Translate

Sabtu, 31 Desember 2016

Ibnu Firnas Al-Qurtubi Sang Peletak Dasar Teori Pesawat Terbang

Sepanjang sejarah peradaban manusia pasca menyebarnya ajaran agama islam dan literaturnya ke seluruh penjuru dunia, banyak sekali terjadi penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam segala bidangnya oleh para tokoh muslim, baik di bidang kedokteran, ilmu falak, fisika, kimia, pemikiran filsafat dan lain sebagainya, semua itu berkat berkembangannya pemikiran manusia yang berpedoman pada al-quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang menyuruh kita untuk mentadabburi alam semesta.  

Sebagai bukti nyata atas kemajuan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya, kita dapati ratusan bahkan ribuan buku literature kuno yang diwariskan para ulama terdahulu yang menjadi referensi premier ilmu pengetahuan di era modern, akan tetapi sangat disayangkan banyak sekali manupulasi sejarah islam yang membuat kita sering kali tertipu dengan fakta sejarah. 

Banyak bukti sejarah baik tertulis atau relief, yang menegaskan bahwa selama berabad-abad umat Islam menjadi role model perabadan dunia. Di antaranya adalah ada seorang ilmuan Islam melakukan riset tentang dunia penerbangan. Apa yang ilmuan Islam lakukan pada masa itu adalah terobosan dan eksplorasi pertama dalam dunia kedirgantaraan.

Orang yang pertama merobek sekat-sekat kejumudan dalam bidang ini adalah seorang muslim yang bernama Abbas bin Firnas. Ibnu Firnas menguasai banyak cabang ilmu pengetahuan. Ia suka menyibukkan diri dengan hal-hal baru. Dalam banyak manuskrip sejarah Andalusia, diceritakan bahwa Ibnu Firnas adalah seorang yang bersemangat dalam mempelajari hikmah, filsafat, matematika, dan kedokteran. Ia juga suka dengan ilmu falak. Dan unggul dalam bidang Kimia, Teknik, dan Arsitektur.

Kaum muslimin di Andalusia masa itu tengah gandrung dengan Ilmu Kedokteran dan Kimia. Abbas bin Firnas mencoba sesuatu yang baru, aerodinamika.

Mengenal Abbas bin Firnas

Abbas bin Firnas (810–887 A.D.), juga dikenal sebagai Abbas Abu al-Qasim bin Firnas ibn Wirdas al-Takurini ‎ al-Andalusi al-Qurthubi. Ia merupakan seorang penemu dari Andalusia. Seorang filsuf dan juga penyair. Ia dibina dan dididik di kota ilmu dan ulama, Takurina di wilayah Kordoba. Ia adalah seorang ‎polimatik Andalusia: ‎seorang penemu,fisikawan, kimiawan, teknisi, musisi Andalusia dan penyair berbahasa Arab. ‎Sering dikatakan keturunan Berber, ‎ia lahir di Izn-Rand Onda, Al-Andalus ‎(sekarang Ronda, Spanyol), tinggal di ‎Kekhalifahan Córdoba, dan dikenal karena perupaya melakukan penerbangan.‎

Kawah Ibn Firnas di Bulan dinamai untuk menghormatinya, serta Bandar Udara Ibn Firnas di Baghdad dan salah satu jembatan di sepanjang sungai Guadalquivir diCordoba.

Sejarawan tidak menyebutkan detil tentang kelahirannya. Hanya saja ia disebut hidup pada abad ke-2 sampai ke-3 Hijriyah. Ia hidup di masa kekhalifahan bani Umayyah II. Pada masa Khalifah al-Hakam I, Abdurrahman II, dan Muhammad I, yang hidup pada abad ke-9 Masehi.

Abbas bin Firnas menyandang kedudukan sebagai penyair kerajaan di ibu kota Kordoba. Ia merupakan sosok yang langka. Amat perhatian dengan matematika, ilmu falak, fisika, dan terkenal dengan riset tentang penerbangan. Ia adalah pilot pertama di dunia.

Para ahli sejarah sepakat, Abbas bin Firnas wafat pada tahun 887 M di umur yang ke 80 tahun.

Di masa hidupnya, Abbas tumbuh di pusat ilmu dan penemu. Ia tumbuh besar di Kota Kordoba, kota yang menjadi tujuan orang-orang Arab dan non-Arab untuk menimba ilmu pengetahuan dengan berbagai macam jurusannya.

Abbas bin Firnas memulai petualangannya dalam ilmu pengetahuan dengan mempelajari Alquran di Kuttab wilayah Takurina. Setelah itu barulah ia turut serta belajar di Masjid Kordoba untuk memperoleh pengetahuan Islam yang lebih luas. Fase belajar berikutnya, ia mulai mengadakan disukusi dan dialog, mengadakan seminar dan ceramah, dalam berbagai cabang ilmu syair, sastra, dan bahasa Arab.

Ia dikenal sebagai seorang sastrawan dan penyair Andalusia. Para pakar bahasa duduk bersamanya untuk belajar cabang-cabang ilmu bahasa Arab. Seperti: ilmu badi’, bayan, dan ilmu-ilmu balaghah lainnya.

Selain dikenal sebagai seorang ahli bahasa dan penyair yang handal, Ibnu Firnas juga menonjol dalam ilmu falak, kedokteran, dan penemu dalam berbagai bidang. Ia juga seorang ahli matematika dan Kimia.

Abbas bin Firnas adalah seorang yang sangat cerdas. Ia mampu memparalelkan satu cabang ilmu yang ia kuasai dengan cabang ilmu lainnya. Sehingga masing-masing ilmu itu memiliki keterkaitan, memberikan kajian yang lebih luas, dan lebih terasa manfaatnya secara ril. Misalnya, ilmu Kimia yang ia pelajari sangat membantunya dalam memahami detil pembuatan obat (farmasi), kedokteran, dan penerbangan. Ia memberikan sumbangsih pengetahuan yang begitu besar bagi ilmuan-ilmuan setelahnya. Para ilmuan di zamannya mengatakan, “Ia adalah seorang pakar dari para pakar. Unggul dari para koleganya dalam ilmu eksak, Kedokteran, Kimia, Teknik, Industri, dan para pakar sastra. Ia adalah seorang pionir yang mengejawantahkan sebuah teori menjadi riset dan praktik. Karena itulah, ia layak digelari dengan seorang maestronya Andalusia”.

Seorang Dokter Sekaligus Apoteker

Kajian Abbas bin Firnas meliputi ilmui Farmasi dan Kedokteran. Ia mampu mensinergikan kedua ilmu ini sehingga saling memanfaatkan satu dengan yang lain. Ia berpegang pada prinsip klasik kesehatan, mencegah lebih baik dari mengobati. “Satu ons pencegahan lebih baik dari satu kwintal pengobatan”, katanya.

Mungkin Anda bisa sebut Abbas seorang herbalis. Karena ia mempelajari benda-benda padat, pohon-pohon, dan juga tumbuh-tumbuhan untuk pengobatan. Ia mengadakan kajian dan diskusi bersama para dokter dan apoteker, mencari solusi tentang kesehatan badan dan menjaga dari penyakit.

Bani Umayyah II di Andalusia mengangkatnya sebagai dokter istana setelah menyeleksi beberapa dokter terkenal lainnya. Ia memiliki kualifikasi dokter yang luar biasa dalam hikmah, metode pengobatan, cara penyampaian, upaya pencegahan, dan kemampuan mengklasifikasikan makanan-makanan yang dapat berdampak penyakit.

Abbas bin Firnas tidak taklid dengan hasil riset orang lain. Ia belum puas sebelum melakukan penelitian sendiri. Oleh karena itulah, ia dikenal sebagai sosok yang senantiasa melakukan praktik dari teori-teori yang ia kaji, dalam setiap ilmu. Terutama Ilmu Kedokteran dan Farmasi. Lebih khusus lagi dalam bidang herbal.

Jasa dan Peninggalan Ibnu Firnas

Pertama: al-Miqat. Abbas bin Firnas membuat sebuah alat untuk mengetahui waktu. Semcam jam.

Kedua: al-Munaqalah. Yaitu sebuah alat hitung atau kalkulator di zaman itu.

Ketiga: Dzatul Halqi. Adalah astrolabe, yakni sebuah komputer astronomi yang sangat kuno untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan waktu, posisi matahari, dan bintang-bintang di langit.

Keempat: al-Qubah as-Samawiyah (planetarium). Planetarium adalah sebuah teater yang dibangun untuk menyajikan pertunjukan edukatif sekaligus hiburan tentang astronomi dan langit malam. Atau untuk pelatihan navigasi langit

Kelima: Membuat kaca dari batu dan pasir. Sejarawan sepakat bahwa Abbas bin Firnas adalah orang pertama di Andalusia yang mencetuskan ide industri kaca dari batu dan pasir. Dan Andalusia adalah wilayah termaju di Eropa saat itu.

Proses pemotongan batu kristal,

Firnas berhasil mengembangkan proses pemotongan batu kristal, yang pada saat itu hanya orang-orang Mesir yang mampu melakukannya. Berkat penemuannya ini, Spanyol saat itu tidak perlu lagi mengekspor quartz ke Mesir, tapi bisa diselesaikan sendiri di dalam negeri.

Salah satu penemuannya yang terbilang amat penting adalah pembuatan kaca silika serta kaca murni tak berwarna. Ibnu Firnas juga dikenal sebagai ilmuwan pertama yang memproduksi kaca dari pasir dan batu-batuan. Kejernihan kaca atau gelas yang diciptakannya itu mengundang decak kagum penyair Arab, Al-Buhturi (820 M – 897 M).
Atap rumah menyerupai bola langit

Dalam bidang ilmiah, ia memusatkan perhatiannya pada bidang ilmu-ilmu pasti (matematika) dan ilmu alam (fisika). Di antara bukti kecemerlangan otaknya dalam bidang ini adalah keberhasilannya dalam membuat atap rumahnya yang menyerupai bola langit. Hasil karyanya itu juga dilengkapi oleh sebuah perangkat yang mampu memperlihatkan gambaran tentang bintang, awan, kilat, dan halilintar di langit sebagaimana aslinya.
Alat pendeteksi waktu

Ia juga pernah membuat alat pendeteksi waktu, yang ia persembahkan khusus untuk Amir Muhammad bin Abdurrahman. Alat ini diberi nama ‘al-Minqalah’ dan dapat dipakai untuk mengetahui waktu malam dan siang tanpa perlu ada tulisan atau gambar. Ia juga merupakan orang yang pertama kali menemukan cara pembuatan kaca dari batu, dan disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali membuat kristal. Selain menemukan berbagai teknologi penting dalam dunia penerbangan, Ibnu Firnas juga sukses dalam menciptakan sebuah jam air yang dikenal dengan sebutan ‘Al-Maqata’. Tidak cuma itu, dia juga berhasil menciptakan gelas berwarna. Dalam bidang astronomi, Ibnu Firnas pun mampu menciptakan semacam rantai cincin untuk menjelaskan pola gerakan planet dan bintang.

Ilmu Penerbangan

Abbas binf Firnas telah melakukan banyak riset dan penelitian. Ia telah mengkaji masa benda ketika dihadapkan dengan udara dan pengaruh tekanan udara terhadap benda di ruang hampa uadara. Berbekal dari penguasaan ilmu eksak, matematika, dan kimia, ia terus mengkaji masa benda. Sampai akhirnya ia melakukan eksperim menerbangkan diri.

Ibnu Firnas memakai semacam sayap burung lengkap dengan bulu-bulunya yang terbuat dari sutra. Yang telah ia hitung mampu menahan berat tubuhnya. Setelah persiapan dirasa cukup, ia mengumumkan bahwa dirinya akan melakukan percobaan terbang.

Orang-orang pun berkumpul di pusat Kota Kordoba untuk menyaksikan pementasan dengan bintang tunggal, Abbas bin Firnas. Seorang manusia akan terbang seperti burung-burung melangkahi bangunan-bangunan Kordoba. Ibnu Firnas menapak, menaiki tempat tinggi untuk memulai aksinya. Ia kibaskan kedua sayapnya menepak udara. Lalu ia terbang. Melayang jauh dari tempat bertolak. Orang-orang menyaksikan peristiwa itu penuh dengan rasa takjub. Sampai akhirnya Ibnu Firnas mendarat.

Ibnu Firnas telah membuktikan bahwa benda padat bisa melayang di udara. Ia mampu menjadikan tubuhnya ringan dan menolak gravitasi bumi. Ketika ia meloncat dari tempat yang tinggi udara membawanya. Teori-teori dan praktik ini, kemudian terus dikembangkan menjadi penerbangan modern saat ini.

Pengakuan Barat Terhadap Ibnu Firnas

Sejarawan Amerika, Ellen White, menulis sebuah kajian yang diterbitkan dalam jurnal teknologi dan budaya tahun 1960, ia berpendapat pelopor penerbangan pertama di Eropa adalah Eilmer of Malmesbury.

Eilmer melakukan penerbangan saat melarikan diri dari salah satu penjara di Inggris. Ia melakukan percobaan penerbangan itu di awal abad ke-11 M. Ia membuat sayap dari bulu-bulu, lalu mengikatkannya di lengan dan kakinya, kemudian terbang dalam jarak tertentu. Namun ia jatuh dan menderita patah kaki. Aksinya itu terjadi di awal tahun 1010 M. Ellen White menyatakan apa yang dilakukan Eilmer ini bukan terinspirasi mitologi Yunani kuno tentang Daedalus dan anaknya, Ikarus. Ia mengikuti kajian ilmiah yang dilakukan oleh Ibnu Firnas. Karena Ibnu Firnas menjadi satu-satunya rujukan dalam dunia penerbangan di abad ke-11 M.

Namun sangat disayangkan, buku-buku ensiklopedi sejarah penerbangan hanya memunculkan nama Orville Wright (1877 – 1923 M) dan saudaranya Wilbur Wright (1867 -1912 M), sebagai pelopor dunia penerbangan. Mereka melupakan nama ilmuan muslim, Abbas bin Firnas, sebagai orang pertama yang mengadakan kajian manusia terbang melawan gravitasi bumi. Ibnu Firnas mencapai prestasinya pada abad ke-9, hampir 1000 tahunan sebelum Wright bersaudara melakukan penerbangan perdananya.

Capaian Ibnu Firnas tentu sesuatu yang ajaib di masa itu. Setelah itu, dunia penerbangan terus berkembang, Wright bersaudara dengan pesawat mesinnya hingga jadi seperti sekarang.

Wafatnya Ibnu Firnas 

Abbas Ibnu Firnas wafat pada tahun 888, dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera punggung yang diderita akibat kegagalan melakukan ujicoba pesawat layang buatannya.

Walaupun percobaan terbang menggunakan sepasang sayap dari bulu dan rangka kayu tidak berhasil dengan sempurna, namun gagasan inovatif Ibnu Firnas kemudian dipelajari Roger Bacon 500 tahun setelah Firnas meletakkan teori-teori dasar pesawat terbangnya. Kemudian sekitar 200 tahun setelah Bacon (700 tahun pascaujicoba Ibnu Firnas), barulah konsep dan teori pesawat terbang dikembangkan.

Pelajaran

Pertama: Umat Islam dahulu, mendahulukan Alquran sebelum segala sesuatu. Abbas bin Firnas mengenyam pendidikan Alquran sebelum mengenal yang lainnya. Kemudian mempelajari ilmu agama di masjid. Baru setelah itu, mempelajari ilmu yang menjadi passion-nya. Oleh karena itu, para orang tua jangan salah mengambil tahap pendidikan anaknya.

Kedua: Umat Islam adalah pelopor dalam praktik. Dulu, orang-orang Yunani hanya mencetuskan ide dari sebuah perenungan. Namun mereka tidak membuktikan kebenarannya dalam tataran praktik. Oleh karena itu, tidak ada inovasi dan penemuan. Berbeda dengan umat Islam, sebuah teori dijawantahkan dengan sebuah praktik dan riset sehingga muncullah banyak penemuan-penemuan.

Ketiga: Umat Islam telah mengenal peradaban jauh sebelum Eropa dan Amerika mengenalnya. Jika Anda membaca sejarah Andalusia, Anda akan menemukan bagaimana kemegahan kotanya, keindahan bangunannya, kemodernan masyarakatnya, perkembangan ilmu pengetahuannya. Di sisi lain, Anda juga akan menemukan orang-orang Eropa masih tenggelam dalam kegelapan. Bacalah sejarah, bagaimana Ratu Isabella sangat ingin melihat Kota Granada sebelum mereka menaklukkannya hingga membahayakannya nyawanya. Karena apa? Karena tingginya peradaban kaum muslimin.

Benarlah firman Allah ﷻ

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)” (QS:Ali Imran Ayat: 140).

Sebagai penutup, penulis mengutip perkataan imam ‘Abdu al-Razaq bin Himam bin Nafi’ al-Shan’ani:
سمعت سفيان الثوري يقول لرجل من العرب: "وَيْحكم، اطلبوا العلم فإني أخاف أن يخرج العلم من عندكم فيصير إلى غيركم فتذلون. اطلبوا العلم فإنه شرف في الدنيا وشرف في الآخرة".
Saya mendengar Sufyan al-Stawri berkata kepada seseorang dari arab: “Celakalah kalian, tuntutlah ilmu karena saya takut suatu saat nanti akan hilang ilmu dari kalian dan kalian dapati pada orang-orang selain kalian, maka kalian akan menjadi hina. Tuntutlah ilmu, karena ia adalah suatu kemuliaan di dunia dan di akhirat".
Sangat tepat sekali apa yang dikatakan sufyan untuk para kaum muslim sekarang ini, banyak sekali ilmu pengetahuan yang dulu pernah ditemukan dan dikembangkan para tokoh muslim kini berada pada orang-orang non-muslim. Kaum muslim sekarang hanya menjadi ekor yang letaknya selalu berada dibelakang dan selalu diremehkan, karena kita hanya sibuk membanggakan apa yang pernah diperbuat pendahulu kita tanpa disertai usaha yang sama bahkan melebihi dari usaha mereka. Maka dengan hadirnya tulisan ringkas ini dapat memotivasi para kaum muslim untuk bangun dari tidur yang berkepanjangan, bangkit untuk mengembalikan kejayaan yang dulu pernah diperjuangkan para pendahulunya.‎‎

Dynasty Banu Qasi Yang Pernah Berjaya Di Andalusia

The Banu Qasi, Banu Kasi, Beni Casi (Arabic: بنو قسي or بني قسي‎‎, meaning "sons" or "heirs of Cassius") or Banu Musa were a ‎Hispano-Roman Muwallad dynasty that ruled the upper Ebro valley in the 9th century, before being displaced in the first quarter of the 10th century.

Dynastic beginnings

The family is said to descend from the Hispano-Roman or Visigothic nobleman named Cassius. ‎At Muslim chronicles and at the Chronica Adefonsi tertii regis, he is said to be a Goth by nation. ‎According to the 10th century Gothic Mawla‎ historian, Ibn al-Qūṭiyya, Count Cassius converted to Islam in 714 as the ‎mawlā (client) of the Umayyads, shortly after the Umayyad conquest of Hispania. A‎fter his conversion, he is said to have traveled to Damascus to personally swear allegiance to the Umayyad Caliph, Al-Walid I.

Under the Banu Qasi, the region of Upper Ebro (modern districts of Logroño and southern Navarre, based in Tudela) formed a semi-autonomous principality. The tiny emirate was faced by enemies in several directions. Although never realized, the threat of Frankish attempts to regain control over the western Pyrenees was a real one. In actuality, even more menacing was the gradual eastwards expansion of the. ‎Asturian Kingdom; while in the south lay the Caliphate of Cordova, ever anxious to impose its authority over the frontier regions.

The Banu Qasi were a local Muslim d‎ynasty, and while nominally clients of the emirate, they thrived on regional alliances with the Vascon tribal chieftains of ‎Pamplona and Aragon, ‎as well as with the Catalan counts of Pallars-Ribagorza to the north, ‎other Muwallad dynasties of the Ebro valley (the Upper March of Al-Andalus; Arabic: الثغر الأعلى ‎‎, Aṯ-Ṯaḡr al-Aʿlà), and the Umayyads to the south over the next two centuries. Though Muslim, they frequently intermarried with other regional nobility. Musa ibn Musa and the Pamplona king Íñigo Arista were maternal half-brothers, while Musa also married Arista's daughter, and his own daughter and nieces were married to other Pyrenean princes. The cultural ambivalence of the Banu Qasi is also demonstrated by their mixed use of names: for example, Arabic ‎(Muhammad, Musa, Abd Allah), ‎Latinate ‎(Awriya, Lubb), and Basque (Garshiya).

The Umayyads of Cordova sanctioned the rule of the Banu Qasi and repeatedly granted them autonomy by appointing them as governors, only to replace them as they expressed too much independence, or launch punitive military expeditions into the region. Such acts on the part of the Umayyads demonstrated their failure to ever fully resolve the problem of effective, central control of outlying regions.

First rise to prominence

The speculated homeland of Count Cassius was a narrow strip across the Ebro from Tudela. ‎The Arab historian Ibn Hazm listed the sons of Count Cassius as ‎Furtun, Abu Tawr, Abu Salama, Yunus andYahya. Of these, it has been suggested that the second may be the Abu Tawr, Wali of Huesca, who invited Charlemagne ‎to Z‎aragoza in 778. Likewise, the Banu Salama, removed from power in Huescaand Barbitanya (the area of Barbastro) at the end of the 8th century, may have derived from Abu Salama. ‎Subsequent leaders of the family descend from the eldest son, Furtun. ‎His son, Musa ibn Furtun ibn Qasi, first garnered notice in 788, when on behalf of emir Hisham I of Córdoba he put down the rebellion of the Banu Husain in Zaragoza. The fate of Musa ibn Furtun is debated. An account of the 788 rebellion tells of Musa's murder shortly thereafter at the hands of a Banu Husain follower, yet a "Furtun ibn Musa" is said to have been killed in his own 802 Zaragoza uprising, and it has been suggested that this name may be an error for Musa ibn Furtun. However, Ibn Hayyan also reports a Furtun from the Banu Qasi forming a coalition with Pamplona, Álava, Castile,Amaya and Cerdanya to fight against ‎Amrus ibn Yusuf at this time, suggesting that this is instead a son of Musa ibn Furtun overlooked by Ibn Hazm, whose genealogy provides most of what we know about the clan.‎

In the next generation, Mutarrif ibn Musa, was likely a son of Musa ibn Furtun, although historian Ibn Hayyan only mentions his name and does not say that he was a member of the Banu Qasi clan. ‎According to Ibn Hayyan, “in (183 H: 799-800) the people of Pamplona deceived Mutarrif ibn Musa and killed him”. ‎“This is perhaps one of the most quoted paragraphs by historians who on the basis of this brief news, have woven a complex web of relationships involving the Banu Qasi, the Arista and the Carolingians”.Évariste Lévi-Provençal was the first to say that “Pamplona, the capital of Vasconia, had not been governed by the Muslims since 798 (...) and that its inhabitants had killed the representative of the Umayyad authorities, Mutarrif ben Musa Ben Qasi, and had chosen one of their own, named Velasco.” This Velasco would be the same “enemy of God, Balashk al-Yalashqi, Lord of Pamplona”, a pro-Carolingian against whom the Muslims launched a military campaign in 816. Spanish historian Claudio Sánchez Albornoz did not agree with this interpretation and believed that it had been the people of Pamplona, without any outside intervention, who took matters in their own hands. No where does Ibn Hayyan mention that Mutarrif ibn Musa was the governor of Pamplona or that Velasco was pro-Carolingian.‎

It was Musa's son Musa ibn Musa ibn Qasi whose rule brought the family to the peak of its power.

Musa ibn Musa
‎‎
Besides the Arab sources, Musa ibn Musa is mentioned in three Latin texts: the Chronica Adefonsi tertii regis; the ‎Albendensis; and the Codex of Roda. ‎The latter mentions his family relations as the half-brother and son-in-law of King ‎Íñigo Arista and the properties he held. The ‎Albeldensis describes the Battle of Monte Laturce, also referred to as the second Battle of Albelda, whereas the Chronicle of Alfonso III provides a more detailed account of his life and feats.‎

While Musa had been orphaned at an early age, his military activity may have begun in the 820s, and the Banu Qasi (possibly Musa himself) most probably participated in the second battle of the pass of Roncevaux ‎along with their relatives of Pamplona, ‎an event leading to the establishment of the kingdom of Pamplona. Historians agree that in the 840s, Musa launched a series of revolts, in conjunction with his maternal half-brother, Íñigo Arista of Pamplona. Abd ar-Rahman II defeated them, and took Musa's son Lubb hostage. Musa repeatedly submitted, only to rise again. After repeated rebellions he controlled a region along the Ebro from Borja to Logroño, including ‎Tudela, Tarazona, Arnedo and Calahorra. The 851/2 deaths of Íñigo Arista and Abd ar-Rahman II, as well as a victory over Christian forces at Albelda, gave Musa unprecedented status. The new emir, ‎Muhammad I of Córdoba named Musa the ‎Wali of Zaragoza and governor of the Upper March. Over the next decade Musa expanded the family's lands to include Zaragoza, Najera, Viguera and Calatayud, while also governing Tudela, Huesca and ‎Toledo, and according to the Chronica Adefonsi tertii regis, Musa had his followers call him "the third king of Spaniae.

However, in 859, Ordoño I of Asturias and ‎García Íñiguez of Pamplona joined forces to deal Musa a crushing defeat at Albelda, which passed into Christian legend as the ‎Battle of Clavijo. ‎Emir Muhammad then stripped Musa of his titles and restored direct Cordoban control over the region. Musa died in 862 of wounds received in a petty squabble with a son-in-law, ‎and the family disappeared from the political scene for a decade.‎

Sons of Musa

Following the 862 death of Musa, nothing is known of the family until 871. It is presumed that the members of the family associated with the Cordoban court and military campaigns, but no record of their presence there survives. According to the Chronica Adefonsi tertii regis, upon learning of his father's defeat at Albelda, his son Lubb ibn Musa ibn with all his men, submitted themselves to the rule of the Asturian king Ordoño and became his lifelong subjects. ‎By the time the Banu Qasi reappear, they had lost control of most of their lands, being left with just a small area surrounding Arnedo. ‎In 870, a rebellion in Huesca initiated a chain of events that would bring the Banu Qasi back to dominance. In that year, Amrus ibn Umar of the Banu Amrus assassinated the amil Musa ibn Galind, son of the turncoat brother of Pamplona king García Íñiguez. The Amir, Muhammad, sent an army to the north, but Amrus allied himself with García, and the Cordoban general, Abd al-Gafir ibn Abd al-Aziz, was killed before the gates of Zaragoza. ‎The Banu Qasi sons of Musa, apparently under the leadership of eldest son Lubb ibn Musa, then allied themselves with García, and reestablished control over their father's possessions. First, the residents of Huesca called on Mutarrif ibn Musa ibn Qasi for leadership. In January 872, Isma'il ibn Musa entered Zaragoza, and was there joined by Lubb, the two of them together taking Monzon. Isma'il also allied himself with the Banu Jalaf ‎of ‎Barbitanya, marrying Sayyida, daughter of Abd Allah ibn Jalaf. Furtun ibn Musa occupied Tudela, whose governor the Banu Qasi imprisoned at Arnedo, then killed following an escape. Lubb also occupied and refortified Viguera.

The immediate response of emir Muhammad was to try to limit the expansion of the Banu Qasi by installing a rival dynasty, the Arab Banu Tujibi, in Calatayud, the one part of their father's possessions not reclaimed. In the next year, 873, Muhammad launched a campaign against the various northern rebels. He first bought off the rebels of Toledo with governorships, and this encouraged Amrus to offer his loyalty, for which he was rewarded with Huesca where he captured Mutarrif and his family, including wife Belasquita, the daughter of García Íñiguez of Pamplona. In spite of a desperate attack by the combined troops of his brothers, Mutarrif and three sons, Muhammad, Musa and Lubb, were taken to Córdoba and crucified. The next year, Furtun died in Tudela, while Lubb was killed in an accident in Viguera in 875. This left control of the family in the hands of two men, the remaining brother Isma'il ibn Musa in Monzon, and Lubb's son,Muhammad ibn Lubb ibn Qasi, who is first known as a defender of  Zaragoza against the emirate troop.

Muhammad ibn Lubb‎

Over the next decade, following the deaths of his father and two uncles, Muhammad ibn Lubb ibn Qasi maneuvered to become the leader of the family. He resisted 879 and 882 campaigns from Córdoba. The latter was under general, Hashim ibn Abd al-Aziz, and Muhammad tried to persuade Hashim to unite with him against the Asturians, now ruled by Alfonso III. The earlier hostage-taking done by all parties, greatly complicated such situation. Hashim did not want to antagonize Alfonso, who was holding his son as an hostage. Hashim himself held a son of Isma'il ibn Musa, and he sent his captive and other gifts to Alfonso in return for his son. ‎Muhammad would later ally himself with the kings of Pamplona and Asturias, and it was apparently he who raised the future Ordoño II of León at his court. ‎The struggle for power within the Banu Qasi family came to a head in 882, when Muhammad fought, near Calahorra, a 7000-man force of his uncle Isma'il ibn Musa, and Isma'il ibn Furtun, a son of his uncle Furtun. In the following internecine squabbles, Furtun's four sons were killed and Isma'il ibn Musawas forced to retreat to Monzon. ‎From there he rebuilt Lleida and routed an army sent by Wilfred of Barcelona. ‎Muhammad ibn Lubb, now the clear head of the family, was left in control of the majority of the Banu Qasi lands. In 884, the emir sent two military campaigns into the region and took Zaragoza, although chronicler Ibn Hayyan reports that Muhammad ibn Lubb had sold the city to count Raymond I of Pallars and Ribagorza ‎prior to its fall. This resulted in a consolidated Banu Qasi powerbase around Arnedo, Borja, Calahorra and Viguera, with Isma'il holding an enclave to the east, around Monzon and Lleida.‎

In 885 and 886, Muhammad launched attacks against Castile, in the first apparently killing count Diego Rodríguez Porcelos, while the second was an attack on Álava in which many Christians were killed. The latter year also saw the death of emir Muhammad I of Córdoba. Muhammad ibn Lubb tested his power against the new emirs, and they responded by again trying to balance Banu Qasi power in the region, giving Zaragoza to the rival Tujibids, and Huesca to Muhammad ibn Abd al-Malik al-Tawil of the Muwallad Banu Shabrit clan. The latter was shortly challenged by Isma'il ibn Musa, whose sons fought a battle against al-Tawil's troops, Musa ibn Isma'il being killed and his brother Mutarrif captured. Isma'il died shortly thereafter, in 889, and al-Tawil and Muhammad ibn Lubb each took their case to emir Abd Allah for possession of Isma'il's lands, the emir confirming the succession of Muhammad ibn Lubb. There followed a period of relative peace and collaboration between Muhammad ibn Lubb and al-Tawil. In 891, Muhammad defeated a Christian force at Castro Sibiriano, but he dedicated most of his efforts in his final years against Tujibid Zaragoza, initiating what would become a 17-year siege. In 897, the citizens of Toledo rose up and offered their city to Muhammad, but being occupied with Zaragoza, he sent his son Lubb. Muhammad was reconnoitering Zaragoza in 898, when on 8 October, he was caught by a guard who spitted him on a lance. His head was presented to the Tujibids, who sent it to Córdoba, where it was displayed in front of the palace for eight days before being buried with the honors due a brave foe.

Lubb ibn Muhammad‎

Muhammad's son, Lubb ibn Muhammad ibn Qasi, was born in 870, and was already active at the time of his father's death. In 896, he was refortifying Monzon when al-Tawil of Huesca tried his luck. Though being attacked by a larger, better equipped army, Lubb was able to rout al-Tawil's men, taking his brother prisoner. ‎In January 897 he went to Toledo to take up the leadership offer the citizens had made his father. ‎Back in the east, he launched an attack on Aura that led to the death of Wilfred of Barcelona. ‎Returning through Toledo in 898, he next marched to Jaén, with the intent of forming a coalition with another rebel, Umar ibn Hafsun, but before Umar reached Jaén, the news of his father's death at Zaragoza forced Lubb's return to Tudela, where he formally recognized the sovereignty of the emir, Abd Allah, in exchange for the formal governorship over Tudela and Tarazona. ‎His return north found al-Tawil moving to take advantage of the temporary power vacuum and three weeks after his father's death, Lubb captured the Huesca ruler in a skirmish. To buy his freedom, al-Tawil ceded lands between Huesca and Monzon to Lubb, and agreed to pay 100,000 gold dinares for the possession of Huesca. Paying 50,000 immediately, he gave his son Abd al-Malik and daughter Sayyida as hostages to ensure payment of the second half. Lubb would relent, forgiving the remaining debt and returning the hostages except Sayyida, whom he married.‎

Lubb ibn Muhammad continued his father's siege of Zaragoza, but found himself drawn in other directions. Perhaps in 900, Alfonso III, in conjunction with Fortún Garcés of Pamplona, launched a raid against Tarazona, in Lubb's realms; which he successfully blocked. ‎Then in 903, Toledo again rebelled against Cordova, asking Lubb to take control. He sent his brother Mutarrif, who was proclaimed their ‎Amir. Mutarrif's fate is unknown, but by 906, he had been replaced by Lubb's kinsman, Muhammad ibn Isma'il, son of Isma'il ibn Musa, who was then assassinated. ‎Alfonso again attacked Lubb's lands, laying siege to Grañón, but was forced to lift the siege when Lubb moved with an army toward Alava. This threat neutralized, Lubb turned toward ‎Pallars, ravaging the lands, killing hundreds and taking a thousand captives, including ‎Isarn, Count Raymond's son, who was kept in Tudela for a decade before being freed.‎

In 905, a coalition of the King of Asturias, the counts of Aragon and Pallars, and, it is sometimes claimed, Lubb ibn Muhammad, engineered a coup in Navarre that brought Sancho Garcés to the throne in place of Fortún Garcés. Two years later, Lubb launched an attack on Pamplona and fought at "Liédena" on 30 September 907, resulting in a total rout of the Banu Qasi forces, while Lubb was killed. ‎The transcendent battle marked a permanent change in the regional balance, Sancho's Pamplona becoming a major regional power, while it initiated the final decline of the Banu Qasi.

Decline (862-924)
‎‎
With the fall of Lubb, his local rivals immediately fell upon the Banu Qasi lands. Sancho descended toward Calahorra. The Tujibids finally broke the siege of Zaragoza and captured Ejea. ‎Al-Tawil retook the lands he had lost, and proceeded to overrun the family's eastern enclave, taking Barbastro and Lleida. Monzon was briefly controlled by Lubb's brother Yunis ibn Muhammad, but he could not hold it, and Monzon too fell to the al-Tawil. ‎ In the reduced western lands, Lubb was succeeded by brother Abd Allah ibn Muhammad ibn Qasi. In 911, Abd Allah and al-Tawil jointly, along with al-Tawil's brother-in-law Galindo Aznárez II of ‎Aragon, attacked Pamplona. After destroying several castles, they developed cold feet and withdrew, but were caught by Sancho. ‎Al-Tawil defected and escaped, while Galindo was crushed and forced to recognize Sancho as feudal sovereign, ending the autonomy of the Aragon. Arab sources describe Abd Allah's rear-guard action at Luesia as a victory, but if so it was only a tactical victory and he immediately retreated south. ‎In 914, Sancho turned the tables, marching into the heart of the Banu Qasi homeland, taking Arnedo and attacking Calahorra. ‎In the next year, 915, Sancho turned toward Tudela, and there captured Abd Allah, killing a thousand of his best men. Mutarrif ibn Muhammad ibn Qasi, Abd Allah's brother, rushed to relieve the city, and Abd Allah was ransomed, his daughter Urraca and probably son Furtun ibn Abd Allah being given as hostages.‎ ‎However, two months later Abd Allah was assassinated, it is said, through the machinations of Sancho.‎

The only bright spot for the family in this period happened in the east. In 913, Muhammad ibn Abd al-Malik al-Tawil died, and the next year, the residents of Monzon rejected his son Amrus ibn Muhammad, and invited the Banu Qasi to return in the person of Muhammad ibn Lubb, son of Lubb ibn Muhammad. After a brief siege, he was able to reclaim the city for his family, as well as Lleida.

In the west, Mutarrif ibn Muhammad and his nephew Muhammad ibn Abd Allah struggled for dominance. The latter proved victorious, killing Mutarrif in 916. Since the death of Lubb in 907, the Banu Qasi had been left fractured and weakened in the face of two resurgent powers: to the north and west, a collaboration between the new king of León, Ordoño II, and Sancho I of Navarre brought a strong army south, ravaging the Banu Qasi lands around Viguera, Najera and Tudela in 918, while the young and energetic Abd ar-Rahman III, who was to temporarily reverse the centrifugal forces at work in the Emirate, soon to be Caliphate of Córdoba, sent armies north, routing the Christians. ‎The next year, both Banu Qasi leaders, Muhammad ibn Abd Allah and Muhammad ibn Lubb, attacked the Banu al-Tawil at Barbastro, but Sancho took advantage of this, and allying himself with his cousin ‎Bernard I of Ribagorza and the Banu al-Tawil, he attacked and burned Monzon, which was hence lost to the Banu Qasi. ‎In 920, the emir, Abd ar-Rahman III, personally led the Cordoban army north, and forced Sancho to abandon fortifications he had been building. After some maneuvering the emir met the armies of Ordoño and Sancho, and defeated them at Valdejunquera. ‎In 923, the Christian allies brought another force south, and while Muhammad ibn Abd Allah formed a coalition of local nobles to resist it, their armies were dispersed and Viguera and Najera fell. Like his father, Muhammad was captured, then assassinated on Sancho's orders, and when Abd ar-Rahman launched another punitive campaign the next year, on his return to Tudela he removed the Banu Qasi and sent them to Córdoba, placing their old rivals the Tujibids of Zaragoza in their place. ‎After 923, only the eastern enclave encompassing Lleida and the husûn of Balaguer, Barbastro and Ayera were in the hands of the family. However, one by one these expelled Muhammad ibn Lubb ibn Qasi and turned to the Tujibids for leadership, leaving him only Ayera in 928, when Jimeno Garcés, the new king of Navarre, intervened on his behalf in opposition to Hasim ibn Muhammad al-Tujibi. ‎The next year, Muhammad fell victim to an ambush and was killed by his brother-in-law "Raymond of Pallars"..‎

Legacy
‎‎
The death of Muhammad ibn Lubb marked the end of the Banu Qasi in the Ebro valley. Their rivals the Tujibids would follow their model, making an independent peace with Leon in 937, a move that resulted in a punitive expedition from the Caliph similar to those of prior years against the Banu Qasi. The Tujibids would eventually establish a full-fledged Taifa kingdom centered at Zaragoza.

Two other Taifa crowns were ruled by men with names reminiscent of the Banu Qasi and are claimed as dynastic members, although the precise connection, if any, is unknown. A small Taifa state at Alpuente ‎was founded by Abd Allah ibn Qasim. He was of a convert family that claimed a tribal affiliation with the Yamanī/Fíhrī.‎

In 1144, another Christian convert and Sufi ‎mystic from Silves, Abu-l-Qasim Ahmad ibn al-Husayn ibn Qasi, called ibn Qasi, rose and extablished a Taifa state at Mértola, expanding it to much of southern Portugal, and he encouraged the successful move of the Almohads (to whom he would submit) against Seville. They fell out and Ibn Qasi ‎was assassinated in 1151 by his own men.; ‎Fortún Ochoiz, a Navarrese who ruled La Rioja in the first half of the eleventh century, may be a descendant of the Banu Qasi.

Leadership of the Banu Qasi

The following men are the documented leaders of the Banu Qasi (entried in italicsare of uncertain affiliation to the family):

Cassius, fl. 714
Abu Tawr, Wali of Huesca, fl. 778, perhaps son of Cassius
Musa ibn Furtun, (perh. assassinated 788), grandson of Cassius
Mutarrif ibn Musa, assassinated 799, perhaps son of Musa ibn Furtun
Furtun ibn Musa, killed in rebellion 801, perhaps son of Musa ibn Furtun, else identical to him
Musa ibn Musa, d. 862, son of Musa ibn Furtun
Lubb ibn Musa, d. 875, son of Musa ibn Musa
Isma'il ibn Musa, co-leader to 882, d. 889, son of Musa ibn Musa
Muhammad ibn Lubb, co-leader to 882, then sole leader, d. 899, son of Lubb ibn Musa
Lubb ibn Muhammad, d. 907, son of Muhammad ibn Lubb
Abd Allah ibn Muhammad, d. 915, son of Muhammad ibn Lubb
(succession struggle between Mutarrif ibn Muhammad and Muhammad ibn Abd Allah, 915-916)
Muhammad ibn Abd Allah, d. 923, son of Abd Allah ibn Muhammad
Muhammad ibn Lubb, d. 929, son of Lubb ibn Muhammad
(end of dynasty)‎

Banyak Ilmuwan Muslim Yang Diakui Dunia Dari Spanyol

Al Andalus adalah nama yang diberikan bangsa arab pada semenanjung Iberia dan ‎Septimania, dibawah pemerintahan Arab dan Muslim Afrika utara, atau sering orang eropah menyebutnya orang Moor, pada periode antara tahun 711 – 1492. Al Andalus juga sering di sebut dengan kata ‎Andalusia. Tapi bukan Andalusia yang ada sampai saat ini. Al-Andalus adalah gabungan wilayah-wilayah di daerah ‎Spanyol, Portugal dan Perancis selatan. Daerah kekuasaan itulah oleh umat muslim jaman itu disebut Al-Andalus ( lafal arab ).‎

Al-Andalus mengalami beberapa pemerintahan. Awalnya dibawah kekalifahan Ummayah, dibawah Kalifah Al Walid ( 711-750 ), Kemudian berubah menjadi sebuah ke-amiran , dibawah ke – amiran ( emirat )Kordoba ( 929-1030 ). Akhirnya terpecah menjadi “taifa” ( taifa ; kerajaan kecil pecahan dari satu ke khalifahan ), salah satunya adalah Granada, adalah daerah keuasaan islam terakhir yang diserahkan pada kerajaan Kastilia

Sejarah mengatakan, dibawah ke-Khalifahan Kordoba, Al-Andalus menjadi pusat kemajuan dan pusat belajar ilmu pengetahuan. Kota Kordoba menjadi salah satu kota pusat budaya dan ekomomi terkemuka, baik di Basin Mediterania dan dunia Islam saat itu.

Karena keterlibatan Al Andalus dalam konflik dengan kerajaan Kristen utara, dan tahun 1805 Alfonso VI dari Kastilia dan Leon menakluhkan Toledo. Hal itu mempercepat kemerosotan dan kejatuhan Kordoba di tahun 1236. Dengan jatuhnya Kordoba, benteng terakhir umat Islam tinggal di wilayah keamiran Granada, praktis teritorial atau wilayah yang masih dibawah kekuasan dan dibawah aturan Islam hanya tinggal di sebuah wilayah tersebut, yang sekarang kita sebut Spanyol.

Di tahun 1249, Portugis semakin menunjukan puncak kekuatannya dan melakukan penaklukan kembali terhadap kekuasaan muslim, yakni Alfonso IIImenaklukan Algarve. Tahun 1236 ke – amiran Granada tunduk menjadi jajahan Kerajaan Kastilia, dibawah Raja Ferdinand III. Dari masa inilah mulai terjadi pengusiran terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol

2 Januari 1492 Emir Muhammad ke XII, menyerahkan ke-amiran Granada kepadaRatu Issabela I dari Kastilia yang bersuamikan raja Ferdinand II dari Aragon, seorang Raja Katolik Spanyol, dan Granada menjadi wilayah kesatuan ( entitas ), bawahan ( bagian ) dari Kastilia. Disini ber-akhirnya masa Islam di Iberia.‎‎
MASYARAKAT AL-ANDALUS.
Masyrakat di Al-Andalus terdiri dari 3 kelompok utama berdasarkan agama; Muslim, Kristen danYahudi. Komunitas-komunitas ini dalam satu kota tinggal didaerah yang berbeda. Umat islam sendiri, walau disatukan dalam agama yang sama, tapi kadang masih terbagi – bagi menurut etnisnya. Terutama perbedaan antara orang Arab dan Berber ( etnis Afrika utara sebelah barat ) yang tinggal didaerah pegunungan yang sekarang berada di daerah utara Portugal, dan di Meseta Central. Sedang orang Arab tinggal didaerah bagian selatan dan di lembah Ebro, di timur laut.

Orang Muzarab ( Mozarab / Musta’rib ), orang kristen yang hidup dibawah kekuasaan Islam di Al-Andalus, mengikuti banyak adat, kesenian dan kata-kata dalam bahasa Arab, namun tetap memelihara tradisi dan ibadah kristen, dan bahasa yang mereka miliki adalah bahasa turunan latin, disebut bahasa Muzarab.

Orang Yahudi biasanya bekerja sebagai pedagang, pemungut pajak, dokter atau duta besar. Pada akhir Abad ke 15 terdapat sekitar 50.000 Yahudi di Granada, dan 100.000 di seluruh wilayah Al-Andalus.

Kemenangan pasukan jenderal Tariq atas orang-orang Visigoth disambut suka cita oleh kaum Yahudi, karena sudah lama mereka hidup dibawa tekanan kristen Visigoth. Kemenangan ini memicu gelombang imigrasi Yahudi ke Spanyol. Wilayah Islam Spanyol menawarkan banyak hal terhadap Yahudi dari wilayah Eropah, Maroko maupun Yahudi yang berasal dari Arab.

Yahudi Spanyol meninggalkan hubungan budayanya dengan Yahudi Irak, mereka membuat budayanya sendiri di Spanyol secara indipenden dan otoritas talmud. Dibawah pengaruh ilmuwan bahasa muslim, mereka mulai mencari bentuk-bentuk budaya baru dalam bahasa Ibrani.

Dengan mengadopsi bahasa Arab, bukan saja menghasilkan kosa kata baru tapi juga pemikiran – pemikiran baru, yang memungkinkan orang Yahudi ikut berpartisipasi dalam budaya setempat dimana mereka tinggal. Dan hal ini, tak pernah ada dalam wilayah kristen Eropah. Banyak sarjana Yahudi dari luar negri di undang ke Kordoba, untuk membuat sekolah-sekolah indipenden di sana. Ahli bahasa dan tata bahasa Yahudi banyak dipekerjakan di pemerintahan ke-Khalifahan Al-Andalus.
ASAL KATA AL-ANDALUS.
Ilmuwan barat pernah mengusulkan 3 teori etimolgi ( asal kata ), dan semuanya menganggap bahwa nama ini berasal dari zaman kekuasaan Romawi di semenanjung Iberia.

Teori pertama, nama tersebut berasal dari Vandal. Satu suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia selama kurun waktu 407-419. Reinhart P Dozy, sejarahwan abad ke-19, salah satu yang menerima teori tersebut.
Teori ke dua, nama tersebut berasal dari Arabisasi kata “Atlantik”, pendapat ini didukung oleh sejahrawan SpanyolVallve.
Teori ke tiga, nama tersebut adalah nama yang diberikan suku Visigothyang berkuasa di Iberia pada abad-5 hingga abad-9. Teori ini diajukan olehHalm ( tahun 1989 ). Dalam bahasa Latin, Iberia Visigoth disebut Gothica Sors ( = tanah undian Goth ). Menurut Halm, dalam bahasa gothic “ tanah undian “, mungkin disebutLandahlauts, dari sinilah asal nama Al -Andalus, demikian pendapat dia.
Sayangnya, ketiga teori ini tidak memiliki bukti sejarah, dan dianggap amat lemah. Belakangan, ahli bahasa diikut sertakan dalam diskusi ini. Dan semakin jelas kelemahan teori diatas, dilihat dari ilmu sejarah, linguistik dan toponimi ( ilmu mempelajari nama daerah ), semakin jelas kelemahan teori yang menyatakan bahwa nama tersebut berasal dari masa Romawi. Sebab nama Al-Andalus di prediksi sudah ada sebelum masa Romawi.

Bukti paling awal dari nama Al-Andalus, adalah koin yang dicetak oleh pemerintahan Islam di Iberia, sekitar tahun 715. Tapi sayangnya, pencetakan itu juga tidak pasti, karena koin ditulis dalam hurup Latin dan Arab, keduanya memberikan tahun pencetakan yang berbeda.

Nama Andaluz ( kata Andaluz sama dengan ejaan dalam kata Spanyol Andalus ) juga banyak di pakai di sekitar pegunungan Kastilia. Bagian kata “and”, dalam bahasa Spanyol pada umumnya menyatakan satu tempat umum, dan bagian kata “luz”, biasa disebutkan dalam kata Spanyol.

Baiklah kita tidak terlalu perlu berpikir tentang kata Al-Andalus atau Andalusia. Biarkan sejarahwan yang menganalisa asal usul nama tersebut. Yang terpenting adalah, sejarah mengatakan, kejayaan Islam pernah ada diwilayah tersebut ( eropah ), dan masih ada jejak – jejaknya sampai saat ini. Kejayaan Islam di belahan eropah telah banyak meninggalkan budaya dan ilmu pengetahuan bagi bangsa eropah itu sendiri. Jejak jejak itu masih terbaca di Spanyol sampai saat ini.

MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL.
Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth.Pasukan Umayyah dibawah kekalifahan Umayyah Damaskus, yang sebagian besar adalah bangsa Moor, bangsa Afrika barat laut, dan dipimpin oleh Jenderal Tariq bin Ziyad menyerbu Hispania dengan 12.000 personil. Mendarat di Gibraltar ( Jabal Tariq ) pada 30 April 711.

Pada saat itu sebenarnya telah terjadi permasalahan di kalangan umat nasrani disana, adanya perbedaan pendapat antaraNasrani Aria dengan raja Roderick beserta pendukungnya. Roderick dan pengikutnya meyakini Trinitas ( Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh kudus ), umat nasrani Aria menganggap bahwa nabi Isa semata-mataadalah utusan Tuhan. Roderick berusaha memaksakan pemahaman Trinitas pada nasrani Aria.

Pimpinan Aria meminta bantuan Musa Ibnu Nushair penguasa ke-Amiran Afrika utara dan barat dibawah ke-Khalifaahn Umayyah di Damaskus. Musa menghubungi Damaskus. Ijinpun didapatkan dari Damaskus. Ke-Khalifahaan Umayyah mengirim jenderal Tariq yang segera merapat disebuah selat yang terletak antara Maroko dan benua eropah. Mendarat di satu tempat didaerah tersebut, yang kemudian dikenal dengan nama Gibraltar ( Jabal Tariq, mengambil nama dari jenderal Tariq ).

Pertempuran dengan raja Roderick tak ter-elakan. Terjadi tanggal 19 Juli 711. Kedua pasukan bertemu di sungai Rio Barbate ( terkenal dengan sebutan Battle of Rio Barbate atau Battle of Guadalate ). Pasukan Roderick pada akhirnya terdesak dan terkalahkan, bahkan Roderick sendiri tewas, menurut catatan sejarah, Roderick tenggelam di sungai Rio Barbate, saat berusaha untuk melarikan diri.

Setelah mengalahkan raja Roderick dari Visigoth dalam pertempuran Guadalete, 19 Juli 711. Sejak itu kekuasaan Islam terus berkembang hingga tahun 719, sebab jenderal Tariq selalu mendapat dukungan dari penduduk di setiap daerah yang ditaklukan. Pasukannya terus bergerak dan menguasai Toledo, tapi terlebih dulu menguasai kota-kota Malaga, Elvira,Murcia, Cordova ( Kordoba ), kecuali ‎Galicia, Basque dan Asturia.

Mendengar kesuksesan jenderal Tariq,Musa Ibnu Nushair, Amir penguasa di ke-amiran Afrika utara dan barat, berkedudukan di Qairawan ( sekarang Tunisia ), dibawah dinasti Khalifah bani Umayyah di Damaskus, berangkat bersama pasukannya18.000 personil ( kebanyakan dari etnis Arab ) menuju Spanyol, dengan melewati jalur yang tidak dilewati oleh jenderal Tariq. Dia berhasil mnguasai Sidonia, Carmona, terus masuk dan menguasai Sevilla, Huelva.Dengan terus mengikuti jalur sungai, sampailah dia di Moredo dan kota-kota kecil lainnya. Yang pada akhirnya dia bertemu dan bergabung dengan pasukan jenderal Tariq di Toledo. Spanyol adalah pintu gerbang eropah, dari sinilah pintu dakwa Islam dilakukan hingga menyebar ke daerah eropah lainnya.

Pasukan Islam terus bergerak dan menyeberangi Pirenia, menaklukanPerancis, Tapi hanya berhasil mendudukiPerancis selatan, pergerakan pasukan muslim tertahan oleh kaum Frank di pertempuran Tours (732). Namun Pasukan Muslim masih mampu bergerak dan menduduki daerah Avignon, Arles dan sampai di Provence ( 734). Tahun 737, pasukan muslim menguasai Burgundy.Daerah yang dikuasai Muslim, disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol,Portugal dan Perancis selatan.

Sayangnya, di tahun 759, kaum Frank dipimpin si pendek Pepin ( Pepin the short ), berhasil menguasai Septimania, salah satu daerah dari 5 wilayah Administratif Al-Andalus, ( Al-Andalus di bagi menjadi 5 daerah Administratif )

Semenanjung Iberia, kecuali daerah kerajaan Asturia, menjadi bagian dari daerah kekuasaan dinasti Umayyah, dan disebut Al-Andalus. Dinar koin Arab adalah penegasan pertama atas wilayah Arab. Koin tersebut tersimpan di Musium Arkeologi Madrid. Bentuk koin, satu sisi berhurup Arab disisi lain berhurup latin Iberia.

Al-Andalus awalnya dipimpin oleh Wali ( Gubernur ) yang ditunjuk oleh ke-Kalifahan di Damaskus dengan masa jabatan 3 tahun. Tahun 740 pecah perang saudara di ke-Khalifahan Umayyah, kekuasaan Khalifah menjadi melemah. Tahun 746 Yusuf Al Fihrimemenangkan perang saudara tersebut, dan dia menjadikan pemerintahannya tidak terikat lagi dengan Damaskus.

KE-KHALIFAHAN DI KORDOBA ( CORDOVA ).
Pemerintahah Umayyah di Damaskus dijatuhan oleh Bani Abbasiyah pada tahun 750, dia memindahkan ibukotanya dari Damaskus ke Bagdad, dengan begitu bani Abbasiyah berkuasa atas daerah-daerah Arabia.

Tahun 756, pangeran keturunan Umayyah yang berada di pengasingan,Abdurrachman I ( Al-Dakhil ), berhasil melengserkan Yusuf Al Fihri, penguasa Kordoba. Adurrachman I menjadi penguasa Kordoba, dan menjadi Amir Kordoba. Dia menolak untuk tunduk pada dinasti Abbasiyah, karena banyak keluarganya yang telah dibunuh. Abdurrachman I memerintah sekitar 30 tahun di Kordoba. Dalam masa pemerintahannya, dia harus selalu berperang dengan para pendukung Al-Fihri maupun menahan serangan dari dinasti Abbasiyah.

Selama 1,5 abad kemudian, keturunannya menguasai Kordoba, menjadi Amir Kordoba, atas seluruh sisa wilayah, dan kadang sampai meliputi wilayah Afrika Utara bagian barat. Pemerintahan amir Kordoba keturunan Adurrachman, sering mengalami pasang surut kekuasaan, terutama daerah wilayah yang berbatasan dengan kaum Kristen. Bahkan Amir Abdullah bin Muhammadsampai hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja. Itu karea kelemahan keturunan Adurrachman.

Tapi hal itu tidak berlangsung lama, cucu Abdullah, yakni Abdurrachman III, menggantikan tampuk pemerintahan pada tahun 912. Dengan cepat dia berhasil mengembalikan kekuasaan dinasti Umayyah atas Al-Andalus dan Afrika utara bagian barat. Tahun 929 dia mengangkat diri sebagai Khalifah. Kekuasaannya setara dengan ke-Khalifahan Abbasiyah di Bagdaddan ke-Khlifahan Syi’ah di Tunis.

Periode Kekhalifahan Abdurrachman III,oleh para penulis Muslim dianggap sebagaimasa ke-emasan Islam di Al-Andalus. Masyarakat Kordoba menikmati hasil panen yang berlimpah karena irigasi yang baik, serta bahan pangan melimpah. Al-Andalus merupakan daerah sektor pertanian yang paling maju masa itu di kawasan Eropah.. Kordoba dijaman Kekhalifahan Abdurrachman III mempunyai populasi sekitar 500.000, mengalahkan Konstantinopel, baik dalam jumlah penduduk maupun kemakmurannya. Kordoba menjadi kota terbesar kala itu. Pusat ilmu pengetahuan, pusat budaya. Karya – karya ilmuwan dan filsuf Al-Andalus, seperti Abul Qasim dan Ibnu Rusyid, mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan kaum intelektual di daratan Eropah di abad pertengahan.

Orang muslim maupun non muslim dari luar negri, banyak datang untuk belajar di berbagai perpustakaan dan universitas di Al-Andalus ( Kordoba, ibukota ). Orang non muslim yang terkenal menterjemahkan karya-karya cendekiawan muslim adalah Michael Scot ( Orang Skotlandia, seorang filsuf, Matematikawan dan astrolog ). Dia menterjemahkan karya-karya Ibnu Rusyd,Ibnu Sina dan Al Bitruji, kemudian membawanya ke Itali. Karya-karya inilah yang berdampak penting dalam berawalnya jaman Renaisans Eropah. Betapa pengaruh kemajuan muslim di Al-Andalus merupakan titik tolak kemajuan bangsa- bangsa di Eropah.‎

PERIODE TAIFA, DINASTI MURABITUN, MUWAHIDUN DAN BANU MARIN.
Taifa, pecahan dari ke-Khalifahan, menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Hal itu terjadi karena ke-Khalifahaan Kordoba ( Cordoba / Cordova ) mengalami kejatuhan, karena adanya perang saudara ( perang antar pejabat, kerabat, antar penguasa sipil ) antara 1009 sampai 1013. Puncaknya, ke-Khalifahan Kordoba dihapuskan. Al-Andalus terpecah-pecah menjadi wilayah kerajaan – kerajaan kecil yag dikenal dengan istilah TAIFA. Taifa ini pada umumnya amat lemah dan tidak mampu menghadapi serangan-serangan dari kaum lain, terutama dari kerajaan-kerajaan Kristen dari daerah utara dan barat Al-Andalus. Orang muslim lebih mengenal mereka sebagai bangsa Galicia, yang telah menyebar dari benteng benteng mereka di ‎Galicia, Asturia, Catabrina di kawasan ‎Basque dan Carolingian Marca Hispanica, yang akhirnya menjadi kerajaan – kerajaan, antara lain Navarre, Leon, Portugal,Kastilia, Aragon dan Barcelona.‎

Pada akhirnya, taifa-taifa tersebut tertaklukan oleh kerajaan kristen. Taifa-Taifa Al-Andalus meminta bantuan ke dinasti Murabitun ( Almoravid-etnis berber ) penguasa Islam di Maghreb – Afrika utara yang berhaluan Islam fundamental. Dinasti Murabitun berhasil mengalahkan raja Kastilia, Alfonso VI, dalam pertempuran diZallaqah dan pertempuran Ucles.Murabitun berhasil menguasai Al-Andalus.

Proses penguasaan kembali Al-Andalus adalah sebagai berikut, tahun 1086, Yusuf bin Tasyfin, pemimpin Murabitun di Maroko, diundang oleh bangsawan muslim di Iberia, meminta bantuan untuk mempertahankan Iberia dari Alfonso VI raja Kastilia dan Leon. Pada tahun itu juga Yusuf bin Tasyfin, menuju Algeciras dengan menyeberangi selat Gibraltar. Terjadi pertempuran di Zallaqah, dan berhasil mengalahkan kaum kristen dengan telak. Tahun 1094, Yusuf bin Tasyfin mengambil alih semua daerah dari penguasa-penguasa kecil Islam di Iberia, dan menghapuskan kekuasaan mereka, kecuali Zaragoza. Valecia dia rebut juga dari tangan umat kristen. Tahun 1147, dinasti ‎Murabitun kekusaannya diganti dinasti ‎Muwahidun ( Almohad ), yang juga berasal dari suku Berber ( Catatan, Suku Berber adalah etnis Afrika utara bagian barat, salah satu keturunan suku berber dijaman kini adalah Zidane,mantan pemain bola Perancis ). 

Dinasti Muwahidun memindahkan ibukota Al-Andalus ke Sevilla di tahun 1170. Tahun1195 mengalahkan raja Kastilia Alfonso VIII dalam pertempuran di Alarcos. Tapi tahun1212 gabungan kerajaan kristen , Kastilia,Navarra, Aragon dan Portugal mengalahkan kaum Muwahidun pada pertempuran Las Navas de Tolosa, memaksa sultan Muwahidun meninggalkan Iberia.

Umat Islam Iberia kembali terpecah menjadi taifa-taifa lemah, dengan cepat dan mudah ditaklukan oleh Portugal, Kastilia dan Aragon. Setelah Murcia jatuh tahun 1243,dan Algarve ditahun 1249. Hanya tersisa daerah yang dipimpim banu Nasri yakniGranada. Menjadi daerah bawahan Kastilia dan harus membayar upeti. Pembayaran Upeti harus berupa emas dari daerah yang sekarang di sebut Mali dan Burkina Faso,dibawah melalui jalur perdagangan di gurun Sahara.

Pada abad ke 14, dinasti islam banu Marin (Marinid ) di Maroko mengalami kemajuan, mulai bergerak mengancam kerajaan – kerajaan kristen di Iberia. Banu Marin kemudian mengambil alih Granada, menduduki kota-kotanya, seperti Algeciras. Namun mereka gagal merebut Tarifa, yang bertahan dari serangan banu Marin, hingga kedatangan bantuan dari pasukan Kastilia dibawah raja Alfonso XI. Dengan dibantu oleh Afonso IV dari Portugal dan Pedro IV dari Aragon, bertiga mengalahkan banu Marin pada pertempuran Rio Salado ditahun1340. Mereka merebut Algeciras tahun 1344.Alfonso XI mengepung Gibraltar, yang saat itu dikuasai Granada selama 1349-1350. Tapi Alfonso XI bersama sebagaian besar pasukannya dibinasakan oleh wabahkematian hitam ( Black Death – wabah pes) ditahun 1350. Pedro dari Kastilia ( julukannya Peter si kejam ) sebagai penggantinya, memutuskan berdamai dengan umat islam, dan dia berperang melawan kerajaan-kerajaan kristen yang lain. Peristiwa ini menandai dimulainya perang saudara antar umat kristen serta pemberontakan selama 150 tahun di Eropah. Hal inilah yang mengamankan Granada, dari serangan kaum kristen.

Setelah perjanjian damai dengan Pedro raja Kastilia, Granada menjadi negara aman merdeka hingga sampai 150 tahun berikutnya. Umat Islam diberi kebebasan bergerak, ber-agama dan bebas dari upeti selama 3 tahun. Setelah 3 tahun umat islam diwajibkan membayar upeti tidak lebih dari yang telah dibayarkan oleh banu Nasri sebelumnya.

Tahun 1469, terjadi pernikahan antara rajaFerdinand II dari Aragon dengan ratuIsabella dari Kastilia, gabungan dua kerajaan ini meng-isyaratkan penyerangan ke Granada. Ferdinand II dan Isabella meyakinkan paus Siktus IV, menyatakan perang mereka sebagai perang suci. Satu persatu umat islam terkalahkan oleh mereka, pada akhirnya pada 2 Januari 1492 Sultan Muhammad Abu Abdullah ( Boabdil ), penguasa Granada, menyerahkan benteng Granada, istana Alhambra kepada kekuasaan kristen. Mulai saat itu, diawalJanuari 1492, ber-akhirlah kekuasaan Islam di semenanjung Iberia. Ke-Kahlifahan Al-Andalus tidak ada lagi. Kekuasaan Islam di bagian belahan Eropah musnah.‎‎

NON MUSLIM DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI AL-ANDALUS
Salah satu periode toleransi terbesar umat muslim terhadap non muslim adalah pada masa Abdurrachman III dan Al-Hakam II, dimana Yahudi Al-Andalus mengalami kemakmuran serta mencurahkan kehidupannya untuk melayani ke-khalifahaan Kordoba, belajar sains, perdagangan dan industri. Terutama perdagangan sutra dan budak. Al-Andalus merupakan tempat suaka bagi kaum Yahudi yang ter-aniaya di negri-negri lain.

Orang kristen di sepanjang perbatasan Al-Andalus kadang sengaja melakukan ke-martiran, bahkan selama masa toleransi terjadi. Misal, terjadi 48 orang kristen di Kordoba dihukum penggal, karena melakukan penghinaan pada agama Islam. Mereka sengaja melakukannya agar mati sebagai martir, mereka dikenal sebagai Martir Kordoba. Beberapa orang dari generasi berikut melakukan hal yang sama, dengan sengaja mereka menghina agama Islam, padahal mereka tahu apa yang terjadi pada pendahulu mereka.

Pada tahun 976 setelah Al-Hakammeninggal, situasi berubah memburuk bagi non muslim pada umumnya. Dan hampir 100 tahun berikutnya, 30 Desember 1066, peristiwa penganiayaan pertama terjadi, dimana kaum Yahudi di usir dari Granada, dan kerusuhan sampai menewaskan sekitar 3000 orang. Pada masa Murabitun dan Muwahidun juga pernah terjadi sesekali, tapisumber sejarah ini sangat sedikit dan tidak memberikan gambaran yang jelas kebenarannya.

Saat terjadi kekerasan terhadap non muslim, banyak Yahudi, bahkan orang muslim sendiri meninggalkan daerah kekuasaan tersebut, menuju Toledo yang telah dikuasai kaum kristen, yang dianggap lebih memiliki toleransi Banyak Yahudi yang bergabung dengan pasukan kristen, sebagian sisanya bergabung dengan pasukan Murabitun untuk menghadapi raja Alfonso VI dari Kastilia.

Pada masa Muwahidun, lebih fundamentalis dari Murabitun. Perlakuan terhadap non muslim lebih keras. Yahudi banyak yang pindah ke daerah muslim yang lebih toleran, di selatan dan timur, atau ke arah utara, wilayah kristen. Namun penguasa Muwahidun juga mendorong perkembangan seni dan tulisan ( sastra ). Menghasilkan cendekiawan-cendekiawan besar, diantaranya ; Ibnu Tufail, Ibnu Araby danIbnu Rusyd.

Perlakuan terhadap non muslim di Al-Andalus merupakan bahan diskusi dan debat diantara para pengamat dan para ahli sejarah. Kaum non muslim di Al-Andalus, seperti kristen dan Yahudi dalam hukum Islam, adalah dianggap dzimmi ( orang dalam perlindungan ), mereka bebas menjalankan agamanya. Tidak ada dorongan untuk masuk Islam, tapi membayar pajak, yang disebut jizyah. Pajak satu dinar pertahun, kecuali orang tua, orang cacat, anak-anak dan perempuan. Bagi yang tidak berstatus kristen, diberi status Majusi

Para ahli berpendapat, agama minoritas ( termasuk yahudi ) di Al-Andalus yang dikuasai umat Islam, diperlakukan lebih baik daripada didaerah Eropah barat yang dikuasai kristen. Non muslim hidup dalammasa ke-emasan toleransi di Al-Andalus. Saling menghormati dan terjadi keharmonisan antar umat ber-agama.

Al-Andalus juga merupakan pusat kunci peradaban kaum Yahudi di abad pertengahan. Menghasilkan ilmuwan-ilmuwan Yahudi, seperti ; Maiminodes,rabbi, filsuf dan dokter. Mereka merupakan masyarakat Yahudi Al-Andalus yan paling stabil dan makmur.

Umat Kristen di Al-Andalus disebut kaumMuzarab. Kaum Muzarab merupakan keturunan orang kristen terdahulu di Spanyol yang tetap memeluk agama kristen, tapi mengadopsi budaya Arab. Bahasa mereka, bahasa Muzarab, merupaka bahasa Roman yang dipengaruhi oleh bahasa Arab, ditulis dalam abjad Arab.

Maria Rosa Menocal, spesialis sastra Iberia di universitas Yale berpendapat, “ Toleransi merupakan aspek melekat di masyarakt Al-Andalus “. Dalam bukunya The Ornament of the World ( 2003), ia berpendapat, sebagai ‎dzimmi, memang diberikan hak yang lebih terbatas dari umat muslim, tapi itu masih lebih baik daripada didaerah eropah yang dikuasai kristen. Banyak orang Yahudi maupun sekte-sekte kristen yang ditempatnya dianggap terlarang, berdatangan ke Al-Andalus, dimana masyarakatnya ber-toleransi.

Ada pandangan berbeda dari Bernard Lewis, ia berpendapat, “ Klaim toleransi yang sekarang banyak didengar dari apologis Muslim, dan khususnya apologis untuk Islam, merupakan hal baru dan tidak diketahui asal usulnya “. Lewis menolak, bahwa muslim dan non muslim diberikan perlakuan sama dimasa lalu. Ia juga mengatakan, “ Bagaimana mungkin orang yang memeluk agama yang benar dan orang yang menolaknya diperlakukan sama ? Ini merupakan hal yang mustahil secara Teologi dan Logika“. Pendapat Lewis ini menjadikan saya ingat dengan sabda Nabi “ Agamaku agamaku, Agamamu agamamu “, yang artinya, kita tidak boleh memaksa orang untuk meyakini apa yang kita yakini, dan tidak diperbolehkan juga memusuhinya, begitu juga sebaliknya. Sebagai umat manusia harus bisa hidup saling berdampingan satu sama lain tanpa saling mengganggu. Urusan Agama adalah urusan masing masig orang dengan Tuhan. Dan ini diwujudkan Nabi dalam bentuk hubungan sosial dengan kaum Yahudi di Medinah waktu itu‎. Lewis tidak memahami ajaran Islam yang satu ini, bahwa ada umat muslim yang melakukan kekejaman, itu adalah manusianya, yang dalam hal ini menurut pendapat saya, mereka keliru dalam meng-artikan atau memahami sebuah ajaran. Jadi bukan Islam nya yang kejam. Pada dasarnya Islam menghargai perbedaan perbedaan itu. Sedang perbedaan itu sudah ada dari sananya. Karena perbedaanlah, umat manusia menjadi maju dan berkembang.

Melihat perkembangan peradaban Yahudi dan kenyataan bahwa mereka turut mengungsi bersama masyarakat Islam ke Maroko, saat kerajaan katolik ( Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, yang berhasil meyakinkan paus Siktus IV, bahwa perang mereka adalah perang suci, menurut anggapan mereka ) merebut Al-Andalus, dan mengingat sekte-sekte kristen lainnya yang dianggap menyimpang, yang bisa bebas menjalankan agamanya di Al-Andalus, menandakan bahwa Muslim telah memperlakukan non muslim dengan baik.

Sejarahwan barat yang konservatif, W. Montgomery Watt dalam bukunya “Sejarah Islam di Spanyol”, mencoba meluruskan persepsi keliru kaum orientalis ( Orientalis, adalah kaum non muslim yang mempelajari Islam dan sejarahnya ), “ Mereka ( kaum orientalis ) umumnya mengalami mis-persepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah kaum muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang. Padahal bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.”

Banyak suku, agama, dan ras ( etnis ) yang hidup bersama di Al-Andalus. Masing-masing dari mereka menyumbangkan kemajuan untuk Al-Andalus. Buku-buku jauh tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negeri barat lainnya ( Eropah ). Sejarah intelektual Al-Andalus di tunjukan dengan banyaknya ilmuwan Yahudi maupun Muslim.
KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN DI AL-ANDALUS.
Kemajuan sains di Al-Andalus bermula dari perseteruan – persaingan intelektual bani Umayyah yang berkuasa di Al-Andalusdengan inteletual bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Bani Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan Al-Andalus, di ibukotanya, yakni Kordoba. Untuk bisa mengalahkan Ibukota bani Abbasiyah, yaitu di Bagdad. Walau kedua ke-Khalifahan ini saling bersaing, tapi keduanya membolehkan perjalanan antar kedua ke-Khalifaan dengan bebas, untuk saling bertukar ide dan penyebaran ilmu pengetanhuan, inovasi-inovasi antar keduanya.

Di abad ke 10 Kordoba memiliki 700 masjid,60.000 istana dan 70 perpustakaan, salah satu perpustakaan terbesar di Kordoba memiliki 500.000 naskah. Sebagai perbandingan, perpustakaan kristen di eropah saat itu hanya memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan universitas Paris di abad 14, baru memiliki sekitar 2.000 buku. Pada tiap tahunnya di Al-Andalus diterbitkan kurang lebih 60.000 buku, termasuk risalah-risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan, Spanyol modern hanya menerbitkan 46.330 buku tiap tahunnya, menurut data UNESCO, ditahun 1996.

Sebagian besar sejarah menuliskan, dibawah ke-Khalifahan Kordoba, Al-Andalus merupakan mercusuar untuk belajar segala ilmu pengetahuan. Kordoba menjadi salah satu pusat kebudayaan, pusat ekonomi terkemuka, baik di Basin Mediteranean dan dunia Islam masa itu.

Dengan kondisi seperti tersebut diatas, penyebaran ilmu pengetahuan di eropah, di mulai di jaman kejayaan Islam di Al-Andalus ( Spanyol ). Hingga saat ini daratan eropah begitu maju dalam segala ilmu pengetahuan. Sayang umat Islam sendiri tidak berkembang dengan baik bidang ilmu pengetahuannya setelah kejatuhan Islam di Al-Andalus. Saya kira banyak buku-buku, risalah-risalah yang tertinggal dan dimanfaatkan oleh bangsa eropah untuk kemajuan mereka. Seperti yang telah diceritakan diatas, banyak tokoh dan cendekiawan non muslim yang datang dan belajar di Kordoba, menterjemahkan buku-buku disana dan dibawah pulang ke negara masing-masing. Inilah titik tolak mereka dalam perkembangan bangsanya.

Sejarahwan Said Al-Andalusi menulis, bahwa Khalifah Abdurrachman III ( 912-961 ), mengumpulkan sejumlah besar buku-buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu kuno. Khalifah Al-Hakam II (Al-Mustansir ) sebagai penggantinya, membangun perpustakaan dan universtas di Kordoba. Kordoba menjadi pusat pembelajaran ilmu kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.

Setelah Al-Hakam II wafat, digantikan anaknya, Al-Hisyam II, tapi kekuasaan sesungguhnya berada ditangan seorang tokoh agama bernama Al-Mansur bin Abi Amir. Tokoh ini tidak menyukai ilmu pengetahuan, terutama asrtronomi dan ilmu ilmu logika, terutama astrologi. Hingga banyak buku-buku yang telah dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II,dibakar didepan umum.

Ini adalah salah satu behayanya, bila seorang ulama atau tokoh agama ( agama apapun ) berkuasa atas sebuah pemerintahan. Logika ilmu pengetahuan bisa tercampur-aduk dengan logika agama, jelas tidak akan ketemu benang merahnya. Logika ilmu pengetahuan adalah bekal manusia untuk hidup dimuka bumi, logika agama bekal manusia setelah dia mati.

Tapi untungnya, setelah kematian Al-Mansur bin Abi Amir ( 1002 ), filosofi dan ilmu pengetahuan di Al-Andalus bangkit kembali. Banyak cendekiawan muncul kembali.. Seperti Abu Uthman Ibn Fathundengan karya risalah filosofinya, “Pohon Kearifan ( Tree Wisdom )”. CendekiawanMaslamah Ibn Achmad Al-Majriti ( meninggal 1008 ), seorang petualang pemberani, penjelajah seluruh dunia Islam, tergabung dan terus berhubungan dengan organisasi Ikhwan As-Shafa ( Perkumpulan rahasia para filsuf Islam di Basra pada jaman Abbasiyah, orang eropah lebih mengenal dengan istilah Brethren of Purity ), membuat dan memperbaiki tabel astronomi, mempelopori geodesi dan triangulasi,

Murid Al-Majriti yang terkenal, Abu Hakam Al-Kirmani, adalah filsuf dan ahli ilmu ukur, yang merupakan guru bagi filsuf dan dokter terkemuka Abu Bakar Ibn Al Sayigh, yang didunia arab lebih dikenal denan nama Ibnu Bajjah ( Avempace , eropah menyebutnya ).

Adanya sikap toleransi terhadapYahudi di Al-Andalus, serta mundurnya pusat kebudayaan Yahudi di Babilonia, Al-Andalus jadi pusat berkembangnya pemikir-pemikir inteletual Yahudi. Judah Halevi (1086-1145 ) dan Dunash ben Labrat ( 920-990 ), merupakan penulis-penulis Yahudi yang memberikan sumbangan terhadap kehidupan di Al-Andalus pada umumnya, dan pada perkembangan filosofi masyarakat Yahudi itu sendiri. Maimonides ( 1135-1205 ) pemikir Yahudi ( penganut Averroes ) asal Al-Andalus, menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, menghindari dinasti Muwahidun yang keras di Al-Andalus. Ia menulis buku “Panduan bagi yang Bingung “. Dia memperbaharui hukum Yahudi , sehingga mendapat julukan “Musa baru” ( nama depan Maimonides sendiri adalah Moses / Musa ).‎
LAHIRNYA PEMIKIR SEKULER.
Filsuf Andalusia,Ibn Rusyd ( 1126-1198 ), orang eropah lebih mengenalnya dengan nama Averroes, di eropah dianggap merupakan “Bapak pemikiran Sekuler”. Pendiri sekolah filsafat Averroism. Karya dan komentar-komentarnya berdampak munculnya pemikiran sekuler di Eropah barat. Dia juga mengembangkan pemikiran “Eksistensi mendahului Essensi ( existence precedes essence )”

Filsuf Andalusia ( Al-Andalus ) lainnya yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan ilmu filsafat modern adalahIbnu Tufail. “Hayy Ibn Yaqdhan”, sebuah novel karyanya yang bernafaskan filosofi, diterjemahkan ke dalam bahasa latin “Philosophus Autodidactus” ditahun 1671. Novel tersebut telah banyak mempengaruhi para cendekiawan dan pemulis eropah, antara lain:

John Locke, orang inggris, dikenal sebagai BapakLiberalisme, filsuf juga seorang dokter.

Gottfriet Leibniz, orang jerman, ahli bidang filsafat dan matematika.

Melkisedek Thevenot, orang perancis, penulis, pembuat peta, petualang, orientalis, penemu, juga seorang diplomat.

John Wallis, orang inggris, ahli matematika.

Christian Huygens, orang belanda, matematikawan, fisikawan, astronom dan Horoloqis.

George Keith, seorang missionaris skotlandia ( penyebar agama nasrani ).

Robert Barkley, seorang penulis skotlandia.

Samuel Hartlib, penulis berbagai bidang, asal jerman.

Kaum Quaker, sebuah kelompok perkumpulan atau perhimpunan keagamaan kristen di Inggris.
KEDOKTERAN.
Dokter dan tabib merupakan sumbangan ilmu kedokteran yang penting di Al-Andalus, termasuk anatomi dan fisiologi. Ilmuwan bidang kedokteran diantaranya adalah Abu al Qasim Az-Zahrawi ( Abulcasis ), ia adalah “Bapak ilmu bedah modern”. Ia juga menulis “ Kitab at-Tashrif “, buku penting dalam bidang kedokteran dan ilmu bedah. At-Tashrif merupakan ensiklopedia 30 volume, yang kemudian diterjemahkan keBahasa Latin, digunakan dalam sekolah kedokteran di Eropah maupun dunia Islam selama ber abad-abad. 

Kordoba sendiri dimasa itu telah mempunyai 50 Bimaristan ( bahasa Persia, artinya rumah sakit ). Sekolah kedokteran “Mamun”waktu itu adalah sekolah yang sangat aktif di Bagdad. Rumah sakit umum pertama di buka di Bagdad pada ke-Khalifaan Harun Al Rasyid. Sebagaimana sistim yang telah berkembang disana, dokter dan ahli bedah disana ditunjuk untuk memberikan mata kuliah ke-dokteran, dan mengeluarkan ijasah bagi yang telah lulus. Tahun 872 di Mesir, untuk pertama kalinya dibuka sebuah rumah sakit, kemudian rumah sakit umum mulai bermunculan di kerajaan Islam Spanyol ( ke-Khalifahan Al-Andalus ), mulai dari Maghrepsampai ke Persia. Demikian yang di katakan oleh Sir John Bagot Glubb ( seorang letnan jendral Inggris yang berpengalaman di pernag dunia 1, dia banyak ditugaskan di Perancis )

Dokter Muslim di Al-Andalus memberikan kontribusi yang signifikan dalam bidang ilmu kedokteran, termasuk bidang Fisiologi dan Anatomi. Abu Al-Qasim Al-Zahrawi ( Abulcasis ), seperti yang telah diceritakan diatas, telah diangap sebagai “ Bapak Ilmu Bedah Modern “. Kontribusinya amat besar dalam ilmu bedah, dengan adanya kitab yang dia tulis Kitab Al- Tasrif ( Book of Concession ). Ensiklopedi ilmu kedokteran dalam 30 volume, yang diterjemahkan kedalam bahasa latin, dipergunakan di eropah dan sekolah kedoteran muslim selama ber-abad-abad. Ia telah meletakan dasar-dasar ilmu bedah modern. Ia menemukan sejumlah peralatan kedokteran bedah, termasuk sebuah peralatan bedah pertama yang unik untuk kaum perempuan. Peralatan-peralatan bedah yang digunakannya adalah, catgut, tag, ligatur, jarum bedah, pisau bedah, kuret ( currete), retractor, sendok bedah, peralatan bedah berbentuk hook( surgical hook/kait ),peralatan bedah berbentuk batang ( surgical rod ), specula dan gergaji tulang.

Sejak abad ke 10, dokter bedah muslim telah menggunakan alkohol murni sebagai antiseptik luka. Pembedahan di jaman Islam Spanyol sudah menggunakan mitode kusus utuk menjaga antisepsis sebelum maupun selama operasi atau pembedahan. Mereka juga memberlakuan aturan kusus untuk menjaga kebersihan kesehatan selama sesudah pembedahan. Tingkat keberhasilan dalam pembedahan begitu sangat tinggi, sehinga seluruh pejabat di Eropah datang ke Kordoba. Keberhasilan tersebut bisa dibandingkan dengan “Mayo Clinic”, sebuah klinik nirlaba yang didirikan oleh Rochester tahun 1889 di Minnesota, Amerika.

Ibn Zuhr ( eropah mengenal dengan namaAvenzoar ), orang pertama kali yang dikenal sebagai ahli bedah eksperimental. Di Abad 12, dia memperkenalkan mitode ilmiah eksperimental, bagaimana seharusnya masuk keruang bedah. Dia orang pertama yang melakukan eksperimen bedah dengan hewan. Orang pertama yang melakukan pembedahan otopsi terhadap manusia maupun hewan. Dia mendirikan sekolah bedah sebagai disiplin ilmu kedokteran tersendiri. Membedakan antara peran dokter bedah dan dokter umum, dalam segi perawatan pasien.

Abu Al-Qazim dan Ibn Zuhr adalah ahli bedah pertama yang menggunakan sistimanestesi ( pembiusan pasien ) dengan menggunakan narkotika. Dengan cara menggunakan spon yang telah direndam cairan narkotika, kemudian diletakan di wajah pasiennya. Selama abad pertengahan, dokter muslim memperkenal opium sebagai alternatip anestesi dalam pembedahan. Ibnu Sina ( Avicinna ) menulis tentang ilmu kedokteran dalam bukunya The Canon of Medecine, dalam bahasa arab Al Qanun fi al-tibb, yang berarti hukum kedokteran. Diterjemahkan dalam bahasa latin di tahun 1484, sekarang disimpan di perpustakaan sejarah PI Nixon Medis, The University of Texas Health Science Centre di San Antonio. Karya itu mempengaruhi karya Paracelsus ( dokter di jaman Renesain, kelahiran Swis. Ahli Botani, astrolog, kimia ). Sigrid Hunk ( penulis Jerman, menerima gelar Phd dari universitas Wilhelms Berlin Friedrich tahun 1941, dikenal usahanya dalam bidang studi agama ) menuliskan pendapatnya sbb :

“ Ilmu kedokteran muslim telah menemukan sesuatu yang besar, penemuan sangat penting dalam bidang ilmu bedah yaitu anestesi. Betapa unik, efisien dan tidak menyiksa pasien saat menjalani pembedahan. Hal ini sangat berbeda dengan cara India, Roma dan Yunani, dengan cara memaksa meminumkan ramuan pada pasien untuk menghilangkan rasa sakit saat menjalani pembedahan. Ada beberapa sangkalan atas penemuan itu dari pihak Itali atau Alexandria, tapi sejarah membuktikan, bahwa tehnik atau cara anestesi dengan menggunakan spon tersebut adalah murni penemuan kedokteran muslim ( Islam ), yang tidak dikenal sebelumnya. Tehnik pencelupan spon dalam cairanganja, opium, hyoscyamus dan tanaman lain yang disebut Zoan.”

Selama wabah pes ( Black Death Bubonic Plaque ) di Al-Andalus abad ke 14, Ibnu Khatima dan Ibn Al-Khatib memberikan hopotesa tentang cara menularnya panyakit tersebut dengan cara “entitas menular” tersebut masuk ke tubuh manusia.

Abu Al-Qazim telah mengembangkan tehnik dan bahan mengenai bedah saraf, dan masih digunakan hingga saat ini. Ibn Zuhr, orang pertama yang memberikan deskripsi akurat tentang gangguan saraf, termasuk meningitis, intracranial thrombophlebitis, dansel kuman mediastinum tumor, serta memberikan kontrobusinya tentangneuropharmacologi.

Sekarang sudah semakin terang, sejarah mengatakan, ilmu kedokteran sebenarnya merupakan sumbangsih ilmuwan muslim di jaman Al-Andalus. Banyak buku kedokteran yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Pada jaman dulu di eropah ( kaum barat ), kaum inteleknya selalu belajar bahasa latin, sebagai bahasa yang mencerminkan intelektualitas seseorang pada masa itu.

ASTRONOMI

Di abad pertengahan Islam, astronom muslim saling memberikan gagasan, sepertiIbn al-Haytham , Al-Zarqali, Ibn Rusyd, Albithruji, Ibn Bajjah dan beradu argumen dengan temuan temuan cendekiawan non muslim, seperti Maimonides, Ptolomeusmaupun temuan Aristoteles. Di Abad ke11 dan 12, para astronom muslim memperkenalkan ilmu astronomi yang berbeda dari astronomi ala Ptolomeus, pertama dikenalkan oleh Ibn al-Haytham, yaitu suatu konfigurasi alternatif dari temuan Ptolomeus, untuk menghindari satu kesalahan temuan model Ptolomeus. Seperti juga kritik Ibn al-Haytham terhadap Ptolomeus, sebuah karya anonim dari Al-Andalus berjudul “Al-Istidrak ala Batlamyus” ( Rekapitulasi mengenai Ptolomeus ), adalah termasuk salah satu buku daftar ungkapan keberatan terhadap astronomi ala Ptolomeus. Dari sinilah awal pemberontakan sekolah di Andalusia terhadap astronomi ala Ptolomeus di Al-Andalus atau lebih dikenal dengan“Andalusian Revolt / Pemberontakan Andalusia “

Di Abad 11 akhir, Al-Zarqali ( dalam bahasa latin disebut Arzachel ), menemukan bahwa,orbit planet-planet adalah orbit dalam bentuk Ellip bukan dalam bentuk orbit lingkaran, walau dia masih mengikuti pemikiran model Ptolomeus. Pendapatnya tersebut ternyata diakui dan dipakai hingga sekarang. Bahwa bentuk orbit planet bukanlah dalam bentuk lingkaran melainkan dalam bentuk Ellip.

Di Abad 12, Ibn Rusyd ( orang eropah mengenal dengan nama Averroes ), menolak teori alam semesta “ eccentric deferents “ yang diperkenalkan oleh Ptolomeus. Dia memaparkan teori alam semesta dengan model “ concentric / konsentris “. Dia menkritik gerak planet model Ptolomeus sbb :

“ To assert the existence of an eccentric sphere or an epicyclic sphere is contrary to nature. The astronomy of our time offers no truth, but only agrees with the calculations and not with what exists. ( Untuk menegaskan keberadaan ruang lingkup eksentrik atau bola epicyclic bertentangan dengan alam. Astronomi ala kami menawarkan ketidak kebenaran, tapi hanya setuju dengan perhitungannya saja, bukan dengan apa yang ada.) “

Seorang pengikut Ibn Rusyd ( Averoes ),Maimonides menuliskan pendapatnya tentang model planet ynang diusulkan olehIbn Bajjah, ia menyatakan sbb :

“ I have heard that Abu Bakr (Ibn Bajja/Avempave) discovered a system in which no epycicles occur, buteccentric spheres are not excluded by him. I have not heard it from his pupils; and even if it be correct that he discovered such a system, he has not gained much by it, for eccentricity is likewise contrary to the principles laid down by Aristotle I have explained to you that these difficulties do not concern the astronomer, for he does not profess to tell us the existing properties of the spheres, but to suggest, whether correctly or not, a theory in which the motion of the stars and planets is uniform and circular, and in agreement with observation. ( Saya mendengar Ibn Bajjah / Avempace menemukan sistem dimana tidak adanya terjadi Epicycles, tapi Eksentrik sistem juga bukan pendapat temuannya. Saya belum mendengar dari murid-muridnya, katakanlah temuannya itu benar, tapi dia tidak akan mendapatkan banyak sesuatu dari hal tersebut, sebab teori Eksentrik bertentangan dengan prinsip yang telah ditetapkan Aristoles. Ia tidak menyatakan pada kami adanya sifat-sifat ruang lingkup tersebut, tapi menyarankan, apakah benar atau tidak, teori gerakan bintang-bintang dan planet-planet adalah seragam dan dalam bentuk melingkar, hal itu dinyatakan dalam bentuk perjanjian observasi ( pengamatan ). “

Dari tanggapan ilmuwan Yahudi tersebut ( Maimonides ), kita bisa membayangkan betapa temuan- temuan filsuf Muslim waktu telah menjadi pembicaraan antar ilmuwan non muslim, baik dari eropah maupun kaum Yahudi sendiri yang ada di Al-Andalus.

Ibn Bajjah juga mengajukan, bahwa galaksiBima sakti ( Milky Way ) terdiri banyak bintang, tapi penampakan itu merupakan gambaran terus menerus dari efek refraksi di Asmosphir bumi. Penggantinya Ibn Tufaildan Nur Ed-Din Albithruji ( Alpetragius, eropah ) adalah orang pertama yang mengusulkan model planet-planet tanpa equant, epicycles dan eccentric. Albithruji juga orang yang pertama kali menemukan, bahwa planet-planet itu mempunyai cahayanya sendiri. Namun konfigurasi mereka tidak dapat diterima oleh ilmuwan eropah, karena model posisi urutan planet – planet, urutan numerik prediksi mereka kurang akurat dibanding dari model Ptolomeus. Sebab mereka bepandangan dengan gagasan Aristoteles, tentang gerak melingkar yang sempurna.‎

ILMU BUMI.
Pada Akhir abad ke 11 Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ma’udh, tinggal di Al-Andalus, menulis sebuah karya tentang “Optik”, dan diterjemahkan ke bahasa latin ‘Liber de crepisculis ‘. Sebuah karya pendek yang mengupas tentang sudut estimasi depresi matahari, pada awal pagi hari dan akhir senja. Mencoba untuk menghitung berdasar data tersebut ( sudut etimasi depresi matahari ) dengan nilai ketinggian kelembaban udara di Atmosphir atas refraksi ( bias ) sinar matahari. Dengan percobaan ini dia mendapatkan nilai sudut yang akurat yaitu 18O. Mendekati perhitungan yang dilakukan para ilmuwan modern.

Diawal abad ke 13, seorang ilmuwan biologi, orang Arab bernama Abu al-Abbas al-Nabati, mengembangkan untuk pertama kalinya, sebuah mitode ilmiah Botani, memperkenalkan tehnik empiris dan exsperimental dalam pengujian, deskripsi, identifikasi materi medica, memisahkan laporan yang tak terverifikasi berdasakan test aktual dan pengamatan ( obsevasi ). Seorang muridnya, Ibn Al-Baitarmenerbitkan “Kitab al-Jami fi al-Adwiya al-Mufrada”. Diangap salah satu buku kompilasi botani terbesar dalam sejarah, dan merupakan otoritas botani selama berabad-abad. Kitab tersebut berisi rincian secara detail, setidaknya 1.400 item, tentang jenistanaman, makanan dan obat-obatan. 300item diantaranya adalah hasil temuannya sendiri. “Kitab al-Jami fi al-Adwiya al-Mufrada”, sangat berpengaruh di daratan eropah, dan diterjemahkan kedalam bahasa latin di tahun 1758.‎

GEOGRAFI DAN EXSPLORASI.
Perjalanan jarak jauh sangat membutuhkan peta untuk petunjuk arah agar tidak tersesat, informasi-informasi tentang pemetaan itu banyak diperoleh dari para pelancong. Sebab perjalanan jauh di abad pertengahan amat berbahaya, tapi umat muslim tetap melakukan perjalanan panjang tersebut. Tujuanya adalah untuk perjalanan Haji danziarah. Setiap tahun banyak orang muslim yang datang ke Mekah, dari Afrika, muslim Spanyol ( Al-Andalus ), Persia dan India. Selain berziarah dan ber-haji, perjalanan panjang tersebut juga bertujuan untuk berdagang. Umat muslim melakukan perdaganan dengan berbagai bangsa, antara lain, dengan bangsa eropah, India, Cina.

Baculus, sebuah alat navigasi, digunakan untuk astronomi kelautan, berasal dari Muslim Spanyol ( Islam Spanyol ), yang pada akhirnya banyak di gunakan oleh pelaut portugis, untuk sebuah perjalanan laut yang panjang. Kapal-kapal yang digunakan portugis dan Spanyol untuk perjalan laut yang panjang, sejak abad ke 15, merupakan kapal yang digunakan para penjelajah Islam Spanyol sejak abad ke 13. Penjelajah Al-Andalus kemungkinan juga sudah mencapai benua Amerika, walaupun teori ini masih banyak diperdebatan.
PERTANIAN DAN INFRASTRUKTUR.
Sistim pertanian modern pada dasarnya sudah terjadi dijaman ke-Khalifahaan Arab. Kota kota di timur yang terdekat, Afrika utara, bangsa Moor di Spanyol, sistim pertaniannya telah didukung oleh sebuah sistim pertanian yang baik. Irigasi dibuat berdasarkan prinsip prinsip hidraulik dan prinsip hidrostatis.

Pengenalan tanaman baru, menjadikan petani dapat meng-exsport hasil tanaman kemana-mana, termasuk eropah. Pertanian pada umumnya terbatas pada penanaman gandum yang diperoleh dari daerah Asia tengah. Hasil pertanian Spanyol, makanan, sayuran maupun buah banyak di kirimkan ke eropah. Di samping itu pertanian di Spanyol juga mengembangkan tanaman-tanaman baru, yang belum begitu dikenal di Spanyol, seperti beras, tebu, jeruk, aprikot, kapas, kunyit. Dari hasil pengembangan itu beberapa kemudian dikirim ke pesisir Spanyol, dan koloni-koloninya, benua luar eropah. Pengenalan dan penyebaran tanaman baru tersebut juga dikenalkan melalui penyebaran agama Islam. Industri sutra berkembang, rami dan linen telah dibudidayakan dan diekspor, juga jenis rumput tertentu ( esparto grass ), yang tumbuh liar, dikeringkan dan dikumpulkan, diubah menjadi berbagai benda yang berguna ( semacam cindera mata mungkin ).

Industri pengolahan air telah di bangundi Al-Andalus di abad 11 dan 13. Pabrik baja dan pabrik-pabrik lainnya menyebar di Spanyol, baik wilayah Islam maupun kristen di abad 12. Kincir angin dibangun pertama kali diSistan, Afganistan. Kincir angin ini diperkenalkan ke daratan Eropah melalui Islam Spanyol. Dan digunakan di eropah sampai saat ini.

Kincir air ( kilang air / water mill ) sudah dibangun dan digunakan di Al-Andalus antara abad 11 sampai 13. Pabrik baja dan pabrik pabrik lainnya menyebar diantara wilayah Islam Spanyol maupun Kristen Spanyol di abad 12.

Kincir angin pertama kali dibangun diSistan, Afganistan, diperkirakan sudah ada antara abab 7 sampai abad 9. Diperkenalkan ke wilayah eropah melalui Islam Spanyol, dan dipakai hingga saat ini. Terutama negara belanda yang paling terkenal dengan banyaknya kincir angin yang dibangun disana. Begitu pula jenis peralatan kilang tumbuk, sudah dipergunakan para pekerja tambang di Samarkand. Tenaga penggerak alat tersebut adalah air ( kincir air ). Digunakan di Samarkand sejak tahun 973. Di Persia, peralatan tersebut dipergunakan untuk menumbuk biji-bijian. Pada abad ke 11, peralatan tersebut dipergunakan secara luas di Al-Andalus, termasuk di wilayah eropah lainnya. Penumbuk biji-bijian dengan penggunakan peralatan kilang tumbuh, digerakan dengan tenaga kincir air. Dari putaran kincir air, menggerakan tuas atau as sedemikian rupa, yang berhubungan dengan lengan tumbuk pada alat tersebut.

‎Dam, acequias, ( pelafalan dengan bahasa spanyol, yang artinya kurang lebih, jalur air irigasi ), qanat atau pengolahan air bersih bawah tanah, pengaliran air bersih didaerah-daerah panas, seperti di daerah gurun. Juga sistim irigasi yang disebut dengan Tribunal of water irrgation, sudah dibangun dimasa kejayaan Islam Spanyol ( Al-Andalus ), hingga saat ini masih digunakan di wilayah-wilayah islam di eropah, seperti Sisilia maupun semenanjung Iberia. Terutama daerah provensi-provensi Spanyol, seperti Andalusia, Aragon dan Valencia.
Sistim irigasi maupun sistim distribusi air gaya Arabs ( qanat ), diadopsi di kepulauanCanary. Orang-orang amerika keturunan Spanyol yang berada di Texas, New Mexico, Mexico, Peru dan Chili, juga menggunakan sistim distribusi air gaya Arab tersebut.

Kota – kota muslim, seperti di Kordoba, sudah mepunyai sistim air domestik, saluran air sanitasi, kamar mandi maupun toilet umum, tempat minum air bersih ( seperti di negara barat saat ini, air minum tinggal memutar kran dan airnya mancur, kita tinggal minum saja ), dan pipa-pipa untuk memasok air minum.

Lampu-lampu jalan yang pertama kali membangun adalah di jaman Emperium Arab ( Arab Empire ), terutama di Kordoba, Ibukota ke-Khalifahan Al-Andalus ( Islam Spanyol ).

BUDAYA MASAKAN.
Restoran dijaman abad pertengaha Islam Spanyol, dihidang tiga hal, pertama soup kemudian makanan utama terakhir makanan penutup.. Gaya itu diperkenalkan olehZiryab diabag ke 9. Ziryab, seorang musisi, penyair, penyanyi, ahli kecantikan. Dia seorang Persia, ada juga yang menyebut dari suku Kurdi. Ia hidup di jaman dinasti Umayyah.

Sebagai dampak dari meningkatnya pertanian dan usaha makanan, maka taraf hidup di jaman Islam Spanyol meningkat, dan hal itu berdampak pula meningkatnya para lulusan sarjan baru hingga mencapai 65-75 persen pertahun di abad ke 11

Budaya penyajian makanan tersebut diatas masih dianut hingga saat ini di eropah

LINGUISTIK DAN SASTRA.
Sekolah-sekolah di Toledo merupakan sekolah sekolah terkenal di abad pertengahan. Anggota sekolah tersebut adalah, Yehuda bin Tibbon, Herman si orang jerman, Adelard of Bath dan Gerard dari Cremona.

Di abad ke 12, seorang Al-Andalus, filsuf arab dan novelis bernama Ibn Tufail ( di barat dikenal dengan nama Abubacer atau nama lain Ebn Tophail ), mendemonstrasikan teori Ibnu Sinna ( Avicena ), tentang teori tabula rasa, sebagai exsperimen pikiran yang ditulis dalam novel berjudul “Hayy bin Yaqsan”. Bercerita tentang penggabaran tabula rasa perkembangan pikiran seorang anak liar dengan yang dewasa, dikehidupan masyarakt di gurun pasir. Terjemahan bahasa latinnya berjudul “Philoshopus Autodidactus”. Buku ini banyak mempengaruhi pemikiran para filsuf barat.

“Hadis Bayad wa Riyad” ( cerita tentang Bayad dan Riyad ), sebuah cerita cinta yang di tulis di Al-Andalus. Karakter utama cerita ini adalah Bayad, putra seorang pedagang dari Damaskus, dan Riyad, seorang gadis berpendidikan bekerja di pengadilan sebagai Hajib (wazir atau menteri) dan berasal dari Al-Andalus. Cerita ini diyakini hanyalah sebuah ilustrasi manuskrip, cerita ini mampu bertahan lebih dari delapan abad, selama kehadiran muslim di Spanyol.

PENERBANGAN.
Di Abad 9 seorang muslim Spanyol bernamaAbbas Ibn Firnas ( Armen Firnas ), menemukan parasut / payung versi primitip.

John H. Lienhard menggambarkannya dalam bukunya “ The Engines of Our Ingenuity”, sbb :

“Pada 852, seorang Khalifah baru, seorang yang pemberani, melakukan percobaan aneh. Ia bernama Armen Firman. Dia memutuskan, melakukan terbang dari menara di Cordova ( Kordoba ). Meluncur kebumi dengan menggunakan jubah besar seperti sayap, untuk menahan daya jatuhnya. Dia selamat, hanya luka kecil. Seorang muda bernama Ibn Firnas melihat kejadian itu “

Ibn Firnas adalah orang yang pertama kali membuat alat pengendali pada penerbangan, yang sangat berbeda dengan pesawat luncur ( hang glider ), yang pernah dilakukan percobaan di Cina kuno. Pesawat luncur yang dilakukan percobaan di Cina kuno, tanpa menggunakan alat pengontrol penerbangan.

Ibn Firnas membuat dua set sayap buatan, befungsi sebagai pengendali arah penerbangan dan juga sebagai pengatur ketinggian. Dengan demikian Ibn Firnas bisa mengendalikan arah terbang pesawat luncurnya ( Hang Glider ). Dia berhasil kembali ketempat dimana dia menerbangkan pesawat luncurnya, tapi dia kurang berhasil dalam pendaratan. Demikian yang diceritakan oleh Philip Hitti dalam bukunya “History of Arabs “. Dan menurut Philip Hitti pula dalam bukunya yang sama adalah sbb :

“ Ibn Firnas adalah orang pertama dalam sejarah, yang telah membuat upaya percobaan ilmiah dalam ilmu penerbangan “.

Philip Hitti kelahiran Ottoman, Libanon seorang Sarjana dalam ilmu Islam, yang banyak mengenalkan studi budaya Arab di Amerika. Dia berasal dari komunitas gereja Maronit.

Kemungkinan besar, pesawat luncur Ibn Firnas adalah pesawat luncur pertama di dunia, meskipun sebelumnya di Cina kuno pernah ada percobaan layang-layang ber-awak.

Pengetahuan tentang mesin terbang Firnas pada akhirnya menyebar ke Eropah dari referensi Arab. Pesawat luncur pertama bersayap, adalah buatan Firna, walaupun masih gagal dalam percobaan penerbangan.

BUKU-BUKU TERJEMAHAN.

Kontribusi terhadap pertumbuhan ilmu pengetahuan Eropah adalah pencarian sesuatu yang baru oleh para sarjana eropah, dan mereka hanya bisa menemukan ilmu-ilmu baru tersebut, di kalangan umat islam, kususnya di Islam Spanyol dan Islam Sisilia. Para sarjana tersebut menterjemahkan teks-teks ilmiah, filosofis, dari bahasa Arab ke bahasa latin.

Penterjemah yang paling produktif saat itu adalah Gerard dari Cremona. Dia menterjemahkan 87 buku dari bahasa Arab ke bahasa latin. Diantaranya adalah, buku karya Muhammad Ibn Musa Al-Kwarizmi,Algebra and Almucabala, bukunya Jabir Ibn Aflah “ Elementa Astronomica “, Al Kindi “ On Optik “, Ahmad bin Muhammad ibn Kathir al Farqhani “ On Elements of Astronomy on the Celestial Motions “, Al Farabi “ On the Classification of the Sciences “, kimia dan medis karya Razi, karya Tsabit bin Qurra dan Hunain IbnIshaq, serta karya-karya Arzhacel ( Al-Zarqali ), Abu Kamil Shuja’ bin Aslam,Abu al Qasim, Ibn Al Haytham.

Dengan jatuhnya Islam di Spanyol di tahun 1492, maka segala ilmu pengetahuan dan tehnologi ilmiah, ilmu ilmu Islam menjadi warisan bangsa eropah, dan merupakan dasar – tonggak revolusi ilmiah dan jaman Renaisans Eropah.

Jadi semakin jelas, kemajuan bangsa eropah merupakan warisan ilmu pengetahuan kaum Islam di jaman ke-Khalifahan Al-Andalus dengan ibukotanya Kordoba.. Dan sangat di sayangkan, kaum muslim saat ini hanya berkutat di permasalahan perbedaan paham agama, permasalahan haram dan halal. Padahal muslim jaman Al-Andalus bukan lah Muslim yang miskin ilmu pengetahuan maupun ilmu ekonomi, industri dan pertanian serta kelautan. Dari referensi ini, membuktikan kaum muslim jaman setelah Nabi adalah kaum muslim yang berpikiran sangat maju dan modern. Banyak menggali ilmu pengetahuan, disamping melakukan dakwa islam.

MUSIK.

Sejumlah alat musik yang digunakan untuk memainkan musik klasik, terutama yang di Spanyol, nama-nama alat musik tersebut diyakini berasal dari bahasa arab. Kecapi berasal dari kata arab Al’ud, Rebec atau Rebab, Gitar dari kata Qitara. Naker ( sejenis drum kecil ) dariNaqareh. Adufe, rebana berbentuk persegi, alat musik tradisional orang Moor, dipergunakan di Portugis, asal kata dari Al duff. Alboka ( klarinet, alat musik Basque ) dari kata Al-buq, Anafil dari kata Al-nafis,Exabeba ( flute ) asal kata dari Al-shababba, Atabal asal kata dari Al-tabl ( bass drum), Atambal asal kata dari Al-tinbal. Balapan, merupakan alat musik tiup dari kayu dari Azerbaijan. Castanet, terbuat dari dua kulit kerang, yang biasa dipakai penari flamengo di andalusia, dipakai di jari-jarnya. Para penari flamengo modern andalusia, yang terkenal enerjik dan menggairahkan itu, mengakui bahwa tarian itu dipengaruhi oleh unsur seni pertunjukan Arab.

TEMBIKAR.
Moresque-ware Hispano, adalah model desain tembikar bergaya Islam, dibuat oleh para ahli tembikar Islam Spanyol. Tembikar yang di glasier ( bisa menimbulkan efek mengkilat dan bersinar ) ditemukan, oleh umat muslim di Basra di abad ke 8. Tembikar yang diglasier dibuat di Irak di abad 9, pertama kalinya. Dari Irak menyebar ke Mesir, Persia, Spanyol, Belanda di abad 16, terus ke Inggris, Perancis dan negara-negara lain sesaat setelahnya, dan akhirnya sampai di Itali di jaman Renesains.

Lusterware ( gerabak menggunakan glasier logam ) ditemukan oleh Jabir Ibn Hayyan, dan mengaplikasikan pada keramik di abad ke 8. Setelah di produksi, Lusterware populer di timur tengah, kemudian menyebar ke Eropah, pertama di Al-Andalus, terutama di Malaga, kemudian ke Itali.

Semakin terbukti dengan jelas, betapa hebatnya umat Islam setelah nabi. Mereka begitu giat menggali ilmu pengetahuan. Banyak penemuan-penemuan yang dilakukan. Dan temuan temuan itu sangat berguan hungga saat ini. Tapi sayangnya yang banyak mengembangkan justru orang-orang eropah yang notabene beragama kristen. Umat islam jaman kini sangat ketinggalam di bidang ilmu pengetahuan. Lihat saja di pusat studi-studi islam di negara islam berasal, yang dipelajari hanya hukum hukum agama.

Kalau umat islam terus berpandangan seperti itu, maka satu saat muslim akan belajar hukum hukum islam di barat, karena orang-orang barat sekarang sudah sangat giat mempelajari islam, sementara umat islam itu sendiri terlena dengan paham yang kaku, merasa dirinya benar, merasa dirinya pasti masuk surga hanya dengan kata jihad dan meng-katamkan al-quran. Sungguh amat menyedikan cara berpkir seperti itu. Yang diajarkan hanya sifat sifat ke fanatikan tanpa logika. Mangajarkan kebenaran dengan cara yang salah hanya akan menyebar kebencian dan kehancuran.‎