Sungguh hina apabila kita menemukan orang-orang yang membenci ulama. Hal ini menyedihkan karena merupakan pelecehan terhadap agama. Sebab, agama senantiasa diperjuangkan oleh ilmu-ilmu yang disyiarkan oleh ulama. Lantas apabila ada orang yang menghinakan ulama itu berarti ia sungguh-sungguh telah melecehkan agama. Bukan hanya itu, orang yang melecehkan ulama seolah sedang menentang Nabi SAW. Sebab Nabi SAW jelas-jelas memerintahkan kita selaku umatnya agar memuliakan ulama, bukan malah menghinakannya. Naudzubillah. Semoga kita dijadikan orang-orang yang selalu dekat dengan ulama. Mencintai dan memuliakannya dengan penuh keikhlasan. Serta dijadikan orang yang senantiasa tidak bosan untuk mengambil ilmu dari mereka. Agar kita menjadi orang-orang yang diangkat derajatnya dan didekatkan dengan Allah SWT.
Mari kita mencintai para ulama, sbb para ulama adalh warasatul anbiya...
Syaikh Hujjatul islam imam ghozali ra bknlh dri ketrunn ulama, ttpi orng tuanya yg sngat ta'dzim, mahabbah, wa takrimah kpda ulama2 dn berdoa kpda allah smga anaknya mnjdi ulama, dan alhamdulillah anak2nya menjdi ulama yg terkenal.
Semoga kelak keturunan kita menjadi ulama yg istiqomah, bertaqwa, waroi, tawdhu, roja, khauf, mahabbah kpda allah.
Ulama Pewaris Nabi
Rasulullah bersabda
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud)
Rasulullah SAW bersabda
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّو
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Periwayat Terbayak Sahabat Rasulullah yang paling banyak meriwayatkan hadits ialah:
Abu Hurairah 5374 hadits, Ibnu Umar 2630 hadits, Anas bin Malik 2286 hadits, Aisyah 2210 hadits, Ibnu ‘Abbas 1660 hadits, Jabir bin ‘Abdullah 1540 hadits, Abu Sa’id Al-Khudri 1170 hadist, Ibnu Mas’ud 848 hadits, Ibnu ‘Amr bin Ash 700 hadits, Abu Dzarr Al- Ghifari 281 hadits, Abu Darda’ 179 hadits (Talqih fahum ahli al-atsar karya Ibn Jauzi)
Nabi Sholallohu Alaihi Wasallam bersabda
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku ( para sahabat ) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya ( tabiu’t tabi’in )” (Hadits Bukhari & Muslim)
Imam Malik rohimahullah telah berkata :
كُلُّ خَيْرٍ فِي إتِباَعِ مَنْ سَلَف وَ كُلُّ شَرٍّ فِي إبْتِداَعِ مَنْ خَلَفِ
“Setiap kebaikan adalah apa-apa yang mengikuti para pendahulu (salaf), dan setiap kejelekan adalah apa-apa yang diada-adakan orang kemudian (kholaf)” dan “Tidak akan baik akhir dari umat ini kecuali kembali berdasarkan perbaikan yang dilakukan oleh generasi pertama”.
Diakui atau tidak, saat ini tengah terjadi upaya penggerusan yang luar biasa terhadap legitimasi NU. Kepercayaan masyarakat terhadap NU digembosi pascademo anti-Ahok beberapa waktu yang lalu. Tokoh-tokoh NU –dan siapa saja—yang menolak mendukung demo antiAhok seolah-olah menjadi musuh bersama umat Islam. Padahal tidak demikian.
Seperti ramai diberitakan, Ahok telah meminta maaf melalui keterangan tertulis kepada wartawan dan sebuah tayangan video. Dia meminta maaf setelah dianggap memojokkan Ketua Umum MUI yang juga Rais Aam PBNU, KH Ma'ruf Amin yang bersaksi dalam sidang kasus dugaan penodaan agama, Selasa (31/1).
Kepada sejumlah media, KH Ma'ruf Amin mengakui sudah memaafkan Ahok. "Namanya orang sudah minta maaf masa tidak dimaafkan," kata Kiai Ma'ruf Amin, Rabu (1/2). Pada saat yang sama, Kiai Ma’ruf mengimbau kepada semua kader PBNU di seluruh Tanah Air untuk juga memaafkan Ahok. Menurut dia, kader PBNU harus tenang dan bisa menahan diri.
"Karena Kiai Ma'ruf sudah memaafkan, kita akan mengikuti sikap kiai kita,"
"Kami adalah benteng dari Nahdhatul Ulama dan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Perintah Rais Aam KH Ma'ruf Amin agar kader NU harus tenang dan bisa menahan diri, wajib kami taati,"
Kedati demikian, kami ingatkan semua golongan jangan sekali-kali menyenggol dan menghina ulama dan kiai NU. "Banser akan berdiri di depan,"
"Kami akan selalu siap menunggu instruksi untuk menjaga marwah dan sebagai benteng NU dan NKRI dari pihak yang sekadar nabok nyilih tangan,"
"Mari kita jadikan kejadian ini untuk semakin meneguhkan rasa ukhuwah nahdliyah, persaudaraan sebangsa dan setanah air, semua pihak harus menjaga ketenangan negara dari provokasi dan ujaran kebencian oleh gerakan yang mengancam keharmonisan beragama, berbangsa dan bernegara"
"Jadikian peristiwa ini sebagai sarana mengedepankan kesantunan dalam bersikap. "Jadikan ini pembelajaran bersama untuk mengedepankan kesantunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,"
Kewajiban murid adalah Sami’na wa Atho’na. Tidak ada pilihan melainkan bersikap taat dan turut perintah. Hal ini disebabkan karena telah terbangun keimanannya kepada Para Sesepuh Kyai yang telah dipilih Allah dan diyakini mendapatkan mandat Ilahiyyah yang membawa kebijakan Allah SWT. Modal itulah yang melandasi sikap Sami’na wa Atho’na. Sikap ini bukan taqlid yang dilakukan tanpa dilandasi ilmu pengetahuan, tapi didasarkan atas kesadaran dan keimanan.
Adanya hak dan kewajiban ini membuktikan konsep keadilan kepemimpinan dalam Islam. Keadilan inilah yang mendekatkan diri kepada nilai ketaqwaan.
Rosululloh Sholallohu Alaihi Wasallam Bersabda
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ دَاوُدَ بْنِ شَابُورَ سَمِعَ شَهْرَ بْنَ حَوْشَبٍ يَقُولُ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ يَا بُنَيَّ لَا تَعَلَّمْ الْعِلْمَ لِتُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ تُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ وَتُرَائِيَ بِهِ فِي الْمَجَالِسِ وَلَا تَتْرُكْ الْعِلْمَ زَهَادَةً فِيهِ وَرَغْبَةً فِي الْجَهَالَةِ وَإِذَا رَأَيْتَ قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فَاجْلِسْ مَعَهُمْ إِنْ تَكُنْ عَالِمًا يَنْفَعْكَ عِلْمُكَ وَإِنْ تَكُنْ جَاهِلًا عَلَّمُوكَ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِمْ بِرَحْمَتِهِ فَيُصِيبَكَ بِهَا مَعَهُمْ وَإِذَا رَأَيْتَ قَوْمًا لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فَلَا تَجْلِسْ مَعَهُمْ إِنْ تَكُنْ عَالِمًا لَمْ يَنْفَعْكَ عِلْمُكَ وَإِنْ تَكُنْ جَاهِلًا زَادُوكَ غَيًّا أَوْ عِيًّا وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِمْ بِسَخَطٍ فَيُصِيبَكَ بِهِ مَعَهُمْ
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Daud bin Syabur ia mendengar Syahr bin Hausyab berkata: ” Luqman berkata kepada anaknya: ‘Wahai anakku, janganlah kamu mempelajari ilmu untuk menandingi para ulama, atau untuk berbantah-bantahan dengan orang-orang bodoh atau untuk berbuat riya dalam majlis-majlis, dan janganlah kamu meninggalkan ilmu karena tidak selera terhadapnya(malas belajar) dan senang dalam kebodohan. Jika kamu melihat suatu kaum berdzikir kepada Allah, duduklah bersama mereka, sebab Jikalah engkau menjadi seorang alim, ilmumu akan memberi manfaat kepadamu dan jika kamu menjadi orang bodoh mereka akan mengajarimu, siapa tahu Allah membukakan rahmatNya untuk mereka sehingga kamu juga memperolehnya bersama mereka. Sebaliknya jika kamu melihat suatu kaum yang tidak berdzikir kepada Allah, janganlah duduk bersama mereka, karena jika kamu seorang alim, ilmumu tidak akan memberi manfaat, dan jika kamu seorang yang bodoh, mereka tidak menambah kepadamu kecuali kebodohan. Siapa tahu Allah menimpakan murka-Nya, sehingga murka-Nya juga menimpamu bersama mereka’ “. (HR. Ad Darimi No.383)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى الصَّنْعَانِيُّ حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ رَجَاءٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ جَمِيلٍ حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَالْآخَرُ عَالِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ صَحِيحٌ قَالَ سَمِعْت أَبَا عَمَّارٍ الْحُسَيْنَ بْنَ حُرَيْثٍ الْخُزَاعِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ الْفُضَيْلَ بْنَ عِيَاضٍ يَقُولُ عَالِمٌ عَامِلٌ مُعَلِّمٌ يُدْعَى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul A’la Ash Shan’ani telah menceritakan kepada kami Salamah bin Raja` telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Jamil telah menceritakan kepada kami Al Qashim Abu Abdurrahman dari Abu Umamah Al Bahili ia berkata; “Dua orang disebutkan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang adalah ahli ibadah dan yang lain seorang yang berilmu, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Keutamaan seorang alim dari seorang abid seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian, ” kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah, MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib shahih. Perawi berkata; “Aku mendengar Abu ‘Ammar Al Husain bin Huraits Al Khuza’I berkata; Aku mendengar Al Fudlail bin Iyadl berkata; “Seorang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkan ilmunya akan dipanggil besar oleh para Malaikat yang ada di langit.” (HR. At tirmidzi No.2609)
Permasalahannya umat Islam banyak pula yang merasa lebih pandai dan mengabaikan nasehat para ulama.alias meninggalkan para ulama
Asy‐Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al‐Bantani Rahimahullah Ta’ala, di dalam kitabnya, Nasha‐ihul Ibad fi bayani al‐Faadzi al‐Munabbihaat ‘alal Isti’daadi Li Yaumil Ma’adi membawakan sepotong hadits tentang larangan meninggalkan para ulama.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
سَيَأْتِيْ زَمَانٌ عَلَى اُمَّتِيْ يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَالْفُقَهَاءِ فَيَبْتَلِيْهِمُ اللهُ تَعَالَى بِثَلاَثِ بَلِيَّاتٍ: اُوْلاَهَا يَرْفَعُ بَرَكَةَ مِنْ كَسْبِهِمْ وَالثَّانِيَةُ يُسَلِّطُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا ظَالِمًا وَالثَّالِثَةُ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا بِغَيْرِ اِيْمَانٍ
“Akan datang satu zaman atas umatku dimana mereka lari (menjauhkan diri) dari (ajaran dan nasihat) ulama’ dan fuqaha’, maka Allah Taala menimpakan tiga macam musibah atas mereka, iaitu
1. Allah mengangkat (menghilangkan) keberkahan dari rizki (usaha) mereka,
2. Allah menjadikan penguasa yang zalim untuk mereka dan
3. Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman
Dekat dengan Ulama dan Patuh terhadap Hukama
عليكم بمجالسة العلماء واستماع كلام الحكماء فإنّ الله تعالى يحي القلب الميت بنور الحكمة كما يحي الأرض الميتة بماء المطر
“Hendaklah kalian berkumpul dengan para ulama’ dan mendengarkan perkataan hukama’, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang tandus dengan air hujan.”
Hikmah adalah suatu ilmu yang bermanfaat, sedangkan hukama’ adalah para ahli hikmah. Berdasarkan hadist ini, hukama’ adalah ahli hikmah yang mengetahui Dzat Allah, senantiasa berada dalam kebenaran, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Adapun ulama adalah orang alim (shaleh) yang mengamalkan ilmunya.
Ath-Thabrani juga telah meriwayatkan dari Abu Hanifah sebagai berikut:
جالسواالكبراء وسائلواالعلماء وخالطواالحكماء
“Hendaklah kalian berkumpul (bergaul) dengan para kubara’, dan bertanyalah kepada para ulama’ serta dekatlah kalian dengan para hukama’.”
Dalam riwayat yang lain:
جالس العلماء وصاحب الحكماء وخالط الكبراء
“Hendaklah kamu berkumpul dengan para ulama, bersahabat dengan para hukama’ dan dekat dengan para kubara’.”
Mengenai bertanya kepada para ulama’, hal ini sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui.” (Al-Anbiya: 7)
Dan mengenai berkumpul bersama para ulama atau hukama, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar