Translate

Rabu, 11 November 2015

Hukum Keluarga Berencana (KB)

Semua orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian wajib meyakini bahwa syariat Islam diturunkan oleh Allah ta’ala untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup Manusia. Karena Allah ta’ala mensyariatkan agama-Nya dengan ilmu-Nya yang maha tinggi dan hikmah-Nya yang maha sempurna, maka jadilah syariat Islam satu-satunya pedoman hidup yang bisa mendatangkan kebahagiaan hakiki bagi semua orang yang menjalankannya dengan baik.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan/kebaikan) hidup bagimu.” (Qs. al-Anfaal: 24).‎

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata: “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan, yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin.” (Kitab al-Fawa-id, hal. 121- cet. Muassasatu Ummil Qura’)
Keluarga Berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.‎

Adapun KB dengan maksud membatasi kelahiran, apalagi mengharuskan hanya dua saja maka hal ini adalah bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :

Surat An-Nisa’ ayat 9:

وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواالله واليقولوا سديدا

“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Kemudian latar belakang kami menulis hal ini adalah ada beberapa ikhwan-akhwat, walaupun tidak banyak, menganggap KB atau menggunakan KB terlarang secara mutlak semuanya. Ada beberapa ikhwan-akhwat yang kurang paham tentang bagaimana mengatur jarak kelahiran. Atau beralasan kaku bahwa kita tidak boleh menolak anak yang akan dianugrahkan kepada kita. Ataupun juga menganggap kaku bahwa tindakan KB yang harus melakukan tindakan invasif pada kemaluan yang kurang sesuai dengan syariat dan alasan lainnya. Padahal mengenai KB ada rincian penjelasan dari para ulama mengenai hukumnya berdasarkan metodenya. Sehingga tidak jarang kita mendengar berita ada ikhwan yang istrinya mengalami rupture rahim/ rahimnya jebol, atau harus operasi caesar atau minimal bayinya kurang sehat dan harus dirawat intensif di NICU [Neonatal Intensif Care Unit] dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal ini bisa disebabkan jarak kehamilan yang sangat dekat kemudian ditambah lagi kondisi istri yang kurang begitu baik atau sedang mengidap penyakit tertentu.

Hukum KB
Menurut Pandangan Ulama’

1)      Ulama’ yang memperbolehkan

Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.

2)      Ulama’ yang melarang

Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah:

ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
Secara umum hukum KB sebagai berikut:

[تحديد النسل] Tahdidun nasl/membatasi kelahiran
Jelas hukumnya terlarang karena bertentangan ajaran Islam. Baik dengan alasan tidak bisa mencari rezeki ataupun susah mengurus anak.

عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat ” [HR Ibnu Hibban 9/338,Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ no 1784]
Allah Ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً

Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar. [Al-Isra’: 6]
Dan jumalah yang banyak adalah karunia semua kaum. Kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam diperingati tentang karunia mereka,

وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ

Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. [Al-A’raf: 86]
[تنظيف الاسل] tandzifun nasl/mengatur kelahiran‎

Hal ini boleh jika dengan alasan kesehatan dan berdasarkan saran dari dokter yang terpercaya, karena jika sudah jelas berdasarkan fakta dan penelitian bahwa itu berbahaya maka tidak boleh dilakukan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ ‎يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Baqarah: 195]
Ayat Qur'an Dan Hadis Nabi tentang KB‎

Sebelum mengaitkan KB dengan hadis Nabi, ada baiknya penulis menyinggung ayat-ayat yang sangat berhubungan sehingga bahasan ini lebih lengkap dan tidak kehilangan konteks. Setidaknya ada 3 ayat penting yang menjadi landasan nilai dalam merumuskan pandangan Islam tentang KB, yaitu:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا...  [التحريم/6]


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka…(QS. al-Tahrim, 66: 6).


وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا  [النساء/9]


Artinya: Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir, jika meninggalkan sesudah mereka keturunan yang lemah-lemah yang mereka takutkan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar/sesuai. (QS. al-Nisa’, 4: 9)


وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا [الإسراء/31]


Artinya: Dan janganlah kalian membunuh anak-anakmu karena khawatir tidak bisa makan (jatuh miskin). Kamilah yang memberikan rezeki kepada mereka (anak-anakmu) dan juga kepada kalian. Sungguh membunuh mereka adalah tindakan kejahatan yang besar. (QS. al-Isra’, 17: 31).

Ayat-ayat di atas menyampaikan pesan tentang pentingnya perlindungan diri dan keluarga, lebih khusus lagi adalah keturunan, dari neraka yang dapat dipahami sebagai berbagai bentuk penderitaan dunia dan akhirat. Penderitaan itu antara lain dapat berbentuk kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, serta keburukan moral. Ayat ini memandu orang yang beriman untuk memikirkan keselamatan dan kesinambungan generasi secara lahir batin dan dunia akhirat.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa Allah swt. menghendaki dilahirkannya (didesain) generasi yang kuat, cerdas, beriman, dan memiliki sejumlah keunggulan. Untuk mencapai keunggulan-keunggulan tersebut diperlukan sejumlah langkah, salah satunya adalah memperhatikan aspek kelahiran dan seluruh proses yang mengitarinya seperti pernikahan, relasi suami-istri dalam pernikahan, usia ibu melahirkan, gizi bayi/keluarga, pendidikan sejak dini, dan seterusnya. Di dalamnya termasuk pula pengaturan kualitas dan kuantitas kelahiran anak. Nah, di sinilah urgensi pembahasan Keluarga Berencana, yaitu menjaga dan melindungi keturunan/generasi agar memiliki sejumlah keunggulan secara jasmani/fisik, mental/ruhani, intelektual, dan sosial-budaya.

Kembali kepada hadis, secara langsung Nabi saw. tidak pernah membicarakan soal Keluarga Berencana secara tekstual seperti yang dipahami masyarakat masa sekarang. Beberapa hadis berikut sering diangkat para ulama ketika membicarakan soal KB dalam perspektif Islam, antara lain:   


عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - . 


Artinya: Dari Jabir. Ia berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (berhubungan seks dengan mengeluarkan mani di luar vagina, coitus interuptus) pada masa Nabi saw. (HR. Bukhari, no. 5207).

قَالَ عَمْرٌو أَخْبَرَنِى عَطَاءٌ سَمِعَ جَابِرًا رضى الله عنه قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ . 


Artinya: ‘Amr berkata bahwa Ata’ mengabarkan kepadaku, ia mendengar Jabir ra berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) sementara Al-Quran masih turun (kepada Nabi saw.). (HR. Bukhari, no. 5208).

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ . 


Artinya: Dari Jabir, berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) pada masa Nabi saw. dan sementara itu Alqur’an masih turun. (HR. Bukhari, no. 5209)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا.


Artinya: Dari Jabir, ia berkata: Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) pada masa Rasulullah saw. kemudian berita itu sampai kepada Nabi saw. namun Nabi saw. tidak melarang kami. (HR. Muslim, no. 3634).

Hadis-hadis di atas menegaskan tentang realitas praktik ‘azl di masa Nabi oleh sejumlah sahabat. Praktik ‘azl tidak dilarang oleh Nabi. Ini menunjukkan bahwa jika dipandang perlu atau mengandung kemaslahatan yang lebih besar, maka praktik ‘azl  antara seorang suami dan istri dapat diterima. 


Selain hadis-hadis di atas, Imam Abu Dawud meriwayatkan beberapa hadis terkait ‘azl dengan menerangkan konteks masalah yang mengitarinya, yaitu:


عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى جَارِيَةً وَأَنَا أَعْزِلُ عَنْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ وَأَنَا أُرِيدُ مَا يُرِيدُ الرِّجَالُ وَإِنَّ الْيَهُودَ تُحَدِّثُ أَنَّ الْعَزْلَ مَوْءُودَةُ الصُّغْرَى. قَالَ « كَذَبَتْ يَهُودُ لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَخْلُقَهُ مَا اسْتَطَعْتَ أَنْ تَصْرِفَهُ ».


Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri, berkata bahwa seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulallah,  sungguh aku memiliki seorang budak dan aku ber-‘azl darinya dan aku tidak suka kalau ia hamil sementara aku menginginkan apa yang diinginkan oleh para lelaki dan sementara kalangan Yahudi menceritakan (berpaham) bahwa ‘azl adalah pembunuhan kecil. Nabi saw. menyatakan: “Kalangan Yahudi itu berdusta (bahwa ‘azl sama dengan pembunuhan kecil). Kalau saja Allah hendak menciptakan manusia (dari air mani itu), pasti kamu tidak bisa menghindarinya.” (HR. Abu Dawud, no. 2173).

عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنَّ لِى جَارِيَةً أَطُوفُ عَلَيْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ. فَقَالَ « اعْزِلْ عَنْهَا إِنْ شِئْتَ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا ». قَالَ فَلَبِثَ الرَّجُلُ ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ إِنَّ الْجَارِيَةَ قَدْ حَمَلَتْ. قَالَ « قَدْ أَخْبَرْتُكَ أَنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا ».


Dari Jabir ra. berkata: Seseorang dari Kaum Anshar datang menghadap Rasulullah dan bertanya: “Sungguh aku memiliki seorang budak perempuan yang aku gandrungi, namun aku tidak suka ia hamil”. Lalu Nabi mengatakan: “Ber-’azl-lah kamu darinya, jika mau, maka sungguh akan terjadi juga apa yang sudah dikadarkan untuknya.” Jabir berkata bahwa orang itu berdiam diri (dengan ‘azl-nya) kemudian datang lagi kepada Nabi dan berkata bahwa budak perempuannya telah hamil. Kemudian Nabi bersabda: “Sungguh sudah aku kabarkan kepadamu bahwa apa yang sudah dikadarkan untuknya tetap akan terjadi.” (HR. Abu Dawud, no. 2175). 

Hadis di atas menunjukkan informasi dan latar belakang masalah metode klasik dalam mencegah terjadinya kehamilan, yaitu metode ‘azl. Metode ini dilakukan jika suami-istri sepakat untuk berhubungan seksual, namun belum/tidak menghendaki kehamilan atau memiliki anak. Metode ini pernah dipraktikkan sejumlah sahabat pada masa Nabi dan saat itu wahyu Alqur’an masih turun. Pada prinsipnya, praktik ‘azl tersebut tidak dilarang oleh Nabi dan juga tidak ada wahyu Alqur’an turun yang menegurnya. Bahkan ketika ada pendapat dari kaum Yahudi bahwa ‘azl termasuk pembunuhan kecil, Nabi membantahnya seraya menegaskan bahwa pemahaman kaum Yahudi tersebut tidak benar, tidak sesuai.

Bahkan berdasar, hadis riwayat Abu Dawud di atas Nabi menyarankan kepada seseorang dari kaum Anshar yang bertanya untuk melakukan ‘azl, jika memang ingin demikian, namun tetap saja hal itu tidak mempengaruhi apa yang dikadarkan oleh Allah swt. Ketika orang tersebut telah ber-‘azl dan ternyata, di luar batas ikhtiarnya, budak perempuan miliknya itu hamil juga. Atas kasus ini, Nabi saw. menyatakan: “Sudah aku beritahukan kepadamu bahwa apa yang sudah dikadarkan Allah tetap akan terjadi.”


Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana menyikapi hadis yang menegaskan bahwa Nabi saw. akan berbahagia dengan jumlah umatnya yang banyak di Hari Kimat kelak? Hadis tersebut yaitu: 

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ ».


Artinya: Dari Ma’qil bin Yasar, berkata: seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. dan berkata: “Aku mendapatkan (calon) seorang perempuan yang memiliki status dan kecantikan, namun ia tidak bisa beranak, apakah aku boleh nenikahinya?” Nabi menjawab: “Tidak”. Kemudian datang lagi kedua dan datang lagi ketiga kalinya (untuk bertanya lagi). Lalu Nabi menjawab: “Nikahilah calon yang penyayang dan potensial beranak. Aku sungguh akan memperbanyak umat ini melalui kalian”. (HR. Abi Dawud, no. 2052).

Untuk memahami hadis ini tentu harus ditangkap konteks masalahnya, yaitu jika seseorang  hendak menikah, dianjurkan memilih calon yang penyayang, penuh kasih (wadud) dan berpotensi untuk memiliki anak (walud). Jika alternatifnya adalah memilih dengan calon pasangan yang (diduga kuat) tidak bisa punya anak, maka disarankan memilih calon yang berpotensi dapat memiliki keturunan. Dengan keturunan tersebut, Nabi saw. bermaksud menjaga keberlangsungan umatnya dengan jumlah yang banyak dan berkualitas, serta kuat secara jasmani dan ruhani. Hal demikian ditunjukkan dalam semangat ayat dan hadis lainnya. Salah satunya adalah hadis berikut: 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ».

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Dan dalam segala hal, kekuatan itu baik. (karena itu) jagalah apa yang membawa manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, janganlah berkata ‘seandainya aku berbuat begini, maka akan begini’, namun katakanlah ‘Allah telah mengkadarkan dan apa saja yang Dia kehendaki akan terjadi. Karena sikap ‘berandai-andai’ membuka peluang perbuatan setan.” (HR. Muslim, no. 6945).

Dari hadis di atas, bahwa Allah dan rasul-Nya lebih mencintai umatnya yang kuat dalam segala hal, daripada umatnya terjangkit sejumlah kelemahan, baik fisik, mental, maupun sosial-ekonomi. Hadis tersebut juga menegaskan tentang pentingnya kualitas generasi. Tegasnya, generasi yang kuat lahir-batin, moral, intelektual, sosial-ekonomi, jauh lebih utama daripada sekadar banyak jumlah namun kurang memiliki kapasitas yang diperlukan dalam kehidupan yang semestinya. Sementara untuk melahirkan generasi yang unggul tersebut diperlukan langkah-langkah, salah satunya adalah dengan mengatur jarak kehamilan istri yang seimbang dan aman. Jika jarak tersebut tidak seimbang atau tidak aman, misalnya terlalu cepat antara kelahiran anak yang lebih besar dengan kehadiran bayi yang dilahirkan akan mempengaruhi kualitas kesehatan ibu dan juga kesehatan anak. Perhatian orang tua terlalu sedikit karena harus dibagi-bagi dengan anak-anak yang jumlahnya banyak. Ini semakin sulit jika ditambah masalah ekonomi yang pas-pasan, pendidikan yang kurang, dan waktu yang terbatas dari orang tua untuk mendampingi pertumbuhan anak-anak.

Kesimpulan‎

Atas dasar sejumlah ayat dan hadis di atas, dapat dinyatakan bahwa ikhtiar manusia untuk mengatur jumlah keturunan melalui praktik KB tidaklah melanggar prinsip-prinsip Islam. Karenanya, KB sebagai bagian dari kegiatan muamalat diperbolehkan selama tidak merugikan dan membawa mafsadat (bahaya), baik bagi diri pelaku, pasangan, dan juga generasi umat manusia. Untuk itu tetap diperlukan pemikiran yang matang dan sehat dalam memutuskan apakah pasangan suami-istri perlu ber-KB atau tidak? Model KB dan alat kontrasepsi apa yang hendak dipilih? Apakah pilihan tersebut aman atau membahayakan, tentunya dikonsultasikan kepada orang yang ahli dan dipercaya. Begitu pula tentang kapan saat yang tepat untuk KB? Berapa anak yang ideal dan berpotensi mengantarkan pada tercapainya keluarga sakinah? Tentang hal-hal tersebut, tentu pasangan suami-istri itu sendirilah yang lebih mengetahui kondisinya.  Wallohu A'lam‎

Cara yang mudah dan aman

Ini berdasarkan  penglaman kami dan Alhamdulillah kami berhasil. Cara yang tidak perlu menggunakan hormon dan obat. Yaitu kombinasi antara KB metode penanggalan,coitus interuptus/ ‘azl dan barier seperti kondom. Cara ini sederhana tetapi butuh kedisiplinan dan kemampuan menahan hasrat. Tidak dianjurkan bagi mereka yang tidak bisa mengendalikan hasrat dan tidak istiqomah menjalankannya.

Metode penanggalan

Yaitu mengetahui masa subur istri. Masa subur istri adalah 14 hari setelah hari pertama menstruasi. Masa subur adalah dimana ovum/sel telur wanita telah matang dan siap untuk dibuahi.  Para ahli mengambil kemungkinan empat hari sesudah ataupun sebelumnya bisa terjadi masa subur.
Metode KB dengan penanggalan yaitu jangan menumpahkan sperma kedalam rahim saat masa subur.

Misalnya:
Hari pertama menstruasi adalah tanggal 1 oktober. Maka perkiraan tanggal suburnya adalah tanggal 14, berpatokan dengan maka empat hari sebelum dan sesudahnya. Jangan menumpahkan sperma ke dalam rahim pada dari tanggal 10-18 oktober. Jika menstruasi berhenti pada tanggal 7 Oktober,
Berarti waktu yang boleh:
-tanggal 8-9 Oktober kita boleh menumpahkan sperma ke rahim
-tanggal 19 Oktober sampai dengan menstruasi selanjutnya.

Untuk jaga-jaga bisa juga dipakai lima hari sebelum dan sesudahnya. Dan biasanya 1 atau 2 hari setelah mentruasi adalah waktu yang aman.
Bisa juga dibantu menggunakan kalender dengan menandai/membulatkan tanggal hari mulai menstruasi misalnya tanggal 5 Oktober, maka perkiraan hari subur adalah tanggal 19. Empat hari sebelum dan sesudah berarti tanggal 15-23 Oktober. Maka arsir merah atau tandai deretan tanggal tersebut di kalender dan menjadi patokan bahwa rentang tanggal tersebut tidak boleh menumpahkan sperma ke rahim.

Metode coitus coitus interuptus/ ‘Azl

Ibnu Hajar Al-Asqalaniy rahimahullah menukil bab dalam shahih Bukhari menjelaskan tentang ‘Azl,

باب العزل أي النزع بعد الإيلاج لينزل خارج الفرج

“Bab tentang Al-‘Azl yaitu mencabut (penis) setelah penetrasi agar (air mani) tertumpah di luar farji/vagina” [Fathul-Bariy 9/305, Asy-Syamilah]
Hukum ‘Azl ada perselisihan di antara ulama, namun pendapat terkuat adalah mubah. 

Dengan beberapa dalil.

Perkataan sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu

كنا نعزل على عهد النبي صلى الله عليه وسلم.

“Kami (para shahabat) melakukan ‘azl di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [HR.Bukhari no. 5207/ 5208-5209, Muslim no. 1440]

 Diriwayat lainnya,

 كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم ينهنا عنه.

“Kami melakukan ‘azl di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak melarang kami darinya” [Shahih Muslimno. 1440, Musnad Abi Ya’laa no. 2255].

Jika ada yang mengatakan bahwa ‘Azl adalah pembunuhan terselubung/kecil-kecilan, maka kita jawab dengan hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

عن أبي سعيد الخدري، قال : بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم أن اليهود يقول إن العزل هو الموؤودة الصغرى. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : كذبت يهود، ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو أفضيت لم يكن إلا بقدر.

dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata : “Telah sampai kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya orang Yahudi berkata : ‘Sesungguhnya ‘azl itu pembunuhan kecil-kecilan’. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Orang Yahudi telah berdusta. Seandainya engkau menyetubuhinya, tidaklah akan menghasilkan anak kecuali dengan takdirAllah” [HR.Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 3/31-32 no. 4348 dengan sanad hasan, At-Tirmidzi no. 1136, Abu Dawud no. 2173, Ahmad no. 11110  dengan sanad yang shahih]
Jadi ‘Azl bisa dilakukan pada rentang waktu yang tidak boleh menumpahkan sperma ke dalam rahim. Pada contoh kita yaitu tanggal 10-18 Oktober

Perlu diketahui juga bahwa jika melakukan ‘Azl pada istri kita sebaiknya meminta izin kepada istri terlebih dahulu,

وَقَدْ رَخَّصَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ فِي العَزْلِ وقَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ: «تُسْتَأْمَرُ الحُرَّةُ فِي العَزْلِ، وَلَا تُسْتَأْمَرُ الأَمَةُ

“Para ahli ilmu dari sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sabahat yang lain memberikan rukshah/keringanan tentang ‘azl.”

Maalik bin Anas radhiallahu ‘anhu berkata,
“Dimintai ijin (untuk melakukan ‘azl) bagi wanita merdeka, dan tidak dimintai ijin bagi budak wanita” [HR. At-Tirmidzi 3/435 no.1137, dishahihkan oleh Al-Albani, tahqiq Ahmad Syakir, Asy-Syamilah].

Metode barier/kondom

Kondom bisa kita kiaskan dengan ‘Azl karena alasan/illat adalah mencegah tertumpahnya sperma ke dalam rahim. Maka hukumnya juga mubah. Karena penggunaan kondom bisa menggantika ‘Azl. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,

حكم البدل حكم المبدل منه

“hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan”

Jika tidak bisa menahan saat akan ejakulasi dengan ‘Azl, maka bisa menggunakan kondom. Kodom bisa digunakan pada rentang waktu yang tidak boleh menumpahkan sperma ke rahim.

Metode yang lainnya yang sederhana

Ada beberapa metode lainnya yang sederhana juga tetapi kurang praktis, misalnya metode lendir yaitu wanita subur jika lendir vagina agak kental, cara mengetahuinya dengan memasukkan sedikit ibu jari dan telunjuk ke vagina kemudian ada lendirnya dan merenggangkan ibu jari dan telunjuk. Jika lendirnya masih menyatu ketika dipisahan oleh kedua jari, berarti kental dan ini adalah waktu subur.

Kemudian metode suhu yang menyatakan bahwa wanita yang subur mengalami kenaikan suhu 0,5-1 derajat. Metode ini mengukur suhu setiap hari ketika bangun tidur dan mencatatnya dikalender kemudian akan menjadi sebuah pola. Menurut kami ini tidak praktis.

Metode lainnya yang menggunakan alat dan obat

* Menggunakan hormon baik dengan obat dan suntik KB

kami berpendapat jika ada metode sederhana seperti yang kami jelaskan kemudian ia sanggup melakukannya. Maka sebaiknya ini ditinggalkan. Belum lagi ada pendapat dikalangan medis bahwa penggunaan Obat dan suntikan KB berupa hormon estrogen dan progesteron bisa memacu kanker. Walaupun ini perlu penelitian jangka panjang. Dan juga kita perlu mengingat hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa haid dan nifas adalah ketetapan/kodrat wanita. Sebaiknya kita tidak melawan kodrat kita.

فَإِنَّ ذَلِكَ شَىْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ

“Sesungguhnya, haid adalah ketetapan/kodrat yang Allah tetapkan bagi para wanita keturunan Adam.” [H.R. Bukhari dalam bab Haidh dan Muslim]

* Alat Kontrasepsi Dalam Rahim [AKDR] misalnya spiral

Boleh menggunakannya. Karena secara medis insya Allah tidak merusak rahim. Hanya sebgai pencegah atau mematikan sperma ketika hendak masuk ke rahim. Tetapi hendaknya diperhatikan bahwa ini akan membuka aurat wanita. Jika yang memasang dokter kandungan laki-laki jelas haram jika masih ada dokter wanita atau bidan. Sebenarnya wanitapun tidak boleh melihat aurat sesama wanita begitu juga laki-laki. Tetapi karena ini adalah satu-satunya jalan. Kami tetap menyarankan memakai cara sederhana yang kami paparkan jika ia sanggup.

* Vasektomi dan tubektomi‎

Jelas metode ini adalah haram karena membuat laki-laki dan wanita tidak bisa membuat keturunan selamanya. Dan ini termasuk menggubah ciptaan Allah dan keluar jauh dari tujuan penciptaannya yaitu untuk memperoleh keturunan. Kita telah jelaskan dalil mengenai perintah agar memperbanyak keturunan. Kemudian ini juga ditempuh dengan metode operasi yang melakukan invasif pada tubuh dengan alasan yang kurang benar.

Takhtimah

Jika ada cara yang aman dan sederhana sebaiknya kita pakai yaitu kombinasi metode kalender, coitus interuptus/ ‘azl dan barier/kondom. Ini lebih selamat karena terbebas dari efek samping hormon, membuka aurat dan tindakan invasif ada tubuh dengan cara melukai tubuh.

Kami tutup dengan hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

كان النبي صلى الله هليه و سلم أجود الناس، و أشجع الناس، ما سئل شيئا قط فقال : لا. و كان دائما البشر، سهل الخلق، لين الجانب، ما خير بين أمرين إلا اختار أيسر هما؛ إلا أن يكون إثما؛ فيكون أبعد الناس عنه
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu orang yang paling dermawan, manusia yang paling pemberani, jika diminta sesuatu tidak pernah mengatakan tidak, dan wajahnya selalu ceria, ahlaknya enak dan orangnya mudah. Jika diberi pilihan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,, maka beliau akan memilih yang paling mudah, kecuali kalau itu mengandung dosa, maka Beliau adalah orang yang paling menjauhi hal tersebut.” [HR. Bukhari 6/419-420 dan Muslim 2327]

Wallohu A'lam

Semoga bermanfaat untuk kita Semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar