Translate

Senin, 17 Juni 2019

Ujian Dan Cinta

Maha benar Allah yang telah menciptakan rasa cinta kepada kita, manusia. Sehingga kecintaan kita pada sesuatu, membuat kita tak merelakan apa yang kita cintai itu diambil oleh Allah. Padahal bukankah Allah-lah pemilik kita, pemilik alam dan seisinya? Kita mungkin sebagai seorang bapak/ibu sangat mencintai anak-anak kita sehingga ketika Allah mentakdirkannya meninggal sebelum kita, maka kita meratapinya tiada terperi.

Kita yang mungkin, seorang pemuda ketika sedang merajut benang tali khitbah dengan seorang pemudi, tetapi Allah mentakdirkan lain dengan tidak dijodohkannya kita dengan dia, lalu kita bersedih tak bertepi. Subhanallah.

Kita barangkali mempunyai benda atau hewan kesayangan yang sangat kita cintai, sehingga kita tiap hari merawatnya, melindunginya, ternyata benda atau hewan itu hilang tak tentu arahnya, lalu kita bermuram durja karenanya. Masya Allah.

Atau kita diantara yang dikaruniai Allah, harta yang berlimpah, jabatan yang bagus, pekerjaan yang mapan, keluarga yang terjamin, maka jangan lupakan bahwa Allah suatu saat akan mengambil itu semua, entah tunai ataukah secara berkala.

Sahabat, itulah ujian cinta dari Allah dan Allah menguji terhadap apa yang kita cintai. Kita simak kalimat cinta dari Allah,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS. Ali Imron 92).

Termasuk dalam ujian cinta adalah siapa yang lebih kita cintai, perhatikan tanda cinta-Nya

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya, Alloh tidak akan memberi petunjuk pada orang orang fasik yang melampaui batas”. (QS. At-Taubah 24).

Mencintai keluarga itu sah-sah saja, tetapi kita harus ingat bahwa keluarga itu ujian cinta buat kita, apakah kita lebih mencintai keluarga daripada Allah dan Rasul-Nya. Begitu pun dengan harta, tempat tinggal, suami, istri, anak, kendaraan, dan sebagainya juga merupakan ujian cinta yang dicintai dengan posisi yang benar, dengan tidak melalaikan pemilikNya.

Cinta itu membawa kita ‘terbang’ bersama sesuatu yang kita inginkan. Jika saat kita menginginkan terbang bersama dengan yang kita cintai itu, tiba-tiba harus pupus nan hancur, maka sudah pasti menimbulkan sakit yang tak terperi dan itulah yang disebut patah hati. Oleh karena itu, jika diantara kita ada yang merasakan episode itu, maka wajarkanlah diri kita bahwa itu ujian cinta.

Sakit hati, patah hati, pedih hati, perasaan yang manusiawi karena bagian dari rasa cinta kita. Karena manusiawi layaknya cinta, maka patah hati, sedih hati, sakit hati pun adalah tidak berdosa. Kita akan berdosa, jika dengan rasa sedih itu kita melampiaskan atau meneruskannya dengan perbuatan yang melanggar syariat, seperti bunuh diri, menyakiti diri, putus asa dan sebagainya.

Oleh karena itu bagi yang kali ini sedang merasa patah hati, yang terbaik buat kita adalah positif thinking kepada Allah, bahwa ini ujian cinta-Nya. Selanjutnya, kita hanya cukup bersyukur atau bersabar. Simak untaian cinta dari Rasulullah suri tauladan tercinta kita, “Iman itu terbagi dua, sebagian di dalam sabar dan sebagian lagi ada di syukur” (al Hadits).

Adakah kita tengah berada dalam kemalangan yang sangat? Rasanya masalah demi masalah tidak henti menghampiri? Dan kita pun merasa telah bertaubat dan mendekat pada Allah? Mungkin inilah ujian cinta dari Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ

“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).

Ujian atau cobaan, apa yang terbayang saat membaca atau mendengarnya?, tentang kesulitan?, tentang kesedihan?, atau juga mungkin sempat terfikir bahwa ujian hanya datang pada orang-orang yang berdosa?

Dan tentu kalian pun juga tahu bahwa ujian Allah itu dapat berbentuk apa saja, tidak dapat disebutkan satu persatu segala macam bentuknya. Hanya saja, satu hal yang harus kita pahami, bahkan “cinta” pun bisa menjadi bentuk ujian.

Pernahkah kalian jatuh cinta?, saat kita mendengar pertanyaan semacam itu maka sudah pasti sebagian dari kita akan mengatakan “Ya”, karena memang perasaan cinta itu adalah sifat fitrah setiapa manusia, kita semua pasti mempunyai perasaan yang disebut dengan “Cinta”, walau kisah yang ada juga berbeda-beda.

Dan tentu macam-macam rasanya perasaan cinta itu, bukan?, tetapi meski benar seperti itu adanya kita harus tetap pandai berwaspada menanggapinya, karena bisa jadi sebuah rasa yang menetap dihati dan membahagiakan tersebut sebuah ujian dari Allah, sebab ujian tak selamanya berupa keburukan, namun kebaikan seperti perasaan bahagiapun merupakan sebuah ujian.

Sadarilah ketika Allah telah membuat kita jatuh cinta pada seseorang, maka jagalah perasaan cinta itu dengan baik dan bijaksana, karena bila tidak sudah pasti perasaan yang awalnya baik-baik saja akan membuat kita menjadi hina.

Kenapa? Karena saat itu, kita diuji, seberapa mampu kita mengendalikan perasaan, Menyembunyikan ataupun menahan rasa hingga waktunya tiba. Memprioritaskan cinta kepada Allah diatas segalanya, dan tidak menodai fitrah cinta dengan dosa sudah harus kita lakukan, agar cinta itu benar-benar membawa kita pada cintanya.

Bisakah kita melakukannya? Sulit bukan? Karena godaan akan selalu ada, meski cukup disadari bahwa dia yang dicintai belum tentu adalah jodoh kita, dan dengan segala upaya kita berusaha menghindarinya.

Tetapi bukankah terkadang semua itu menjadikan dilema? Entah cinta itu akan bertahta selamanya, atau sekedar nafsu semata? Antara berusaha menghindari, tapi tetap saja perasaan itu menghantui.

Tetapi, walau apapun rintangannya, kita hanya bisa menerimanya dan tetap menjaga fitrahNya, agar tidak dinodai dengan dosa. Tunggulah waktunya tiba, tetap dekatkan diri kepadaNya, jangan berlebihan, jangan cepat terbuai, dan jangan pernah lalai, Karena cinta yang sesungguhnya akan terasa dan hanya ada dalam ikatan halal semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar