Translate

Rabu, 11 November 2015

Khomr Yang Diharamkan

Khamr merupakan salah satu jenis makanam/minuman yang diharamkan oleh Islam. Padahala, khamr sudah dianggap sebagai “kebutuhan primer” bagi sebagian kelompok dan golongan (tidak terkecuali kaum Quraisy di Mekah). Mereka biasa menggandengkan perbuatan tersebut dengan berjudi dan main perempuan. Ini merupakan salah satu penyebab rusaknya moral masyarakat dan secara tidak langsung berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia.
Dari berbagai penelitian kedokteran di era-era sekarang, khamr (dengan segala jenisnya) dapat merusak sisitem kerja beberapa organ tubuh yang juga bisa menyebabkan kefatalan.  

Etimologi 

Secara etimologi, khamr berasal dari kata “khamar” (خَمَرَ) yang bermakna satara (سَتَرَ), artinya menutupi. Sedang khammara (خَمَّرَ)berarti memberi ragi. Adapun al-khamr diartikan arak, segala yang memabukkan.

Adapun menurut tafsir al-Lubāb terdapat empat sebab mengapa disebut khamr. Pertamakarena menutupi akal, kedua dari kata “khimār” yang bermakna menutupi wanita, ketiga dari “al-khamaru” yang berarti sesuatu yang bisa dipakai bersembunyi dari pohon dan tumbuhan atau dengan kata lain semak-semak, dan yang keempatdari “Khāmir” yang bermakna orang yang menyembunyikan janjinya.

Terminologi

Terdapat berbagai qaul ulama mengenai pengertian khamr. Di dalam tafsir al-Alūsī, disebutkan bahwa makna khamr ialah zat yang memabukkan dan terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi  dan menghilangkan akal (وهو المسكر المتخذ من عصير العنب أو كل ما يخامر العقل ويغطيه من الأشربة)‎.

Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, yang dimaksud khamr adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang memabukkan. ‎Dengan definisi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa menurut Abu Hanifah jenis minuman yang tidak terbuat dari anggur tidak disebut khamr melainkan masuk kategori nabīdz (نبيذ). Ini juga merupakan pendapat ulama-ulama Kuffah, al-Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Namun menurut penulis sendiri, baik itu khamr maupun nabīdz ketika mengandung zat yang dapat memabukkan dan menghilangkan akal, maka hukumnya sama saja, yaitu haram. 

Sebagaimana sabda Rasulullah ketika ditanya Aisyah tentang hal tersebut:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِتْعِ وَهُوَ نَبِيذُ الْعَسَلِ وَكَانَ أَهْلُ الْيَمَنِ يَشْرَبُونَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw. tentang bit'u (minuman keras yang terbuat dari madu dan biasa dikonsumsi penduduk Yaman)." Lantas Rasulullah saw. bersabda, "Semua minuman yang memabukkan hukumnya haram,"

Yang menjadi illat pada hadits tersebut adalah “memabukkan”. Oleh karena itu, minum ‎nabīdz selagi tidak memabukkan itu dipebolehkan. Adapun hadits yang memperbolehkan meminum nabīdz adalah sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari al-Bukhari :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ عَنْ أَبِي سِنَانٍ و قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ضِرَارِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ مُحَارِبٍ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا ضِرَارُ بْنُ مُرَّةَ أَبُو سِنَانٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ النَّبِيذِ إِلَّا فِي سِقَاءٍ فَاشْرَبُوا فِي الْأَسْقِيَةِ كُلِّهَا وَلَا تَشْرَبُوا مُسْكِرًا

Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya, al-khamr ialah segala jenis minuman yang dapat menutupi akal 

‎كل شراب خمّر العقل فستره و غطى عليه‏‏

Adapun menurut jumhur ulama’ (Maliki, Syafi’i dan Hanbali), yang dimaksud dengan khamr ialah semua zat/barang yang memabukkan baik sedikit maupun banyak. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw dari Ibn Umar:

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنَا نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ

Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram. (H.R. Muslim) 

Setidaknya ada 26 sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut dengan berbagai macam lafadznya.

Khamr dalam Islam, adalah dzat yang tidak diragukan lagi keharamannya, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’.

Allah ta’ala berfirman :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” [QS. Al-Baqarah : 219].

Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :

قوله تعالى: {قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ} ،لم يبين هنا ما هذا الإثم الكبير ؟ ولكنه بين في آية أخرى أنه إيقاع العداوة والبغضاء بينهم، والصد عن ذكر الله، وعن الصلاة، وهي قوله: {إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ} [5/91]

“Firman-Nya : ‘Katakanlah : Pada keduanya itu terdapat dosa besar’ ; tidak dijelaskan apa maksud dosa besar itu ? Akan tetapi, dalam ayat yang lain dijelaskan bahwa dosa besar itu adalah menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara mereka, serta menghalangi untuk berdzikir kepada Allah dan melakukan shalat. Ayat tersebut adalah firman-Nya :‘Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)’ (QS. Al-Maaidah : 95)” [Adlwaaul-Bayaan, 1/91].

حدثنا مسدد ثنا يحيى عن سفيان ثنا عطاء بن السائب عن أبي عبد الرحمن السلمي عن علي بن أبي طالب عليه السلام : أن رجلا من الأنصار دعاه وعبد الرحمن بن عوف فسقاهما قبل أن تحرم الخمر فأمهم علي في المغرب فقرأ قل يا أيها الكافرون فخلط فيها فنزلت لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون

Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib : Bahwasannya ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar memanggilnya (‘Aliy) dan ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, lalu memberi mereka minum khamr sebelum diharamkannya. Lalu ‘Aliy mengimami mereka shalat Maghrib dan membaca Qul yaa ayyuhal-kaafiruun, lalu ia pun salah dalam membacanya. Maka, turunlah ayat : ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan… (QS. An-Nisaa’ : 43)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3671; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/416].

Lebih jelas lagi, perhatikan firman Allah ta’alaberikut beserta sebab turunnya ayat :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (91)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” [QS. Al-Maaidah : 90-91].

حدثنا الحسين بن علي الصدائي قال، حدثنا حجاج بن المنهال قال، حدثنا ربيعة بن كلثوم عن جبر، عن أبيه، عن سعيد بن جبير، عن ابن عباس قال: نزل تحريم الخمر في قبيلتين من قبائل الأنصار شرِبوا. حتى إذا ثملوا، عبث بعضهم على بعض. فلما أن صَحوْا جعل الرجل منهم يرى الأثر بوجهه ولحيته فيقول: فعل بي هذا أخي فلان! وكانوا إخوة، ليس في قلوبهم ضغائن والله لو كان بي رءوفًا رحيمًا ما فعل بي هذا! حتى وقعت في قلوبهم ضغائن، فأنزل الله:"إنما الخمر والميسر" إلى قوله:"فهل أنتم منتهون"! فقال ناس من المتكلِّفين: رجْسٌ في بطن فلانُ قتل يوم بدر،  وقتل فلان يوم أحُدٍ! فأنزل الله:( لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا ) [سورة المائدة: 93]، . الآية.

Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin ‘Aliy Ash-Shadaa’iy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hajjaaj bin Al-Minhaal, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Rabii’ah bin Kultsuum, dari Jabr, dari ayahnya, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Pengharaman khamr turun mengenai dua kabilah dari kabilah Anshaar. Mereka meminumnya hingga apabila mereka telah mabuk, sebagian mereka bercanda dengan sebagian yang lain. Ketika mereka sadar, salah seorang mereka melihat bekas di wajahnya dan jenggotnya, dan ia pun berkata : “Saudaraku si Fulan ini telah melakukannya kepadaku”. Padahal dulunya mereka saling bersaudara dan tidak ada dendam dalam hati mereka. (Orang itu berkata) : “Demi Allah, seandainya ia menyayangiku, niscaya ia tidak akan berbuat demikian terhadapku”. Sehingga terjadilah dendam di hati mereka. Maka, Allah ta’alamenurunkan ayat : ‘sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi….’ hingga sampai ayat : ‘maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)’ (QS. Al-Maaidah : 90-91). Berkatalah orang-orang yang memperberat diri mereka (mutakallifiin) : “Ia (meminum khamr) adalah perbuatan keji, dan khamr itu ada dalam perut Fulan yang terbunuh dalam perang Badr dan Fulan yang terbunuh dalam perang Uhud”. Maka Allah menurunkan ayat : “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu…(QS. Al-Maaidah : 93)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam At-Tafsiir 10/571 no. 12522; dishahihkan oleh Muqbil Al-Wadi’iy dalam Ash-Shahiihul-Musnad min Asbaabin-Nuzuul, hal. 88-89].

Dalam riwayat di atas tergambar kepada kita bagaimana khamr dapat menghilangkan akal dan kesadaran hingga kemudian menimbulkan dosa dan permusuhan. Khamr disebut sebagai biang keburukan sebagaimana perkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

الخمر أم الخبائث و من شربها لم يقبل الله منه صلاة أربعين يوما ، فإن مات وهي في بطنه مات ميتة جاهلية

“Khamr itu induk segala keburukan. Barangsiapa yang meminumnya, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa yang mati dimana khamr itu ada dalam perutnya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 3810, Al-Waahidiy dalam Al-Wasiith 1/224, dan Al-Qadlaa’iy 6/2 sebagaimana dalam Silsilah Ash-Shahiihah 4/469 no. 1854].

Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Abdurrahmaan Ali Bassaam rahimahullah menjelaskan definisi khamr sebagai berikut :

للخمر- في اللغةَ ثلاثة معان:
1- الستر والتغطية، ومنه: اختمرت المرأة إذا غطت رأسها ووجهها بالخمار.
2- والمخالطة: ومنه قول كثير عزة:
هنيئا مريئا غير داء مخامر....... أي: مخالط.
3- والإدراك، ومنه قولهم: خمرت العجين وهو أن تتركه حتى يبلغ وقت إداكه.
فمن هذه المعانيْ الثلاثة أخذ اسم الخمرة، لأنها تُغطى العقل وتستره، ولأنها تخالط العقل، ولأنها تترك حتى تدرك وتستوى.
وتعريفها- شرعاً: أنها اسم لكل ما خامر العقل وغطَاه من أي نوع من الأشربة لحديث "كل مسكر خمر وكل خمر حرام".

“Khamr secara bahasa mempunyai tiga makna :
1.    Tabir dan penutup. Jika dikatakan :‘Ikhtamaratil-mar’ah’, yaitu jika ia (wanita) menutupi kepalanya dan wajahnya dengankhimaar (kerudung).
2.    Bercampur. Di antaranya seperti perkataan yang banyak beredar : ‘hanii’an marii’an ghaira daain mukhaamirin…’; artinya : bercampur.
3.    Matang. Di antaranya seperti perkataan mereka : ‘khamaratal-‘ajiin’; yang artinya : engkau membiarkannya hingga waktu matang.

Dari ketiga makna ini, diambillah kata al-khamrah, karena ia menutupi akal, mencampurkannya/mengacaukannya, dan karena dibiarkan baru kemudian sadar dan normal.

Adapun definisi secara syar’iy, maka ia nama untuk segala macam minuman yang dapat mengacaukan akal dan menutupinya; berdasarkan hadits : ‘Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan semua jenis khamr adalah haram” [Taisirul-‘Allam – yang dicetak bersama Tanbiihul-Afhaam – 2/490].

Ada beberapa bahan khamr yang disebutkan dalam hadits, di antaranya :

حدثنا مسدَّد: حدثنا يحيى، عن أبي حيَّان: حدثنا عامر، عن ابن عمر رضي الله عنهما : قام عمر على المنبر، فقال: أما بعد، نزل تحريم الخمر وهي من خمسة: العنب والتمر والعسل والحنطة والشعير، والخمر ما خامر العقل.

Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Abu Hayyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Aamir, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa : ‘Umar pernah berdiri di atas mimbar, lalu berkhutbah : “Amma ba’du, pengharaman khamr turun, dan ia dapat berasal dari lima bahan : anggur, tamr, madu,hinthah (jewawut), dan gandum. Khamr itu segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5581].

حدثنا قتيبة بن سعيد. حدثنا عبدالعزيز (يعني الدراوردي) عن عمارة بن غزية، عن أبي الزبير، عن جابر؛ أن رجلا قدم من جيشان (وجيشان من اليمن) فسأل النبي صلى الله عليه وسلم عن شراب يشربونه بأرضهم من الذرة يقال له المزر؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم (أو مسكر هو؟) قال: نعم. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (كل مسكر حرام. إن على الله، عز وجل عهدا، لمن يشرب المسكر، أن يسقيه من طينة الخبال) قالوا: يا رسول الله! وما طينة الخبال؟ قال (عرق أهل النار. أو عصارة أهل النار).

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : telah menceritakan kepada kami ‘Abdl-‘Aziiz (yaitu Ad-Daraawardiy), dari ‘Ammaarah bin Ghazyah, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir : Bahwasannya ada seorang laki-laki yang datang dari Jaisyaan (= Jaisyaan itu nama daerah di Yaman). Lalu ia bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamtentang minuman yang diminum orang-orang di negerinya yang terbuat dari jagung, yang disebut sebagai al-ma’z. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apakah ia termasuk minuman yang memabukkan ?”. Ia menjawab : “Ya”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Segala sesuatu yang memabukkan adalah haram. Sesungguhnya Allah mempunyai perjanjian. Barangsiapa yang meminum minuman yang memabukkan, Allah akan memberinya minum kelak dengan thiinatul-khabal”. Mereka berkata : “Wahai Rasulullah, apa itu thiinatul-khabal ?”. Beliau bersabda : “Keringat penduduk neraka atau kotoran penduduk neraka” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2003].

حدثنا الحسن بن علي ثنا يحيى بن آدم ثنا إسرائيل عن إبراهيم بن مهاجر عن الشعبي عن النعمان بن بشير قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن من العنب خمرا وإن من التمر خمرا وإن من العسل خمرا وإن من البر خمرا وإن من الشعير خمرا

Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Israaiil, dari Ibraahiim bin Muhaajir, dari Asy-Sya’biy, dari An-Nu’maan bin Basyiir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya pada anggur, tamr, madu, burr (sejenis gandum), gandum terdapat khamr” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3676; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/417].

حدثنا مسدد ثنا عبد الواحد بن زياد ثنا منصور بن حيان عن سعيد بن جبير عن بن عمر وبن عباس قالا : نشهد أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن الدباء والحنتم والمزفت والنقير

Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid bin Ziyaad : Telah menceritakan kepada kami Manshuur bin Hayyaan, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbaas, mereka berdua berkata : “Kami bersaksi bahwasannya Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wa sallam melarang (membuat dan mengkonsumsinabiidz) dari dubaa’, khantam, muzaffat, dannaqiir” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3690; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalamShahih Sunan Abi Daawud 2/421].

حدثني زهير بن حرب. حدثنا إسماعيل بن إبراهيم. أخبرنا الحجاج بن أبي عثمان. حدثني يحيى بن أبي كثير؛ أن أبا كثير حدثه عن أبي هريرة، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (الخمر من هاتين الشجرتين: النخلة والعنبة).

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hajjaaj bin Abi ‘Utsmaan : telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Abi Katsiir : Bahwasannya Abu Katsiir menceritakan kepadanya, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Khamr itu berasal dari dua jenis pohon ini : kurma dan anggur” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1985].

حدثني إسحق: حدثنا النضر: أخبرنا شُعبة، عن سعيد بن أبي بردة، عن أبيه، عن جده قال : لما بعثه رسول الله صلى الله عليه وسلم ومعاذ بن جبل قال لهما: (يسرا ولا تعسرا، وبشرا ولا تنفرا، وتطاوعا). قال أبو موسى: يا رسول الله، إنا بأرض يصنع فيها شراب من العسل، يقال له البتع، وشراب من الشعير، يقال له المزر؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (كل مسكر حرام).

Telah menceritakan kepadaku Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami An-Nadlr : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’bah, dari Sa’iid bin Abi Burdah, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : Ketika Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya dan Mu’aadz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda kepada keduanya : “Permudahlah dan jangan kalian persulit. Berikanlah khabar gembira dan jangan membuat orang lari (dari dakwah). Dan bahu-membahulah kalian”. Abu Muusaa berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di negeri yang dibuat padanya minuman dari madu yang disebut al-bit’u dan minuman yang terbuat dari gandum yang disebut al-mizr”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap yang memabukkan itu haram” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6124].

Beberapa bahan yang disebutkan dalam riwayat-riwayat di atas bukanlah sebagai pembatas. Al-Baghawiy rahimahullah berkata setelah menyebutkan hadits ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu di atas :

في هذه الأحاديث دليل واضح على بطلان قول من زعم أن الخمر إنما هي عصير العنب، أو رطب البيء الشديد منه، وعلى فساد قول من زعم، أن لا خمر إلا من العنب، أو الزبيب، أو الرطب، أو التمر، بل كل مسكر خمر، وإن الخمر ما يخامر العقل. وقد روي عن الشعبي، عن النعمان بن بشير قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إن من العنب خمرا، وإن من العسل خمرا، وإن من البر خمرا، وإن من الشعير خمرا)). فهذا تصريح بأن الخمر قد تكون من غير العنب والتمر، وتخصيص هذه الأشياء بالذكر ليس لما أن الخمر لا تكون إل من هذه الخمسة، بل كل ما كان في معناها من ذرة وصلت وعصارة شجر، فحكمه حكمها، وتخصيصها بالذكر، لكونها معهودة في ذلك الزمان. وقد روي عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((الخمر من هاتين الشجرتين : النخلة والعنبة)). وهذا لا يخالف حديث النعمان بن بشير، وإنما معناه : أن معظم الخمر يكون منها، وهو الأغلب على عادات الناس فيما يتخذونه من الخمور.

“Pada hadits-hadits ini terdapat dalil yang jelas atas batilnya pendapat orang yang mengatakan bahwa khamr itu hanya terbatas pada perasan anggur atau ruthab mentah yang masih keras. Juga menunjukkan rusaknya pendapat orang yang mengatakan bahwa tidak ada khamr selain yanng berasal dari anggur, kismis, atau tamr. Bahkan, segala sesuatu yang memabukkan adalah haram. Dan sesungguhnya khamr adalah apa-apa yang mencampuri/mengacaukan  akal. Telah diriwayatkan dari Asy-Sya’biy, dari An-Nu’maan bin Basyiir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Sesungguhnya pada anggur, madu, burr (sejenis gandum), dan gandum terdapat khamr’. Maka jelaslah bahwa khamr dapat juga berasal dari selain anggur dan tamr. 

Pengkhususan terhadap hal-hal itu dengan penyebutannya, bukanlah mengartikan tidak ada khamr kecuali dari lima jenis ini. Bahkan setiap hal yang tercakup maknanya dari jagung, gandum hitam, dan sari-sari pohon (nira), maka hukumnya sama dengan hukum khamr (jika ia memabukkan). Pengkhususan dengan penyebutannya adalah karena kenyataannya khamr hanya dibuat dari lima jenis pada jaman itu. Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :‘Khamr itu berasal dari dua jenis pohon ini : kurma dan anggur’. Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits An-Nu’maan bin Basyiir. Hanya saja maknanya adalah : Sesungguhnya kebanyakan khamr berasal darinya, dan kebanyakan orang memang biasa membuat khamr darinya[4]” [Syarhus-Sunnah, 11/352-353].

Setelah kita sepakat bahwa minuman bisa disebut sebagai khamr itu berdasarkan pada sifatnya (yang dapat memabukkan sehingga menutupi akal) bukan pada bahannya; sekarang kita fokus pada judul di atas : Apakah semua minuman yang mengandung alkohol itu bisa disebut sebagai khamr yang mengkonsekuensikan pada haram ? Perhatikan riwayat berikut :

حدثنا عبيدالله بن معاذ العنبري. حدثنا أبي. حدثنا شعبة عن يحيى بن عبيد، أبي عمر البهراني، قال: سمعت ابن عباس يقول : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينتبذ له في أول الليل، فيشربه، إذا أصبح، يومه ذلك، والليلة التي تجيء، والغد والليلة الأخرى، والغد إلى العصر. فإن بقي شيء، سقاه الخادم؛ أو أمر به فصب.

Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Yahyaa bin ‘Ubaid Abu ‘Umar Al-Bahraaniy, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas berkata : Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa salam pernah dibuatkan perasan nabiidz di awal malam, lalu beliau meminumnya di waktu pagi/shubuh pada hari itu dan malam harinya,  kemudian lusanya dan malam harinya, hingga keesokan harinya sampai waktu ‘Ashar (yaitu hari ketiga setelah minuman itu dibuat – Abul-Jauzaa’). Jika minuman itu masih tersisa, maka beliau memberikannya kepada pembantu beliau atau memerintahkannya untuk dibuang”.

وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب وإسحاق بن إبراهيم - واللفظ لأبي بكر وأبي كريب - (قال إسحاق: أخبرنا. وقال الآخران: حدثنا) أبو معاوية عن الأعمش، عن أبي عمر، عن ابن عباس. قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينقع له الزبيب. فيشربه اليوم والغد وبعد الغد إلى مساء الثالثة. ثم يأمر به فيسقى أو يهراق.

Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, Abu Kuraib, dan Ishaaq bin Ibraahiim – dan lafadh hadits ini adalah milik Abu Bakr dan Abu Kuraib – Ishaaq berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami, dan yang lain berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah, dari Al-A’masy, dari Abu ‘Umar, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah dibuatkan perasan kismis/zabiib. Maka beliau meminumnya pada hari itu, besoknya, dan lusa hingga waktu sore di hari ketiga. Kemudian beliau memerintahkan (pembantunya) untuk meminumnya atau menumpahkannya/membuangnya”.

وحدثني محمد بن أحمد بن أبي خلف. حدثنا زكرياء بن عدي. حدثنا عبيدالله عن زيد، عن يحيى، أبي عمر النخعي. قال:
سأل قوم ابن عباس عن بيع الخمر وشرائها والتجارة فيها؟ فقال: أمسلمون أنتم؟ قالوا: نعم. قال: فإنه لا يصلح بيعها ولا شراؤها ولا التجارة فيها. قال: فسألوه عن النبيذ؟ فقال: خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر. ثم رجع وقد نبذ ناس من أصحابه في حناتم ونقير ودباء. فأمر به فأهريق. ثم أمر بسقاء فجعل فيه زبيب وماء. فجعل من الليل فأصبح. فشرب منه يومه ذلك وليلته المستقبلة. ومن الغد حتى أمسى. فشرب وسقى. فلما أصبح أمر بما بقي منه فأهريق

Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ahmad bin Abi Khalaf : Telah menceritakan keada kami Zakariyyaa bin ‘Adiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah, dari Zaid, dari Yahyaa Abu ‘Umar An-Nakha’iy, ia berkata : Beberapa orang bertanya kepada Ibnu ‘Abbaas tentang memperdagangkan khamr; membeli dan menjualnya lagi. Maka ia (Ibnu ‘Abbaas) balik bertanya : "Apakah kalian orang-orang muslim?". Mereka menjawab : "Ya, benar." Ibnu ‘Abbaas berkata :"Sesungguhnya tidak boleh memperdagangkan khamr; membelinya dan menjualnya". Yahya berkata : "Kemudian mereka bertanya mengenai nabiidz (minuman yang terbuat dari perasan buah). Maka Ibnu ‘Abbaas berkata : "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallampernah keluar kota, kemudian beliau kembali pulang yang ternyata sebagian shahabat beliau sedang membuat perasan di dalam khantam,naqiir, dan dubaa’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menyuruh untuk menumpahkannya. Setelah itu, beliau membuat perasan dari buah anggur dan air, lalu membiarkannya hingga malam. Keesokan harinya beliau meminum perasan tersebut, lalu malam harinya, lalu keesokan harinya lagi dan lusa hingga waktu sampai sore. Dan apabila di pagi harinya perasan tersebut masih tersisa, maka beliau memerintahkan untuk menumpahkannya" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2004].

An-Nawawiy rahimahullah berkata :

في هذه الأحاديث دلالة على جواز الانتباذ وجواز شرب النبيذ ما دام حلواً لم يتغير ولم يغل وهذا جائز بإجماع الأمة، وأما سقيه الخادم بعد الثلاث وصبه فلأنه لا يؤمن بعد الثلاث تغيره وكان النبي صلى الله عليه وسلم يتنزه عنه بعد الثلاث. وقوله: (سقاه الخادم أو صبه) معناه تارة يسقيه الخادم وتارة يصبه وذلك الاختلاف لإختلاف حال النبيذ، فإن كان لم يظهر فيه تغير ونحوه من مبادئ الإسكار سقاه الخادم ولا يريقه لأنه مال تحرم إضاعته ويترك شربه تنزهاً، وإن كان قد ظهر فيه شيء من مبادئ الإسكار والتغير أراقه لأنه إذا أسكر صار حراماً ونجساً فيراق ولا يسقيه الخادم لأن المسكر لا يجوز سقيه الخادم كما لا يجوز شربه، وأما شربه صلى الله عليه وسلم قبل الثلاث فكان حيث لا تغير ولا مبادئ تغير ولا شك أصلاً والله أعلم

“Dalam hadits-hadits ini terdapat petunjuk diperbolehkannya membuat dan meminumnabiidz (kurma/kismis yang direndam dan difermentasikan) selama masih terasa manis, belum berubah, dan belum menggelegak (berbuih). Hal ini diperbolehkan berdasarkan ijma’ umat. Adapun memberikan minum kepada pembantu (khadiim) setelah tiga hari dan membuangnya setelah tiga hari, karena beliau tidak merasa aman setelah tiga hari itu dari berubahnya nabiidz tadi. Adalah Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam menjauhi nabiidzsetelah masa tiga hari (dari pembuatan). Dan perkataannya (Ibnu ‘Abbaas) : ‘beliau memberikannya kepada pembantu beliau atau memerintahkannya untuk dibuang’; maknanya adalah kadang beliau memberikan kepada pembantunya kadang beliau memerintahkan untuk membuangnya. Perbedaan perbuatan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut karena perbedaan kondisi nabiidz. Seandainya tidak ada perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut memabukkan, maka beliau memberikannya kepada pembantu beliau dan tidak membuangnya, karena ia termasuk jenis harta yang diharamkan disia-siakan. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak meminumnya untuk menjaga diri. Namun seandainya terjadi perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut memabukkan dan berubah (menjadi khamr), beliau membuangnya. Karena jika minuman tersebut menyebabkan mabuk, jadilah ia haram dan najis. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuangnya dan tidak memberikannya kepada pembantunya (untuk diminum). Minuman yang memabukkan yang tidak boleh diberikan kepada pembantu sebagaimana tidak diperbolehkan meminumnya sendiri. Mengenai Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam meminumnya sebelum tiga hari, hal itu dikarenakan belum berubah karakternya, tidak ada indikasi perubahan, dan tidak ada keraguan (bahwa ia halal) secara asal. Wallaahu a’lam [Syarh Shahih Muslim, 7/190]

Ada beberapa faedah yang dapat kita ambil terkait dengan bahasan ini. Minuman yang difermentasikan selama tidak berubah karakternya menjadi memabukkan, maka ia boleh untuk diminum. Sebagaimana kita tahu, proses fermentasi itu akan menghasilkan alkohol[5]. Ringkas kata, selama kandungan alkohol dalam satu minuman tidak mencapai kadar memabukkan, maka ia halal diminum.

Satu point telah kita dapat, yaitu : tidak selamanya minuman yang mengandung alkohol itu disebut khamr dan haram hukumnya.

Untuk memperjelas maksud tulisan ini, dapat saya ilustrasikan sebagai berikut :
Jika kita mempunyai seember besar air yang kemudian tercampur dengan setetes alkohol, bukankah artinya air itu mengandung alkohol (meskipun dengan kadar yang sangat sedikit?. Jawabnya : Benar. Seandainya kita minum air tersebut sebanyak yang kita mampu, apakah air itu dapat membuat kita mabuk ? Jawabnya : Tidak. Apakah ia bisa disebut sebagai khamr ?. Jawabnya : Tidak.
[Jadi, air seember besar yang tercampur setetes alkohol tadi tidak memenuhi definisi khamr di atas].

Nah, di sini akan semakin jelas maksud dari riwayat berikut :

حدثنا قتيبة ثنا إسماعيل يعني بن جعفر عن داود بن بكر بن أبي الفرات عن محمد بن المنكدر عن جابر بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما أسكر كثيره فقليله حرام

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil – yaitu Ibnu Ja’far - , dari Daawud bin Bakr bin Abi Furaat, dari Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apa-apa yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun hukumnya tetap haram” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3681; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 2/419].

أخبرنا حميد بن مخلد قال حدثنا سعيد بن الحكم قال أنبأنا محمد بن جعفر قال حدثني الضحاك بن عثمان عن بكير بن عبد الله بن الأشج عن عامر بن سعد عن أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : أنهاكم عن قليل ما أسكر كثير

Telah mengkhbarkan kepada kami Humaid bin Makhlad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Al-Hakam, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Adl-Dlahhaak bin ‘Utsmaan, dari Bukair bin ‘Abdillah Al-Asyja’, dari ‘Aamir bin Sa’d, dari ayahnya, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallami, beliau bersabda : “Aku melarangmu dari yang sedikit apa-apa yang banyaknya menyebabkan mabuk” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 5608; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan An-Nasaa’iy, 3/503].

As-Sindiy rahimahullah berkata :

ما أسكر كثيره أي ما يحصل السكر بشرب كثيره فهو حرام قليله وكثيره وان كان قليلة غير مسكر وبه أخذ الجمهور وعليه الاعتماد عند علمائنا الحنفية والاعتماد على القول بأن المحرم هوالشربة المسكرة وماكان قبلها فحلال قد رده المحققون كما رده المصنف رحمه الله تعالى قوله

“Apa-apa yang banyaknya memabukkan ketika meminumnya, maka ia haram dalam baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, meskipun minum sedikit tanpa mabuk. Itulah pendapat yang diambil jumhur ulama dan yang dipegang ulama kita dari madzhab Hanafiyyah. Adapun orang yang berpegang pada pendapat haram ketika menyebabkan mabuk, namun sebelumnya adalah halal (jika diminum sedikit tidak sampai mabuk), maka pendapat ini telah dibantah oleh para muhaqqiq sebagaimana telah dibantah oleh mushannif (yaitu An-Nasaa’iy) rahimahullah” [Hasyiyyah As-Sindiy ‘ala Sunan An-Nasaa’iy, 8/300-301].

Terkait dengan alkohol, berdasarkan uraian di atas, hal yang lebih menentukan apakah ia termasuk khamr atau tidak, apakah ia memabukkan atau tidak ketika diminum dalam jumlah banyak (sehingga ketika diminum dalam jumlah sedikit menjadi haram); adalah prosentase kandungan alkohol dalam minuman. Jika prosentasenya sangat sedikit – sebagaimana ilustrasi/contoh yang telah diberikan - , maka itu bukan khamr. Jika sebaliknya, maka ia bisa masuk dalam katagori khamr. Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi kadar (prosentase) alkohol yang ada.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui komisi fatwanya telah menetapkan batas maksimalkandungan alkohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol) yang digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan yaitu 1 persen.

Secara mudah ketetapan ini dibahasakan : Satu persen adalah batas asumsi maksimal alkohol yang tidak menyebabkan orang mabuk ketika mengkonsumsinya dalam jumlah banyak.

Berapa kadar alkohol maksimal yang dapat ditoleransi mungkin akan berbeda-beda antara satu pihak dengan yang lainnya, karena ia adalah perkara ijtihadiyyah. Penelitian para ahli dan pengalaman empiris sangat membantu dalam penentuan ini.

O iya, saya ingat, dulu pernah sempat ribut mengenai fatwa seorang tokoh timur tengah yang ‘membolehkan’ minuman yang berkadar alkohol maksimal 0,5% dengan syarat bahwa ia merupakan bagian dari proses fermentasi alami. Beliau dalam fatwa tersebut merujuk pada hadits Ibnu ‘Abbaas yang disebutkan di atas. Beberapa orang kemudian menganggap fatwa itu ‘kontroversial’, dan bahkan ada sebagian orang menghukumi yang bersangkutan telah menghalalkan khamr.

Saya tidak akan berperan menjadi wasit atas pro-kontra itu. Artikel di atas setidaknya – saya harapkan begitu - dapat memberikan gambaran positioning permasalahan.

Semoga ada manfaatnya.

Wallohu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar