Karawang sebagai salah satu kota di pesisir utara Jawa Barat selama bertahun-tahun telah dikenal sebagai lumbung beras nasional, Namun sebenarnya prestasi kota ini tidak sekadar sebagai penghasil beras semata. Pada zaman perang kemerdekaan, kota ini mengukir sejarah ketika sekelompok pemuda mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia dengan membawa Soekarno Ke Rengas Dengklok. Dan hasilnya, sehari setelah peristiwa tersebut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Kini rumah ketika Soekarno pernah diungsikan tersebut masih dapat ditemukan tidak jauh dari pasar Rengas Dengklok. Dalam perkembangannya ternyata Karawang juga menyimpan potensi sumberdaya arkeologi yang sangat besar sejak masa prasejarah, klasik sampai masa Islam tumbuh dan berkembang di Jawa Barat. Dua situs dari masa klasik yakni Batujaya dan Cibuaya, sampai saat ini setidaknya memiliki 30 buah lokasi yang diduga merupakan bangunan candi dari masa Kerajaan Tarumanagara sampai Sunda. Satu jumlah yang berlum tertandingi oleh daerah lain di Jawa Barat dan tentu tidak berlebihan jika Karawang mendapat julukan sebagai Lumbung Candi di Jawa Barat.
Masyarakat di daerah ini pada umumnya hidup dari bercocok tanam. Oleh karena itu, sebagian besar lahan di daerah Batujaya digunakan untuk areal persawahan irigasi. Pola tanam padi sebanyak dua kali setahun dan pola tata air yang baik menyebabkan daerah ini subur dan menjadi tulang punggung bagi penyediaan beras. Tak heran jika wilayah Karawang yang mempunyai luas wilayah sekitar 3120 Km ini dikenal sebagai lumbung padi nasional.
Di samping bercocok tanam, masyarakat yang tinggal di daerah pantai umumnya hidup sebagai nelayan tradisional. Tampaknya dua jenis pekerjaan ini merupakan keahlian yang telah dilakukan secara turun temurun dari leluhur mereka. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian arkeologi di Komplek Percandian Batujaya yang menemukan bandul jaring dan sisa-sisa kulit kerang pada bata - bata candi.
Dari catatan pemerintah Kolonial Belanda, pada tahun 1684 M daerah ini hanyalah berupa rawa-rawa yang tidak berarti. Baru pada tahun 1706 M atas perintah pemerintah Kolonial Belanda, daerah ini dibersihkan dan dijadikan areal persawahan dan perkebunan. Artinya, sejak runtuhnya Komplek Percandian Kegiatan menanam padi dengan latar belakang candi Blandongan Batujaya, daerah ini menjadi tidak berarti dan baru mendapat perhatian kembali pada akhir abad ke-17 M.
Lokasi Situs
Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitar lima km2. Situs ini terletak di tengah-tengah daerah persawahan dan sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari garis pantai utara Jawa Barat (pantai Ujung Karawang).Batujaya kurang lebih terletak enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar 500 meter di utara Ci Tarum. Keberadaan sungai ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keadaan situs sekarang karena tanah di daerah ini tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau atau pun pada musim hujan.
Lokasi percandian ini jika ditempuh menggunakan kendaraan sendiri dan datang dari Jakarta, dapat dicapai dengan mengambil jalan tol Cikampek. Keluar di gerbang tol Karawang Barat dan mengambil jurusan Rengasdengklok. Selanjutnya mengambil jalan ke arah Batujaya di suatu persimpangan. Walaupun jika ditarik garis lurus hanya berjarak sekitar 50km dari Jakarta, waktu tempuh dapat mencapai tiga jam karena kondisi jalan yang ada.
Penelitian
Situs Batujaya pertama kali diteliti oleh tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang disebut Fakultas Ilmu Budaya UI) pada tahun 1984 berdasarkan laporan adanya penemuan benda-benda purbakala di sekitar gundukan-gundukan tanah di tengah-tengah sawah. Gundukan-gundukan ini oleh penduduk setempat disebut sebagai onur atau unur dan dikeramatkan oleh warga sekitar. Semenjak awal penelitian dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2006 telah ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan. Penamaan tapak-tapak itu mengikuti nama desa tempat suatu tapak berlokasi, seperti Segaran 1, Segaran 2, Telagajaya 1, dan seterusnya.
Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11 buah candi yang diteliti (ekskavasi) dan sampai saat ini masih banyak pertanyaan yang belum terungkap secara pasti mengenai kronologi, sifat keagamaan, bentuk, dan pola percandiannya. Meskipun begitu, dua candi di Situs Batujaya (Batujaya 1 atau Candi Jiwa, dan Batujaya 5 atau Candi Blandongan) telah dipugar dan sedang dipugar. Walaupun belum didapatkan data mengenai kapan dan oleh siapa candi-candi di Batujaya dibangun, namun para pakar arkeologi menduga bahwa candi-candi tersebut merupakan yang tertua di Jawa, yang dibangun pada masa Kerajaan Tarumanegara (Abad ke-5 sampai ke-6 M). Sampai tahun 1997 sudah 24 situs candi yang ditemukan di Batujaya dan baru 6 di antaranya, umumnya merupakan hanya sisa bangunan, yang sudah diteliti. Tidak tertutup kemungkinan bahwa masih ada lagi candi-candi lain di Batujaya yang belum ditemukan. Yang menarik, semua bangunan candi menghadap ke arah yang sama, yaitu 50 derajat dari arah utara. Juru kunci situs batujaya ini yang sekaligus menjadi pengurus bernama Pak Kaisin Kasin.
Candi Jiwa
Candi Jiwa yang dikenal sebagai Unur Jiwa, terletak di tengah areal persawahan berupa gundukan tanah yang berbentuk oval setinggi 4 meter dari permukaan tanah. Bangunan yang berukuran 19 x 19 meter dengan tinggi 4,7 meter ini tidak mempunyai tangga masuk dan di bagian permukaan atas terdapat susunan bata yang melingkar dengan garis tengah sekitar 6 meter yang diduga merupakan susunan dari bentuk stupa. Nama Candi Jiwa diberikan penduduk karena setiap kali mereka menambatkan kambing gembalaannya di atas reruntuhan candi tersebut, ternak tersebut mati. Candi yang ditemukan di situs ini seperti candi Jiwa, struktur bagian atasnya menunjukkan bentuk seperti bunga padma (bunga teratai). Pada bagian tengahnya terdapat denah struktur melingkar yang sepertinya adalah bekas stupa atau lapik patung Buddha. Pada candi ini tidak ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha di atas bunga teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas air. Bentuk seperti ini adalah unik dan belum pernah ditemukan di Indonesia. Ketika umat Budha melakukan ritual ditempat ini mereka mengitari candi jiwa seturut dengan perputaran arah jarum jam.
Bangunan candi Jiwa tidak terbuat dari batu, namun dari lempengan-lempengan batu bata. Pada masa lampau, masyarakat membuat batu bata dengan menggunakan kayu sebagai media bakarnya, itulah yang membedakan batu bata pada masa lampau yang lebih terlihat gosong dibandingkan dengan batu batu masa sekarang yang dibakar menggunakan oven, walaupun suhu bakaran kedua-duanya berkisar 45 derajat celcius. Dan yang menjadi keunikan, batu bata didaerah batujaya itu berukuran sangat besar dibandingkan dengan ukuran batu bata di daerah Jakarta dan sekitarnya.
Candi Blandongan
Candi Blandongan adalah candi yang termasuk kedalam Situs Batujaya. Secara administratif candi ini terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Beberapa orang yang berkunjung ke tempat ini, sering menyebut sebagai situs percandian.
Hal ini karena situs Candi Blandongan terdiri dari berbagai candi yang tersebar di berbagai tempat dan titik. Lokasi percandian ini adalah danau yang dimana candi dibangun di berbagai tepi danau. Hal tersebut beralasan adanya nama desa yang ada, yaitu Segaran dan Telagajaya. Arti dari kedua kata tersebut adalah laut atau kolam, seperti halnya danau dalam bahasa Sanskerta.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di situs, berbagai macam benda purbakala terdapat di sekitar gundukan yang ada di tengah sawah. Sejak awal penelitian sampai tahun 2013, ditemukan setidaknya 39 sisa bangunan purbakala yang merupakan bagian dari struktur candi. Sisa bangunan tersebut dibangun menjadi dua kelompok sesuai tempatnya, yakni di Desa Segaran dan Desa Telagajaya.
Informasi Mengenai Candi Blandongan Karawang
Situs Batujaya diteliti oleh tim arkeologi dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun 1984. Pada tahun 1989, Ditlinbinjarah dengan Badan Koordinasi Survei, Pemetaan Nasional, Fakultas Geografi dari Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Tarumanegara melakukan penelitian ditempat ini.
Sedangkan pada tahun 1992, Bidang Arkeometri Pusat Penelitian Arkeologi Nasional meneliti Batujaya untuk mengetahui lingkungan geologis, arkeologis, geomorfologis, dan hidrologis yang ada didalamnya. Pada Bulan September 1992, Bidang Arkeologi Klasik Pusat Penelitian Arkeologi Nasional mengadakan penelitian untuk mempelajari pola sebaran situs.
Sementara itu, situs Segaran V atau Candi Blandongan, secara khusus diteliti tahun 1993. Ekskavasi tersebut dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang berhasil menampakkan kaki bangunan di barat laut. Tahun 1995, penelitian dilanjutkan dengan hasil menampakkan struktur bangunan yang sepanjang 21,6 m dengan 9 anak tangga.
Karena luas dan banyaknya situs Batujaya, membuatnya dijadikan lahan okupasi penelitian, baik dari peneliti dalam maupun luar negeri. Sedangkan tahun 2004, penelitian yang dilakukan bersama Asisten Deputi Urusan Arkeologi Nasional dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient di situs Batujaya.
Candi Blandongan adalah bangunan yang paling lengkap untuk menyimpan berbagai situs purbakala. Teknologi dan arsitektural yang ada di candi ini lebih rumit dari yang lainnya. Di keempat sisi candi tersebut, terdapat pintu masuk tangga dengan 8 anak tangga.
Penemuan Penting di Candi Blandongan Karawang
Pemugaran di Candi Blandongan terjadi pada tahun 1999/2000 hingga tahun 2010. Di Candi Blandongan ditemukan amulet dan materai (votive tablet). Amulet adalah salah satu atribut dalam agama Buddha. Amulet digunakan sebagai aktivitas ziarah. Hasil analisis morfologis berpendapat bahwa amulet Candi Blandongan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu amulet 6 arca tanpa tulisan, serta amulet 6 arca dengan tulisan. Dalam kepercayaan agama Buddha, cerita tersebut menggambarkan tentang sravasvat.
Temuan lain yang tidak kalah penting adalah prasasti yang berupa lempengan logam mulia. Lempengan yang ditemukan di selasar tangga dan satu lempengan yang ditemukan di sisi luar candi. Kemudian ada tiga fragmen kaki arca yang merupakan fragmen kaki arca Budha dari bahan tembaga.
Di barat daya Candi Blandongan ada lapisan tanah di bawah pondasi candi. Ditemukan rangka manusia dengan posisi tegak lurus dengan bangunan candi. Di dekat temuan rangka manusia inilah ada lapisan tanah yang sama. Temuan gerabah adalah salah satunya. Untuk sementara diduga adalah benda magis yang digunakan sebagai alat upacara dan bekal kubur. Gerabah Batujaya adalah gerabah yang secara khusus ditemukan di Candi Blandongan.
Temuan lain yang sangat unik di Candi Blandongan adalah gerabah Arikamedu yang dipercAya dari abad keempat. Gerabah Arikamedu memiliki berbentuk seperti wadah uang terdapat slip merah sebagai hiasan motifnya. Diantaranya ada ragam hias garis-garis vertical dan lingkaran yang tersusun secara teratur, seperti menyerupai pola hias rolet.
Keberadaan temuan dari masa prasejarah yang ada di Candi Blandongan adalah bukti adanya keterkaitan budaya dari masa prasejarah hingga pengaruh Hindu-Budha terjadi.
Itulah tadi wisata sejarah Candi Blandong di Karawang yang wajib anda kunjungi. Selamat berwisata di Karawang dan terimakasih sudah berkunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar