Translate

Senin, 26 Desember 2016

Sejarah Wali Nyantoq Di Pulau Lombok

Wisata religi memang selalu menarik untuk ditelusuri. Seperti halnya yang terjadi di makam Wali Nyatoq yang berada di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah atau 49 km dari kota Mataram. Menurut masyarakat setempat Wali Nyatoq merupakan seorang wali yang melegenda di kawasan Lombok Barat. Mereka yakin bahwa Wali Nyatoq memang benar adanya yang bisa memperlihatkan tanda-tanda kewaliannya. Sesuai dengan namanya “Nyatoq” yang berarti “nyata”. Konon katanya Wali Nyatoq adalah keturunan bangsa Arab terlihat dari postur tubuhnya.

Wali Nyatoq mempunyai 33 nama, salah satunya adalah Sayyid Abdullah yang banyak dikenal oleh masyarakat luas. Karena diyakini menjadi salah satu tokoh yang menyebarkan ajaran Islam, kini makam tersebut menjadi jujugan warga yang sedang melakukan ritual agama seperti berdoa. Doa yang sering dilantunkan oleh para peziarah adalah doa keselamatan. Selain itu mereka yang datang biasanya juga berdoa agar diberi kesembuhan dari penyakit yang sedang diderita.
 ‎
Kepercayaan bahwa berdoa di lokasi ini membuat permintaan cepat terkabul tidak hanya diyakini oleh masyarakat setempat namun juga oleh warga di luar Lombok. Beberapa peziarah di makam Wali Nyatoq ini ada yang berasal dari pulau Jawa. Kepercayaan bahwa lokasi ini menjadi tempat yang mujarab sudah menyebar dari mulut ke mulut sehingga mengundang penasaran beberapa wisatawan dari luar pulau.

Kebanyakan peziarah datang ke makam Wali Nyatoq pada hari Rabu. Konon katanya, pada hari inilah Wali Nyatoq mencurahkan berkah sepenuhnya kepada para pengunjung yang datang ke tempat ini. Tidak itu saja, pengunjung juga percaya bahwa beragam masalah yang mendera mereka akan tuntas dan mendapatkan jalan keluar saat berziarah ke makam Wali Nyatoq. Untuk orang yang melakukan kesalahan tetapi tak mau mengatakan maka orang ini akan dibawa menuju makam tersebut demi bersumpah dan selanjutnya disuruh meminum air tanah yang berasal dari tanah makam tersebut. Barang siapa yang bersalah, maka setelah meminum air tersebut akan mengalami hal-hal yang buruk. Oya, karena keberadaan makam tersebut sangat bermakna bagi warga setempat maka mereka tidak mentoleransi usaha-usaha perusakan sekecil apapun.

Air makam Wali Nyatok pun dikeramatkan, sehingga acapkali dipakai sebagai sarana untuk mengungkap suatu kasus meresahkan yang terjadi di desa itu. Misalnya saja jika ada warga yang kecurian, kemudian ada seseorang yang dicurigai, orang itu langsung digelandang ke makam Wali Nyatoq untuk disumpah. Di sana, di hadapan warga, orang itu akan diminta meminum air tanah tersebut. Mereka yang merasa mencuri, tidak akan bersedia meminumnya karena akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada dirinya.
Bisa dibilang, makam Wali Nyatoq sangat diistimewakan masyarakat setempat. Seperti Yang Biasa Aku Liat makam tersebut identik dengan keberadaan masjid tua Rembitan -- yang usianya diduga mirip dengan masjid tua Bayan dan masjid tua Pujut. Fondasi bangunan masjid dari tanah. Namun gambaran yang khas dari masjid itu adalah tali-temalinya menggunakan bahan ijuk dan tali saot -- sejenis akar gantung pada tumbuhan hutan. Sedangkan tali pengikat atap alang-alang disebut male.
Abad Ke-16

Masjid tua Rembitan dengan bentuk atap tumpang dan tanpa serambi itu diperkirakan dibangun pada abad ke-16. Babad Lombok menyebutkan bahwa agama Islam masuk ke Lombok dibawa Sunan Prapen, putra Sunan Giri dari Gresik. Dibangunnya Masjid Rembitan itu sering dihubungkan dengan tokoh penyebar agama Islam di daerah Rembitan Wali Nyatoq.

Wali Nyatoq merupakan penyebar Islam yang masuk ke kawasan selatan Lombok Tengah di mana masyarakat semula merupakan pemeluk animisme. Dalam menyebarkan Islam, Wali Nyatok pun mengimplementasikannya dalam kegiatan sehari-hari lewat tingkah laku yang baik.

Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, pada saat Wali Nyatoq meninggal dunia, jenazahnya ditandu. Konon begitu akan dikuburkan, jasadnya menghilang. Yang tinggal hanya kain kafan dan keranda yang kemudian dimakamkan. Begitu kuatnya keterikatan masyarakat dengan tokohnya itu membuat hubungan masyarakat dengan makam tersebut tidak bisa dipisahkan. Karena itu, tidak ada seorang pun yang berani menggugat keberadaan makam itu.‎

Perihal  kedatangan  ke  Pulau  Lombok  tidak  jelas.  

Berdasarkan  penuturan  TGH Najamuddin  Ma’mun  (Pengasuh  PP  Darul  Muhajirin,  Praya,  Lombok  Tengah) menuliskan dalam bahasa sasak tulisan Arab Melayu. Wali Nyatoq datang dari arah barat dan menamakan dirinya Raden Datang. Kisah Raden Datang seringkali dikaitkan dengan cerita Mamiq  Butuh  dan  Inaq  Butuh  alias Amaq  Bangkol  dan  Inaq  Bangkol. Sekitar tahun  1800-an  di  zaman  kerajaan Karangasem  yang  dipimpin  oleh Anak Agung Gede Djelantik  dan masih menguasai Lombok. Disebutkan  sebuah  cerita  tentang  kedatangan Raden Datang  yang mampir  ke  Pondok Mamiq Butuh  yang  tinggal  di  desa Rembitan, Pujut Lombok Tengah. Mamiq Butuh adalah seorang penggembala kerbau.

Kedatangan Raden Nyatoq secara  tiba-tiba  yang  sebelumnya  didahului  oleh kedatangan Raden Farnas. Ketika itu, Mamiq Butuh sangat bersedih dengan linangan air mata karena ditinggalkan pergi oleh Raden  farnas. Raden  farnas adalah anak angkatnya dan tinggal bersamanya selama 8 tahun, akan tetapi kemudian Raden Farnas secara tiba-tiba menghilang. Di tengah kesedihan Mamiq Butuh, tiba-tiba datanglah seorang pemuda yang  sebelumnya  dianggap  Raden  Farnas.  Tetapi  sebenarnya  adalah  Raden  Datang. Setelah lama bercerita Raden Datang diperkenankan untuk tinggal bersama Mamiq Butuh dan  diangkat  menjadi anak  angkat.  Selang  beberapa  waktu  kemudian  Raden  Farnas akhirnya kembali pulang. Mamiq Butuh sangat senang dan sangat terhibur hatinya berarti kini  ia  telah  mempunyai  dua  anak  angkat  untuk  membantu  menggembalakan kerbaunya.

Hubungan  Raden  Farnas  dan  Raden  Datang  sangat  dekat  layaknya  seorang saudara kandung. Mamiq Butuh sangat berbahagia meskipun ia tidak memiliki keturunan tetapi Allah SWT mengkaruniakannya dua orang pemuda. Kasih sayang yang diberikan kepada kedua pemuda  itu  layaknya seperti anak kandungnya sendiri. Keduanya  terkenal sangat  ulet  dan  rajin. Ketekunan  dan  kerajinan Raden  Farnas  dan  raden Datang  dalam menggembalakan  kerbau  menjadi  buah  bibir  masyarakat  di  desa  Rembitan.  Kedua pemuda itu sedikitpun tidak pernah mengeluh, teman-teman sesama penggembala sangat senang  berkawan  dengan  keduanya.  Raden  farnas  dan  Raden  Datang  pun  sangat menghargai  teman-temannya,  sikap  dan  tutur  katanya  selalu  dijaga  agar  tidak menyinggung perasaan orang lain.
Setelah  tujuh  tahun  bersama  Mamiq  Butuh,  Raden  Datang  mengajukan permintaan  kepada  ayah  angkatnya.  Ia  meminta  untuk  dikhitan.  Permintaan  tersebut disambut gembira. Bukan hanya Raden Datang yang dikhitan  tetapi Raden Farnas  juga ikut dikhitan. Pada hari Kamis,  tganggal 12  (tidak disebutkan  tahunnya) dilangsungkan acara khitanan yang sangat meriah. Berbagai acara hiburan didatangkan untuk menghibur para  tamu  undangan  yang  datang.  Suguhan  berbagai  macam  makanan  serta  suara tetabuhan  gendang  beleq,  rebana  terdengar  bertalu-talu  mengiringi  kebahagiaan masyarakat Rembitan pada waktu itu. Banyak kemudian masyarakat setempat mengikuti tatacara upacara seperti yang dilakukan Mamiq Butuh.

Masuknya  ajaran  agama  Islam  yang  mereka  terima  hanya  sebatas  keimanan, ajaran  itupun belum  terlalu sempurna, mereka menganut ajaran kepercayaan   Wetu Telu dan  pengaruh  budaya  animisme  dan  dinamisme  yang masih  kental. Adapun  kemudian yang mengikuti acara khitanan seperti  itu adalah Aman, Dona, Demin, Leman, Brahim, Samaq, Beruraq, Bika, dan Lembain. Mereka adalah teman dekat Raden Datang sesama penggembala kerbau. Tahun-tahun berikutnya banyak yang mengikuti tradisi tersebut.

Lima  tahun  setelah  dikhitan,  tepatnya  pada  hari Kamis  tanggal  13  bulan Rajab. Raden farnas dan Raden Datang mengajak teman-teman untuk bermain layang-layang di sebuah padang yaitu Lendang Batu Beleq yaitu di sebelah selatan desa Rembitan. Ketika layang-layang  naik  dengan  kencang  Raden  Datang  menyuruh  Raden  Farnas  untuk memegang  tali  layang-layang,  seketika  itu  juga Raden  Farnas melesat  ke  atas  bersama layang-layang.  Ketika  di  atas  Raden  Farnas  melihat  sekumpulan  orang  mengelilingi kotak  hitam  dan  mengelilinginya.  Akhirnya  dijawab  oleh  Raden  Datang  bahwa  yang dilihat itu adalah Ka’bah dan orang yang keliling itu adalah sedang bertawaf mengelilingi Ka’bah.  Kejadian  inipun  disaksikan  secara  nyata  oleh  teman-temannya  dan  apa  yang dilihat adalah sama seperti yang dilihat oleh raden Farnas.

Kejadian  ganjil  berikutnya  adalah  Raden  datang menyruh  Raden  Farnas  untuk menunggu kerbaunya sementara ia mau pergi shalat Jum’at di Makkah dan berjanji akan membawakan teman-temannya Bagek Mekah (kurma). Tiga jam kemudian Raden Datang kembali  dengan  membawa  sekarung  kurma  yang  dijanjikan  kepada  teman-temannya. Para sahabatnya kembali terheran-heran dan menanyakan tentang Makkah, shalat Jum’at, akan tetapi Raden Datang kemudian menjelaskan secara rinci. Berita ini kemudian tersiar sampai  ke  pelosok  desa  dan  kampung.  Berita  tentang  karomah  dan  kewalian  Raden Datang membuat masyarakat Rembitan terkagum-kagum dan mereka mulai mempercayai bahwa Raden Datang benar-benar seorang Waliyullah.

Semenjak  peristiwa  itu, masyarakat  desa Rembitan  semakin  tunduk  serta  yakin  dengan keshalehan Raden Datang. Sebagai seorang wali beliau memiliki kharomah yang tinggi,  kekaroimahan  yang  sulit  ditunjukkan  dengan  pikiran  waras.  Kelebihan  yang diberikan  oleh  sang  pencipta menembus  batas  akal  pikiran  sehat,  logika  . masyarakat mulai mengikuti sikap dan prilaku Raden Datang yang biasa shalat Jum’at. Raden Datang kemudian mengajak masyarakat  untuk membangun masjid.  (Masjid  tersebut  terletak  di sebuah Gunung di desa Rembitan).
Setelah sekian lama bersama Mamiq Butuh kesedihanpun mulai menimpa Raden Datang.  Mamiq  Butuh  sakit-sakitan  kemudian  meninggal  dunia.  Selang  tujuh  tahun kemudian  Inaq  Butuhpun  meninggal  dunia.  Belum  kering  air  mata  kesedihan  Raden Datang, tujuh tahun kemudian Raden Farnas menyusul. Hari-hari dilaui seperti biasanya menggembala  kerbau  bersama  teman-temannya. 

Pada  suatu  ketika  Raden  Datang menunjukkan gelagat yang aneh. Ia menggali lubang. Prilaku ini menimbulkan keheranan bagi  teman-temannya.  Ia berpesan “lakukanlah apa yang menjadi pekerjaan kalian. Aku hanya ingin istirahat dalam lubang tanah ini”. Iapun masuk ke dalam lubang, sampai tiga kali  teman-temannya  memeriksanya  tetapi  ia  masih  terlihat  sedang  tertidur.  Tetapi keempat  kalinya  setelah  waktu  Isya.  Raden  datang  menghilang  dari  tempat pembaringannya.  Masyarakat  Rembitan  sangat  sedih  dengan  berita  menghilangnya Raden  Datang.  Karomah  dan  kewaliannya  betul-betul  nyata  sehingga  disebut  “Wali Nyatoq”.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar