Dalam setiap era kemoderenan, kehidupan manusia sentiasa berkembang ke arah kesempurnaan, sehingga terwujudlah adat-istiadat, pengetahuan, budaya, moral, kepercayaan, aturan kemasyarakatan, pendidikan, undang-undang dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, aturan moral ini tetap mengalami pasang surutnya. Namun, setiap kali mengalami masa surutnya, pasti akan muncul insan-insan yang digelar wali-wali Allah yang sentiasa berjuang untuk mengembalikan nilai moral ke tahap yang tertinggi, sehingga nilai-nilai ini diserapi kembali ke dalam jiwa manusia. Perkembangan adat dan nilai akhlak ini terjadi pula dikalangan dunia Islam sejak Allah s.w.t. telah menjelaskan bahawa Nabi saw mempunyai moral yang paling sempurna . Nabi s.aw.pun mengenalkan dirinya sebagai utusan yang akan menyempurnakan keperibadian moral dan akhlak.
Justeru itu, Allah s.w.t. telah menyeru umat Islam untuk menjadikan RasulNya sebagai insan yang sentiasa dicontohi.Nabi Muhammad s.a.w. telah berhasil membina sahabatsahabatnya menjadi manusia-manusia sufi yang boleh dibanggakan di hadapan seluruh umat manusia. Padahal pada waktu sebelumnya mereka adalah manusia-manusia jahiliyah yang berada di tepi jurang neraka. Tentunya keberhasilan beliau itu tidak lain karena bantuan Allah dan bimbingan Baginda s.a.w.Dalam kehidupan sehariannya Nabi s.a.w. menyeru dan mempamerkan cara hidup yang sederhana, selalu prihatin,berharap penuh keridhaan Allah dan kesenangan di akhirat, dan selalu menjalani kehidupan sufistik dalam segala tingkah laku dan tindakannya. Kehidupan sufistik ini dilanjutkan oleh generasi tabi’in, tabi’-tabi’in dan seterusnya hingga kini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ لأُعِيْذَنَّهُ
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhya Allah Ta’ala berfirman : ‘Barangsiapa yang memusuhi Wali-Ku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.’ ” (HR. Bukhari)
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ لَأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللهِ تَعَالَى قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ تُخْبِرُنَا مَنْ هُمْ قَالَ هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوْا بِرُوْحِ اللهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلَا أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا فَوَاللهِ إِنَّ وُجُوْهَهُمْ لَنُوْرٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُوْرٍ لَا يَخَافُوْنَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلَا يَحْزَنُوْنَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ وَقَرَأَ هٰذِهِ الْآيَةَ ( أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ )
Bahwa Umar bin Khatthab berkata, Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat beberapa manusia yang bukan para Nabi dan bukan orang-orang yang mati syahid. Para Nabi dan orang-orang yang mati syahid merasa iri kepada mereka pada hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah Ta'ala." Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menceritakan kepada kami siapakah mereka?” Beliau bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dengan ruh dari Allah tanpa ada hubungan kekerabatan di antara mereka, dan tanpa adanya harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, sesungguhnya wajah mereka adalah cahaya, dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya, tidak merasa takut ketika orang-orang merasa takut, dan tidak bersedih ketika orang-orang merasa bersedih." Dan beliau membaca ayat ini: "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Yunus : 62)." (HR. Abu Dawud)
يَآأَيُّهَا النَّاسُ اسْمَعُوْا وَاعْقِلُوْا وَاعْلَمُوْا أَنَّ لِلّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ عِبَادًا لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ عَلَى مَجَالِسِهِمْ وَقُرْبِهِمْ مِنَ اللهِ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْأَعْرَابِ مِنْ قَاصِيَةِ النَّاسِ وَأَلْوَى بِيَدِهِ إِلَى نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللهِ نَاسٌ مِنَ النَّاسِ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ عَلَى مَجَالِسِهِمْ وَقُرْبِهِمْ مِنَ اللهِ انْعَتْهُمْ لَنَا يَعْنِيْ صِفْهُمْ لَنَا فَسُرَّ وَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِسُؤَالِ الْأَعْرَابِيِّ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُمْ نَاسٌ مِنْ أَفْنَاءِ النَّاسِ وَنَوَازِعِ الْقَبَائِلِ لَمْ تَصِلْ بَيْنَهُمْ أَرْحَامٌ مُتَقَارِبَةٌ تَحَابُّوْا فِي اللهِ وَتَصَافَوْا يَضَعُ اللهُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ فَيُجْلِسُهُمْ عَلَيْهَا فَيَجْعَلُ وُجُوْهَهُمْ نُوْرًا وَثِيَابَهُمْ نُوْرًا يَفْزَعُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَفْزَعُوْنَ وَهُمْ أَوْلِيَاءُ اللهِ الَّذِيْنَ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
"Wahai sekalian manusia! Dengar, pahami dan ketahuilah bahwa Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba, mereka bukan para Nabi ataupun Syuhada’ (orang-orang yang mati syahid), akan tetapi para Nabi dan Syuhada’ merasa iri pada mereka karena tempat dan kedekatan mereka dengan Allah pada hari Kiamat". Kemudian, salah seorang Badui datang, dia berasal dari pedalaman jauh dan menyendiri, dia menunjuk tangannya ke arah Nabi saw. seraya berkata: “Wahai Nabi Allah! Sekelompok orang yang bukan para Nabi ataupun Syuhada’ tetapi para Nabi dan Syuhada’ merasa iri kepada mereka karena kedudukan dan kedekatan mereka dengan Allah, sebutkan ciri-ciri mereka untuk kami?” Wajah Rasulullah saw. bergembira karena pertanyaan orang Badui itu, lalu Rasulullah saw. bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang berasal dari berbagai penjuru dan orang-orang asing, diantara mereka tidak dihubungkan oleh kekerabatan yang dekat, mereka saling mencintai karena Allah dan saling tulus ikhlas, Allah menempatkan untuk mereka mimbar-mimbar dari cahaya pada hari Kiamat, Allah mendudukan mereka diatasnya, Allah menjadikan wajah-wajah mereka bercahaya, pakaian-pakaian mereka bercahaya, orang-orang ketakutan pada hari Kiamat sementara mereka tidak ketakutan, mereka adalah para wali-wali Allah yang tidak takut dan tidak bersedih hati." (HR. Ahmad)
إِنَّ يَسِيْرَ الرِّيَاءِ شِرْكٌ وَإِنَّ مَنْ عَادَى لِلّٰهِ وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَ اللهَ بِالْمُحَارَبَةِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْأَبْرَارَ الْأَتْقِيَاءَ الْأَخْفِيَاءَ الَّذِيْنَ إِذَا غَابُوْا لَمْ يُفْتَقَدُوْا وَإِنْ حَضَرُوْا لَمْ يُدْعَوْا وَلَمْ يُعْرَفُوْا قُلُوْبُهُمْ مَصَابِيْحُ الْهُدَى يَخْرُجُوْنَ مِنْ كُلِّ غَبْرَاءَ مُظْلِمَةٍ
"Sesungguhnya riya yang paling ringan pun sudah terhitung syirik, dan sesungguhnya orang yang memusuhi Wali Allah maka dia telah menantang bertarung dengan Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang baik lagi bertakwa dan tidak dikenal, yaitu orang-orang yang apabila menghilang maka mereka tidak dicari-cari, dan jika mereka hadir maka mereka tidak dikenal, hati mereka ibarat lentera-lentera petunjuk yang muncul dari setiap bumi yang gelap." (HR. Ibnu Majah)
إِنَّ أَغْبَطَ أَوْلِيَائِيْ عِنْدِيْ لَمُؤْمِنٌ خَفِيْفُ الْحَاذِ ذُوْ حَظٍّ مِنَ الصَّلَاةِ أَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ وَأَطَاعَهُ فِي السِّرِّ وَكَانَ غَامِضًا فِي النَّاسِ لَا يُشَارُ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ وَكَانَ رِزْقُهُ كَفَافًا فَصَبَرَ عَلَى ذٰلِكَ ثُمَّ نَقَرَ بِيَدِهِ فَقَالَ عُجِّلَتْ مَنِيَّتُهُ قَلَّتْ بَوَاكِيْهِ قَلَّ تُرَاثُهُ
"Sesungguhnya wali-wali yang terbaik menurutku adalah orang mukmin yang ringan kondisinya (miskin), gemar mendirikan shalat, beribadah kepada Rabb-nya dengan baik, menaati-Nya dikala sepi, tidak dikenali orang, tidak ditunjuk dengan jari (jumlahnya sedikit), rezekinya pas-pasan lalu dia selalu bersabar dengan kondisinya". Setelah itu, beliau mematok-matokkan tangannya seraya bersabda: "Kematiannya dipercepat, sedikit orang yang menangisi kematiannya dan harta warisannya pun sedikit." (HR. Tirmidzi)
Dari beberapa wali Allah, terdapat beberapa wali yang menjadi pemimpin para wali dan tentunya mempunyai tugas yang sangat berat yang mana tugas tersebut sudah pasti tidak akan mampu jika dibebankan pada manusia biasa. Bahwa, di antara wali-wali Allah tersebut ada yang mempunyai tugas sebagai "paku bumi" untuk menjaga keseimbangan hidup, sungguh tugas yang benar-benar di luar akal manusia namun faktanya itu benar adanya dan Allah Ta'ala juga telah memberikan kekuatan tersendiri pada wali Allah tersebut.
فَائِدَةٌ فِى تَعْرِيْفِ اْلقُطْبِ
أَخْبَرَ الشَّيْخُ الصَّالِحُ اْلوَرَعُ الزَّاهِدُ الْمُحَقِّقُ الْمُدَقِّقُ شَمْسُ الدِّيْنِ بْنُ كَتِيْلَةُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَنَفَعَ بِهِ آمِيْنَ قَالَ : كُنْتُ يَوْمًا جَالِسًا بَيْنَ يَدِي سَيِّدِي فَخَطَرَ بَبًّالِيْ أَنْ أَسْأَلَهُ عَنِ اْلقُطْبِ فَقُلْتُ لَهُ : يَاسَيِّدِي مَا مَعْنَى اْلقُطْبُ ؟
( Faedah ) mengenai definisi Wali Qutub
telah memberitahukan seorang guru yang sholih, wara` , Zuhud, seorang penyelidik, seorang yang teliti yakni Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala menceritakan: “ suatu hari Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu wahai tuanku?”
فَقَالَ لِيْ : اْلأَقْطَابُ كَثِيْرَةٌ ، فَإِنَّ كُلَّ مُقَدَّمِ قَوْمٍ هُوَ قُطْبُهُمْ وَأَمَّا قُطْبُ اْلغَوْثِ اْلفَرْدِ الْجَامِعِ فَهُوَ وَاحِدٌ
Lalu beliau menjawab kepadaku, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya. Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu.
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
فالقطب عارف بهم جميعا ومشرف عليهم ولم يعرفه أحد ولايتشرف عليه وهو إمام الأولياء
Wali Quthub yang A`rif ( yang mengenal Allah Swt. ) berkumpul bersama mereka dan yang mengawasi mereka dan tidak mengetahuinya seorangpun juga , dan tidak mendapat kemuliaan atasnya, ia ( wali Quthub ) adalah imam para wali
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
وثمّة رجل واحد هو القطب والغوث الذى يُغيث كلّ العالم .
Dan ada 1 orang ia adalah Wali Quthub dan Wali Gauts yang menolong di seluruh dunia.
ومتى انتقل القطب إلى الآخرة حل مكانه آخر من المرتبة التى قبله بالتسلسل إلى أن يحل رجل من الصلحاء والأولياء محل أحد الأربعة .
Dan ketika Wali Quthub pindah ke akhirat keadaan tempatnya digantikan oleh peringkat lain yang sebelumnya dengan berurutan untuk menempati kedudukan orang dari para Sholaha dan Auliya yang bertempat di salah satu dari yang empat .
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar ( akal yang agung ), dengan Cahaya-cahaya Ruh (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia ( Para Quthub )bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Auliya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi .
والغوث عبارة عن رجل عظيم وسيد كريم تحتاج إليه الناس عند الاضطرار فى تبيين ماخفى من العلوم المهمة والأسرار ، ويطلب منه الدعاء لأنه مستجاب الدعاء لو أقسم على الله لأبرقسمه مثل أويس القرنى فى زمن رسول الله صلعم ، ولايكون القطب قطبا حتى تجتمع فيه هذه الصفات التى اجتمعت فى هؤلاء الجماعة الذين تقدم ذكرهم انتهى من مناقب سيدي شمس الدين الحنفى
Wali Ghauts, yaitu seorang tokoh besar ( agung ) dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.
Demikian pendapat dari kitab manaqib Sayyidi Syamsuddin Al-Hanafi…
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
والواحد هو الغوث واسمه عبدالله وإذ مات الغوث حلّ محله أحد العمدة الأربعة ثمّ يحل محل العمدة واحد من الأخيار ، وهكذا يحل واحد من النجباء محل واحد من الأخيار ويحل محل أحد النقباء الذى يحل محله واحد من الناس
Dan berjumlah 1 orang yaitu Wali Gauts, namanya adalah Abdullah, dan jika Wali Gauts wafat maka kedudukannya digantikan oleh 1 orang dari Wali U`mdah yang berjumlah 4 orang kemudian kedudukan Wali U`mdah digantikan oleh 1 orang dari Wali Akhyar demikian pula kedudukan 1 orang dari Wali Nujaba menggantikan 1 orang dari Wali Akhyar dan kedudukan Wali Nuqoba digantikan oleh 1 orang dari manusia.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
قُطْبُ اْلغَوْثِ اْلفَرْدِ الْجَامِعِ
1. Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i ( 1 abad 1 Orang )
Wali yang paripurna. Bertugas memimpin para wali diseluruh alam. Jumlahnya tiap masa hanya 1 orang, bila ia wafat, ia akan digantikan oleh wali Imaamaan / Aimmah.
ويقول فى مرآة الأسرار : إنّ طبقات الصّوفيّة سبعة الطالبون والمريدون والسالكون والسّائرون والطائرون والواصلون وسابعهم القطب الذى قلبه على قلب سيّدنا محمّد صلعم وهو وارث العلم اللّدني من النبي صلعم بين الناس وهو صاحب لطيفة الحقّ الصحيحة ما عداالنبى الأمّى
Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan dalam kitab Miratil Asror : Sesungguhnya tingkatan-tingkatan kewalian itu ada 7 tingkat diantaranya :
Thoolibun
Muriidun
Saalikun
Saairun
Thooirun
Waashilun
Dan ke 7 dari mereka yaitu Wali Qutub yang hatinya menempati Hati Nabi Muhammad saw. Dan ia ( wali Quthub ) merupakan pewaris ilmu laduni dari Nabi Saw. diantara manusia, dan ia ( wali Quthub ) yang memiliki lathifah ilahiyyah yang benar yang telah berlari kepada Hati Nabi yang Ummi Saw.
والطالب هو صاحب قوىّ مزكيّة للطيفته الخفية الجسميّة
والمريد هو صاحب قوىّ للطيفته النفسيّة
والسالك هو من يكون صاحب قوىّ مزكيّة للطيفة القلبيّة
والسائر هو الذى يكون صاحب قوىّ مزكيّة للطيفة السّرّيّة
والطائر هو الذى وصل إلى للطيفة الروحيّة
والواصل هو الشحص الذى اصبحت قواه اللطيفة مزكّاّة على لطيفة الحقّ
Thoolib adalah yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Jasad yang tersembunyi
Muriid adalah yang memiliki kekuasaan lathifah Nafsu
Saalik adalah orang yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Hati
Saair adalah orang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Rasa
Thooir adalah orang yang sampai kepada lathifah Ruh
Wasil adalah orang yang menjadi kan kekuatan lathifahnya menyucikan terhadap lathifah ilahiyyah.
ويقولون : إنّ رجال الله هم الأقطاب والغوث والإمامان اللذان هما وزيرا القطب والأوتاد والأبدل والأخيار والأبرر والنقباء والنجباء والعمدة والمكتومون والأفراد أي المحبوبون
Mereka ( Para Hukama ) mengatakan: Sesungguhnya Para Wali Allah yaitu Wali Qutub, Wali Gauts, Wali Dua Imam, yang keduanya Wali Imamaim merupakan pelayan Wali Qutub, Wali Autad, Wali Abdal, Wali Akhyar, Wali Abrar, Wali Nuqoba, Wali Nujaba, Wali U`mdah, Wali Maktumun, dan Wali Afrad ia disebut pula Wali Mahbubun.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
الإِمَامَانِ
2. Imaamani / Imaamain / Aimmah ( 1 Abad 2 orang )
Wali yang menjadi dua imam
وأما الإمامان فهما شخصان أحدهما عن يمين القطب والآخر عن شماله فالذي عن يمينه ينظر فى الملكوت وهو أعلى من صاحبه ، والذى عن شماله ينظر فى الملك ، وصاحب اليمين هو الذي يخلف القطب ، ولهما أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة :
Adapun Wali Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi ( 2 orang ) , salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin) — dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub. Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.
فأما الظاهرة ، فالزهد والورع والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
وأما الباطنة فالصدق والإخلاص والحياء والمراقبة
Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Sidiq ( Kejujuran hati) , Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.
وقال القاشاني فى اصطلاحات الصوفية :
Syaikh Al-Qosyani dalam istilah kitab kewaliannya Berkata :
الإمامان هما الشخصان اللذان أحدهما عن يمين القطب ونظره فى الملكوت
Wali Imam adalah dua orang, satu di sebelah kanan Qutub dan dan senantiasa memandang alam malakut ( alam malaikat )
والآخر عن يساره ونظره فى الملك،
, dan yang lainnya ( satu lagi ) di sisi kiri ( wali Qutub ) –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak).
وهو أعلى من صاحبه وهو الذى يخلف القطب ،
dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kanan, Sosok di kiri Quthub adalah Badal dari Quthub
قلت وبينه وبين ما قبله مغايرة فليتأمل
Syaikh Al-Qosyani berkata, diantara dirinya ( yang sebelah kiri ) dan antara sesuatu yang sebelumnya ( sebelah kanan ) memiliki perbedaan dalam perenungan
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
Al Imamani bentuk isim tasniyyah ( bentuk ganda ) berasal dari kata tunggal Al- imam yang mempunyai arti pemimpin begitu juga Al Aimmah berasal dari kata tunggal imam yang mempunyai arti pemimpin.
Wali Imaaman merupakan Pembantu Wali Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i. Jumlahnya ada 2 orang. Bila Wali Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i wafat, maka salah 1 seorang wali Aimmah akan menggantikan posisinya.
Gelar Wali Aimmah :
1) Abdul Rabbi عَبْدُ الرَّبِّ
bertugas menyaksikan alam ghaib
2) Abdul Malik عَبْدُ الْمَالِكِ
bertugas menyaksikan alam malaikat
الأَوْتَادُ
3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )
Wali paku jagat
ثمّ الأوتاد وهم عبارة عن أربعة رجال منازلهم منازل الأربعة أركان من العالم شرقا وغربا وجنوبا وشمالا ومقام كل واحد منهم تلك ولهم ثمانية أعمال أربعة ظاهرة وأربعة باطنة ،
Kemudian Wali Autad mereka berjumlah 4 orang tempat mereka mempunyai 4 penjuru tiang -tiang, mulai dari penjuru alam timur, barat, selatan dan utara dan maqom setiap satu dari mereka itu, Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 lagi bersifat lahiriyah, dan 4 bersifat batiniyah
فالظاهرة :كثرة الصيام ، وقيال الليل والناس نيام ، وكثرة الإيثار ، والإستغفار بالأسحار
Maka yang bersifat lahiriyah: 1) Banyak Puasa, 2) Banyak Shalat Malam, 3) Banyak Pengutamaan ( lebih mengutamakan yang wajib kemudian yang sunnah ) dan 4) memohon ampun sebelum fajar.
وأما الباطنة : فالتوكل والتفويض والثقة والتسليم ولهم واحد منهم هو قطبهم
Adapun yang bersifat Bathiniyah : 1) Tawakkal, 2) Tafwidh , 3) Dapat dipercaya ( amanah) dan 4) taslim.dankepercayaan, pengiriman, dan dari mereka ada salah satu imam ( pemukanya), dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
وثمّة أربعون آخرون هم الأوتاد الذين مدار استحكام العالم بهم . كما الطناب بالوتد . وثلاثة آخرون يقال لهم النقباء أي نقباء هذه الأمّة.
Dan ada 40 orang lainnya mereka adalah Wali Autad yang gigih mereka diatas dunia. Sebagai tali pasak. Dan tiga orang lainnya disebut bagi mereka adalah Wali Nuqoba artinya panglima umat ini
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
Al Autad berasal dari kata tunggal Al Watad yang mempunyai arti pasak/ tiang. Yang memperoleh pangkat Al Autad hanya ada empat orang saja setiap masanya. Mereka tinggal di utara, di timur, di barat dan di selatan bumi, mereka bagaikan penjaga di setiap pelusuk bumi.
Jumlahnya selalu 4 ( empat ) setiap masa. Masing – masing menguasai 4 mata angin yg berpusat di Ka’bah Mekkah.
dalam maqam Autad kadang terdapat wali wanita.
gelar autad :
1. Abdul Hayyi عَبْدُ الْحَيِّ
2. Abdul Alim عَبْدُ الْعَالِيْمِ
3.Abdul Qadir عَبْدُ الْقَادِرِ
4. Abdul Murid عَبْدُ الْمُرِيْدِ
الأَبْدَالُ
4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Alloh menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Waliyahnya ( Wanita ).
وأما الأبدال فهم سبعة رجال ، أهل كمال واستقامة واعتدال ، قد تخلصوا من الوهم والخيال ولهم أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة ،
Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah
فأما الظاهرة فالصمت والسهر والجوع والعزلة
Adapun yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah.
ولكل من هذه الأربعة ظاهر وباطن
Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula:
Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:
أما الصمت فظاهره ترك الكلام بغير ذكر الله تعالى
Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala.
وأما باطنه فصمت الضمير عن جميع التفاصيل والأخبار
Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin.
وأما السهر فظاهره عدم النوم وباطنه عدم الغفلة
Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah.
وأما الجوع فعلى قسمين : جوع الأبرار لكمال السلوك وجوع المقربين لموائد الأنس
Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns).
وأما العزلة فظارها ترك المخالطة بالناس وباطنها ترك الأنس بهم :
Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.
وللأبدال أربعة أعمال باطنة وهي التجريد والتفريد والجمع والتوحيد
Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.
ومن خواص الأبدال من سافر من القوم من موضعه وترك جسدا على صورته فذاك هو البدل لاغير، والبدل على قلب إبراهيم عليه السلام ،
Salah satu keistimewaan-keistimewaan wali abdal dalam perjalanan qoum dari tempatnya dan meninggalkan jasad dalam bentuk-Nya maka dari itu ia sebagai abdal tanpa kecuali
وهؤلاء الأبدال لهم إمام مقدم عليهم يأخذون عنه ويقتدون به ، وهو قطبهم لأنه مقدمهم ،
Wali abdal ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
karena sesungguhnya ia sebagai muqoddam abdal-Nya.
وقيل الأبدال أربعون وسبعة هم الأخيار وكل منهم لهم إمام منهم هو قطبهم ،
Dikatakan bahwa wali abdal itu jumlahnya 47 orang mereka disebut juga wali akhyar dan setiap dari mereka ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
وأورد فى مجمع السلوك : أنّ الأولياء أربعون رجلا هم الأبدال وأربعون هم النقباء وأربعون هم النجباء وأربعون هم الأوتاد وسبعة هم الأمناء وثلاثة هم الخلفاء
Dikutip di dalam kitab Majmu`us Suluk : bahwa para wali berjumlah 40 orang mereka disebut Wali Abdaal , dan 40 orang disebut wali Nuqoba, 40 orang disebut wali Nujaba, 40 orang disebut wali Autad, 7 orang disebut wali Umana dan 3 orang disebut wali Khulafa.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
Al Abdal berasal dari kata Badal yang mempunyai arti menggantikan. Yang memperoleh pangkat Al Abdal itu hanya ada tujuh orang dalam setiap masanya. Setiap wali Abdal ditugaskan oleh Allah swt untuk menjaga suatu wilayah di bumi ini. Dikatakan di bumi ini mempunyai tujuh daerah. Setiap daerah dijaga oleh seorang wali Abdal. Jika wali Abdal itu meninggalkan tempatnya, maka ia akan digantikan oleh yang lain.
Ada seorang yang bernama Abdul Majid Bin Salamah pernah bertanya pada seorang wali Abdal yang bernama Muaz Bin Asyrash, amalan apa yang dikerjakannya sampai ia menjadi wali Abdal? Jawab Muaz Bin Asyrash: “Para wali Abdal mendapatkan derajat tersebut dengan empat kebiasaan, yaitu sering lapar, gemar beribadah di malam hari, suka diam dan mengasingkan diri”.
Wali Abdal ( Pengganti) ini apabila salah satu anggotanya ada yang wafat, maka para wali / al Ghauts akan menunjuk penggantinya.
Jumlahnya selalu 7 orang setiap masa dan mereka menguasai 7 iklim.
النُّجَبَاءُ
5. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )
Wali yang dermawan
ثُمَّ النُّجَبَاءُ أَرْبَعُوْنَ وَقِيْلَ سَبْعُوْنَ وَهُمْ مَشْغُوْلُوْنَ بِحَمْلِ أَثْقَلِ الْخَلْقِ فَلَا يَنْظُرُوْنَ إِلَّا فِى حَقِّ اْلغَيْرِ ، وَلَهُمْ ثَمَانِيَةُ أَعْمَالٍ. أَرْبَعَةٌ بَاطِنَةٌ ،وَ أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ ،
Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali. Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri). Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:
فالظاهرة : الفتوة والتواضع والأدب وكثرة العبادة ،
Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal.
وأما الباطنة فالصبر والرضا والشكر والحياء وهم أهل مكارم الأخلاق
Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu. Dan meraka di sebut juga wali yang mulia akhlaqnya.
والنجباء : هم المشغولون بحبل أثقال الخلق وهم أربعون اهـ
Dan Nujaba mereka disibukan dengan tali beban-beban makhluk jumlah Wali Nujaba 40 orang
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
ويقول أيضا فى كشف اللغات : النجباء أربعون رجلا من رجال الغيب القائمون بإصلاح أعمال الناس . ويتحملون مشاكل الناس ويتصرفون فى أعمالهم ويقول فى شرح الفصوص : النجباء سبعة رجال يقال لهم رجال الغيب والنقباء ثلاثمائة ويقال لهم الأبرار وأقل مراتب الأولياء هي مرتبة النقباء
Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) juga mengatakan dalam Kitab kasyful Lughoh : bahwa Wali Nujaba berjumlah 40 orang dari golongan Wali Rijalil Ghoib yang menyelenggarakan dengan amal-amal manusia dan menanggung masalah manusia serta mereka bertindak dalam amal-amal mereka , dan ia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan di dalam kitab syarohul Fushush : bahwa Wali Nujaba berjumlah 7 orang dan disebut juga mereka Wali Rijalul Ghoib , Wali Nuqoba berjumlah 300 orang disebut juga mereka Wali Abrar dan peringkat yang lebih rendah dari para wali adalah pangkat wali Nuqoba.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
وثمّة سبعون آخرون يقال لهم النجباء ، وهؤلاء فى المغرب وأربعون آخرون هم الأبدال ومقرّهم فى الشام ،
Dan ada 70 orang yang lain disebut bagi mereka Wali Nujaba, dan orang-orang ini tinggal di Maroko dan 40 orang lainnya adalah Wali Abdal yang berpusat di Suriah,
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
Wali ini hanya bisa dikenali oleh wali yg tingkatannya lebih tinggi.
jumlahnya selalu 8 orang dan du`a mereka sangat mustajab An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib yang mempunyai arti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana saja mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahwa mereka adalah wali Allah hanyalah seorang wali yang lebih tinggi derajatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari 8 orang.
النُّقَبَاءُ
6. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Alloh Masing2 pada tiap-tiap Bulan).
Wali yang mengetahui batinnya manusia
وَتَفْسِيْرُ ذَلِكَ أَنَّ النُّقَبَاءَ هُمُ ثَلَثُمِائَةٌ وَهُمُ الَّذِيْنَ اِسْتَخْرَجُوْا خَبَايًّا النُّفُوْس وَلَهُمُ عَشْرَةُ أَعْمَالٍ : أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ وَسِتَّةٌ بَاطِنَةٌ
Dan penjelasan tersebut : sesungguhnya bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu yang menggali rahasia jiwa dalam arti mereka itu telah lepas dari reka daya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: 4 amaliyah bersifat lahiriyah, dan 6 amaliyah bersifat bathiniyah.
فَاْلأَرْبَعَةُ الظَّاهِرَةُ : كَثْرَةُ اْلعِبَادَةِ وَالتَّحْقِقُ بِالزُّهَّادَةَ وَالتَّجْرِدُ عَنِ اْلإِرَادَةَ وَقُوَّةُ الْمُجَاهَدَةَ
Maka 4 `amaliyah lahiriyah itu antara lain: 1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat diri, 4) Mujahadah dengan maksimal.
وَأَمَّا ْالبَاطِنَةُ فَهِيَ التَّوْبَةُ وَاْلإِنَابَةُ وَالْمُحَاسَبَةُ وَالتَّفَكُّرُ وَاْلإِعْتِصَامُ وَالرِّيَاضَةُ فَهَذِهِ الثَّلَثُمِائَةٌ لَهُمْ إِمَامٌ مِنْهُمْ يَأْخُذُوْنَ عَنْهُ وَيَقْتَدُوْنَ بِهِ فَهُوَ قُبْطُهُمْ
Sedangkan `amaliyah batinnya: 1) Taubat, 2) Inabah, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
وفى اصطلاحات شيخ الإسلام زكريا الأنصاري : النقباء هم الذين استخرجوا خبايا النفوس وهم ثلثمائة
Dalam istilah Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshar ra.: Wali Nuqoba adalah orang-orang yang telah menemukan rahasia jiwa, dan mereka ( wali Nuqoba ) berjumlah 300 orang
( dituqil dari mafahirul a`liyyah )
والنقباء ثلاثمائة شخص واسم كلّ منهم على
والنجباء سبعون واسم كلّ واحد منهم حسن
والأخيار سبعة واسم كل منهم حسين
والعمدة أربعة واسم كلّ منهم محمّد
Dan Wali Nuqoba berjumlah 300 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu A`li
Dan Wali Nujaba berjumlah 70 orang dan nama salah satu dari mereka yaitu Hasan
Dan Wali Akhyar berjumlah 7 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu Husain
Dan Wali U`mdah berjumlah 4 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu Muhammad
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
وأما مكان إقامة النقباء فى أرض المغرب أي السويداء واليوم هناك من الصبح إلى الضحى وبقية اليوم ليل أما صلاتهم فحين يصل الوقت فإنهم يرون الشمس بعد طيّ الأرض لهم فيؤدّون الصلاة لوقتها
Adapun tempat kediaman Wali Nuqoba di tanah Magrib yakni Khurasan , pada hari ini dari mulai Shubuh sampai Dhuha dan pada sisa malam hari itu mereka shalat ketika waktu tiba, mereka melihat matahari sesudah bumi melipat , mereka melakukan Shalat pada waktunya.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
Jumlahnya selalu 12. mereka sangat menguasai hukum syariat.
Jika wali Nuqaba’ melihat jejak kaki seseorang, maka ia akan dapat mengetahui apakah jejeak tsb milik orang baik, jahat, pandai atau bodoh.
An Nuqaba’ berasal dari kata tunggal Naqib yang mempunyai arti ketua suatu kaum. Jumlah wali Nuqaba’ dalam setiap masanya hanya ada dua belas orang. Wali Nuqaba’ itu diberi karamah mengerti sedalam-dalamnya tentang hukum-hukum syariat. Dan mereka juga diberi pengetahuan tentang rahasia yang tersembunyi di hati seseorang. Selanjutnya mereka pun mampu untuk meramal tentang watak dan nasib seorang melalui bekas jejak kaki seseorang yang ada di tanah. Sebenarnya hal ini tidaklah aneh. Kalau ahli jejak dari Mesir mampu mengungkap rahasia seorang setelah melihat bekas jejaknya. Apakah Allah tidak mampu membuka rahsia seseorang kepada seorang waliNya?
الرُّقَبَاءُ
7. Ruqooba ( 1 Abad 4 Orang)
Wali yang waspada akan firman-firman Allah
الْخَتْمُ الزَّمَانِ
8. Khotmz Zamaan ( penutup Wali Akhir zaman )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A S ketika diturunkan kembali ke dunia, Alloh Angkat menjadi Wali Khotmz Zamaan.
Al Khatamiyun berasal dari kata Khatam yang mempunyai arti penutup atau penghabisan. Maksudnya pangkat AlKhatamiyun adalah sebagai penutup para wali. Jumlah mereka hanya seorang. Tidak ada pangkat kewalian umat Muhammad yang lebih tinggi dari tingkatan ini. Jenis wali ini hanya akan ada di akhir masa,yaitu ketika Nabi Isa as.datang kembali.
الرِّجَالُ الْمَاءِ
9. Rizalul Ma’ ( 1 Abad 124 Orang )
Wali yang beribadah didalam air dan berjalan di atas air
Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ” Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku “Apakah ada hamba2 Alloh yang beribadah di sungai2 atau di Lautan” Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Alloh yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.
الرِّجَالُ الْغَيْبِ
10. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang )
Wali yang dapat melihat rahasia alam ghaib dengan mata hatinya
tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Alloh mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Alloh dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.
الرِّجَالُ الشَّهَادَةِ
11. Rizalul Syahaadah /Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )
Wali yang ahli dalam ibadah zhohir
الرِّجَالُ اْلإِمْدَادِ
12. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )
Wali penolong
Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kauni, yaitu mereka yang selalu mendapat kurniaan Ilahi. Jumlah mereka tidak lebih dari tiga orang di setiap abad. Mereka selalu mendapat pertolongan Allah untuk menolong manusia sesamanya. Sikap mereka dikenal lemah lembut dan berhati penyayang. Mereka senantiasa menyalurkan anugerah-anugerah Allah kepada manusia. Adanya mereka menunjukkan berpanjangannya kasih sayang Allah kepada makhlukNya.
الرِّجَالُ الْهَيْبَةِ وَالْجَلَالِ
13. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )
Wali yang berwibawa dan memiliki keagungan
الرِّجَالُ الْفَتْحِ
14. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang )
Wali yang terbuka mata hatinya
Alloh mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )
ويقول فى توضيح المذاهب :
Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) berkata dalam kitab Taudhil Madzahib:
اْلمَكْتُوْمُوْنَ
15. Wali Maktum ( para wali yang tersembunyi )
berjumlah 4.000 orang
ويقول فى توضيح المذاهب :
Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) berkata dalam kitab Taudhil Madzahib:
المكتومون أربعة آلاف رجل ويبقون مستورين وليسوا من أهل التصرف.
Wali Maktum berjumlah 4.000 orang dan tetap Masturin ( yakni tetap menjadi para wali yang tidak dikenal oleh orang-orang ) dan mereka bukan dari Ahlut Tashrif.
أما الذين هم من أهل الحل والعقد والتصرّف وتصدر عنهم الأمور وهم كقرّبون من الله فهم ثلاثمائة .
Adapun Ahlu Tashrif mereka itu dari Ahlul Hal yakni orang yang berpengaruh dan bertindak dengan mereka yakni Wali Kaqorrobun dari Allah Swt dan mereka berjumlah 300 orang.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
قُطْبُ الْخَتْمِ الْمَكْتُوْمِ
16. Quthbul khotmil maktum( 1 Abad 1 Orang )
Wali paripurna yang disembunyikan
كَقَرَّبُوْنَ
17. Wali Kaqorrobun
berjumlah 300 orang.
الْخُلَفَاءُ
18. Wali Khulafa ( wali para pengganti )
berjumlah 3 orang
والثلاثة الذين هم الخلفاء من الأئمة يعرفون السبعة ويعرفون الأربعين وهم البدلاء والأربعون يعرفون سائر الأولياء من الأئمة ولا يعرفهم من الأولياء أحد فإذا نقص واحد من الأربعين أبدل مكانه من الأولياء وكذا فى السبع والثلاث والواحد إلا أن يأتي بقيام الساعة انتهى
Dan berjumlah 3 orang yang merupakan Wali Khulafa dari 7 Wali Aimah yang A`rif, dan 40 yang A`rif mereka adalah Wali Budalaa dan 40 golongan para wali yang A`rif dari Wali Aimah dan tidak ada yang mengetahui mereka dari para wali seorang pun Jika salah satu dari 40 kurang maka ia menggantikan tempatnya dari para wali demikian juga yang berjumlah tujuh dan tiga dan satu orang kecuali jika datang kiamat. ( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
البُدَلَاءُ
19. Budala’ ( 1 Abad 12 orang )
Wali yang menjadi penggantinya ulama
Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal
وقال أبو عثمان المغربي : البدلاء أربعون والأمناء سبعة والخلفاء من الأئمة ثلاثة والواحد هو القطب :
Said Abu U`tsman Al Maghriby berkata : bahwa Wali Budala`a berjumlah 40 orang, Wali Umana berjumlah 7 orang, Wali Khulafa dari Wali Aimah berjumlah 7 orang dan 1 orang adalah Wali Qutub .
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
اْلأَخْيَارُ
20. Wali Akhyar ( para wali pilihan )
berjumlah 7 orang
وفى كشف اللغات يقول : الأولياء عدة أقسام : ثلاثمائة منهم يقال لهم أخيار وأبرار وأربعون يقال لهم الأبدل وأربعة يسمّون بالأوتاد وثلاثة يسمّون النقباء وواحد هو المسمّى بالقطب انتهى
dalam Kitab kasyful Lughoh ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan: bahwa para wali ada beberapa tingkatan : 300 orang dari mereka disebut Wali Akhyar dan Wali Abrar dan 40 orang disebut dengan Wali Abdal dan 4 orang disebut dengan Wali Autad dan 3 orang disebut dengan Wali Nuqoba dan 1 orang disebut dengan Wali Quthub……….. berakhir
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
وفى رواية خلاصة المناقب سبعة . ويقال لهم أيضا أخيار وسيّاح ومقامهم فى مصر.
Di dalam kitab Riwayat ringkasan Manaqib yang ke-7 . Dikatakan bahwa Wali Akhyar juga melakukan perjalanan di muka bumi, dan tetap tinggal di Mesir.
وقد أمرهم الحقّ سبحانه بالسياحة لإرشاد الطالبين والعابدين .
Sungguh telah memerintahkan mereka kepada Allah yang Maha Haq lagi yang maha suci dengan perjalanan petunjuk untuk memandu pemohon ( Tholibun ) dan A`bidun.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
اْلعُمْدَةُ
21. Wali Umdah ( para wali pembaiat )
berjumlah 4 orang
وثمّة خمسة رجال يقال لهم العمدة لأنهم كالأعمدة للبناء والعالم يقوم عليهم كما يقوم المنزل على الأعمدة . وهؤلاء فى أطراف العالم .
Dan ada 5 orang disebut bagi mereka Wali U`mdah, karena sesungguhnya mereka seperti tiang bagi gedung dan dunia yang berdiri bagi mereka, sebagai mana berdirinya rumah diatas tiang. Dan orang-orang ini tinggal di belahan dunia.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
وأما العمدة الأربعة ففى زوايا الأرض وأمّاالغوث فمسكنه مكّة وأمّا الأخيار فهم سيّاحون دائما وأمّا النجباء فمسكنه مصر ولايقرّون فى مكان وهذا غير صحيح
ذلك لأنّ حضرة السيد عبد القادر الجلاني رحمه الله وكان غوثا إنّما أقام فى بغداد .
Adapun ( tempat kediaman ) wali U`mdah di empat penjuru bumi, dan Wali Gauts tempat kediamannya di Makkah, Wali Akhyar melakukan perjalan (sayyâhûn) di muka bumi) selamanya, Wali Nujaba di Mesir dan mereka tidak menetap di satu tempat maka hal ini tidak benar, karena sesungguhnya Hadroh Sayyid Abdul Qodir Jailani menjadi Wali Gauts dan pastinya tempat kediaman Wali Gauts di Baghdad.
هذا وتفصيل أحوال الباقى فسيأتي فى مواضعه
Ini perincian kondisi sisanya yang akan datang pada tempatnya
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
اْلأَبْرَارُ
22. Wali Abrar ( para wali yang berbakti )
berjumlah 7 orang
وثمّة سبعة هم الأبراروهم فى الحجاز .
Dan Ada 7 orang mereka adalah Wali Abrar dan mereka tinggal di Hijaz.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
اْلمَحْبُوْبُوْنَ
23. Wali Mahbubun ( para wali yang saling mencintai )
berjumlah 7 orang
الرِّجَالُ الْمَعَارِجِ اْلعُلَى
24. Rizalul Ma’arijil ‘Ula ( 1 Abad 7 Orang )
Wali yang terus naik derajat luhurnya
الرِّجَالُ الْعَيْنِ التَّحْكِيْمِ وَالزَّوَائِدِ
25. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )
Wali yang kuat keyakinannya dengan ilmu hikmah ( ilmu para hukama/para wali ) dan ma`rifatnya
الرِّجَالُ الْغِنَى بِاللهِ
26. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang )
Wali yang merasa cukup
sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma’rifatnya kepada Alloh maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Alloh, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).
الرِّجَالُ اْلإِسْتِيَاقِ
27. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )
الرِّجَالُ الْجَنَانِ وَالْعَطْفِ
28. Rizalul Janaani wal A`thfi ( 1 Abad 15 Orang )
Wali yang ahli menjaga jiwanya dan pengasih
Ada jenis wali yang dikenal dengan nama Rijalul Hanani Wal Athfil Illahi artinya mereka yang diberi rasa kasih sayang Allah. Jumlah mereka hanya ada lima belas orang di setiap zamannya. Mereka selalu bersikap kasih sayang terhadap manusia baik terhadap yang kafir maupun yang mukmin. Mereka melihat manusia dengan pandangan kasih sayang, kerana hati mereka dipenuhi rasa insaniyah yang penuh rahmat.
الرِّجَالُ تَحْتِ اْلأَسْفَلِ
29. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )
الرِّجَالُ اْلقُوَّاةِ اْلإِلَهِيَّةِ
30. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )
Di antaranya pula ada wali yang dikenal dengan nama Rijalul Quwwatul Ilahiyah artinya orang-orang yang diberi kekuatan oleh Tuhan. Jumlah mereka hanya delapan orang saja di setiap zaman. Wali jenis ini mempunyai keistimewaan, yaitu sangat tegas terhadap orang-orang kafir dan terhadap orang-orang yang suka mengecilkan agama. Sedikit pun mereka tidak takut oleh kritikan orang. Di kota Fez ada seorang yang bernama Abu Abdullah Ad Daqqaq. Beliau dikenal sebagai seorang wali dari jenis Rijalul Quwwatul Ilahiyah. Di antaranya pula ada jenis wali yang sifatnya keras dan tegas. Jumlah mereka hanya ada 5 orang disetiap zaman. Meskipun watak mereka tegas, tetapi sikap mereka lemah lembut terhadap orang-orang yang suka berbuat kebajikan.
خَمْسَةُ الرِّجَالِ
31. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )
رَجُلٌ وَاحِدٌ
32. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
رَجُلٌ وَاحِدٌ مَرْكَبٌ مُمْتَزٌّ
33. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )
Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA ‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.
الشَّمْسُ الشُّمُوْسِ
34. Syamsis Syumus ( 1 abad 1 orang )
Wali yang bercahaya bagaikan matahari
القُطْبَانِيَّةُ الْعُظْمَى / قُطْبُ اْلأَعْظَمُ
35. Quthbaniyatul Uzhma ( 1 abad 1 orang )
Penghulu wali yang agung
الشَّخْصُ الْغَرِيْبِ
36. Syakhshul Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )
الشَّخْصُ الْوَاحِدِ
37. Syakhshul Wahid ( 1 Abad 1 Orang )
قُطْبُ السَّقِيْطِ الرَّفْرَفِ ابْنِ سَاقِطِ الْعَرْشِ
38. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang menerima firman dari rof-rof putra wali yang menerima firman dari arasy
قُطْبُ السَّاقِطِ الْعَرْشِ
39. Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang menerima firman dari arasy
الْأَنْفَاسِ
40. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang )
Wali yang ahli menjaga nafasnya dengan dzikir
salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim Al-’Allamah Ahmad As-Sibty
الرِّجَالُ الْعَالَمِ الْأَنْفَاسِ
41. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )
حَوَارِىٌّ
42. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang )
Wali Pembela. Jumlahnya 1 orang.
Tugasnya membela agama Allah baik dengan argumen maupun dengan senjata. Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi. Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai arti penolong. Jumlah wali Hawariy ini hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal, maka kedudukannya akan diganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang dikatakan oleh Rasululloh: “Setiap Nabi mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam”. Walaupun pada waktu itu Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Karena beliau tahu hanya Zubair saja yang meraih pangkat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah.
رَجَبِىٌّ
43. . Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali Rojabiyyun yg meninggal Alloh kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Alloh mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu Namanya Rojabiyyun.
Jumlahnya selalu 40 orang. tersebar diberbagai negara dan mereka saling mengenal satu sama lain.
Karamah mereka muncul setiap bulan RAJAB.
Konon tiap memasuki bulan rajab, badan kaum Rajabiyyun terasa berat bagai terhimpit langit.
mereka hanya berbaring diranjang tak bergerak & kedua mata mereka tak berkedip hingga sore hari.
Keesokan harinya hal tsb mulai berkurang. Pada hari ketiga, mereka masih berbaring tapi sudah bisa berbicara & menyaksikan tersingkapnya rahasia Illahi. Ar Rajbiyun berasal dari kata tunggal Rajab. Wali Rajbiyun itu adanya hanya pada bulan Rajab saja. Mulai awal Rajab hingga akhir bulan mereka itu ada. Selanjutnya keadaan mereka kembali biasa seperti semula. Setiap masa, jumlah mereka hanya ada empat puluh orang sahaja. Para wali Rajbiyun ini terbagi di berbagai wilayah. Di antara mereka ada yang saling mengenal dan ada yang tidak saling mengenal.
Pada umumnya, di bulan Rajab, sejak awal harinya, para wali Rajbiyun menderita sakit, sehingga mereka tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Selama bulan Rajab, mereka senantiasa mendapat berbagai pengetahuan secara kasyaf, kemudian mereka memberitahukannya kepada orang lain. Anehnya penderitaan mereka hanya berlangsung di bulan Rajab. Setelah bulan Rajab berakhir, maka kesehatan mereka kembali seperti semula.
قَلْبُ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامِ
44. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )
قَلْبُ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلَامِ
45. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )
قَلْبُ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامِ
46. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 40 Orang )
قَلْبُ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامِ
47. Qolbu Musa A.S ( 1 Abad 7 Orang )
قَلْبُ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامِ
48. Qolbu Isa A.S ( 1 Abad 3 Orang )
قَلْبُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
49. Qolbu Muhammad Saw. ( 1 Abad 1 Orang )
وعن النبي صلعم أنّه قال : فى هذه الأمّة أربعون على خلق إبرهيم وسبعة على خلق موسى وثلاثة على خلق عيسى وواحد على خلق محمّد عليهم السلام والصلاة فهم على مراتبهم سادات الخلق
Sebagaimana Nabi Saw. Bersabda : ” Pada Ummat ini ada 40 orang pada hati Nabi Ibrahim as, 7 orang pada hati Nabi Musa as, 3 orang pada hati Nabi Isa as , dan 1 orang pada hati Nabi Muhammad Saw. atas mereka tingkatan-tingkatan hati yang mulia.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
قَلْبُ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامِ
50. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )
قَلْبُ مِيْكَائِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامِ
51. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih )
Alloh selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )
قَلْبُ إِسْرَافِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامِ
52. Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )
إِِلَهِىٌ رُحَمَانِيٌّ
53. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang )
Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Ilahiyun Rahmaniyyun, yaitu manusia-manusia yang diberi rasa kasih sayang yang luar biasa. Jumlah mereka ini hanya tiga orang di setiap masa. Sifat mereka seperti wali-wali Abdal, meskipun mereka tidak termasuk didalamnya. Kegemaran mereka suka mengkaji firman-firman Allah.
الرِّجَالُ اْلغَيْرَةِ
54. Rizalul Ghoiroh ( 1 Abad 5 Orang )
Wali pembela agama Allah
الرِّجَالُ الْأَخْلَاقِ
55. Rizalul Akhlaq( 1 Abad 3 Orang )
Wali yang mempunyai budi pekerti yang luhur
الرِّجَالُ السَّلَامَةِ
56. Rizalul Salamah( 1 Abad 7 Orang )
Wali penyelamat
الرِّجَالُ الْعِلْمِ
57. Rizalul Ilmi ( 1 Abad 11 Orang )
Wali yang berilmu
الرِّجَالُ الْبَسْطِ
58. Rizalul basthi ( 1 Abad 9 Orang )
Wali yang lapang dada
الرِّجَالُ الْضِّيْفَانِ
59. Rizalul dhiifaan( 1 Abad 3 Orang )
Wali yang ahli menghormati tamu
الشَّخْصُ الْجَامِعِ
60. Syakhshul Jaami`i ( 1 Abad 5 Orang )
Wali yang ahli mengumpulkan ilmu syari`ah, thoriqoh, haqoiqoh dan ma`rifat
قُطْبُ الْعِرْفَانِ
61. Quthbul Irfan( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang tinggi ma`rifatnya
الرِّجَالُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
62. Rijalul Ghoibi wasy syahadah ( 1 Abad 28 Orang )
Wali yang tidak kelihatan dan kelihatan
الرِّجَالُ الْقُوَّةِ وَالْعَزْمِ
63. Rijalul Quwwati wal `Azmi ( 1 Abad 17 Orang )
Wali yang ahli meningkatkan ketaatannya kepada Allah
الرِّجَالُ النَّفْسِ
64. Rijalun Nafsi ( 1 Abad 3 Orang )
Wali yang ahli memerangi nafsunya
الصَّلْصَلَةِ الْجَرَسِ
65. Sholsholatil Jaros ( 1 Abad 17 Orang )
Wali yang ahli menerima ilham yang suaranya bagaikan bel
قُطْبُ الْقَاهِرِ
66. Quthbul Qoohir ( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang menjadi paku jagat yang mengalahkan
قُطْبُ الرَّقَائِقِ
67. Quthbur Roqooiq ( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang hatinya lunak
قُطْبُ الْخَشْيَةِ
68. Quthbul Khosyyah ( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang penakut kepada Allah
قُطْبُ الْجِهَاتِ السِّتِّ
69. Quthbul Jihatis sitti ( 1 Abad 1 Orang )
Wali yang menetap pada enam arah
الْمُلَامَتِيَّةُ
70. Mulamatiyyah ( 1 Abad 300 Orang )
Wali yang tidak menampakkan kebaikannya dan tidak memendam kejahatannya
الرِّجَالُ الْفُقَرَاءِ
71. Rizalul Fuqoro ( 1 Abad 4 Orang )
Wali yang mengharafkan rahmat Allah
الرِّجَالُ الصُّوْفِيَّةِ
72. Rizalush Shufiyah( 1 Abad 3 Orang )
Wali yang bersih jiwanya
الرِّجَالُ الْعُبَّادِ
73. Rizalul ibbad( 1 Abad 7 Orang )
Wali yang ahli ibadah
الرِّجَالُ الزُّهَادِ
74. Rizaluz Zuhad( 1 Abad 17 Orang )
Wali yang menjauhi dunia
الْأَفْرَادِ
75. Afrod( 1 Abad 7 Orang )
Wali yang menyendiri
قال : الأفراد هم الرجال الخارجون عن نظر القطب
Berkata Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala : Wali Afrod adalah Orang-orang yang keluar dari penglihatan wali qutub artinya Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
الْأُمَنَاءِ
76. Umana( 1 Abad 13 Orang )
Wali kepercayaan Allah
الأمناء : وهم الملامتية ، وهم الذين لم يظهر مما فى بواطنهم أثر علي ظواهرهم وتلامذتهم فى مقامات أهل الفتوة
Wali Umana Mereka adalah kalangan Malamatiyah, yaitu orang-orang yang tidak menunjukkan dunia batinnya ( mereka yang menyembunyikan dunia batinnya ) dan tidak tampak sama sekali di dunia lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan.
( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )
الرِّجَالُ اْلقُرَّاءِ
77. Rizalul Qurro ( 1 Abad 7 Orang )
Wali yang selalu membaca Al-Qur`an
الرِّجَالُ الْأَحْبَابِ
78. Rizalul Ahbab ( 1 Abad 3 Orang )
Wali yang menjadi kekasih Allah
الرِّجَالُ اْلأَجِلَّاءِ
79. Rizalul Ajilla( 1 Abad 3 Orang )
Wali yang tinggi pangkatnya
الرِّجَالُ الْمُحَدِثِيْنَ
80. Rizalul Muhaditsin( 1 Abad 5 Orang )
Wali yang ahli hadits
السُّمَرَاءِ
81. Sumaro( 1 Abad 17 Orang )
Wali yang ahli bangun malam bermunajat kepada Allah
الرِّجَالُ اْلوَرَثَةَ الظَّالِمِ لِنَفْسِهِ مِنْكُمْ وَالْمَقْتَصِدِ وَالسَّابِقِ بِالْخَيْرَاتِ
82. Rizalul warotsatazh Zholimi Linnafsih ( 1 Abad 4 Orang )
Wali yang mewarisi para wali yang selalu zholim kepada dirinya serta menuju dan berlomba kepada kebaikan
اْلأَبْطَالُ
83. Abthol ( 1 Abad 27 Orang )
Wali pahlawan
الْأَطْفَالُ
84. Athfal( 1 Abad 4 Orang )
Wali yang bertingkah seperti anak kecil
الدَّاخِلُ الْحِجَابِ
85. Dakhilul Hizab ( 1 Abad 4 Orang )
Wali yang berada dalam hijab Allah
Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Alloh, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Alloh, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Alloh untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Alloh memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Alloh “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Alloh, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloh S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai Pangkatnya atau Maqomnya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Translate
Jumat, 31 Agustus 2018
Halusinasi Bisa Jadi Ulah Setan Untuk Menggoda Manusia
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاًمِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُالْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍمُّبِينٍ
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)
Manusia tidak dapat melihat jin dalam bentuk yang asli karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya, Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf:27)
Allah Swt. memperingatkan anak Adam agar bersikap waspada terhadap iblis dan teman-temannya, seraya menjelaskan kepada mereka (anak Adam) bahwa iblis itu adalah musuh bebuyutan bapak seluruh umat manusia, yaitu Nabi Adam a.s. Iblis telah berupaya mengeluarkan Adam dari surga yang merupakan darunna'im (rumah kenikmatan), hingga akhirnya Adam dikeluarkan darinya sampai di darut tu'ab (rumah kepayahan dan penuh penderitaan). Dan iblislah penyebab utama yang membuat auratnya terbuka, padahal sebelumnya selalu dalam keadaan tertutup, sehingga dia sendiri tidak dapat melihatnya. Hal tersebut tiada lain terjadi karena terdorong oleh permusuhan yang sengit dalam diri iblis terhadap Adam. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا}
Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50)
Tak sedikit di antara kaum muslimin yang keliru memandang ‘kemampuan’ penerawangan seseorang, sehingga ia dijadikan rujukan dalam mencari barang hilang atau bahkan hal-hal ghaib –seakan-akan ia memiliki kunci-kunci dunia ghaib- yang merupakan otoritas mutlak Allah. Ada sejumlah syubhat yang mesti dikritisi:
Pertama, ilmu terawang dianggap sebagai kelebihan positif bahkan tak jarang dianggap sebagai karamah bagi pemiliknya selama digunakan untuk membantu orang lain. Padahal terdapat perbedaan mendasar antara karamah dan sihir atau istidraaj.
Syaikh ‘Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad menjelaskan:
و كل من لم يبالغ فى التمسك بالكتاب و السنة و لم يبذل و سعه فى متابعة الرسول وهو مع ذلك يدعى ان له مكانة من الله تعالى فلا تلتفت اليه ولا تعرج عليه وان طار فى الهواء ومشى على الماء وطويت له المسافات وخرقت له العادات فان ذلك يقع كثيرا للشياطين والسحرة والكهان والعرافين والمنجمين وغيرهم من الضلال
“Barangsiapa tak bersungguh-sungguh berpegang dengan al-Qur’ân dan al-Sunnah, juga tak mengerahkan kemampuan untuk mengetahui jejak Rasul kemudian ia mengaku mempunyai derajat tinggi di hadapan Allâh, maka jangan sampai engkau berpaling kepadanya dan mengikutinya meskipun dia bisa terbang, berjalan di atas air, bisa meringkas jarak perjalanan atau mempunyai keanehan-keanehan lain. Karena peristiwa-peristiwa semacam ini bisa dilakukan syaithân-syaithân, para tukang sihir (dukun), para tukang ramal, orang-orang yang mengetahui keadaan samar (al-‘arrâfîn) dan para ahli perbintangan (al-Munajjimîn). Mereka semua ini termasuk orang-orang sesat.”
Dan dari penjelasan para ulama (saya nukil di buku Jin dan Dukun Hitam Putih Indonesia), ciri-ciri karamah sebagai berikut:
Allâh anugerahkan hanya pada orang-orang beriman yang berpegang teguh pada akidah dan syari’at-Nya, timbul dari ketaqwaan pada-Nya. Ini merupakan syarat mutlak yang pertama!
Seringkali hadir dalam kondisi benar-benar terdesak, tak ada yang bisa menolong kecuali keajaiban pertolongan dari Allâh,
Tidak diupayakan dengan usaha-usaha dan maksud tertentu, tidak bisa diprogram oleh manusia.Tidak bisa dipelajari.
Adakah ilmu khusus untuk memiliki karâmah? Tidak!
Tidak bisa ditransfer atau diwariskan. Karena ketakwaan pada Allah dari orang yang dianugerahi karâmah tak bisa diwariskan kepada orang lain, tak seperti layaknya mewariskan harta,
Tidak bisa diprogramkan untuk dipertontonkan atau didemonstrasikan sekehendak hati (kapan pun mau bisa).
Tidak bisa dibatalkan oleh makhluk.
Dan kenyataannya, 100% yang bisa menerawang, seringkali melihat penampakan, bisa dibatalkan yakni disembuhkan dengan ruqyah syar’iyyah.
Kedua, ilmu terawang diperoleh dengan cara belajar; misalnya menimpa mereka yang menggeluti ilmu sihir atau ilmu silat yang mengandalkan bantuan jin dan terkadang tiba-tiba hadir (tipu daya syaithan) dengan diawali peristiwa aneh atau ganjil misalnya kehadiran sosok tertentu lewat mimpi.
Sebagai muhâsabah, penulis sampaikan peringatan Syaikh ‘Abd al-Wahhab asy-Sya’rani berikut ini:
و من كُشِف له عمّا يفعلَه الناسُ في قُعُورِ بيوتهِم فهو كَشْفٌ شيطانيٌ يَجِبُ عليه التوبةُ منه فَورا
“Barangsiapa terbuka mata hatinya, sehingga bisa melihat apa yang dikerjakan manusia di dalam rumah-rumah mereka, maka demikian ini termasuk terbukanya hati yang timbul dari syaithân. Yang wajib dilakukan adalah bertaubat seketika itu juga.”
Dalam al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân karya al-Hafizh al-Qurthubi dinyatakan bahwa orang yang suka memprediksikan sesuatu, harus diberi peringatan. Karena mereka bisa merusak akidah orang-orang awam, dikhawatirkan mereka meninggalkan keyakinan mereka yang sesungguhnya.
Ibnu Arabi berkata: “Apabila ada seorang dokter mengatakan bahwa jika puting susu sebelah kanan tersumbat, maka janin yang ada dalam rahim ibu tersebut adalah laki-laki. Bila yang tersumbat kiri, maka janinnya perempuan. Orang yang mengatakan hal ini, tidak dihukumi kafir atau fasik, dengan catatan ciri-ciri tersebut sesuai kebiasaan dan ia tidak memastikannya. Tapi siapapun yang memastikan akan mendapatkan pekerjaan di masa mendatang atau mengabarkan segala sesuatu yang belum terjadi, maka tidak diragukan lagi kekafiran orang tersebut. Adapun mengenai masa gerhana bulan dan matahari, bila ada seseorang yang memastikannya –menurut sebagian ulama- hukumnya hanya diberi peringatan dan tidak sampai dihukumi kafir. Karena hal tersebut bisa diketahui melalui ilmu hisab dan prakiraan rotasi. Sebagaimana yang dikabarkan Allâh, ‘Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah (QS. Yâsîn [36]: 39).”
Maka penerawangan, yakni menerawang apa yang akan terjadi, atau menerawang mengetahui penyakit tanpa cara-cara yang rasional seperti yg ana temukan dari pengaduan orang2 yang ana ruqyah itu bagian dari al-‘iraafah, orangnya disebut ‘arraaf.
Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang kuat atas suatu peristiwa atau objek yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra (yaitu penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, atau perabaan).
Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran seperti mendengar suara-suara, musik atau seperti namanya dipanggil-panggil, tapi ketika melihat di sekitarnya hal tersebut tidak ada. Selain itu terkadang juga timbul suara yang berbicara atau menyuruhnya melakukan sesuatu.
Halusinasi jenis ini biasanya sering terjadi pada kondisi psikotik seperti skizofrenia, depresi atau terisolasi. Depresi yang sangat kuat bisa mengganggu fungsi normal dari pikiran manusia. Sedangkan ketika seseorang terisolasi dari dunia sosial akan berpengaruh buruk terhadap pikirannya karena tidak ada saluran untuk kebutuhan normal sosialnya.
Halusinasi penglihatan (visual)
Halusinasi visual biasanya terjadi bertahap dan dimulai dengan seseorang melihat sesuatu dalam berbagai bentuk seperti bayangan, pola kilatan cahaya atau objek. Namun persepsi yang paling umum adalah melihat manusia atau hewan yang sebenarnya tidak ada.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاًمِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُالْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍمُّبِينٍ
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)
Manusia tidak dapat melihat jin dalam bentuk yang asli karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya, Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf:27)
Allah Swt. memperingatkan anak Adam agar bersikap waspada terhadap iblis dan teman-temannya, seraya menjelaskan kepada mereka (anak Adam) bahwa iblis itu adalah musuh bebuyutan bapak seluruh umat manusia, yaitu Nabi Adam a.s. Iblis telah berupaya mengeluarkan Adam dari surga yang merupakan darunna'im (rumah kenikmatan), hingga akhirnya Adam dikeluarkan darinya sampai di darut tu'ab (rumah kepayahan dan penuh penderitaan). Dan iblislah penyebab utama yang membuat auratnya terbuka, padahal sebelumnya selalu dalam keadaan tertutup, sehingga dia sendiri tidak dapat melihatnya. Hal tersebut tiada lain terjadi karena terdorong oleh permusuhan yang sengit dalam diri iblis terhadap Adam. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا}
Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50)
Tak sedikit di antara kaum muslimin yang keliru memandang ‘kemampuan’ penerawangan seseorang, sehingga ia dijadikan rujukan dalam mencari barang hilang atau bahkan hal-hal ghaib –seakan-akan ia memiliki kunci-kunci dunia ghaib- yang merupakan otoritas mutlak Allah. Ada sejumlah syubhat yang mesti dikritisi:
Pertama, ilmu terawang dianggap sebagai kelebihan positif bahkan tak jarang dianggap sebagai karamah bagi pemiliknya selama digunakan untuk membantu orang lain. Padahal terdapat perbedaan mendasar antara karamah dan sihir atau istidraaj.
Syaikh ‘Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad menjelaskan:
و كل من لم يبالغ فى التمسك بالكتاب و السنة و لم يبذل و سعه فى متابعة الرسول وهو مع ذلك يدعى ان له مكانة من الله تعالى فلا تلتفت اليه ولا تعرج عليه وان طار فى الهواء ومشى على الماء وطويت له المسافات وخرقت له العادات فان ذلك يقع كثيرا للشياطين والسحرة والكهان والعرافين والمنجمين وغيرهم من الضلال
“Barangsiapa tak bersungguh-sungguh berpegang dengan al-Qur’ân dan al-Sunnah, juga tak mengerahkan kemampuan untuk mengetahui jejak Rasul kemudian ia mengaku mempunyai derajat tinggi di hadapan Allâh, maka jangan sampai engkau berpaling kepadanya dan mengikutinya meskipun dia bisa terbang, berjalan di atas air, bisa meringkas jarak perjalanan atau mempunyai keanehan-keanehan lain. Karena peristiwa-peristiwa semacam ini bisa dilakukan syaithân-syaithân, para tukang sihir (dukun), para tukang ramal, orang-orang yang mengetahui keadaan samar (al-‘arrâfîn) dan para ahli perbintangan (al-Munajjimîn). Mereka semua ini termasuk orang-orang sesat.”
Dan dari penjelasan para ulama (saya nukil di buku Jin dan Dukun Hitam Putih Indonesia), ciri-ciri karamah sebagai berikut:
Allâh anugerahkan hanya pada orang-orang beriman yang berpegang teguh pada akidah dan syari’at-Nya, timbul dari ketaqwaan pada-Nya. Ini merupakan syarat mutlak yang pertama!
Seringkali hadir dalam kondisi benar-benar terdesak, tak ada yang bisa menolong kecuali keajaiban pertolongan dari Allâh,
Tidak diupayakan dengan usaha-usaha dan maksud tertentu, tidak bisa diprogram oleh manusia.Tidak bisa dipelajari.
Adakah ilmu khusus untuk memiliki karâmah? Tidak!
Tidak bisa ditransfer atau diwariskan. Karena ketakwaan pada Allah dari orang yang dianugerahi karâmah tak bisa diwariskan kepada orang lain, tak seperti layaknya mewariskan harta,
Tidak bisa diprogramkan untuk dipertontonkan atau didemonstrasikan sekehendak hati (kapan pun mau bisa).
Tidak bisa dibatalkan oleh makhluk.
Dan kenyataannya, 100% yang bisa menerawang, seringkali melihat penampakan, bisa dibatalkan yakni disembuhkan dengan ruqyah syar’iyyah.
Kedua, ilmu terawang diperoleh dengan cara belajar; misalnya menimpa mereka yang menggeluti ilmu sihir atau ilmu silat yang mengandalkan bantuan jin dan terkadang tiba-tiba hadir (tipu daya syaithan) dengan diawali peristiwa aneh atau ganjil misalnya kehadiran sosok tertentu lewat mimpi.
Sebagai muhâsabah, penulis sampaikan peringatan Syaikh ‘Abd al-Wahhab asy-Sya’rani berikut ini:
و من كُشِف له عمّا يفعلَه الناسُ في قُعُورِ بيوتهِم فهو كَشْفٌ شيطانيٌ يَجِبُ عليه التوبةُ منه فَورا
“Barangsiapa terbuka mata hatinya, sehingga bisa melihat apa yang dikerjakan manusia di dalam rumah-rumah mereka, maka demikian ini termasuk terbukanya hati yang timbul dari syaithân. Yang wajib dilakukan adalah bertaubat seketika itu juga.”
Dalam al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân karya al-Hafizh al-Qurthubi dinyatakan bahwa orang yang suka memprediksikan sesuatu, harus diberi peringatan. Karena mereka bisa merusak akidah orang-orang awam, dikhawatirkan mereka meninggalkan keyakinan mereka yang sesungguhnya.
Ibnu Arabi berkata: “Apabila ada seorang dokter mengatakan bahwa jika puting susu sebelah kanan tersumbat, maka janin yang ada dalam rahim ibu tersebut adalah laki-laki. Bila yang tersumbat kiri, maka janinnya perempuan. Orang yang mengatakan hal ini, tidak dihukumi kafir atau fasik, dengan catatan ciri-ciri tersebut sesuai kebiasaan dan ia tidak memastikannya. Tapi siapapun yang memastikan akan mendapatkan pekerjaan di masa mendatang atau mengabarkan segala sesuatu yang belum terjadi, maka tidak diragukan lagi kekafiran orang tersebut. Adapun mengenai masa gerhana bulan dan matahari, bila ada seseorang yang memastikannya –menurut sebagian ulama- hukumnya hanya diberi peringatan dan tidak sampai dihukumi kafir. Karena hal tersebut bisa diketahui melalui ilmu hisab dan prakiraan rotasi. Sebagaimana yang dikabarkan Allâh, ‘Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah (QS. Yâsîn [36]: 39).”
Maka penerawangan, yakni menerawang apa yang akan terjadi, atau menerawang mengetahui penyakit tanpa cara-cara yang rasional seperti yg ana temukan dari pengaduan orang2 yang ana ruqyah itu bagian dari al-‘iraafah, orangnya disebut ‘arraaf.
Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang kuat atas suatu peristiwa atau objek yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra (yaitu penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, atau perabaan).
Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran seperti mendengar suara-suara, musik atau seperti namanya dipanggil-panggil, tapi ketika melihat di sekitarnya hal tersebut tidak ada. Selain itu terkadang juga timbul suara yang berbicara atau menyuruhnya melakukan sesuatu.
Halusinasi jenis ini biasanya sering terjadi pada kondisi psikotik seperti skizofrenia, depresi atau terisolasi. Depresi yang sangat kuat bisa mengganggu fungsi normal dari pikiran manusia. Sedangkan ketika seseorang terisolasi dari dunia sosial akan berpengaruh buruk terhadap pikirannya karena tidak ada saluran untuk kebutuhan normal sosialnya.
Halusinasi penglihatan (visual)
Halusinasi visual biasanya terjadi bertahap dan dimulai dengan seseorang melihat sesuatu dalam berbagai bentuk seperti bayangan, pola kilatan cahaya atau objek. Namun persepsi yang paling umum adalah melihat manusia atau hewan yang sebenarnya tidak ada.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Sihir Itu Ada Dan Janganlah Melakukan Perbuatan Itu
Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi. Mereka mendapatkan banyak cobaan dan bencana dari umatnya sendiri. Ada di antara mereka yang dibunuh, dipukuli, ditahan (disandera), ada juga yang biasa diejek. Jadi bukanlah suatu bid’ah jika ada Nabi yang diuji oleh umatnya, dengan izin Allah meski tidak menghendakinya, dengan macam-macam ujian seperti juga suatu macam sihir.
Sebagaimana nabi Muhammad pun pernah diuji dengan dilempari kotoran ketika sedang melakukan sujud, dan lain-lain cobaan dan bencana. Semua itu tidak mengurangi kredibilitas yang dimilikinya, tidak pula menimbulkan cela. Justru hal itu dapat meningguikan derajat dan kemuliannya di sisi Allah.
Masalah hadits yang menyatakan bahwa Nabi pernah tersihir pun direspon oleh para ulama dengan berbagai argument yang mereka kemukakan. Sebagian menganggap hadits ini shahih, sebagian yang lain menganggap hadits ini dlaif. Lalu bagaimana dengan sifat dalam diri Nabi yang “ma’shum??? Apakah Nabi memang benar-benar tersihir atau malah sebaliknya? Beliau tetap dijaga oleh Allah…
Hadis tentang tersihirnya Nabi
(HR. Bukhari No. 4059)
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَتْ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا يَفْعَلُهُ حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ دَعَا ثُمَّ دَعَا ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ جَاءَنِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ أَوْ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي مَا وَجَعُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ قَالَ وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ قَالَ فَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ قَالَتْ فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ قَالَ لَا أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللَّهُ وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سُحِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَاقَ أَبُو كُرَيْبٍ الْحَدِيثَ بِقِصَّتِهِ نَحْوَ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِيهِ فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْبِئْرِ فَنَظَرَ إِلَيْهَا وَعَلَيْهَا نَخْلٌ وَقَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَخْرِجْهُ وَلَمْ يَقُلْ أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ
Aisyah ra. berkata: Nabi saw. terkena sihir sehingga membuat beliau mengkhayalkan mengerjakan sesuatu padahal beliau tidak melaksanakannya. suatu hari beliau memanggil-manggil, lalu sabdanya: Apakah kamu merasakan sesuatu wahai Aisyah bahwa Allah telah mewahyukan kepadaku mengenai apa yang aku minta? Telah datang kepadaku dua orang yang satu duduk di samping kepalaku sedangkan yang lain duduk di samping kakiku, maka terjadilah dialog antara keduanya: Tanya: Sakit apa dia?Jawab: Terkena sihir. Tanya: Siapa pelakunya? Jawab: Labid bin alA'sham. Tanya: Dengan fasilitas apa? Jawab: Dengan rambut yang rontok karena tersisir dan mayang kurma. Tanya: Dimana adanya? Jawab: Di sumur Dzarwan. Maka Nabi saw. mendatangi sumur tersebut dan kembali kepada Aisyah seraya bersabda: Bagaikan daun pacar yang terendam dan punuk pohon kurmanya bagaikan syetan. Aisyah berkata: Apakah tuan tidak mencampakkannya? Nabi menjawab: Tidak, Allah telah memberiku kesembuhan dan saya tidak menginginkan untuk mencelakakan seorang pun. Akhirnya sumur itu ditimbun.
Cerita di atas adalah sejarah, dimana Nabi saw. pernah terkena sihir, pelakunya adalah Labid bin al-A'sham, seorang Yahudi dari kelompok Bani Zuraiq. Orang-orang Yahudi bersekongkol dengan Labid, salah seorang tukang sihir Yahudi yang terkenal untuk makar kepada Muhammad dengan imbalan tiga dinar. Kemudian Labid mengerjakannya melalui beberapa helai rambut yang rontok karena tersisir, yang menurut riwayat, rambut itu diperoleh dari seorang budak perempuan yang pergi ke rumah Nabi saw dan membuat buhul pada rambut tersebut sebagai sihir, lalu diletakkan di sumur Dzarwan. Kemudian Nabi mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat. Dalam riwayat lain disebutkan nama Ali dan beberapa sahabat lain. Kemudian sihir itu dikeluarkan lalu Nabi membacakan Mu’awwidzatain pada buhul-buhul tersebut. Nabi terlepas dari pengaruh sihir itu sebagaimana digambarkan Nabi laksana terlepas dari berbagai ikatan.
Ibnul Qayyim Rahimahullah ketika menjelaskan kedudukan hadits sihir menjelaskan: “Hadits ini Tsabit (Shahih) menurut para ahli ilmu dalam bidang hadits, mereka telah menerimanya dan tidak berselisih tentang keshahihannya. walaupun banyak kalangan ahli kalam dan selainnya yang membantahnya, mengingkari dengan keras bahkan menganggapnya dusta sebagian mereka ada yang menulis karangan khusus tentang hal ini dan menuduh Hisyam (bin Urwah) sebagai penyebab (lemahnya) dan yang maksimal (cercaan terhadap Hisyam bahwa mereka) menuduh Hisyam telah keliru dan tersamarkan hadits ini atasnya,padahal sedikitpun dirinya tidak demikian. Lalu (mereka) berkata: ”Karena Nabi saw tidak mungkin terkena sihir, sebab hal itu akan membenarkan perkataan kaum kuffar.
Semua yang mereka katakan tersebut tertolak menurut ahli ilmu.Sesungguhnya Hisyam termasuk perawi yang paling tsiqah dan berilmu, tidak seorangpun dari kalangan Imam mencela-nya yang mengakibatkan tertolaknya hadits (yang diriwayatkannya). Apa pula urusan ahli kalam ikut-ikutan membicarakan hal ini? Telah diriwayatkan pula dari selain Hisyam dari ‘Aisyah dan telah sepakat pemilik dua Shahih (Bukhari dan Muslim) dalam menshahihkan hadits ini tidak seorangpun dari kalangan ahli Hadits dan Fiqih yang menolaknya. Kisah ini Masyhur bagi ahli tafsir, sunan, hadits, sejarah dan fuqaha’.Mereka lebih alim tentang keadaan Rasulullah dan kesahariannya daripada ahli kalam.
Lalu Mengatakan: “Sihir yang menimpa beliau adalah sejenis penyakit dari penyakit-penyakit yang muncul, kemudian Allah swt menyembuhkannya. Hal tersebut bukan merupakan kekurangan (bagi Rasul) dan tidak ada celaan sedikitpun padanya, sesungguhnya penyakit boleh menimpa para nabi, demikian pula pingsan. Sungguh Nabi pernah pingsan ketika sakit,pernah terjatuh hingga terluka kaki beliau dan tergores kulitnya.Ini termasuk bala’ (cobaan) yang dengannya Allah mengangkat derajat beliau serta dengannya Rasulullah mendapat keutamaannya. Adapun cobaan paling berat yang di rasakan oleh para Nabi adalah cobaan yang mereka terima dari umatnya dari berbagai macam ujian, berupa pembunuhan dan pemukulan, celaan dan penahanan. Maka bukanlah suatu hal yang baru Jika Rasulullah mendapatkan ujian dari sebagian musuh-musuhnya dengan sejenis sihir, sebagaimana Beliau telah di uji dengan lemparan panah dari musuhnya lalu panah tersebut melukai Beliau. Rasulullah juga pernah di uji dengan diletakannya kotoran di atas punggung Beliau tatkala sujud, dan selain itu.hal ini tidak menunjukan kekurangan dan aib atas mereka (para nabi), bahkan menunjukan kesempurnaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah subahanahu wata’ala.
Rasulullah adalah seorang manusia, dapat menimpa Beliau apa-apa yang menimpa manusia lainnya dari berbagai penyakit, sikap melampaui batas sebagian manusia terhadapnya dan tindak kedzaliman mereka terhadap Beliau sebagaimana manusia yang lainnya. Demikian pula hal - hal lain yang berhubungan dengan perkara dunia yang Beliau tertimpa sesuatu penyakit atau sikap melampaui batas orang lain terhadapnya -dengan sihir misalnya- yang dengan sebab itu Beliau membayangkan sesuatu urusan dunia yang hakekatnya tidak ada. Dibayangkan kepada Beliau menyetubuhi istrinya padahal tidak melakukannya, atau Beliau memiliki kekuatan untuk menyetubuhinya, namun tatkala mendekati salah seorang dari mereka, tiba-tiba muncul kelemahan dan hilang kekuatan beliau untuk melakukannya. Tetapi musibah yang menimpa Beliau penyakit, atau sihir tersebut tidaklah mempengaruhi penerimaan wahyu dari Allah swt dan tidak berhubungan dengan apa yang beliau sampaikan dari Allah swt kepada umatnya, karena telah tegaknya berbagai dalil dari Al Qur’an dan sunnah dan kesepakatan para pendahulu umat ini yang menunjukan kemaksumannya (terpeliaharanya). Beliau dalam menerima wahyu, menyampaikan, dan semua yang berhubungan dengan perkara-perkara agama. Dan sihir adalah sejenis penyakit yang menimpa Beliau.
Firman-Nya pula dalam surat al-Hajj: 52
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آَيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52)
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul-pun dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syetanpun memasuk-kan godaan-godaan terhadap keinginan itu, melainkan Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayatnya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Dalam surat al-Kahfi: 110
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
"Sesungguh-nya aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, namun yang kusampai-kan hanyalah wahyu yang diwahyukan Allah kepadaku".
Seputar Hadits tentang tersihirnya Nabi: “Ini benar adanya, terdapat dalam hadits yang shahih dan hal itu terjadi di madinah. Tatkala wahyu telah turun (secara berangsur) dan telah tegak tonggak risalah (yang beliau sampaikan), telah tampak berbagai tanda kenabian Beliau dan kebenaran risalahnya, serta Allah menolong Nabi-Nya mengalahkan kaum musyrikin dan menghinakan mereka; seorang dari Yahudi yang bernama Labid bin Al-A’sham ingin mengganggu Beliau. Dia pun membuat simpul sihir pada sisir, rontokan rambut, dan mayang kurma jantan sehingga di bayangkan kepada beliau melakukan sesuatu terhadap keluarganya padahal ternyata tidak melakukannya. Namun tetap -walhamdulillah- akalnya, perasaannya, dan pemahamannya terhadap Beliau beritakan kepada manusia tidaklah terganggu. Beliau tetap memberitakan kepada manusia kebenaran yang telah Allah swt wahyukan kepadanya, namun beliau merasakan sesuatu yang memberikan sebagian pengaruh dalam hubungannya dengan Istrinya, sebagaimana yang di katakanAisyah bahwa di bayangkan kepada beliau melakukan sesuatu bersama keluarganya di rumah dan ternyata tidak melakukannya.
Diutuslah (sebagian sahabat) untuk mengeluarkan (simpul sihir) dari sumur milik salah seorang Anshar tersebut dan melenyapkan (pengaruh sihir)-nya. Akhirnya hilanglah pengaruh tersebut-segala puji bagi Allah. Surat al-Mu’awwidzatain (al Falaq dan An-Nas), Lalu Beliau membacanya. Maka hilanglah setiap gangguan tersebut. Rasulullah bersabda: “tidak ada seorang yang ber-ta’awwudz yang menandingi keduanya”.
Dan (hal itu) tidaklah mengakibatkan sesuatu yang memudharatkan manusia, atau merusak risalah atau wahyu yang Beliau bawa. Allah telah memeliharanya dari manusia atas sesuatu yang mencegah terhalanginya risalah yang Beliau bawa, atau tercegah dari menyampaikannya.
Adapun yang menimpa para rasul berupa jenis-jenis gangguan, Beliau pun tidak terpelihara darinya, hal itu pun menimpa Rasulullah. Diantaranya juga, terlukanya Beliau pada perang Uhuhd, kepala Beliau di Pukul dengan alat pelindung kepala hingga sebagian besinya masuk kedalam dua pipi Beliau, serta terjatuh pada sebagian lubang yang terdapat di sana. Dan mereka (Rasulullah dan para sahabat) telah disempitkan kehidupannya sewaktu di Makkah, Beliau mengalami sesuatu yang telah menimpa para rasul sebelumnya. Inilah Sunatullah, dengannya Allah mengangkat derajat Beliau meninggikan kedudukannya, dan melipatgandakan kebaikan-kebaikannya.Namun Allah senantiasa memelihara Beliau dari sisi bahwa meraka tidak mampu membunuhnya, dan tidak mampu mencegahnya menyampaikan risalah. Tidak satupun yang mampu menghalagi apa saja yang wajib beliau sampaikan, sungguh Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, mudah-mudahan shalawat dan salam Allah subahanahu wata’ala senantiasa tercurah atas Beliau.
Dari semua riwayat tampak bahwa sihir yang dilakukan oleh Yahudi kepada Nabi tersebut termasuk jenis sihir yang paling jahat, dengan maksud membunuh Nabi, sebagaimana dimaklumi dari sekian macam sihir itu memang ada yang tujuannya untuk membunuh, akan tetapi Allah menjaga Nabi dari makar mereka, sehingga sihir itu menjadi jenis sihir yang paling ringan, yakni sekedar ketidakberdayaan Nabi untuk menggauli istrinya sendiri, jenis sihir inilah yang lazim disebut al-rabth.
Terjadinya sakit pada diri Nabi yang disebabkan sihir di atas tidak akan merusak status kenabian, karena penyakit tersebut hanya terkait urusan keduniaan, sehingga penyakit yang menimpa Nabi tersebut sama seperti penyakit-penyakit lain yang hanya menimpa pada bagian jasmaniah, seperti pandangan mata seakan menggauli dan memanggil-manggil isteri padahal tidak, hanya sebatas itu.
Peristiwa seperti ini juga pernah dialami oleh Musa ketika berhadapan dengan tukang-tukang sihir Fir'aun, ketika itu terbayang oleh Musa lantaran sihir mereka seakan-akan tongkat mereka merayap dengan cepat, kemudian Allah memberikan keteguhan hati kepada Musa. Dalam firman Allah disebutkan, "Kami berkata: janganlah takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul atau menang. Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka perbuat, Sesungguhnya apa yang mereka perbuat adalah tipu daya tukang sihir, dan tidak akan menang tukang sihir itu".
Hukum Berbuat Sihir
حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الأَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ "، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: " الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ "
Telah menceritakan kepadaku Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Sulaimaan bin Bilaal, dari Tsaur bin Zaid, dari Abul-Ghaits, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”. Dikatakan : “Wahai Rasulullah, apakah itu ?”. Beliau menjawab : “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh wanita mukminah baik-baik lagi suci telah berbuat zina”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 89].
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَمُسَدَّدٌ الْمَعْنَى، قَالَا: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الأَخْنَسِ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ، اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Musaddad secara makna, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah bin Al-Akhnas, dari Al-Waliid bin ‘Abdillah, dari Yuusuf bin Maahak, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa mempelajari ilmu nujuum (perbintangan), sungguh ia telah mempelajari sebagian dari (ilmu) sihir. Bertambah dari ilmu sihir apa yang bertambah dari ilmu nujuum” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3905; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 2/473].
Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata :
أَنَّ السِّحْرَ ثَابِتٌ، وَحَقِيقَتُهُ مَوْجُودَةٌ، اتَّفَقَ أَكْثَرُ الأُمَمِ مِنَ الْعَرَبِ، وَالْفُرْسِ، وَالْهِنْدِ، وَبَعْضِ الرُّومِ عَلَى إِثْبَاتِهِ، وَهَؤُلاءِ أَفْضَلُ سُكَّانِ أَهْلِ الأَرْضِ، وَأَكْثَرُهُمْ عِلْمًا وَحِكْمَةً، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ، وَأَمَرَ بِالاسْتِعَاذَةِ مِنْهُ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَوَرَدَ فِي ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَارٌ لا يُنْكِرُهَا إِلا منْ أَنْكَرَ الْعِيَانَ وَالضَّرُورَةَ، وَفَرَّعَ الْفُقَهَاءُ فِيمَا يَلْزَمِ السَّاحِرِ مِنَ الْعُقُوبَةِ، وَمَا لا أَصْلَ لَهُ لا يَبْلُغُ هَذَا الْمَبْلَغُ فِي الشُّهْرَةِ وَالاسْتِفَاضَةِ، فَنَفْيُ السِّحْرِ جَهْلٌ، وَالرَّدُّ عَلَى منْ نَفَاهُ لَغْوٌ وَفَضْلٌ.
“Bahwasannya sihir itu tsaabit, hakekatnya benar-benar ada. Kebanyakan umat dari bangsa ‘Arab, Persia, India, dan sebagian bangsa Romawi telah bersepakat dalam penetapannya. Mereka semua itu adalah penduduk bumi yang utama, dan paing banyak mempunyai ilmu dan hikmah. Allah ta’ala telah berfirman : ‘Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’ (QS. Al-Baqarah : 102), dan memerintahkan untuk meminta perlindungan darinya. Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul’(QS. Al-Falaq : 4). Dan telah datang riwayat dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu (sihir) dimana tidak ada yang mengingkarinya, kecuali orang yang mengingkari sesuatu yang jelas dan aksiomatik. Para fuqahaa’ telah menyebutkan beberapa bentuk hukuman yang mesti dijatuhkan kepada tukang sihir. Sesuatu yang tidak ada asalnya biasanya tidak dapat terkenal dan tersebar luas (dalam pembicaraannya). Sehingga menafikkan keberadaan sihir adalah kebodohan, dan membantah orang yang menafikkannya adalah kesia-siaan belaka” [Syarhus-Sunnah, 12/187-188].
Sulaimaan bin ‘Abdillah rahimahullah berkata :
السحر محرم في جميع أديان الرسل عليهم السلام، كما قال تعالى : وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Sihir diharamkan dalam seluruh agama yang dibawa para Rasul ‘alaihimis-salaam, sebagaimana firman Allah ta’ala :‘Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’ (QS. Thaha : 69)” [Taisirul-‘Aziizil-Hamiid, hal. 386].
Para ulama sepakat bahwa mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan sihir adalah haram, dan ia termasuk di antara dosa-dosa besar (al-kabaair). Kaum muslimin juga sepakat bahwa sihir tidaklah muncul kecuali dari orang-orang fasiq [Mausu’ah Al-Ijmaa’ fil-Fiqhil-Islaamiy oleh Sa’diy Abu Jaib, hal. 554 no. 1910-1911].
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
فَيُقَالُ لِلسَّاحِرِ: صِفِ السِّحْرَ الَّذِي تَسْحَرُ بِهِ، فَإِنْ كَانَ مَا يَسْحَرُ بِهِ كَلَامَ كُفْرٍ صَرِيحٍ اسْتُتِيبَ مِنْهُ، فَإِنْ تَابَ وَإِلَّا قُتِلَ، وَأُخِذَ مَالُهُ فَيْئًا، وَإِنْ كَانَ مَا يَسْحَرُ بِهِ كَلَامًا لَا يَكُونُ كُفْرًا، وَكَانَ غَيْرَ مَعْرُوفٍ، وَلَمْ يَضُرَّ بِهِ أَحَدًا نُهِيَ عَنْهُ، فَإِنْ عَادَ عُزِّرَ، وَإِنْ كَانَ يَعْلَمُ أَنَّهُ يَضُرُّ بِهِ أَحَدًا مِنْ غَيْرِ قَتْلٍ، فَعَمَدَ أَنْ يَعْمَلَهُ عُزِّرَ
“Dan dikatakan kepada pelaku sihir : ‘Sifatkan sihir yang engkau menyihir dengannya’. Apabila sesuatu yang ia pakai untuk menyihir berupa perkataan kufur yang jelas, maka ia diminta bertaubat. Jika ia bertaubat, taubatnya diterima; dan jika tidak, ia dibunuh, diambil hartanya sebagai fai’. Namun apabila sesuatu yang ia pakai untuk menyihir berupa perkataan yang tidak mengandung kekufuran, tidak ma’ruuf, dan tidak menyebabkan bahaya bagi seseorang, maka ia dilarang darinya. Jika ia mengulangi, ia dihukum ta’zir. Jika ia mengetahui bahwasannya sihir itumenyebabkan bahaya bagi orang lain tanpa membunuhnya, lalu ia sengaja melakukannya, maka ia dihukum ta’zir” [Al-Umm, 1/256-257].
Al-Maziri rahimahullah berkata :
وجمهور علماء الأمة على اثبات السحر وأن له حقيقة كحقيقة غيره من الأشياء الثابتة خلافا لمن أنكر ذلك ونفى حقيقته واضاف ما يقع منه إلى خيالات باطلة لاحقائق لها وقد ذكره الله تعالى فى كتابه وذكر أنه مما يتعلم وذكر ما فيه اشارة إلى أنه مما يكفر به وأنه يفرق بين المرء وزوجه وهذا كله لا يمكن فيما لاحقيقة له وهذا الحديث أيضا مصرح باثباته وأنه أشياء دفنت وأخرجت وهذا كله يبطل ما قالوه فإحالة كونه من الحقائق محال
“Jumhur ulama umat menetapkan keberadaan sihir dan ia mempunyai hakekat sebagaimana hakekat dari perkara-perkara lain yang telah tetap. Berbeda halnya dengan orang yang mengingkarinya dan menafikkan hakekatnya, dimana mereka menyandarkan apa yang terjadi dari sihir sebagai khayalan/halusinasi belaka, tanpa hakekat. Allah ta’ala telah menyebutkan dalam kitab-Nya dan menyebutkan bahwasannya sihir termasuk sesuatu yang dapat dipelajari. Dan Allah pun menyebutkan bahwa sihir merupakan perkara yang dapat mengkafirkan pelakunya, dan ia dapat memisahkan pasangan suami istri. Semuanya ini tidaklah mungkin jika tidak ada hakekatnya. Dan hadits ini (yaitu dalam bab sihir) juga menegaskan tentang penetapannya dan ia merupakan sesuatu yang terkubur dan kemudian muncul kembali. Dan semuanya ini membatalkan apa yang mereka katakan. Oleh karena itu, meniadakan keberadaan hakekatnya adalah mustahil...” (Syarh Shahih Muslim lin-Nawaawiy, 4/174).
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
واختلف الفقهاء في حكم الساحر المسلم والذمي، فذهب مالك إلى أن المسلم إذا سحر بنفسه بكلام يكون كفرا يقتل ولا يستتاب ولا تقبل توبته، لأنه أمر يستسر به كالزنديق والزاني، ولأن الله تعالى سمى السحر كفرا بقوله: {وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ} وهو قول أحمد بن حنبل وأبي ثور وإسحاق والشافعي وأبي حنيفة
“Dan para fuqahaa’ telah berselisih pendapat tentang hukum pelaku sihir muslim dan dzimmiy. Maalik berpendapat apabila ia berbuat sihir sendiri dengan perkataan yang mengandung kekufuran, maka ia dibunuh tanpa dimintai bertaubat terlebih dahulu, (dan seandainya bertaubat) tidak diterima taubatnya; karena ia (sihir) merupakan perkara yang dilakukan dengan senang hati seperti orang zindiiq dan pezina. Dan karena Allah ta’alamenamakan sihir dengan kekufuran dengan firman-Nya : ‘Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan : Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’ (QS. Al-Baqarah : 102). Hal itu merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaaq, Asy-Syaafi’iy, dan Abu Haniifah” [Tafsir Al-Qurthubiy, 2/47-48].
SIHIR BANYAK MACAMNYA, TIDAK HANYA DIBATASI DENGAN SIHIR PENGELABUHAN MATA SAJA
Asy-Syinqithi rahimahullah berkata :
اعلم أن السحر في الاصطلاح لا يمكن حده بحد جامع مانع. لكثرة الأنواع المختلفة الداخلة تحته، ولا يتحقق قدر مشترك بينها يكون جامعاً لها مانعاً لغيرها. ومن هنا اختلفت عبارات العلماء في حده اختلافاً متبايناً
“Ketahuilah, bahwasannya sihir secara istilah tidak mungkin diberikan batasan dengan batasan yang menyeluruh dan jelas karena banyaknya macam hal yang berbeda-beda masuk dalam cakupannya. Dan tidaklah dapat dinyatakan ukuran kebersamaan di antara macam hal tersebut sehingga dapat meliputi keseluruhannya, dan pencegah bagi selainnya. Dari sini terjadi perbedaan yang jelas atas ungkapan pada ulama dalam membatasi definisinya” (Adlwaaul-Bayaan, 4/40).
Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :
التحقيق في هذه المسألة هو التفصيل. فإن كان السحر مما يعظم فيه غير الله كالكواكب والجنّ وغير ذلك مما يؤدي إلى الكفر فهو كفر بلا نزاع، ومن هذا النوع سحر هاروت وماروت المذكور في سورة "البقرة" فإنه كفر بلا نزاع. كما دل عليه قوله تعالى: {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ} ، وقوله تعالى: {وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ} ، وقوله: {وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ} ، وقوله تعالى: {وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}, كما تقدّم إيضاحه. وإن كان السحر لا يقتضي الكفر كالاستعانة بخواص بعض الأشياء من دهانات وغيرها فهو حرام حرمة شديدة ولكنه لا يبلغ بصاحبه الكفر. هذا هو التحقيق إن شاء الله تعالى في هذه المسألة التي اختلف فيها العلماء.
“Dan tahqiiq dalam permasalahan ini adalah adanya perincian. Apabila sihir tersebut termasuk pengagungan terhadap selain Allah seperti pengagungan kepada bintang, jin, dan lainnya yang sampai pada derajat kekafiran, maka hukumnya kafir tanpa perselisihan. Dan yang termasuk sihir macam ini adalah sihir Haaruut dan Maaruut yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, maka ia adalah kufur tanpa perselisihan. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman-Nya ta’ala : ‘Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’ (QS. Al-Baqarah : 102); dan firman-Nya ta’ala : ‘Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’(QS. Al-Baqarah : 102); dan firman-Nya ta’ala : ‘Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’ (QS. Thaha : 69), sebagaimana telah lalu penjelasannya. Dan bila sihir tersebut tidak menuntut adanya kekafiran seperti meminta bantuan pada kekhususan sebagian benda semisal cat atau selainnya, maka ia haram dengan keharaman yang keras, akan tetapi pelakunya tidak sampai pada kekafiran. Inilah tahqiq, insya Allah ta’ala, dalam permasalahan ini yang diperselisihkan para ulama” [Adlwaaul-Bayaan, 5/50].
Al Qurthubi rahimahullahu mengatakan: “Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu'tazilah secara umum dan Abu Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi'i berpendapat, bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan pengelabuhan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti yang (tampak) sebenarnya. Sihir ini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala: "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka". (QS. Thaha : 66)
Dan Allah tidak mengunakan kata tas'aa untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan: Terbayangkan oleh Musa. Selain itu, Dia juga berfirman: "Mereka menyihir mata umat manusia". (QS. Al-A'raf : 116) Yang demikian itu tidak mengandung hujjah sama sekali, karena tidak memungkiri pengelabuhan dan juga selainnya,yang merupakan bagian dari sihir.” (Tafsir al-Qurtubi II / 46)
Sihir banyak sekali macamnya, ada yang hanya sekedar tipuan/pengelabuhan mata saja, ada yang bisa mencerai-beraikan sebuah rumah tangga/pasangan suami istri, ada yang membuat seorang makin cinta atau benci, dan ada juga yang bisa menyebabkan seseorang jatuh sakit hingga mati. Bahkan untaian kata-kata yang indah pun bisa termasuk kategori sihir sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shollallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya sebagian dari bayan (penjelasan/tutur kata indah) itu adalah sihir.” (HR. Bukhari 5/1976, 2176, Shahih Bukhari jilid 10 hlm 223)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Abu Abdullah Ar-Razi membagi sihir menjadi 8 macam:
1. Sihir para pendusta dan kaum Kusydani yang terdiri dari penyembah bintang yang tujuh yang dapat berpindah-pindah, yaitu planet. Mereka berkeyakinan bahwa planet-planet itulah yang mengatur ala mini dan yang mendatangkan kebaikan dan keburukan.
2. Sihir orang-orang yang penuh khayalan (imajinasi) dan memiliki jiwa yang kuat. Mereka menyatakan bahwa khayalan itu memiliki pengaruh dengan argumen bahwa manusia ini dimungkinkan untuk berjalan di atas jembatan yang diletakkan di atas tanah, tetapi tidak mungkin berjalan di atasnya jika jembatan jika jembatan itu diletakkan di atas sungai atau yang semisalnya. Sebagaimana para dokter sepakat melarang orang yang hidungnya berdarah agar tidak melihat kepada segala sesuatu yang berwarna merah.
Ibnu Katsir berkata: “Dia (Ar-Razi) menjadikan sebagai dasar pendapatnya itu dengan apa yang ditegaskan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Terkena ‘ain adalah benar adanya, seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, maka pastilah ‘ain itu mendahuluinya.’
3. Sihir yang menggunakan bantuan jin
4. Sihir dengan tipuan atau sulap mata
5. Sihir yang menakjubkan yang timbul dari penyusunan alat-alat yang tersusun berdasarkan susunan geometri yang bersesuaian.
6. Sihir yang menggunakan bantuan obat-obatan khusus, baik yang berupa obat yang diminum atau dioleskan.
7. Sihir yang berupa penundukan hati.
8. Sihir berupa usaha mengadu domba dengan cara tersembunyi dan lembut.
Kemudian Ar-Razi mengemukakan: Demikianlah uraian mengenai macam-macam sihir dan jenis-jenisnya. (Tafsir Ibnu Katsir Juz 1, vol. 6 hlm 208-209)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Sebagaimana nabi Muhammad pun pernah diuji dengan dilempari kotoran ketika sedang melakukan sujud, dan lain-lain cobaan dan bencana. Semua itu tidak mengurangi kredibilitas yang dimilikinya, tidak pula menimbulkan cela. Justru hal itu dapat meningguikan derajat dan kemuliannya di sisi Allah.
Masalah hadits yang menyatakan bahwa Nabi pernah tersihir pun direspon oleh para ulama dengan berbagai argument yang mereka kemukakan. Sebagian menganggap hadits ini shahih, sebagian yang lain menganggap hadits ini dlaif. Lalu bagaimana dengan sifat dalam diri Nabi yang “ma’shum??? Apakah Nabi memang benar-benar tersihir atau malah sebaliknya? Beliau tetap dijaga oleh Allah…
Hadis tentang tersihirnya Nabi
(HR. Bukhari No. 4059)
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَتْ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا يَفْعَلُهُ حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ دَعَا ثُمَّ دَعَا ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ جَاءَنِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ أَوْ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي مَا وَجَعُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ قَالَ وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ قَالَ فَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ قَالَتْ فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ قَالَ لَا أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللَّهُ وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سُحِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَاقَ أَبُو كُرَيْبٍ الْحَدِيثَ بِقِصَّتِهِ نَحْوَ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِيهِ فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْبِئْرِ فَنَظَرَ إِلَيْهَا وَعَلَيْهَا نَخْلٌ وَقَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَخْرِجْهُ وَلَمْ يَقُلْ أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ
Aisyah ra. berkata: Nabi saw. terkena sihir sehingga membuat beliau mengkhayalkan mengerjakan sesuatu padahal beliau tidak melaksanakannya. suatu hari beliau memanggil-manggil, lalu sabdanya: Apakah kamu merasakan sesuatu wahai Aisyah bahwa Allah telah mewahyukan kepadaku mengenai apa yang aku minta? Telah datang kepadaku dua orang yang satu duduk di samping kepalaku sedangkan yang lain duduk di samping kakiku, maka terjadilah dialog antara keduanya: Tanya: Sakit apa dia?Jawab: Terkena sihir. Tanya: Siapa pelakunya? Jawab: Labid bin alA'sham. Tanya: Dengan fasilitas apa? Jawab: Dengan rambut yang rontok karena tersisir dan mayang kurma. Tanya: Dimana adanya? Jawab: Di sumur Dzarwan. Maka Nabi saw. mendatangi sumur tersebut dan kembali kepada Aisyah seraya bersabda: Bagaikan daun pacar yang terendam dan punuk pohon kurmanya bagaikan syetan. Aisyah berkata: Apakah tuan tidak mencampakkannya? Nabi menjawab: Tidak, Allah telah memberiku kesembuhan dan saya tidak menginginkan untuk mencelakakan seorang pun. Akhirnya sumur itu ditimbun.
Cerita di atas adalah sejarah, dimana Nabi saw. pernah terkena sihir, pelakunya adalah Labid bin al-A'sham, seorang Yahudi dari kelompok Bani Zuraiq. Orang-orang Yahudi bersekongkol dengan Labid, salah seorang tukang sihir Yahudi yang terkenal untuk makar kepada Muhammad dengan imbalan tiga dinar. Kemudian Labid mengerjakannya melalui beberapa helai rambut yang rontok karena tersisir, yang menurut riwayat, rambut itu diperoleh dari seorang budak perempuan yang pergi ke rumah Nabi saw dan membuat buhul pada rambut tersebut sebagai sihir, lalu diletakkan di sumur Dzarwan. Kemudian Nabi mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat. Dalam riwayat lain disebutkan nama Ali dan beberapa sahabat lain. Kemudian sihir itu dikeluarkan lalu Nabi membacakan Mu’awwidzatain pada buhul-buhul tersebut. Nabi terlepas dari pengaruh sihir itu sebagaimana digambarkan Nabi laksana terlepas dari berbagai ikatan.
Ibnul Qayyim Rahimahullah ketika menjelaskan kedudukan hadits sihir menjelaskan: “Hadits ini Tsabit (Shahih) menurut para ahli ilmu dalam bidang hadits, mereka telah menerimanya dan tidak berselisih tentang keshahihannya. walaupun banyak kalangan ahli kalam dan selainnya yang membantahnya, mengingkari dengan keras bahkan menganggapnya dusta sebagian mereka ada yang menulis karangan khusus tentang hal ini dan menuduh Hisyam (bin Urwah) sebagai penyebab (lemahnya) dan yang maksimal (cercaan terhadap Hisyam bahwa mereka) menuduh Hisyam telah keliru dan tersamarkan hadits ini atasnya,padahal sedikitpun dirinya tidak demikian. Lalu (mereka) berkata: ”Karena Nabi saw tidak mungkin terkena sihir, sebab hal itu akan membenarkan perkataan kaum kuffar.
Semua yang mereka katakan tersebut tertolak menurut ahli ilmu.Sesungguhnya Hisyam termasuk perawi yang paling tsiqah dan berilmu, tidak seorangpun dari kalangan Imam mencela-nya yang mengakibatkan tertolaknya hadits (yang diriwayatkannya). Apa pula urusan ahli kalam ikut-ikutan membicarakan hal ini? Telah diriwayatkan pula dari selain Hisyam dari ‘Aisyah dan telah sepakat pemilik dua Shahih (Bukhari dan Muslim) dalam menshahihkan hadits ini tidak seorangpun dari kalangan ahli Hadits dan Fiqih yang menolaknya. Kisah ini Masyhur bagi ahli tafsir, sunan, hadits, sejarah dan fuqaha’.Mereka lebih alim tentang keadaan Rasulullah dan kesahariannya daripada ahli kalam.
Lalu Mengatakan: “Sihir yang menimpa beliau adalah sejenis penyakit dari penyakit-penyakit yang muncul, kemudian Allah swt menyembuhkannya. Hal tersebut bukan merupakan kekurangan (bagi Rasul) dan tidak ada celaan sedikitpun padanya, sesungguhnya penyakit boleh menimpa para nabi, demikian pula pingsan. Sungguh Nabi pernah pingsan ketika sakit,pernah terjatuh hingga terluka kaki beliau dan tergores kulitnya.Ini termasuk bala’ (cobaan) yang dengannya Allah mengangkat derajat beliau serta dengannya Rasulullah mendapat keutamaannya. Adapun cobaan paling berat yang di rasakan oleh para Nabi adalah cobaan yang mereka terima dari umatnya dari berbagai macam ujian, berupa pembunuhan dan pemukulan, celaan dan penahanan. Maka bukanlah suatu hal yang baru Jika Rasulullah mendapatkan ujian dari sebagian musuh-musuhnya dengan sejenis sihir, sebagaimana Beliau telah di uji dengan lemparan panah dari musuhnya lalu panah tersebut melukai Beliau. Rasulullah juga pernah di uji dengan diletakannya kotoran di atas punggung Beliau tatkala sujud, dan selain itu.hal ini tidak menunjukan kekurangan dan aib atas mereka (para nabi), bahkan menunjukan kesempurnaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah subahanahu wata’ala.
Rasulullah adalah seorang manusia, dapat menimpa Beliau apa-apa yang menimpa manusia lainnya dari berbagai penyakit, sikap melampaui batas sebagian manusia terhadapnya dan tindak kedzaliman mereka terhadap Beliau sebagaimana manusia yang lainnya. Demikian pula hal - hal lain yang berhubungan dengan perkara dunia yang Beliau tertimpa sesuatu penyakit atau sikap melampaui batas orang lain terhadapnya -dengan sihir misalnya- yang dengan sebab itu Beliau membayangkan sesuatu urusan dunia yang hakekatnya tidak ada. Dibayangkan kepada Beliau menyetubuhi istrinya padahal tidak melakukannya, atau Beliau memiliki kekuatan untuk menyetubuhinya, namun tatkala mendekati salah seorang dari mereka, tiba-tiba muncul kelemahan dan hilang kekuatan beliau untuk melakukannya. Tetapi musibah yang menimpa Beliau penyakit, atau sihir tersebut tidaklah mempengaruhi penerimaan wahyu dari Allah swt dan tidak berhubungan dengan apa yang beliau sampaikan dari Allah swt kepada umatnya, karena telah tegaknya berbagai dalil dari Al Qur’an dan sunnah dan kesepakatan para pendahulu umat ini yang menunjukan kemaksumannya (terpeliaharanya). Beliau dalam menerima wahyu, menyampaikan, dan semua yang berhubungan dengan perkara-perkara agama. Dan sihir adalah sejenis penyakit yang menimpa Beliau.
Firman-Nya pula dalam surat al-Hajj: 52
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آَيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52)
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul-pun dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syetanpun memasuk-kan godaan-godaan terhadap keinginan itu, melainkan Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayatnya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Dalam surat al-Kahfi: 110
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
"Sesungguh-nya aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, namun yang kusampai-kan hanyalah wahyu yang diwahyukan Allah kepadaku".
Seputar Hadits tentang tersihirnya Nabi: “Ini benar adanya, terdapat dalam hadits yang shahih dan hal itu terjadi di madinah. Tatkala wahyu telah turun (secara berangsur) dan telah tegak tonggak risalah (yang beliau sampaikan), telah tampak berbagai tanda kenabian Beliau dan kebenaran risalahnya, serta Allah menolong Nabi-Nya mengalahkan kaum musyrikin dan menghinakan mereka; seorang dari Yahudi yang bernama Labid bin Al-A’sham ingin mengganggu Beliau. Dia pun membuat simpul sihir pada sisir, rontokan rambut, dan mayang kurma jantan sehingga di bayangkan kepada beliau melakukan sesuatu terhadap keluarganya padahal ternyata tidak melakukannya. Namun tetap -walhamdulillah- akalnya, perasaannya, dan pemahamannya terhadap Beliau beritakan kepada manusia tidaklah terganggu. Beliau tetap memberitakan kepada manusia kebenaran yang telah Allah swt wahyukan kepadanya, namun beliau merasakan sesuatu yang memberikan sebagian pengaruh dalam hubungannya dengan Istrinya, sebagaimana yang di katakanAisyah bahwa di bayangkan kepada beliau melakukan sesuatu bersama keluarganya di rumah dan ternyata tidak melakukannya.
Diutuslah (sebagian sahabat) untuk mengeluarkan (simpul sihir) dari sumur milik salah seorang Anshar tersebut dan melenyapkan (pengaruh sihir)-nya. Akhirnya hilanglah pengaruh tersebut-segala puji bagi Allah. Surat al-Mu’awwidzatain (al Falaq dan An-Nas), Lalu Beliau membacanya. Maka hilanglah setiap gangguan tersebut. Rasulullah bersabda: “tidak ada seorang yang ber-ta’awwudz yang menandingi keduanya”.
Dan (hal itu) tidaklah mengakibatkan sesuatu yang memudharatkan manusia, atau merusak risalah atau wahyu yang Beliau bawa. Allah telah memeliharanya dari manusia atas sesuatu yang mencegah terhalanginya risalah yang Beliau bawa, atau tercegah dari menyampaikannya.
Adapun yang menimpa para rasul berupa jenis-jenis gangguan, Beliau pun tidak terpelihara darinya, hal itu pun menimpa Rasulullah. Diantaranya juga, terlukanya Beliau pada perang Uhuhd, kepala Beliau di Pukul dengan alat pelindung kepala hingga sebagian besinya masuk kedalam dua pipi Beliau, serta terjatuh pada sebagian lubang yang terdapat di sana. Dan mereka (Rasulullah dan para sahabat) telah disempitkan kehidupannya sewaktu di Makkah, Beliau mengalami sesuatu yang telah menimpa para rasul sebelumnya. Inilah Sunatullah, dengannya Allah mengangkat derajat Beliau meninggikan kedudukannya, dan melipatgandakan kebaikan-kebaikannya.Namun Allah senantiasa memelihara Beliau dari sisi bahwa meraka tidak mampu membunuhnya, dan tidak mampu mencegahnya menyampaikan risalah. Tidak satupun yang mampu menghalagi apa saja yang wajib beliau sampaikan, sungguh Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, mudah-mudahan shalawat dan salam Allah subahanahu wata’ala senantiasa tercurah atas Beliau.
Dari semua riwayat tampak bahwa sihir yang dilakukan oleh Yahudi kepada Nabi tersebut termasuk jenis sihir yang paling jahat, dengan maksud membunuh Nabi, sebagaimana dimaklumi dari sekian macam sihir itu memang ada yang tujuannya untuk membunuh, akan tetapi Allah menjaga Nabi dari makar mereka, sehingga sihir itu menjadi jenis sihir yang paling ringan, yakni sekedar ketidakberdayaan Nabi untuk menggauli istrinya sendiri, jenis sihir inilah yang lazim disebut al-rabth.
Terjadinya sakit pada diri Nabi yang disebabkan sihir di atas tidak akan merusak status kenabian, karena penyakit tersebut hanya terkait urusan keduniaan, sehingga penyakit yang menimpa Nabi tersebut sama seperti penyakit-penyakit lain yang hanya menimpa pada bagian jasmaniah, seperti pandangan mata seakan menggauli dan memanggil-manggil isteri padahal tidak, hanya sebatas itu.
Peristiwa seperti ini juga pernah dialami oleh Musa ketika berhadapan dengan tukang-tukang sihir Fir'aun, ketika itu terbayang oleh Musa lantaran sihir mereka seakan-akan tongkat mereka merayap dengan cepat, kemudian Allah memberikan keteguhan hati kepada Musa. Dalam firman Allah disebutkan, "Kami berkata: janganlah takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul atau menang. Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka perbuat, Sesungguhnya apa yang mereka perbuat adalah tipu daya tukang sihir, dan tidak akan menang tukang sihir itu".
Hukum Berbuat Sihir
حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الأَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ "، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: " الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ "
Telah menceritakan kepadaku Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Sulaimaan bin Bilaal, dari Tsaur bin Zaid, dari Abul-Ghaits, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”. Dikatakan : “Wahai Rasulullah, apakah itu ?”. Beliau menjawab : “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh wanita mukminah baik-baik lagi suci telah berbuat zina”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 89].
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَمُسَدَّدٌ الْمَعْنَى، قَالَا: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الأَخْنَسِ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ، اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Musaddad secara makna, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah bin Al-Akhnas, dari Al-Waliid bin ‘Abdillah, dari Yuusuf bin Maahak, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa mempelajari ilmu nujuum (perbintangan), sungguh ia telah mempelajari sebagian dari (ilmu) sihir. Bertambah dari ilmu sihir apa yang bertambah dari ilmu nujuum” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3905; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 2/473].
Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata :
أَنَّ السِّحْرَ ثَابِتٌ، وَحَقِيقَتُهُ مَوْجُودَةٌ، اتَّفَقَ أَكْثَرُ الأُمَمِ مِنَ الْعَرَبِ، وَالْفُرْسِ، وَالْهِنْدِ، وَبَعْضِ الرُّومِ عَلَى إِثْبَاتِهِ، وَهَؤُلاءِ أَفْضَلُ سُكَّانِ أَهْلِ الأَرْضِ، وَأَكْثَرُهُمْ عِلْمًا وَحِكْمَةً، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ، وَأَمَرَ بِالاسْتِعَاذَةِ مِنْهُ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَوَرَدَ فِي ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَارٌ لا يُنْكِرُهَا إِلا منْ أَنْكَرَ الْعِيَانَ وَالضَّرُورَةَ، وَفَرَّعَ الْفُقَهَاءُ فِيمَا يَلْزَمِ السَّاحِرِ مِنَ الْعُقُوبَةِ، وَمَا لا أَصْلَ لَهُ لا يَبْلُغُ هَذَا الْمَبْلَغُ فِي الشُّهْرَةِ وَالاسْتِفَاضَةِ، فَنَفْيُ السِّحْرِ جَهْلٌ، وَالرَّدُّ عَلَى منْ نَفَاهُ لَغْوٌ وَفَضْلٌ.
“Bahwasannya sihir itu tsaabit, hakekatnya benar-benar ada. Kebanyakan umat dari bangsa ‘Arab, Persia, India, dan sebagian bangsa Romawi telah bersepakat dalam penetapannya. Mereka semua itu adalah penduduk bumi yang utama, dan paing banyak mempunyai ilmu dan hikmah. Allah ta’ala telah berfirman : ‘Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’ (QS. Al-Baqarah : 102), dan memerintahkan untuk meminta perlindungan darinya. Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul’(QS. Al-Falaq : 4). Dan telah datang riwayat dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu (sihir) dimana tidak ada yang mengingkarinya, kecuali orang yang mengingkari sesuatu yang jelas dan aksiomatik. Para fuqahaa’ telah menyebutkan beberapa bentuk hukuman yang mesti dijatuhkan kepada tukang sihir. Sesuatu yang tidak ada asalnya biasanya tidak dapat terkenal dan tersebar luas (dalam pembicaraannya). Sehingga menafikkan keberadaan sihir adalah kebodohan, dan membantah orang yang menafikkannya adalah kesia-siaan belaka” [Syarhus-Sunnah, 12/187-188].
Sulaimaan bin ‘Abdillah rahimahullah berkata :
السحر محرم في جميع أديان الرسل عليهم السلام، كما قال تعالى : وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Sihir diharamkan dalam seluruh agama yang dibawa para Rasul ‘alaihimis-salaam, sebagaimana firman Allah ta’ala :‘Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’ (QS. Thaha : 69)” [Taisirul-‘Aziizil-Hamiid, hal. 386].
Para ulama sepakat bahwa mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan sihir adalah haram, dan ia termasuk di antara dosa-dosa besar (al-kabaair). Kaum muslimin juga sepakat bahwa sihir tidaklah muncul kecuali dari orang-orang fasiq [Mausu’ah Al-Ijmaa’ fil-Fiqhil-Islaamiy oleh Sa’diy Abu Jaib, hal. 554 no. 1910-1911].
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
فَيُقَالُ لِلسَّاحِرِ: صِفِ السِّحْرَ الَّذِي تَسْحَرُ بِهِ، فَإِنْ كَانَ مَا يَسْحَرُ بِهِ كَلَامَ كُفْرٍ صَرِيحٍ اسْتُتِيبَ مِنْهُ، فَإِنْ تَابَ وَإِلَّا قُتِلَ، وَأُخِذَ مَالُهُ فَيْئًا، وَإِنْ كَانَ مَا يَسْحَرُ بِهِ كَلَامًا لَا يَكُونُ كُفْرًا، وَكَانَ غَيْرَ مَعْرُوفٍ، وَلَمْ يَضُرَّ بِهِ أَحَدًا نُهِيَ عَنْهُ، فَإِنْ عَادَ عُزِّرَ، وَإِنْ كَانَ يَعْلَمُ أَنَّهُ يَضُرُّ بِهِ أَحَدًا مِنْ غَيْرِ قَتْلٍ، فَعَمَدَ أَنْ يَعْمَلَهُ عُزِّرَ
“Dan dikatakan kepada pelaku sihir : ‘Sifatkan sihir yang engkau menyihir dengannya’. Apabila sesuatu yang ia pakai untuk menyihir berupa perkataan kufur yang jelas, maka ia diminta bertaubat. Jika ia bertaubat, taubatnya diterima; dan jika tidak, ia dibunuh, diambil hartanya sebagai fai’. Namun apabila sesuatu yang ia pakai untuk menyihir berupa perkataan yang tidak mengandung kekufuran, tidak ma’ruuf, dan tidak menyebabkan bahaya bagi seseorang, maka ia dilarang darinya. Jika ia mengulangi, ia dihukum ta’zir. Jika ia mengetahui bahwasannya sihir itumenyebabkan bahaya bagi orang lain tanpa membunuhnya, lalu ia sengaja melakukannya, maka ia dihukum ta’zir” [Al-Umm, 1/256-257].
Al-Maziri rahimahullah berkata :
وجمهور علماء الأمة على اثبات السحر وأن له حقيقة كحقيقة غيره من الأشياء الثابتة خلافا لمن أنكر ذلك ونفى حقيقته واضاف ما يقع منه إلى خيالات باطلة لاحقائق لها وقد ذكره الله تعالى فى كتابه وذكر أنه مما يتعلم وذكر ما فيه اشارة إلى أنه مما يكفر به وأنه يفرق بين المرء وزوجه وهذا كله لا يمكن فيما لاحقيقة له وهذا الحديث أيضا مصرح باثباته وأنه أشياء دفنت وأخرجت وهذا كله يبطل ما قالوه فإحالة كونه من الحقائق محال
“Jumhur ulama umat menetapkan keberadaan sihir dan ia mempunyai hakekat sebagaimana hakekat dari perkara-perkara lain yang telah tetap. Berbeda halnya dengan orang yang mengingkarinya dan menafikkan hakekatnya, dimana mereka menyandarkan apa yang terjadi dari sihir sebagai khayalan/halusinasi belaka, tanpa hakekat. Allah ta’ala telah menyebutkan dalam kitab-Nya dan menyebutkan bahwasannya sihir termasuk sesuatu yang dapat dipelajari. Dan Allah pun menyebutkan bahwa sihir merupakan perkara yang dapat mengkafirkan pelakunya, dan ia dapat memisahkan pasangan suami istri. Semuanya ini tidaklah mungkin jika tidak ada hakekatnya. Dan hadits ini (yaitu dalam bab sihir) juga menegaskan tentang penetapannya dan ia merupakan sesuatu yang terkubur dan kemudian muncul kembali. Dan semuanya ini membatalkan apa yang mereka katakan. Oleh karena itu, meniadakan keberadaan hakekatnya adalah mustahil...” (Syarh Shahih Muslim lin-Nawaawiy, 4/174).
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
واختلف الفقهاء في حكم الساحر المسلم والذمي، فذهب مالك إلى أن المسلم إذا سحر بنفسه بكلام يكون كفرا يقتل ولا يستتاب ولا تقبل توبته، لأنه أمر يستسر به كالزنديق والزاني، ولأن الله تعالى سمى السحر كفرا بقوله: {وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ} وهو قول أحمد بن حنبل وأبي ثور وإسحاق والشافعي وأبي حنيفة
“Dan para fuqahaa’ telah berselisih pendapat tentang hukum pelaku sihir muslim dan dzimmiy. Maalik berpendapat apabila ia berbuat sihir sendiri dengan perkataan yang mengandung kekufuran, maka ia dibunuh tanpa dimintai bertaubat terlebih dahulu, (dan seandainya bertaubat) tidak diterima taubatnya; karena ia (sihir) merupakan perkara yang dilakukan dengan senang hati seperti orang zindiiq dan pezina. Dan karena Allah ta’alamenamakan sihir dengan kekufuran dengan firman-Nya : ‘Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan : Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’ (QS. Al-Baqarah : 102). Hal itu merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaaq, Asy-Syaafi’iy, dan Abu Haniifah” [Tafsir Al-Qurthubiy, 2/47-48].
SIHIR BANYAK MACAMNYA, TIDAK HANYA DIBATASI DENGAN SIHIR PENGELABUHAN MATA SAJA
Asy-Syinqithi rahimahullah berkata :
اعلم أن السحر في الاصطلاح لا يمكن حده بحد جامع مانع. لكثرة الأنواع المختلفة الداخلة تحته، ولا يتحقق قدر مشترك بينها يكون جامعاً لها مانعاً لغيرها. ومن هنا اختلفت عبارات العلماء في حده اختلافاً متبايناً
“Ketahuilah, bahwasannya sihir secara istilah tidak mungkin diberikan batasan dengan batasan yang menyeluruh dan jelas karena banyaknya macam hal yang berbeda-beda masuk dalam cakupannya. Dan tidaklah dapat dinyatakan ukuran kebersamaan di antara macam hal tersebut sehingga dapat meliputi keseluruhannya, dan pencegah bagi selainnya. Dari sini terjadi perbedaan yang jelas atas ungkapan pada ulama dalam membatasi definisinya” (Adlwaaul-Bayaan, 4/40).
Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :
التحقيق في هذه المسألة هو التفصيل. فإن كان السحر مما يعظم فيه غير الله كالكواكب والجنّ وغير ذلك مما يؤدي إلى الكفر فهو كفر بلا نزاع، ومن هذا النوع سحر هاروت وماروت المذكور في سورة "البقرة" فإنه كفر بلا نزاع. كما دل عليه قوله تعالى: {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ} ، وقوله تعالى: {وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ} ، وقوله: {وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ} ، وقوله تعالى: {وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}, كما تقدّم إيضاحه. وإن كان السحر لا يقتضي الكفر كالاستعانة بخواص بعض الأشياء من دهانات وغيرها فهو حرام حرمة شديدة ولكنه لا يبلغ بصاحبه الكفر. هذا هو التحقيق إن شاء الله تعالى في هذه المسألة التي اختلف فيها العلماء.
“Dan tahqiiq dalam permasalahan ini adalah adanya perincian. Apabila sihir tersebut termasuk pengagungan terhadap selain Allah seperti pengagungan kepada bintang, jin, dan lainnya yang sampai pada derajat kekafiran, maka hukumnya kafir tanpa perselisihan. Dan yang termasuk sihir macam ini adalah sihir Haaruut dan Maaruut yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, maka ia adalah kufur tanpa perselisihan. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman-Nya ta’ala : ‘Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’ (QS. Al-Baqarah : 102); dan firman-Nya ta’ala : ‘Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’(QS. Al-Baqarah : 102); dan firman-Nya ta’ala : ‘Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’ (QS. Thaha : 69), sebagaimana telah lalu penjelasannya. Dan bila sihir tersebut tidak menuntut adanya kekafiran seperti meminta bantuan pada kekhususan sebagian benda semisal cat atau selainnya, maka ia haram dengan keharaman yang keras, akan tetapi pelakunya tidak sampai pada kekafiran. Inilah tahqiq, insya Allah ta’ala, dalam permasalahan ini yang diperselisihkan para ulama” [Adlwaaul-Bayaan, 5/50].
Al Qurthubi rahimahullahu mengatakan: “Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu'tazilah secara umum dan Abu Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi'i berpendapat, bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan pengelabuhan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti yang (tampak) sebenarnya. Sihir ini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala: "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka". (QS. Thaha : 66)
Dan Allah tidak mengunakan kata tas'aa untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan: Terbayangkan oleh Musa. Selain itu, Dia juga berfirman: "Mereka menyihir mata umat manusia". (QS. Al-A'raf : 116) Yang demikian itu tidak mengandung hujjah sama sekali, karena tidak memungkiri pengelabuhan dan juga selainnya,yang merupakan bagian dari sihir.” (Tafsir al-Qurtubi II / 46)
Sihir banyak sekali macamnya, ada yang hanya sekedar tipuan/pengelabuhan mata saja, ada yang bisa mencerai-beraikan sebuah rumah tangga/pasangan suami istri, ada yang membuat seorang makin cinta atau benci, dan ada juga yang bisa menyebabkan seseorang jatuh sakit hingga mati. Bahkan untaian kata-kata yang indah pun bisa termasuk kategori sihir sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shollallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya sebagian dari bayan (penjelasan/tutur kata indah) itu adalah sihir.” (HR. Bukhari 5/1976, 2176, Shahih Bukhari jilid 10 hlm 223)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Abu Abdullah Ar-Razi membagi sihir menjadi 8 macam:
1. Sihir para pendusta dan kaum Kusydani yang terdiri dari penyembah bintang yang tujuh yang dapat berpindah-pindah, yaitu planet. Mereka berkeyakinan bahwa planet-planet itulah yang mengatur ala mini dan yang mendatangkan kebaikan dan keburukan.
2. Sihir orang-orang yang penuh khayalan (imajinasi) dan memiliki jiwa yang kuat. Mereka menyatakan bahwa khayalan itu memiliki pengaruh dengan argumen bahwa manusia ini dimungkinkan untuk berjalan di atas jembatan yang diletakkan di atas tanah, tetapi tidak mungkin berjalan di atasnya jika jembatan jika jembatan itu diletakkan di atas sungai atau yang semisalnya. Sebagaimana para dokter sepakat melarang orang yang hidungnya berdarah agar tidak melihat kepada segala sesuatu yang berwarna merah.
Ibnu Katsir berkata: “Dia (Ar-Razi) menjadikan sebagai dasar pendapatnya itu dengan apa yang ditegaskan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Terkena ‘ain adalah benar adanya, seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, maka pastilah ‘ain itu mendahuluinya.’
3. Sihir yang menggunakan bantuan jin
4. Sihir dengan tipuan atau sulap mata
5. Sihir yang menakjubkan yang timbul dari penyusunan alat-alat yang tersusun berdasarkan susunan geometri yang bersesuaian.
6. Sihir yang menggunakan bantuan obat-obatan khusus, baik yang berupa obat yang diminum atau dioleskan.
7. Sihir yang berupa penundukan hati.
8. Sihir berupa usaha mengadu domba dengan cara tersembunyi dan lembut.
Kemudian Ar-Razi mengemukakan: Demikianlah uraian mengenai macam-macam sihir dan jenis-jenisnya. (Tafsir Ibnu Katsir Juz 1, vol. 6 hlm 208-209)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Darah Yang Ma'fu Ketika Dalam Sholat
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali seorang Muslim bersinggungan dengan barang-barang yang dianggap oleh fiqih sebagai barang najis, yang apabila barang najis ini mengenai sesuatu yang dikenakannya akan berakibat hukum yang tidak sepele. Batalnya shalat dan menjadi najisnya air yang sebelumnya suci adalah sebagian dari akibat terkenanya barang najis.
Sejatinya tidak setiap apa yang terkena najis secara otimatis menjadi najis yang tak termaafkan. Di dalam fiqih madzhab Syafi’i ada beberapa barang najis yang masih bisa dimaafkan dan ada juga yang sama sekali tidak bisa dimaafkan. Dalam fiqih, najis yang bisa dimaafkan dikenal dengan istilah “ma’fu”.
Termasuk syarat sah dan harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanaka shalat dalam kondisi normal adalah suci badan, pakaian serta tempat dari hadast dan najis. Persyaratan ini berlandaskan sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ، وَلَا صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُور
Artinya: “Allah tidak akan menerima sedekah dari hasil penipuan, dan juga (tidak akan menerima) shalat yang dilakukan dalam keadaan tidak suci.”
Mengingat pentingnya status “suci” inilah barangkali yang menjadikan teman-teman saudara cenderung berhati-hati dalam menghindari anggapan mereka tentang ke-najis-an suatu benda yang mungkin oleh sebagian orang dianggap berlebihan karena enggan datang ke masjid gara-gara masalah ini.
Jika darah tersebut merupakan darah yang keluar dari badannya sendiri dan keluar dengan sendirinya, maka darah tersebut dihukumi najis ma'fu (najis yang tidak wajib dibersihkan), baik darah tersebut sedikit ataupun banyak. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari jabir radhiyallahu 'anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ الرِّقَاعِ فَرُمِيَ رَجُلٌ بِسَهْمٍ، فَنَزَفَهُ الدَّمُ، فَرَكَعَ، وَسَجَدَ وَمَضَى فِي صَلاَتِهِ
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang berada dalam suasana perang Dzatur Riqo', waktu itu ada seorang lelaki yang terkena panah hingga mengeluarkan banyak darah, kemudian orang tersebut ruku', sujud dan melanjutkan sholatnya". (Shahih Bukhari, 1/46)
Madzhab Hanafi
Abu Ja’far At-Thahawi dari Hanafiah mengatakan:
وإذا كان في ثوب المصلي من الدم أو القيح أو الصديد أو الغائط أو البول، أو ما يجري مجراهن من النجاسة أكثر من قدر الدرهم: لم تجزه صلاته
Dan apabila pada pakaian orang yang shalat ada darah atau nanah atau muntah atau kotoran besar atau kencing, atau yang serupa dengan itu dari benda-benda yang najis lebih besar dari koin dirham: maka tidak diperbolehkan (haram) dia mengerjakan shalat.
Kemudian dijelaskan rinci dalam madzhab ini, ukuran najis yang masih dimaafkan adalah:
Jika jenis najisnya adalah najis mughalladzah yang kering maka yang ditolerir adalah sebesar uang satu dirham, bila ditimbang beratnya adalah sekitar 2,975 gram.
Lalu, untuk najis yang basah tidak boleh lebih dari satu genggam tangan. Adapun dalil yang mereka pakai adalah perkataan Umar RA:
إذا كانت النجاسة قدر ظفري هذا لا تمنع جواز الصلاة حتى تكون أكثر منه، وظفره كان قريبا من كفنا
Apabila benda najis itu seukuran dengan kuku tanganku, maka tidak menjadi penghalang untuk melakukan shalat hingga melebihi dari ukurannya, dan sesungguhnya kuku Umar hampir seukuran dengan telapak tangan kami.
Jika jenis najisnya adalah najis ringan atau mukhaffafah, dan sampai kepada seperempat pakaian maka dilarang seseorang shalat menggunakan pakaian tersebut. Dalam kitab Al-Ikhtiyar li ta’lilil Mukhtar dikatakan:
والمانع من الخفيفة أن يبلغ ربع الثوب
Dan yang terlarang dari najis yang ringan adalah yang sampai seperempat pakaian.
Ini bermakna bahwa jika najis ringan tersebut kurang dari seperempat pakaian maka masih boleh melanjutkan shalat, sementara jika sudah sampai kepada seperempat sudah masuk kepada larangan.
Namun meskipun batas minimal tersebut ditolerir untuk mendirikan shalat, dalam Madzhab ini mengenakan pakaian tersebut untuk shalat dihukumi Makruh yang mendekati haram. Maka harus diusahakan untuk dibersihkan terlebih dahulu atau menggantinya dengan yang pakaian yang suci.
Madzhab Maliki
Dikatakan dalam madzhab ini:
يعفى عن نجاسة بقدر الدرهم البغلي، سواء كانت دماً أو قيحاً أو صديداً أو أي نجاسة أخرى
Dimaafkan dari najis dengan ukuran dirham baghli, sama halnya najis itu berupa darah, atau muntah, atau nanah, atau najis lainnya.
والمراد بالدرهم الدرهم البغلي أشار إليه مالك.. الدائرة التي تكون بباطن الذراع من البغل
Dan yang dimaksud dengan dirham yakni dirham bighali yang dimaksud oleh imam Malik, bagian yang ada di telapak kaki keledai.
Disimpulkan dari redaksi di atas bahwa ukuran najis yang masih dimaafkan adalah yang seukuran titik hitam pada telapak kaki keledai dan bila melebihi ukuran tersebut sudah diharamkan untuk mengenakannya saat shalat. Namun dalam keterangan lebih rinci, bahwa dalam madzhab ini yang ditolerir hanyalah najis berupa darah, nanah, muntahan, dan sejenisnya.
Dalam madzhab ini juga dimaafkan segala jenis najis yang susah dihindari ketika menuju shalat dan mulai memasuki masjid. Ibnu Rusyd dari Malikiyah, dalam kitabnya bidayatul mujtahid wa nihayatul muqtashid menekankan bahwa sedikit atau banyaknya najis hukumnya adalah sama, kecuali darah dan sejenisnya.
Madzhab Syafi’i
Golongan madzhab ini sedikit lebih ketat daripada yang lain, secara garis besar tidak ada najis yang dimaafkan menurut mereka kecuali najis yang memang tidak bisa diindera oleh penglihatan normal kita, maka dikatakan:
وَأما مَا لَا يُدْرِكهُ الْبَصَر فيعفى عَنهُ وَلَو من النَّجَاسَة الْمُغَلَّظَة لمَشَقَّة الِاحْتِرَاز عَن ذَلِك
Adapun apa-apa yang tidak terlihat oleh penglihatan maka dimaafkan meskipun itu adalah najis yang mughalladzah karena hal tersebut susah dihindari.
Ditegaskan pula oleh imam Ibnu hajar Al haitami:
مَا لَا يُدْرِكُهُ الطَّرْفُ لَا يُنَجِّسُ وَإِنْ كَانَ مِنْ مُغَلَّظٍ
Apa-apa yang tidak terlihat maka tidak menajiskan meskipun itu mughalladzah.
Selebihnya, pada darah, nanah, darah bisul, kudis, darah pencetan jerawat, bekas darah bekam, dan darah binatang yang tidak mengalir dimaafkan pada kadar yang sedikit. Dan sedikitnya itu dikembalikan kepada adat yang berlaku di masyarakat.
Najis ma'fu ialah najis yang diampuni, maksudnya benda itu tetap najis akan tetapi dihukumi tidak najis dikarenakan hanya sedikit, sulit dihilangkan dan lainnya.
Dalam Kitab Asbah Wannadhair disebutkan:
تقسيم النجاسات
أقسامأحدها : ما يعفى عن قليله وكثيره في الثوب والبدن وهو : دم البراغيث والقمل والبعوض والبثرات والصديد والدماميل والقروح وموضع الفصد والحجامة ولذلك شرطان
أحدهما : أن لا يكون بفعله ، فلو قتل برغوثا فتلوث به وكثر : لم يعف عنه
والآخر : أن لا يتفاحش بالإهمال فإن للناس عادة في غسل الثياب ، فلو تركه سنة مثلا وهو متراكم لم يعف عنه قال الإمام : وعلى ذلك حمل الشيخ جلال الدين المحلي قول المنهاج إن لم يكن بجرحه دم كثير .
الثاني : ما يعفى عن قليله دون كثيره وهو : دم الأجنبي وطين الشارع المتيقن نجاسته .
الثالث : ما يعفى عن أثره دون عينه وهو : أثر الاستنجاء ، وبقاء ريح أو لون عسر زواله .
الرابع : ما لا يعفى عن عينه ولا أثره وهو ما عدا ذلك .
تقسيم ثان ما يعفى عنه من النجاسة أقسام :
أحدها : ما يعفى عنه في الماء والثوب وهو : ما لا يدركه الطرف وغبار النجس الجاف وقليل الدخان والشعر وفم الهرة والصبيان . ومثل الماء : المائع ومثل الثوب : البدن
الثاني : ما يعفى عنه في الماء والمائع دون الثوب والبدن وهو الميتة التي لا دم لها سائل ومنفذ الطير وروث السمك في الحب والدود الناشئ في المائع .
الثالث : عكسه ، وهو : الدم اليسير وطين الشارع ودود القز إذا مات فيه : لا يجب غسله صرح به الحموي وصرح القاضي حسين بخلافه
الرابع : ما يعفى عنه في المكان فقط ، وهو ذرق الطيور في المساجد والمطاف كما أوضحته في البيوع ويلحق به ما في جوف السمك الصغار على القول بالعفو عنه لعسر تتبعها وهو الراجح .
pembagian-pembagian Najis diantaranya :
1. najis yg di ma'fu baik sedikit maupun banyaknya, baik di baju maupun di badan,
yaitu : darahnya kutu loncat, kutu rambut, nyamuk, jerawat, nanah, bisul, cacar dan darah tempatnya bekam.di ma'funya najis2 tsb dengan 2 syarat :
a) bukan atas perbuatan diri sendiri, jadi misalnya membunuh kutu kemudian darahnya mengotori baju dan banyak darahnya maka tdk di ma'fu.
b) tdk melampaui batas dalam membiarkannya, karena manusia mempunyai kebiasaan mencuci baju,jika baju ditinggalkan tanpa dicuci selama setahun misalnya, dan dibiarkan bertumpuk2 maka tdk dima'fu.
2. najis yg sedikitnya di ma'fu, jika banyak tdk dima'fu.
yaitu : darahnya orang lain dan tanah jalanan yg diyakini najisnya.
3. najis yg di ma'fu bekasnya dan tdk di ma'fu dzatiyahnya,
yaitu : bekas istinja' dan sisa bau atau warna najis yg sulit hilangnya.
4. najis yg tdk dima'fu dztiyah dan bekasnya.
yaitu selain najis2 yg disebut diatas.
pembagian2 najis yg di ma'fu :
1. najis yg di ma'fu di air dan baju.
yaitu : najis yg tdk terlihat pandangan mata, debu najis yg kering , sedikit asap, rambut, mulutnya kucing dan bayi.yg semisal air adalah benda cair, dan yg semisal baju adalah badan.
2. najis yg di ma'fu di air dan benda cair tapi tidak di ma'fu dibaju dan badan .
yaitu : bangkai hewan yg tidak mempunyai darah mengalir, lobang kotoran burung, kotoran ikan, dan cacing yg muncul dalam benda cair.
3. sebailknya kedua, dima'fu di baju dan badan tapi tdk di ma'fu di air dan benda cair.
yaitu : darah sedikit, tanah jalanan, ulat sutera jika mati didalamnya.maka tdk wajib membasuhnya sebagaimana penjelasan al hamawy , sedangkan penjelasan qodhi husain sebaliknya.
4. najis yg di ma'fu pada tempat saja.
yaitu : kotoran burung di masjid2 dan tempat towaf,dan di samakan dengannya yaitu sesuatu yg berada dalam perut ikan yg kecil .
Tambahan dari kitab At-taqrirat Assadidah:
التقريرات السديدة ج ١ ص ١٣٠.
أقسام النجاسات المعفو عنها أربعة :
١. ما يعفى عنه في الثوب و الماء و هو ما لا يدرك الطرف .٢. ما يعفى عنه في الثوب دون الماء كقليل الدم.٣. ما يعفى عنه في الماء دون الثوب : الميتة التي لا دم لها سائل كذباب و نمل.٤. ما لا يعفى عنه مطلقا : بقية المجاسات.
macam macam najis dari segi di ma'funya.
1. najis yg di ma'fu jika ada di baju dan badan yaitu najis yg sangat kecil yg tidak terlihat oleh mata.
2. najis yg di ma'fu di baju tapi tidak di ma'fu jika ada di air , yaitu : seperti darah yg sedikit.
3. najis yg di ma'fu di air tapi tidak di ma'fu jika ada di baju : seperti bangkai yg tidak mengalir padanya darah , seperti bangkai lalat dan semut.
4. najis yg tidak di ma'fu sama sekali yaitu selain dari pada najis yg telah di sebutkan di atas.
Tanah yang diragukan apakah telah terkena najis mughalladzah atau tidak, maka dihukumi sebagaiamana hukum asalnya, yakni suci dan bisa digunakan untuk shalat.
Dalil yang digunakan madzhab ini adalah keumuman redaksi dalil dalam Quran tentang kemudahan bagi umat Islam. Dan kemudahan itu diraih dengan kapasitas kemampuan maksimal.
Madzhab Hanbali
Dalam madzhab ini justru tidak ada maaf sama sekali, sedikit dan banyaknya dianggap sama. Dikatakan dalam madzhab ini:
وَلَا يُعْفَى عَنْ يَسِيرِ نَجَاسَةٍ وَلَوْ لَمْ يُدْرِكْهَا الطَّرْفُ
Dan tidak dimaafkan dari najis yang sedikit meskipun tidak diketahui oleh Indera.
Madzhab ini berdalil dengan keumuman dalil:
{وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ}
Dan pakaianmu maka sucikanlah (QS Al-Mudatsir: 4)
Namun, darah dan sejenisnya serta muntahan yang sedikit maka dimaafkan selama tidak bercampur dengan cairan, minuman, atau makanan, seperti halnya pendapat para imam yang lain. Maka orang yang shalat dengan pakaian berdarah yang sedikit, dan itu hanya setitik masih dimaafkan oleh madzhab ini.
Dalam al-Mughni dinyatakan,
والقيح والصديد وما تولد من الدم بمنزلته إلا أن أحمد قال : هو أسهل من الدم وروي عن ابن عمر والحسن إنهما لم يرياه كالدم
Nanah dan segala turunan darah, hukumnya seperti darah. Hanya saja, Imam Ahmad mengatakan, ‘Lebih ringan dari pada darah.’ Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Hasan al-Bashri bahwa mereka berdua tidak menganggap sama antara nanah dengan darah. (al-Mughni, 1/762)
Ibnul Qoyim menyebutkan keterangan dari Imam Ahmad,
وقد سئل الإمام أحمد رحمه الله : الدم والقيح عندك سواء ، فقال : ” لا ، الدم لم يختلف الناس فيه ، والقيح قد اختلف الناس فيه ، وقال مرَّة : القيح والصديد عندي أسهل من الدم
Imam Ahmad ditanya, ‘Apakah darah dan nanah menurut anda sama?’
Jawab beliau, “Tidak sama. Darah tidak ada perbedaan pedapat bahwa itu najis. Sementara nanah, masih diperselisihkan ulama.” di kesempatan yang lain, beliau mengatakan, “Nanah, lebih ringan menurutku, dari pada darah.” (Ighatsah al-Lahafan, 1/151).
Sementara itu, Syaikhul Islam berpendapat, nanah tidak najis. Karena tidak ada dalil najisnya nanah. Beliau mengatakan,
لا يجب غسل الثوب والجسد من المِدَّة والقيح والصديد ، ولم يقم دليل على نجاسته
“Tidak wajib mencuci pakaian dan badan yang terkena nanah. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa itu najis.” (al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, hlm. 26)
Ditolerir pula dalam madzhab ini percikan sedikit dari kencing orang yang menderita beser karena tingkat kesulitan yang dialaminya
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Sejatinya tidak setiap apa yang terkena najis secara otimatis menjadi najis yang tak termaafkan. Di dalam fiqih madzhab Syafi’i ada beberapa barang najis yang masih bisa dimaafkan dan ada juga yang sama sekali tidak bisa dimaafkan. Dalam fiqih, najis yang bisa dimaafkan dikenal dengan istilah “ma’fu”.
Termasuk syarat sah dan harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanaka shalat dalam kondisi normal adalah suci badan, pakaian serta tempat dari hadast dan najis. Persyaratan ini berlandaskan sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ، وَلَا صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُور
Artinya: “Allah tidak akan menerima sedekah dari hasil penipuan, dan juga (tidak akan menerima) shalat yang dilakukan dalam keadaan tidak suci.”
Mengingat pentingnya status “suci” inilah barangkali yang menjadikan teman-teman saudara cenderung berhati-hati dalam menghindari anggapan mereka tentang ke-najis-an suatu benda yang mungkin oleh sebagian orang dianggap berlebihan karena enggan datang ke masjid gara-gara masalah ini.
Jika darah tersebut merupakan darah yang keluar dari badannya sendiri dan keluar dengan sendirinya, maka darah tersebut dihukumi najis ma'fu (najis yang tidak wajib dibersihkan), baik darah tersebut sedikit ataupun banyak. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari jabir radhiyallahu 'anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ الرِّقَاعِ فَرُمِيَ رَجُلٌ بِسَهْمٍ، فَنَزَفَهُ الدَّمُ، فَرَكَعَ، وَسَجَدَ وَمَضَى فِي صَلاَتِهِ
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang berada dalam suasana perang Dzatur Riqo', waktu itu ada seorang lelaki yang terkena panah hingga mengeluarkan banyak darah, kemudian orang tersebut ruku', sujud dan melanjutkan sholatnya". (Shahih Bukhari, 1/46)
Madzhab Hanafi
Abu Ja’far At-Thahawi dari Hanafiah mengatakan:
وإذا كان في ثوب المصلي من الدم أو القيح أو الصديد أو الغائط أو البول، أو ما يجري مجراهن من النجاسة أكثر من قدر الدرهم: لم تجزه صلاته
Dan apabila pada pakaian orang yang shalat ada darah atau nanah atau muntah atau kotoran besar atau kencing, atau yang serupa dengan itu dari benda-benda yang najis lebih besar dari koin dirham: maka tidak diperbolehkan (haram) dia mengerjakan shalat.
Kemudian dijelaskan rinci dalam madzhab ini, ukuran najis yang masih dimaafkan adalah:
Jika jenis najisnya adalah najis mughalladzah yang kering maka yang ditolerir adalah sebesar uang satu dirham, bila ditimbang beratnya adalah sekitar 2,975 gram.
Lalu, untuk najis yang basah tidak boleh lebih dari satu genggam tangan. Adapun dalil yang mereka pakai adalah perkataan Umar RA:
إذا كانت النجاسة قدر ظفري هذا لا تمنع جواز الصلاة حتى تكون أكثر منه، وظفره كان قريبا من كفنا
Apabila benda najis itu seukuran dengan kuku tanganku, maka tidak menjadi penghalang untuk melakukan shalat hingga melebihi dari ukurannya, dan sesungguhnya kuku Umar hampir seukuran dengan telapak tangan kami.
Jika jenis najisnya adalah najis ringan atau mukhaffafah, dan sampai kepada seperempat pakaian maka dilarang seseorang shalat menggunakan pakaian tersebut. Dalam kitab Al-Ikhtiyar li ta’lilil Mukhtar dikatakan:
والمانع من الخفيفة أن يبلغ ربع الثوب
Dan yang terlarang dari najis yang ringan adalah yang sampai seperempat pakaian.
Ini bermakna bahwa jika najis ringan tersebut kurang dari seperempat pakaian maka masih boleh melanjutkan shalat, sementara jika sudah sampai kepada seperempat sudah masuk kepada larangan.
Namun meskipun batas minimal tersebut ditolerir untuk mendirikan shalat, dalam Madzhab ini mengenakan pakaian tersebut untuk shalat dihukumi Makruh yang mendekati haram. Maka harus diusahakan untuk dibersihkan terlebih dahulu atau menggantinya dengan yang pakaian yang suci.
Madzhab Maliki
Dikatakan dalam madzhab ini:
يعفى عن نجاسة بقدر الدرهم البغلي، سواء كانت دماً أو قيحاً أو صديداً أو أي نجاسة أخرى
Dimaafkan dari najis dengan ukuran dirham baghli, sama halnya najis itu berupa darah, atau muntah, atau nanah, atau najis lainnya.
والمراد بالدرهم الدرهم البغلي أشار إليه مالك.. الدائرة التي تكون بباطن الذراع من البغل
Dan yang dimaksud dengan dirham yakni dirham bighali yang dimaksud oleh imam Malik, bagian yang ada di telapak kaki keledai.
Disimpulkan dari redaksi di atas bahwa ukuran najis yang masih dimaafkan adalah yang seukuran titik hitam pada telapak kaki keledai dan bila melebihi ukuran tersebut sudah diharamkan untuk mengenakannya saat shalat. Namun dalam keterangan lebih rinci, bahwa dalam madzhab ini yang ditolerir hanyalah najis berupa darah, nanah, muntahan, dan sejenisnya.
Dalam madzhab ini juga dimaafkan segala jenis najis yang susah dihindari ketika menuju shalat dan mulai memasuki masjid. Ibnu Rusyd dari Malikiyah, dalam kitabnya bidayatul mujtahid wa nihayatul muqtashid menekankan bahwa sedikit atau banyaknya najis hukumnya adalah sama, kecuali darah dan sejenisnya.
Madzhab Syafi’i
Golongan madzhab ini sedikit lebih ketat daripada yang lain, secara garis besar tidak ada najis yang dimaafkan menurut mereka kecuali najis yang memang tidak bisa diindera oleh penglihatan normal kita, maka dikatakan:
وَأما مَا لَا يُدْرِكهُ الْبَصَر فيعفى عَنهُ وَلَو من النَّجَاسَة الْمُغَلَّظَة لمَشَقَّة الِاحْتِرَاز عَن ذَلِك
Adapun apa-apa yang tidak terlihat oleh penglihatan maka dimaafkan meskipun itu adalah najis yang mughalladzah karena hal tersebut susah dihindari.
Ditegaskan pula oleh imam Ibnu hajar Al haitami:
مَا لَا يُدْرِكُهُ الطَّرْفُ لَا يُنَجِّسُ وَإِنْ كَانَ مِنْ مُغَلَّظٍ
Apa-apa yang tidak terlihat maka tidak menajiskan meskipun itu mughalladzah.
Selebihnya, pada darah, nanah, darah bisul, kudis, darah pencetan jerawat, bekas darah bekam, dan darah binatang yang tidak mengalir dimaafkan pada kadar yang sedikit. Dan sedikitnya itu dikembalikan kepada adat yang berlaku di masyarakat.
Najis ma'fu ialah najis yang diampuni, maksudnya benda itu tetap najis akan tetapi dihukumi tidak najis dikarenakan hanya sedikit, sulit dihilangkan dan lainnya.
Dalam Kitab Asbah Wannadhair disebutkan:
تقسيم النجاسات
أقسامأحدها : ما يعفى عن قليله وكثيره في الثوب والبدن وهو : دم البراغيث والقمل والبعوض والبثرات والصديد والدماميل والقروح وموضع الفصد والحجامة ولذلك شرطان
أحدهما : أن لا يكون بفعله ، فلو قتل برغوثا فتلوث به وكثر : لم يعف عنه
والآخر : أن لا يتفاحش بالإهمال فإن للناس عادة في غسل الثياب ، فلو تركه سنة مثلا وهو متراكم لم يعف عنه قال الإمام : وعلى ذلك حمل الشيخ جلال الدين المحلي قول المنهاج إن لم يكن بجرحه دم كثير .
الثاني : ما يعفى عن قليله دون كثيره وهو : دم الأجنبي وطين الشارع المتيقن نجاسته .
الثالث : ما يعفى عن أثره دون عينه وهو : أثر الاستنجاء ، وبقاء ريح أو لون عسر زواله .
الرابع : ما لا يعفى عن عينه ولا أثره وهو ما عدا ذلك .
تقسيم ثان ما يعفى عنه من النجاسة أقسام :
أحدها : ما يعفى عنه في الماء والثوب وهو : ما لا يدركه الطرف وغبار النجس الجاف وقليل الدخان والشعر وفم الهرة والصبيان . ومثل الماء : المائع ومثل الثوب : البدن
الثاني : ما يعفى عنه في الماء والمائع دون الثوب والبدن وهو الميتة التي لا دم لها سائل ومنفذ الطير وروث السمك في الحب والدود الناشئ في المائع .
الثالث : عكسه ، وهو : الدم اليسير وطين الشارع ودود القز إذا مات فيه : لا يجب غسله صرح به الحموي وصرح القاضي حسين بخلافه
الرابع : ما يعفى عنه في المكان فقط ، وهو ذرق الطيور في المساجد والمطاف كما أوضحته في البيوع ويلحق به ما في جوف السمك الصغار على القول بالعفو عنه لعسر تتبعها وهو الراجح .
pembagian-pembagian Najis diantaranya :
1. najis yg di ma'fu baik sedikit maupun banyaknya, baik di baju maupun di badan,
yaitu : darahnya kutu loncat, kutu rambut, nyamuk, jerawat, nanah, bisul, cacar dan darah tempatnya bekam.di ma'funya najis2 tsb dengan 2 syarat :
a) bukan atas perbuatan diri sendiri, jadi misalnya membunuh kutu kemudian darahnya mengotori baju dan banyak darahnya maka tdk di ma'fu.
b) tdk melampaui batas dalam membiarkannya, karena manusia mempunyai kebiasaan mencuci baju,jika baju ditinggalkan tanpa dicuci selama setahun misalnya, dan dibiarkan bertumpuk2 maka tdk dima'fu.
2. najis yg sedikitnya di ma'fu, jika banyak tdk dima'fu.
yaitu : darahnya orang lain dan tanah jalanan yg diyakini najisnya.
3. najis yg di ma'fu bekasnya dan tdk di ma'fu dzatiyahnya,
yaitu : bekas istinja' dan sisa bau atau warna najis yg sulit hilangnya.
4. najis yg tdk dima'fu dztiyah dan bekasnya.
yaitu selain najis2 yg disebut diatas.
pembagian2 najis yg di ma'fu :
1. najis yg di ma'fu di air dan baju.
yaitu : najis yg tdk terlihat pandangan mata, debu najis yg kering , sedikit asap, rambut, mulutnya kucing dan bayi.yg semisal air adalah benda cair, dan yg semisal baju adalah badan.
2. najis yg di ma'fu di air dan benda cair tapi tidak di ma'fu dibaju dan badan .
yaitu : bangkai hewan yg tidak mempunyai darah mengalir, lobang kotoran burung, kotoran ikan, dan cacing yg muncul dalam benda cair.
3. sebailknya kedua, dima'fu di baju dan badan tapi tdk di ma'fu di air dan benda cair.
yaitu : darah sedikit, tanah jalanan, ulat sutera jika mati didalamnya.maka tdk wajib membasuhnya sebagaimana penjelasan al hamawy , sedangkan penjelasan qodhi husain sebaliknya.
4. najis yg di ma'fu pada tempat saja.
yaitu : kotoran burung di masjid2 dan tempat towaf,dan di samakan dengannya yaitu sesuatu yg berada dalam perut ikan yg kecil .
Tambahan dari kitab At-taqrirat Assadidah:
التقريرات السديدة ج ١ ص ١٣٠.
أقسام النجاسات المعفو عنها أربعة :
١. ما يعفى عنه في الثوب و الماء و هو ما لا يدرك الطرف .٢. ما يعفى عنه في الثوب دون الماء كقليل الدم.٣. ما يعفى عنه في الماء دون الثوب : الميتة التي لا دم لها سائل كذباب و نمل.٤. ما لا يعفى عنه مطلقا : بقية المجاسات.
macam macam najis dari segi di ma'funya.
1. najis yg di ma'fu jika ada di baju dan badan yaitu najis yg sangat kecil yg tidak terlihat oleh mata.
2. najis yg di ma'fu di baju tapi tidak di ma'fu jika ada di air , yaitu : seperti darah yg sedikit.
3. najis yg di ma'fu di air tapi tidak di ma'fu jika ada di baju : seperti bangkai yg tidak mengalir padanya darah , seperti bangkai lalat dan semut.
4. najis yg tidak di ma'fu sama sekali yaitu selain dari pada najis yg telah di sebutkan di atas.
Tanah yang diragukan apakah telah terkena najis mughalladzah atau tidak, maka dihukumi sebagaiamana hukum asalnya, yakni suci dan bisa digunakan untuk shalat.
Dalil yang digunakan madzhab ini adalah keumuman redaksi dalil dalam Quran tentang kemudahan bagi umat Islam. Dan kemudahan itu diraih dengan kapasitas kemampuan maksimal.
Madzhab Hanbali
Dalam madzhab ini justru tidak ada maaf sama sekali, sedikit dan banyaknya dianggap sama. Dikatakan dalam madzhab ini:
وَلَا يُعْفَى عَنْ يَسِيرِ نَجَاسَةٍ وَلَوْ لَمْ يُدْرِكْهَا الطَّرْفُ
Dan tidak dimaafkan dari najis yang sedikit meskipun tidak diketahui oleh Indera.
Madzhab ini berdalil dengan keumuman dalil:
{وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ}
Dan pakaianmu maka sucikanlah (QS Al-Mudatsir: 4)
Namun, darah dan sejenisnya serta muntahan yang sedikit maka dimaafkan selama tidak bercampur dengan cairan, minuman, atau makanan, seperti halnya pendapat para imam yang lain. Maka orang yang shalat dengan pakaian berdarah yang sedikit, dan itu hanya setitik masih dimaafkan oleh madzhab ini.
Dalam al-Mughni dinyatakan,
والقيح والصديد وما تولد من الدم بمنزلته إلا أن أحمد قال : هو أسهل من الدم وروي عن ابن عمر والحسن إنهما لم يرياه كالدم
Nanah dan segala turunan darah, hukumnya seperti darah. Hanya saja, Imam Ahmad mengatakan, ‘Lebih ringan dari pada darah.’ Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Hasan al-Bashri bahwa mereka berdua tidak menganggap sama antara nanah dengan darah. (al-Mughni, 1/762)
Ibnul Qoyim menyebutkan keterangan dari Imam Ahmad,
وقد سئل الإمام أحمد رحمه الله : الدم والقيح عندك سواء ، فقال : ” لا ، الدم لم يختلف الناس فيه ، والقيح قد اختلف الناس فيه ، وقال مرَّة : القيح والصديد عندي أسهل من الدم
Imam Ahmad ditanya, ‘Apakah darah dan nanah menurut anda sama?’
Jawab beliau, “Tidak sama. Darah tidak ada perbedaan pedapat bahwa itu najis. Sementara nanah, masih diperselisihkan ulama.” di kesempatan yang lain, beliau mengatakan, “Nanah, lebih ringan menurutku, dari pada darah.” (Ighatsah al-Lahafan, 1/151).
Sementara itu, Syaikhul Islam berpendapat, nanah tidak najis. Karena tidak ada dalil najisnya nanah. Beliau mengatakan,
لا يجب غسل الثوب والجسد من المِدَّة والقيح والصديد ، ولم يقم دليل على نجاسته
“Tidak wajib mencuci pakaian dan badan yang terkena nanah. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa itu najis.” (al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, hlm. 26)
Ditolerir pula dalam madzhab ini percikan sedikit dari kencing orang yang menderita beser karena tingkat kesulitan yang dialaminya
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Langganan:
Postingan (Atom)