara di pasukan Ali bin Abi Thalib (148 H – 193 H/786 M – 842 M).

Mayoritas orang Syi’ah masa sekarang mengatakan bahwa yang membunuh Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa adalah Yaziid bin Mu’aawiyyah rahimahullah. Dialah yang memerintahkan untuk membunuh Al-Husain ra‎dliyallaahu ‘anhu. Itulah khabar yang beredar dari mulut ke mulut, dari dulu hingga sekarang, dan akhirnya masuk ke telinga orang yang paling bodoh di kalangan mereka. Dogma pun muncul : Orang-orang Syaam/Bani Umayyah adalah pembunuh Al-Husain, sehingga pantas menjadi musuh Ahlul-Bait. Bani Umayyah = Ahlus-Sunnah = Wahabiy. Meski telah menjadi dogma, ternyata keliru. Bukan orang Syaam yang menjadi pembunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Lalu, siapakah yang membunuh Al-Husain ?. 

RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA

Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no, 3748 :

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ

“Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan : aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd[3]. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Saat itu, Husain Radhiyallahu ‘anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)”

Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma tinggal di Mekah bersama beberapa Shahabat, seperti Ibnu ‘Abbâs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia pada tahun 60 H, anak beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya sebagai imam kaum muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh pengikut ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma meminta beliau Radhiyallahu ‘anhuma pindah ke Irak. Mereka berjanji akan membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhuma sebagai khalifah karena mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah menduduki jabatan Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain Radhiyallahu ‘anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs Radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain Radhiyallahu ‘anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain Radhiyallahu ‘anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain juga disana. Husain Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana”.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu ‘anhuma mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin ‘Aqil yang telah dibunuh di sana.

Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu ‘anhuma bersama keluarga menuju Kufah.

Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bi n Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu ‘anhuma, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu ‘anhuma sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa kehadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.

Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu ‘anhum. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”

Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dinyatakan :

فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِي أَنْفِهِ

“Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu”.

Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu ‘anhu :

فَجَعَلَ قَضِيْبًا فِي يَدِهِ فِي عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ فَقُلْتُ ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْضِعِهِ

“Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, “Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu”.

Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu :

فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ , قَالَ : ” فَانْقَبَضَ

Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.” Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.

Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh, kepala beliau Radhiyallahu ‘anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata, hidung dan gigi beliau Radhiyallahu ‘anhu ditusuk-tusuk dengan pedang. Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta kepada ‘Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu, karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan alangkah sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu ‘aiahi wa sallam, orang kesayangan beliau dihinakan di depan mata mereka.

Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu ‘anhuma diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain Radhiyallahu ‘anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.

Berikut perkataan Ahlul-Bait dan para ulama Syi’ah yang ada dalam kitab-kitab mereka :


‘Aliy bin Al-Husain bin 'Aliy bin Abi Thaalib Radhiyallahu Ta'ala 'Anhum

‘Aliy bin Al-Husain bin Abi Thaalib berkata saat mengecam pengkhianatan para pengikutnya yang membunuh Al-Husain radliyallaahu ‘anhu:

أيها الناس نشدتكم بالله هل تعلمون أنكم كتبتم إلى أبي وخدعتموه، وأعطيتموه العهد والـميثاق والبيعة وقاتلتموه وخذلتموه، فتبا لـما قدمتم لأنفسكم، وسوأة لرأيكم، بأية عين تنظرون إلى رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم إذ يقول لكم قتلتم عترتي وانتهكتم حرمتي فلستم من أمتي.
فارتفعت أصوات النساء بالبكاء من كل ناحية، وقال بعضهم لبعض هلكتم وما تعلمون

“Wahai sekalian manusia, kami bersumpah dengan menyebut nama Allah kepada kalian untuk bertanya, apakah kalian tahu bahwa kalian dulu pernah menulis kepada ayahku (Al-Husain) lalu kalian ternyata menipunya ?. Kalian dulu berjanji memberikan kesetiaan dan baiat, namun ternyata kemudian kalian malah memeranginya dan meninggalkannya ?. Sungguh celaka apa yang telah kalian lakukan pada diri kalian. Sungguh jelek pikiran kalian. Dengan mata yang mana kalian akan melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam kelak ketika beliau bersabda kepada kalian : ‘Kalian telah membunuh keturunanku dan menodai kehormatanku. Kalian bukanlah termasuk umatku’”.
Maka bergemuruhlah suara para wanita yang menangis di segala penjuru. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain : ‘Binasalah kalian dan apa yang kalian ketahui”.

‘Aliy bin Al-Husain Radhiyallahu 'Anhu berkata :

رحم الله امرءا قبل نصيحتي، وحفظ وصيتي في الله ورسوله وأهل بيته فإن لنا في رسول الله أسوة حسنة....
فقالوا بأجمعهم: نحن كلنا سامعون مطيعون حافظون لذمامك غير زاهدين فيك ولا راغبين عنك، فمرنا بأمرك يرحمك الله، فإنا حرب لحربك، وسلم لسلمك، لنأخذن يزيد ونبرأ ممن ظلمك وظلمنا،،

“Semoga Allah merahmati seseorang yang menerima nasihatku, menjaga wasiatku yang berkaitan dengan Allah, Rasul-Nya, dan Ahlul-Baitnya. Sesungguhnya kami dalam diri Rasulullah adalah suri tauladan yang baik...”. Mereka semua berkata : “Kami semua akan mendengar, mentaati, dan menjaga kehormatanmu tanpa meninggalkanmu dan berpaling darimu. Maka, perintahkanlah kami, semoga Allah merahmatimu. Dan kami akan berperang karena peperanganmu, dan kami pun akan berdamai karena perdamaianmu. Kami benar-benar akan membawa Yaziid, dan berlepas diri dari orang yang mendhalimimu dan mendhalimi kami…”.

‘Aliy bin Al-Husain Radhiyallahu 'Anhu‎ berkata :

هيهات هيهات أيها الغدرة الـمكرة حيل بينكم وبين شهوات أنفسكم، أتريدون أن تأتوا إلي كما أتيتم آبائي من قبل؟ كلا ورب الراقصات فإن الجرح لـما يندمل، قتل أبي بالأمس وأهل بيته معه، ولم ينسني ثكل رسول الله صلى الله عليه وسلم وآله وثكل أبي وبني أبي ووجده بين لهاتي ومرارته بين حناجري وحلقي وغصته تجري في فراش صدري

“Betapa jauh, betapa jauh wahai para pengkhianat lagi penipu. Kalian hanyalah mementingkan syahwat diri kalian saja. Apakah kalian akan datang kepadaku sebagaimana dulu kalian datang pada ayah-ayahku (lantas kalian berkhianat) ?. Sekali-kali tidak, demi Allah yang menciptakan onta-onta. Sesungguhnya luka lama belumlah kering. Ayahku dan keluarganya baru terbunuh kemarin. Dan aku belumlah lupa kematian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi. Begitu juga kematian ayahku dan anak-anak ayahku. Peristiwa itu masih ada dalam ingatanku. Rasa pahit masih terasa di tenggorokanku dan kerongkonganku. Kesedihan itu masih bergemuruh dalam dadaku” [Khuthbah ini disebutkan oleh Ath-Thibrisiy dalam Al-Ihtijaaj2/32, Ibnu Thaawuus dalam Al-Majhuuf hal. 92, Al-Amiin dalam Lawaa’ijul-Asyjaan hal. 158, ‘Abbaas Al-Qummiy dalam Muntahal-Aamaal 1/572, Husain Kuuraaniy dalam Rihaab Karbalaa’ hal. 183, ‘Abdurrazzaaq Al-Muqrim dalam Maqtal Al-Husain hal. 317, Murtadlaa ‘Ayyaad dalam Maqtal Al-Husain hal. 87 dan diulang oleh ‘Abbaas Al-Qummiy dalam Nafsul-Mahmuum hal. 360. Disebutkan juga oleh Ridlaa Al-Qazwiiniy dalam Tudhlamuz-Zahraa’hal. 262].

Ketika Al-Imaam Zainul-‘Aabidiin radliyallaahu ‘anhu berjalan dan melihat penduduk Kuufah sedang meratap dan menangis, maka ia mencelanya dan berkata :

تنوحون وتبكون من أجلنا فمن الذي قتلنا؟

“Kalian ini meratap dan menangis karena kami. Memangnya siapa yang membunuh kami ?” [Al-Malhuuf hal. 86, Nafsul-Mahmuum hal. 357,Maqtal Al-Husain oleh Murtadlaa ‘Abbaas hal. 83 Cet. 4/1996 M, dan Tudhlamuz-Zahraa’ hal. 257].

Ummu Kultsum bintu ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhaa

Ia berkata :
يا أهل الكوفة سوأة لكم، ما لكم خذلتم حسينا وقتلتموه، وانتهبتم أمواله وورثتموه، وسبيتم نساءه، ونكبتموه، فتبا لكم وسحقا لكم، أي دواه دهتكم، وأي وزر على ظهوركم حملتم، وأي دماء سفكتموها، وأي كريمة أصبتموها، وأي صبية سلبتموها، وأي أموال انتهبتموها، قتلتم خير رجالات بعد النبي صلى الله عليه وآله، ونزعت الرحمة من قلوبكم

“Wahai penduduk Kuufah, betapa jeleknya kalian. Kenapa kalian meninggalkan Husain lalu kalian membunuhnya ?. Kalian rampas harta-hartanya lalu mewarisinya, menawan wanita-wanitanya dan menyusahkannya ?. Sungguh celaka kalian, dan semoga kalian jauh dari rahmat Allah !. Musibah apa yang menimpa kalian, dosa apa yang kalian pikul di punggung kalian, darah siapa yang telah kalian alirkan, istri siapa yang telah kalian tawan, anak perempuan siapa yang telah kalian rampok, dan harta-harta siapakah yang telah kalian rampas ?. Kalian telah membunuh sebaik-baik laki-laki setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi. Rasa kasih sayang telah dicabut dari hati-hati kalian” [Al-Malhuuf hal. 91, Nafsul-Mahmuum hal. 363, Maqtal Al-Husain oleh Al-Muqrim hal. 316, Lawaa’ijul-Asyjaan hal. 157,Maqtal Al-Husain oleh Murtadlaa ‘Iyaadl hal. 86, dan Tudhlamuz-Zahraa’ oleh Ridlaa bin Nabiy Al-Qazwiiniy hal. 261].

Zainab bintu ‘Aliy radliyallaahu ‘anhaa
Ia berkata :
صه يا أهل الكوفة تقتلنا رجالكم وتبكينا نساؤكم فالحاكم بيننا وبينكم الله يوم فصل القضاء

“Diamlah wahai penduduk Kuufah !! Laki-laki kalian telah membunuh kami, sedangkan para wanita kalian menangisi kami. Antara kami dan kalian adalah Allah pada hari penghakiman (hari kiamat)” [Dinukil oleh ‘Abbaas Al-Qummiy dalam Nafsul-Mahmuum hal. 365. Disebutkan juga oleh Asy-Syaikh Ridlaa bin Nabiy Al-Qazwiiniy dalam Tudhlamuz-Zahraa’ hal. 264].

Murtadlaa Al-Muthahhariy
Ia berkata :

ولا ريب في أن الكوفة كانوا من شيعة علي وأن الذين قتلوا الإمام الحسين هم شيعته

“Dan tidak ragu lagi bahwa penduduk Kuufah merupakan syi’ah (pendukung) ‘Aliy, dan yang membunuh Al-Imaam Al-Husain adalah syi’ah (pendukung)-nya sendiri” [Malhamatul-Husainiyyah, 1/129].

فنحن سبق أن أثبتنا أن هذه القصة مهمة من هذه الناحية وقلنا أيضا: بأن مقتل الحسين على يد الـمسلمين بل على يد الشيعة بعد مضي خمسين عاما فقط على وفاة النبي لأمر محير ولغز عجيب وملفت للغاية

“Dan kami mendahului dalam menetapkan bahwa kisah ini penting dari sisi ini. Dan kami juga berkata : Bahwasannya pembunuhan Al-Husain adalah di tangan kaum muslimin, bahkan di tangan Syi’ah sendiri setelah berlalu 50 tahun pasca wafatnya Nabi. Sungguh, ini adalah perkara yang membingungkan, teka-teki yang mengherankan, dan menarik perhatian” [idem, 3/94].

Ya,… penduduk Kuufah adalah yang mengkhianati dan sekaligus membunuh Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa. Tidaklah mengherankan, karena sebelumnya ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu telah mengingatkan akan sifat khianat dan lancung para syi’ah-nya dari penduduk Kuufah ini dengan perkataannya :

ولقد أصبحت الأمم تخاف ظلم رعاتها، وأصبحت أخاف ظلم رعيتي. استنفرتكم للجهاد فلم تنفروا، وأسمعتكم فلم تسمعوا، ودعوتكم سرا وجهرا فلم تستجيبوا، ونصحت لكم فلم تقبلوا
………………
يا أهل الكوفة، منيت منكم بثلاث واثنتين: صم ذوو أسماع، وبكم ذوو كلام، وعمي ذوو أبصار، لا أحرار صدق عند اللقاء، ولا إخوان ثقة عند البلاء! تربت أيديكم يا أشباه الابل غاب عنها رعاتها! كلما جمعت من جانب تفرقت من آخر

“Sungguh, umat-umat terdahulu khawatir akan kedhaliman pemimpinnya, akan tetapi aku malah khawatir akan kedhaliman rakyatku. Aku ajak kalian berangkat berjihad , namun kalian enggan berangkat. Aku ingin bicara pada kalian, namun kalian tidak mau mendengarnya. Aku ajak kalian untuk kebaikan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, namun kalian tidak menyambutnya. Aku nasihati kalian, namun kalian tidak menerimanya.‎
Wahai penduduk Kuufah, aku diuji (Allah) dari kalian dalam 3 perkara dan 2 perkara : (kalian) tuli tapi punya pendengaran, bisu tapi punya perkataan, dan buta tapi punya penglihatan. Juga tidak mempunyai orang yang pemberani ketika berhadapan dengan musuh, dan tidak mempunyai orang kepercayaan ketika tertimpa musibah. Celakalah kalian wahai orang yang menyerupai onta yang kehilangan penggembalanya ! Setiap kali digiring dari satu sisi, ia lari dari sisi yang lain” [Nahjul-Balaaghah, 1/187-189].
Jadi, kalau kita sekarang melihat orang Syi’ah bersedih dan memukul-mukul badan setiap hari ‘Aasyuuraa (10 Muharram, tanggal kematian Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa), barangkali asal muasalnya karena menyesali kelakukan bejat nenek moyang mereka dari penduduk Kuufah yang suka berkhianat. Tapi orang-orang bodohnya kemudian memahami perbuatan pukul-memukul badan itu sebagai bentuk kesedihan atas kematian Al-Husain radliyallaahu ‘anhu. Sungguh ironis !!

Keempat, pengkhianatan Alib bin Yaqtin pada masa Harun Al-Rasyid yang telah merobohkan penjara yang dihuni oleh 500 narapidana kemudian dia mengirim surat kepada Imam Al-Kadzim menanyakan hal itu dan dijawab bila kamu bertanya sebelum peristiwa itu terjadi maka darah mereka tidak masalah (tidak berdosa) tetapi karena kamu bertanya setelah terjadi maka kamu harus bayar kaffarah setiap yang terbunuh dengan seekor kambing jantan. (Hakikatus Syiah, hlm. 55).

Kelima, Pengkhianatan Khalifah Abbasiyah yaitu An-Nashir Lidinillah.

Ibnu Katsir berkata:
كان قبيح السيرة في رعيته ظالمًا لهم، فخرب في أيام العراق وتفرق أهله في البلاد، وكان يفعل الشيء وضده.. وكان اعتنق المذهب الشيعي.. ويقال كان بينه وبين التتر مراسلات حتى أطمعهم في البلاد، وهذه طامة صغرى عندها كل ذنب عظيم
(البداية و النهاية لإبن كثير ج 13 ص. 106 – 107 بتصرف)

“Nashir Lidinillah memiliki perilaku buruk terhadap rakyatnya dan mendhaliminya. Ia menghancurkan dan memisahkan keluarganya ketika berada di Irak. Ia berbuat sesuatu dan kebalikannya. Ia menganut madzhab Syiah. Dikatakan bahwa antara dirinya dengan Tatar terjadi surat menyurat agar ia tertarik ke negaranya. Ini adalah bencana kecil, baginya setiap dosa besar terjadi.” (Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, Juz 13 hlm. 106 – 107).

Keenam, Dinasti Fathimiyah di Mesir sejak tahun 301 H – 567 H adalah pemerintahan Syiah yang memaksakan ajaran Syiah kepada penduduk Ahlus Sunah dengan berbagai cara. Dan yang lebih pahit dari itu bekerja sama dengan tentara Salib untuk membantai umat Islam Ahlus Sunnah yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Saljuk yang sunni.

Dr. Yusuf Ghawanimah menukil sejarah, “Bahwa pengepungan kaum Salibis terhadap Anthokia menyenangkan hati Al-Afdhal(pemimpin Dinasti Fathimiyah saat itu) dan menganggap kekalahan Dinasti Turki Saljuk(yang sunni) berarti kemenangan baginya.

Ketujuh, Pengkhianatan menteri Syiah Muhammad bin Al-Qami dan Nashiruddin Ath-Thusi pada pemerintahan Al-Mu’tashim Billah pada tahun 656 H bekerja sama dengan Tatar yang dipimpin oleh Hulako Khan dengan pasukan berjumlah 200 ribu dan mengepung Baghdad serta membantai kaum muslimin baik laki, perempuan, orang tua, dan anak-anak dan jumlahnya tidak ada yang tahu kecuali Allah(lihat: Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir).

Pada tahun 658 H Tatar bersama komandannya yaitu Hulako Khan mengepung Syam dan membantai penduduknya dan dibiarkan selamat dua ulama Syiah yaitu Kamaluddin At-Taflisi dan Muhammad bin Yusuf Al Kanji karena mereka bekerja sama dengan Tatar.

Kedelapan, Pengkhianatan Dinasti Shofawi di Persia tahun 1447 M – 1736 M. Dr. Badri Yatim, M.A. menyebutkan, “Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya kerajaan Sofawi di Persia baru berdiri, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Sofawi sering bentrok (baca perang) dengan Turki Usmani (Sunni). Bahkan kerajaan Mughal di India tersusupi menteri Syiah bernama Bairam Khan.

Kesembilan, Pengkhianatan Khomeini berdasarkan penuturan DR. Musa Al-Musawi, “Mendiang telah memimpin Iran selama 10 tahun dengan api dan besi dan telah menggantung oposisinya sebanyak 150.000 orang, mengusir 3 juta orang, membungkam kebebasan 50 juta warga Syiah dalam ranah politik, pemikiran, dan sosial, menimbulkan kemiskinan yang tidak ada taranya, menyebabkan perang dengan Irak dan memakan korban sekitar satu juta orang, dan 100 ribu orang Syiah dipenjara.

Kesepuluh, Pengkhianatan organisasi amal yang melahirkan “Hizbullah” dengan membantai warga Palestina Sunni sebanyak 3100 antara yang terbunuh dan terluka pada tanggal 20 Mei 1985 sampai 18 Juni 1985. Begitu pula pembantaian Syiah Irak bekerja sama dengan tentara Amerika. DR. Harits Adh-Dhori melaporkan jumlah Ahlus Sunah Irak yang terbunuh mencapai 200 ribu orang, 100 ribu dibunuh Syiah dan 100 ribu lainnya dibunuh oleh tentara Amerika. Kaum Syiah ketika membunuh ulama dan para khatib ahlus sunah dengan cara sadis memotong-motong anggota tubuh dan mencongkel mata dengan besi panas sebelum dibunuh. Bahkan para pembesar Iran di Qum dan Bashrah menyatakan kalau tidak karena Syiah Kabul dan Baghdad tidak akan jatuh.

Kesebelas, pengkhianatan Syiah di Bahrain, Yaman, Saudi Arabia, Pakistan, dan lain-lain adalah bukti nyata dari kekejaman Syiah. Apakah kita akan menunggu mereka beraksi di Asia Tenggara terutama Malaysia dan Indonesia?

Keduabelas, kerja sama Iran, Amerika, dan Zionis Israel dalam jual beli senjata yang terkenal dengan “Iran Gate”. Bahkan kitab مواقف العلماء و المفكرين من الشيعة الإثنا عشرية / إعداد موقع الراصد menyebutkan 13 dokumen jual beli senjata antara Iran dan Israel.

Masihkan kita tertipu? ‎‎
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Senin, 26 September 2016

Waspadai Gerakan Rofidhoh Yang Menyusup Di NU

Sebagaimana kita ketahui bersama, belakangan berkembang isu ISIS di Timur Tengah yang kemudian sangat diidentikkan dengan gerakan klasik Khawaarij. Banyak orang yang menaruh simpati dengan kelompok ISIS ini, terutama yang sama-sama punya ideologi takfiriy (mudah mengkafirkan) dan suka dengan suasana chaos. Mereka akrab dengan darah kaum muslimin dan slogan-slogan khas : ‘Kafir,.... murtad’.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita akan keberadaan mereka melalui sabdanya:

......يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

“.....Mereka (Khawaarij) membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. Apabila aku mendapati mereka, sungguh akan aku bunuh mereka seperti pembunuhan terhadap kaum ‘Aad” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3344].


دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ......

"Biarkan saja ia, sebab ia mempunyai beberapa teman yang salah seorang diantara kalian akan menganggap remeh shalatnya dibanding dengan shalat orang itu, menganggap remeh puasanya dengan puasa orang itu. (Akan tetapi) mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6933].

عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ "، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ " أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً، " حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ "

Dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Akan tumbuh berkembang para pemuda yang membaca Al-Qur’an, namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Setiap muncul satu generasi akan tertumpas”. Ibnu ‘Umar berkata : Aku mendengar Rasulullah ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap muncul satu generasi akan tertumpas – lebih dari duapuluh kali kemunculannya – hingga Dajjaal keluar bersama pasukan mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 174].

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، يَقُولُ: " شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا كُفَّارًا "، قُلْتُ يَا أَبَا أُمَامَةَ: هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ، قَالَ: بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abu Umaamah, ia berkata : “Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah kolong langit dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh; mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sungguh, mereka itu dulunya muslim, namun berubah menjadi kafir”. Aku (Abu Ghaalib) berkata : “Wahai Abu Umaamah, apakah ini sekedar perkataanmu saja ?”. Ia menjawab : “Bahkan, itu adalah yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 157‎].

Meskipun sesat dan berbahaya atas dasar nash-nash yang shahih dan sharih (jelas) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ternyata ada yang lebih sesat dan bahaya dibandingkan mereka. Ya, mereka adalah Syi’ah Raafidlah dimana di negeri ini mereka sedang menyusun gerakan senyap dengan membonceng kendaraan organisasi besar Nahdlatul-‘Ulamaa’ (NU) yang kebetulan Ketua Umumnya saat ini, Sa’id Aqil Siradj, punya ideologi bunglon ‎taqiyyah yang membela habis-habisan kelompok itu‎. Sungguh, ini musibah besar yang sedang diderita oleh NU dan warga NU.‎

Hadrotus-Syaikh Hasyim Asy’ariy, pendiri NU, sangat tegas terhadap kelompok Syi’ah Raafidlah (Imaamiyyah). Beliau berkata:
المقالة
الأولى: فصل في بيان تمسك أهل جاوى بمذهب أهل السنة والجماعة، وبيان ابتداء ظهور البدع وانتشارها في أرض جاوى، وبيان أنواع المبتدعين في هذا الزمان. قد كان مسلموا الأقطار الجاوية في الأزمان السالفة الخالية متفقي الآراء والمذهب ومتحدي المأخذ والمشرب، فكلهم في الفقه على المذهب النفيس مذهب الإمام محمد بن إدريس، وفي أصول الدين على مذهب الإمام أبي الحسن الأشعري، وفي التصوف على مذهب الإمام الغزالي والإمام أبي الحسن الشاذلي رضي الله عنهم أجمعين. ثم إنه حدث في عام الف وثلاثمائة وثلاثين أحزاب متنوعة وآراء متدافعة وأقوال متضاربة، ورجال متجاذبة، فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك…ومنهم رافضيون يسبون سيدنا أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويكرهون الصحابة رضي الله عنهم، ويبالغون هوى سيدنا علي وأهل بيته رضوان الله عليهم أجميعن، قال السيد محمد في شرح القاموس: وبعضهم يرتقي إلى الكفر والزندقة أعاذنا الله والمسلمين منها. قال القاضي عياض في الشفا: عن عبد الله بن مغفل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (الله الله في أصحابي لا تتخذوهم غرضا بعدى فمن أحبهم فبحبي أحبهم ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم ومن آذاهم فقد آذانى ومن آذانى فقد آذى الله ومن آذى الله يوشك أن يأخذه) وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فمن سبهم فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه صرفا ولا عدلا) وقال صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فإنه يجئ قوم في آخر الزمان يسبون أصحابي فلا تصلوا عليهم ولا تصلوا معهم ولا تناكحوهم ولا تجالسوهم وإن مرضوا فلا تعودوهم) وعنه صلى الله عليه وسلم (من سب أصحابي فاضربوه) وقد أعلم النبي صلى الله عليه وسلم أن سبهم وآذاهم يؤذيه وأذى النبي صلى الله عليه وسلم حرام فقال (لا تؤذوني في أصحابي ومن آذاهم فقد آذانى) وقال (لا تؤذوني في عائشة) وقال في فاطمة (بضعة منى يؤذيني ما آذاها). اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة، ص 9-10).

Maqaalah Pertama
Pasal untuk menjelaskan penduduk Jawi berpegang kepada madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan awal kemunculan bid’ah dan meluasnya di Jawa, serta macam-macam ahli bid’ah di zaman ini. Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya.
Di bidang fikih, mereka berpegang kepada mazhab Imam Syafi’i, di bidang ushuluddin berpegang kepada mazhab Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan di bidang tasawuf berpegang kepada mazhab Abu Hamid Al-Ghazali dan Abu Al-Hasan Al-Syadzili, semoga Allah meridhoi mereka semua. Kemudian pada tahun 1330 H muncul kelompok, pandangan, ucapan dan tokoh-tokoh yang saling berseberangan dan beraneka ragam.
Di antara mereka adalah kaum Salaf yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu mereka dengan bermazhab dengan satu mazhab dan kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih, selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.
Di antara mereka juga ada golongan rofidhoh yang suka mencaci Sayidina Abu Bakr dan ‘Umar radhiallahu anhum, membenci para sahabat nabi dan berlebihan dalam mencintai Sayidina ‘Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhoi mereka semua.
Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat Islam dari aliran ini.
Berkata Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab As-Syifa bi Ta’rif Huquq Al-Musthafa, dari Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah sallallahu alayhi wasallambersabda:
“Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci-maki sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka, maka semata-mata karena mencintaiku. Dan barang siapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya” (HR. al-Tirmidzi dalam Sunan al-Tirmidzi Juz V/hal. 696 hadits No. 3762).
Rasulullah sallallahu alayhi wasallam bersabda:
“Janganlah kamu mencela para sahabatku, Maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah” (HR. Abu Nu’aim, Al-Thabrani dan Al-Hakim).‎
Rasulullah sallallahu alayhi wasallam bersabda:
“Janganlah kamu mencaci para sahabatku, sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku, maka jangan kamu menyolati atas mereka dan shalat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, jika sakit jangan kamu jenguk mereka.”
Nabi sallallahu alayhi wasallam telah kabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya.
Rasul sallallahu alayhi wasallam bersabda:
“Jangan kamu sakiti aku dalam perkara sahabatku, dan siapa yang menyakiti mereka berarti menyakiti aku.” Beliau bersabda, “Jangan kamu menyakiti aku dengan cara menyakiti Fatimah. Sebab Fatimah adalah darah dagingku, apa saja yang menyakitinya berarti telah menyakiti aku” (Risalat Ahli Sunnah wal Jama’ah, h.9-10)

المقالة الثانية: وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا المذاهب الأربعة، اللهم إلا مذهب الإمامية والزيدية وهم أهل البدعة لا يجوز الاعتماد على أقاويلهم. اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة في تأكد الأخذ بمذاهب الأئمة الأربعة، ص 29).

Maqaalah Kedua
Bukanlah yang disebut mazhab pada masa-masa sekarang ini dengan sifat yang demikian itu kecuali Mazahib Arba’ah (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad).
Selain dari pada itu, seperti mazhab Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah, mereka adalah ahul bid’ah yang tidak boleh berpegang kepada pandangan-pandangan mereka. (Risalah fi Ta’akkud Al-Akhdzi bi Al-Madzahib Al-Arba’ah, h.29)

المقالة الثالثة: أما أهل السنة فهم أهل التفسير والحديث والفقه، فإنهم المهتدون المتمسكون بسنة النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء بعده الراشدين، وهم الطائفة الناجية، قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون والمالكيون والحنبليون، ومن كان خارجا عن هذه الأربعة في هذا الزمان فهو من المبتدعة. اهـ اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، زيادة تعليقات، ص 24-25).

Maqaalah Ketiga
Adapun Ahlusunnah mereka adalah para Ahli Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sungguh merekalah yang mendapat petunjuk dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad sallallahu alayhi wasallam dan para khalifah yang rasyid setelah beliau.
Mereka adalah ‘kelompok yang selamat’ (thaifah najiyah).
Para ulama berkata, pada saat ini kelompok yang selamat itu terhimpun dalam mazhab yang empat; Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Maka siapa saja yang keluar atau di luar empat mazhab itu adalah ahlul bid’ah di masa ini. (Ziyadat Ta’liqat, h. 24-25)

المقالة الرابعة وَاصْدَعْ بِمَاتُؤْمَرُ لِتَنْقَمِعَ الْبِدَعُ عَنْ اَهْلِ اْلمَدَرِوَالْحَجَرِ. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “اِذَاظَهَرَتِ الْفِتَنُ اَوِالْبِدَعُ وسُبَّ اَصْحَابِيْ فَلْيُظْهِرِالْعَالِمُ عِلْمَهُ فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ

Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang.
Rasulullah sallallahu alayhi wasallam bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan semua orang” (Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul ulama).‎

Beberapa alasan mengapa Syi’ah Raafidlah lebih sesat, lebih jelek, dan lebih berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin dibandingkan Khawaarij. Simak Penjelasan Dibawah Ini;

‎Aaamir bin Syarahbil As-Sya'bi rahimahullah (salah seorang imam dari para tabi'in yang bertemu dengan sekitar 500 sahabat, dan beliau wafat tahun 103 H) berkata:‎

وَفَضُلَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى عَلَى الرَّافِضَةِ بِخَصْلَتَيْنِ : سُئِلَتِ الْيَهُوْدُ مَنْ خَيْرُ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوا : أَصْحَابُ مَوْسَى، وَسُئِلَتِ الرَّافِضَةُ : مَنْ شَرُّ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ، وَسُئِلَتِ النَّصَارَى : مَنْ خَيْرُ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : حَوَارِيُّ عِيسَى، وَسُئِلَتِ الرَّافِضَةُ : مَنْ شَرُّ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : حَوَارِيُّ مُحَمَّدٍ، أُمِرُوا بِالاِسْتِغْفَارِ لَهُمْ فَسَبُّوْهُمْ
"Kaum Yahudi dan Nashoro lebih mulia dari pada kaum syi'ah dari dua sisi. (*Pertama:) Kaum yahudi ditanya, "Siapakah umat kalian yang terbaik?", mereka menjawab, "Para sahabat Musa". Dan kaum Rofidhoh ditanya, "Siapakah kaum terburuk dari umat kalian?", mereka menjawab, "Para sahabat Muhammad". Dan kaum Nashooro ditanya, "Siapakah umat kalian yang terbaik?", mereka menjawab, "Para pengikut setia 'Isa", dan kaum Rofidhoh ditanya, "Siapakah dari umat kalian yang terburuk?", mereka menjawab, "Para pengikut (sahabat) setia Muhammad".(*Kedua :) Mereka (kaum Rofidhoh) diperintahkan untuk memohonkan ampun bagi para sahabat malah mereka mencela para sahabat" (*berbeda dengan kaum yahudi dan nashoro yang malah memuji dan mendoakan para sahabat Musa dan sahabat Isa-pent) (Syarh Ushuul I'tiqood Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah, karya Al-Laalikaai hal 1462-1463, dinukil juga oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada tafsir surat Al-Hasyr ayat 10)‎

Asy-Sya'bi mengisyaratkan firman Allah‎

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٠)

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" (QS Al-Hasyr : 10).
Imam Malik berkata

إنما هؤلاءِ أقوامٌ أرادوا القدحَ في النبيِّ صلى الله عليه وسلم فلَمْ يُمكنهم ذلك , فقدَحُوا في أصحابه حتى يُقال : رجلُ سوءٍ ، ولو كانَ رجلاً صالحاً لكانَ أصحابهُ صالحين

"Sesungguhnya mereka (Syi'ah) adalah kaum yang ingin mencela Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi hal itu tidak memungkinkan mereka, maka merekapun mencela para sahabat Nabi, agar dikatakan : Muhammad adalah seorang lelaki yang buruk, kalau seandainya ia adalah seorang lelaki yang sholeh tentunya para sahabatnya juga kaum yang sholeh" (Risaalah fi sabb As-Shohaabah hal 47)‎

وحال الجهمية والرافضة شر من حال الخوارج فإن الخوارج كانوا يقاتلون المسلمين ويدعون قتال الكفار وهؤلاء أعانوا الكفار على قتال المسلمين وذلوا للكفار فصاروا معاونين للكفار أذلاء لهم معادين للمؤمنين أعزاء عليهم كما قد وجد مثل ذلك في طوائف القرامطة والرافضة والجهمية النفاة والحلولية ومن استقرأ أحوال العالم رأى من ذلك عبرا وصار في هؤلاء شبه من الذين قال الله تعالى فيهم : { ألم تر إلى الذين أوتوا نصيبا من الكتاب يؤمنون بالجبت والطاغوت ويقولون للذين كفروا هؤلاء أهدى من الذين آمنوا سبيلا * أولئك الذين لعنهم الله ومن يلعن الله فلن تجد له نصيرا } [ النساء : 51 - 52 ]

“Keadaan Jahmiyyah dan Raafidlah yang lebih jelek/buruk dibandingkan keadaan Khawaarij, dikarenakan Khawaarij memerangi kaum muslimin dan meninggalkan peperangan terhadap orang kafir. Adapun mereka (Jahmiyyah dan Raafidlah) menolong orang-orang kafir untuk memerangi kaum muslimin dan tunduk kepada orang-orang kafir. Mereka menjadi penolong bagi orang-orang kafir dan sangat tunduk kepada mereka untuk memusuhi orang-orang beriman dan bersikap keras terhadap mereka. Hal itu seperti itu didapati pada kelompok Qaraamithah, Raafidlah, dan Jahmiyyah yang menafikkan sifat-sifat Allah dan mempunyai keyakinan huluuliyyah (bersatunya Allah dengan hamba-Nya). Barangsiapa yang memperhatikan keadaan-keadaan dunia niscaya akan melihat hal tersebut sebagai pelajaran. Oleh karenanya, keadaan mereka (Jahmiyyah dan Raafidlah) menyerupai orang yang difirmankan Allah ta’ala tentangnya: ‘Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya’ (QS. An-Nisaa’ : 51-52)” [Dar’ut-Ta’aarudl, 3/364].

وهؤلاء الرافضة ان لم يكونوا شرا من الخوارج المنصوصين فليسوا دونهم فان اولئك انما كفروا عثمان وعليا واتباع عثمان وعلي فقط دون من قعد عن القتال او مات قبل ذلك
 والرافضة كفرت ابا بكر وعمر وعثمان وعامة المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم باحسان الذين رضى الله عنهم ورضوا عنه وكفروا جماهير امة محمد من المتقدمين والمتاخرين
 فيكفرون كل من اعتقد فى ابى بكر وعمر والمهاجرين والأنصار العدالة او ترضى عنهم كما رضىالله عنهم او يستغفر لهم كما أمر الله بالاستغفار لهم ولهذا يكفرون اعلام الملة مثل سعيد بن المسيب وابى مسلم الخولانى وأوبس القرنى وعطاء بن ابى رباح وابراهيم النخعى ومثل مالك والأوزاعى وابى حنيفة وحماد بن زيد وحماد ابن سلمة والثورى والشافعى واحمد بن حنبل وفضيل بن عياض وأبى سليمان الدارانى ومعروف الكرخى والحنيد بن محمد وسهل ابن عبد الله التسترى وغير هؤلاء ويستحلون دماء من خرج عنهم ويسمون مذهبهم مذهب الجمهور كما يسميه المتفلسفة ونحوهم بذلك

“Seandainya orang-orang Raafidlah (dianggap) tidak lebih jahat daripada Khawaarij yang kejelekannya berdasarkan nash, maka mereka (Raafidlah) tidaklah lebih rendah daripada Khawaarij. Hal itu dikarenakan Khawaarij hanya mengkafirkan ‘Utsmaan, ‘Aliy, serta pengikut ‘Utsmaan dan ‘Aliy saja; tidak termasuk orang-orang yang duduk tidak turut berperang atau yang meninggal sebelum itu. Adapun Raafidlah mengkafirkan Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, mayoritas kaum Muhaajiriin dan Anshaar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yang telah Allah ridlai. Mereka mengkafirkan mayoritas umat Muhammad dari kalangan terdahulu dan kemudian.
Mereka mengkafirkan setiap orang yang meyakini keadilan Abu Bakr, ‘Umar, kaum Muhaajiriin, dan kaum Anshaar, atau orang yang mendoakan keridlaan kepada mereka sebagaimana Allah telah meridlai mereka, atau orang yang memohonkan ampunan kepada mereka sebagaimana yang Allah perintahkan untuk memohonkan ampunan kepada mereka. Oleh karena itu, Raafidlah mengkafirkan para ulama yang terkemuka dalam agama Islam seperti Sa’iid bin Al-Musayyib, Abu Muslim Al-Khaulaaniy, Uwais Al-Qarniy, ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, Ibraahiim An-Nakha’iy; juga orang seperti Maalik, Al-Auzaa’iy, Abu Haniifah, Hammaad bin Zaid, Hammaad bin Salamah, Ats-Tsauriy, Asy-Syaafi’iy, Ahmad bin Hanbal, Fudlail bin ‘Iyaadl, Abu Sulaimaan Ad-Daaraaniy, Ma’ruuf Al-Karkhiy, Al-Junaid bin Muhammad, Sahl bin ‘Abdillah At-Tustariy, dan yang lainnya. Mereka menghalalkan darah orang yang keluar dari kelompok mereka, dan menamakan madzhab mereka sebagai madzhba ‘jumhur’ seperti halnya orang-orang filsafat dan yang semisalnya juga menamakannya demikian” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/477].

ويرون أن حج هذه المشاهد المكذوبة وغير المكذوبة من أعظم العبادات حتى أن من مشائخهم من يفضلها على حج البيت الذى أمر الله به ورسوله ووصف حالهم يطول
 فبهذا يتبين أنهم شر من عامة أهل الأهواء وأحق بالقتال من الخوارج وهذا هو السبب فيما شاع فى العرف العام أن أهل البدع هم الرافضة فالعامة شاع عندها أن ضد السنى هو الرافضى فقط لأنهم أظهر معاندة لسنة رسول الله صلى الله عليه و سلم وشرائع دينه من سائر أهل الأهواء

“Dan mereka (Raafidlah) berpandangan bahwa berziarah ke kuburan palsu ataupun asli termasuk ibadah yang paling agung, hingga ada diantara tokoh-tokoh mereka lebih mengutamakannya dibandingkan haji ke Baitullah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Menyebutkan keadaan mereka tentu akan panjang.‎
Dengan demikian, jelaslah bahwa mereka lebih jelek daripada umumnya pengikut hawa nafsu dan lebih berhak untuk diperangi dibandingkan Khawaarij. Inilah sebabnya yang tersiar dalam kebiasaan masyarakat umum bahwa yang disebut ahlul-bid’ah adalah Raafidlah. Begitu pula yang tersiar di masyarakat umum bahwa kebalikan dari Sunniy adalah Raafidliy saja, karena mereka adalah orang yang paling nampak penentangannya terhadap sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan syari’at-syari’at agama-Nya dibandingkan seluruh pengikut hawa nafsu lainnya” [idem, 28/482].

وأيضا فالخوارج كانوا يتبعون القرآن بمقتضى فهمهم وهؤلاء إنما يتبعون الإمام المعصوم عندهم الذى لا وجود له فمستند الخوارج خير من مستندهم
 وأيضا فالخوارج لم يكن منهم زنديق ولا غال وهؤلاء فيهم من الزندقة والغالية من لا يحصيه إلا الله وقد ذكر اهل العلم أن مبدأ الرفض إنما كان من الزنديق عبد الله بن سبأ فإنه أظهر الإسلام وأبطن اليهودية وطلب أن يفسد الإسلام كما فعل بولص النصرانى الذى كان يهوديا فى إفساد دين النصارى

“Dan juga, orang-orang Khawaarij masih mengikuti Al-Qur’an berdasarkan pemahaman mereka, sedangkan orang-orang Raafidlah hanyalah mengikuti imam yang ma’shuum menurut mereka yang tidak ada wujudnya. Maka dalam hal ini, sandaran Khawaarij lebih baik daripada sandaran mereka (Raafidlah).

Orang-orang Khawaarij tidak ada yang zindiq dan kultus individu, sedangkan mereka (Raafidlah) terdapat orang zindiq dan berlebihan dalam kultus individu dalam jumlah yang tak terhitung. Para ulama telah menyebutkan bahwa asas ajaran Raafidlah berasal dari orang zindiq ‘Abdullah bin Saba’. Ia menampakkan keislaman dan menyembunyikan keyahudiyahannya, yang berusaha merusak agama Islam sebagaimana yang dilakukan Paulus, orang Nashraaniy, yang notabene orang Yahudi yang berusaha merusak agama Nashaaraa” [idem, 28/483].

وإنما كان هؤلاء شرا من الخوارج الحرورية وغيرهم من أهل الأهواء لإشتمال مذاهبهم على شر مما إشتملت عليه مذاهب الخوارج وذلك لأن الخوارج الحرورية كانوا أول أهل الأهواء خروجا عن السنة والجماعة

“Orang-orang Raafidlah lebih jelek daripada orang-orang Khawaarij Haruuriyyah dan yang lainnya dari kalangan pengikut hawa nafsu, hanyalah karena madzahab mereka memuat kejelekan yang lebih parah dibandingkan madzhab Khawaarij. Hal itu dikarenakan, Khawaarij Haruuriyyah adalah kelompok pengikut hawa nafsu yang pertama kali keluar dari Sunnah dan Jama’ah (Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah)” [idem, 28/489].

وأيضا فإن الخوارج الحرورية كانوا ينتحلون إتباع القرآن بآرائهم ويدعون إتباع السنن التى يزعمون أنها تخالف القرآن والرافضة تنتحل إتباع أهل البيت وتزعم أن فيهم المعصوم الذى لا يخفى عليه شىء من العلم ولا يخطىء لا عمدا ولا سهوا ولا رشدا

“Orang-orang Khawaarij Haruuriyyah masih mengaku mengikuti Al-Qur’an berdasarkan pendapat-pendapat mereka, serta meninggalkan mengikuti sunnah-sunnah yang mereka sangka menyelisihi Al-Qur’an. Adapun Raafidlah mengaku mengikuti Ahlul-Bait dan menyangkanya berpredikat ma’shuum yang tidak ada suatu ilmu pun tersembunyi atas mereka, serta tidak pernah keliru baik dengan sengaja ataupun lupa/tidak sengaja, atau dalam keadaan sadar” [idem, 28/491].

والرافضة أشد بدعة من الخوارج وهم يكفرون من لم تكن الخوارج تكفره كأبى بكر وعمر ويكذبون على النبي صلى الله عليه و سلم والصحابة كذبا ما كذب أحد مثله والخوارج لا يكذبون لكن الخوارج كانوا أصدق وأشجع منهم وأوفى بالعهد منهم فكانوا أكثر قتالا منهم وهؤلاء أكذب وأجبن وأغدر وأذل

“Dan bid’ah Raafidlah lebih parah dibandingkan Khawaarij. Mereka (Raafidlah) mengkafirkan orang-orang yang tidak dikafirkan oleh Khawaarij, seperti Abu Bakr dan ‘Umar. Raafidlah juga melakukan kedustaan terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat dengan kedustaan yang tidak seorang pun akan berdusta semisalnya. Adapun Khawaarij tidaklah berdusta, akan tetapi Khawaarij lebih jujur dan lebih ‘gentle’ (berani) dibandingkan mereka (Raafidlah), serta lebih menepati janji dibandingkan mereka. Maka, Khawaarij lebih banyak aktivitas peperangannya dibandingkan mereka, karena mereka lebih dusta, lebih pengecut/penakut, lebih khianat, dan lebih hina dibandingkan Khawaarij” [Minhaajus-Sunnah, 5/154].

Tatkala kaum agama Syi'ah Roofidoh mengkafirkan Ummul Mukminin Aisyah, bahkan menyatakannya sebagai wanita pezina maka hal ini sesungguhnya merupakan celaan keras bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai sang suami. Allah telah berfirman

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٢٦)

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)" (QS An-Nuur : 26)

Allah menyatakan dalam ayat ini bahwa wanita-wanita keji (pezina) hanyalah buat para lelaki pezina pula. Menuduh Aisyah sebagai wanita kafir bahkan pezina sangatlah menyakitkan hati Rasulullah sebagai seorang suami. Bahkan terkadang lebih menyakitkan bagi seorang suami jika istrinya dikatakan pezina daripada dirinya sendiri yang dituduh berzina, karena hal ini melazimkan bahwasanya seorang suami telah rela dan betah tinggal bahkan seranjang dengan seorang pezina !!!.

Karenanya tatkala terjadi peristiwa al-ifk (yaitu dituduhnya Aisyah berzina dengan Shofwan bin Mu'atthol As-Sulami) maka Nabipun sangat tersakiti, sampai-sampai beliaupun mengeluhkan hal tersebut kepada para sahabat. Beliau berkata:

مَنْ يَعْذُرُنِي مِنْ رَجُلٍ قَدْ بَلَغَنِي أَذَاهُ فِي أَهْل بَيْتِي؟

"Siapakah yang menolongku untuk membalas yang telah menyakiti ahli baiti (istriku)?" (HR Al-Bukhari no 4750 dan Muslim no 2770, lihat syarah hadits ini di Fathul Baari 8/470)

Maka berkatalah Sa'ad bin Mu'aadz radhiallahu 'anhu pun berdiri dan berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ : أَنَا وَاللهِ أَعْذُرُكَ مِنْهُ إِنْ كَانَ مِنَ الأَوْسِ ضَرَبْنَا عُنُقَهُ وَإِنْ كَانَ مِنْ إِخْوَانِنَا مِنَ الْخَزْرَجِ أَمَرْتَنَا فَفَعَلْنَا فِيْهِ أَمْرَكَ

"Wahai Rasulullah, demi Allah saya yang akan menolongmu terhadap orang tersebut, jika dia dari suku Al-Aus maka kami akan memenggal lehernya, dan jika ia berasal dari saudara-saudara kami suku Al-Kozroj maka silahkan perintahkan kepada kami apa yang harus kami lakukan padanya maka kami akan menjalankan perintahmu"

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkari perkataan S'ad bin Mu'adz yang sangat menggebu-gebu ini.‎

Menjadi kewajiban bagi kita untuk waspada terhadap kelompok Khawaarij dan pemikirannya seperti ISIS dan jama’ah-jama’ah takfiriy kontemporer. Begitu pula menjadi kewajiban bagi kita untuk lebih mewaspadai serigala berbulu domba, Syi’ah Raafidlah, yang saat ini berusaha membuat kerusakan dengan slogan-slogan ‘anti-wahabi’ dengan membonceng kendaraan ‘Aswaja’ dan/atau organisasi Nahdlatul-Ulamaa (NU).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎