Translate

Jumat, 03 Februari 2017

Mungkinkah Manusia Menikah Dengan Bangsa Jin??

Akal sehat melarang kita untuk menikah dengan bangsa jin. Sebagaimana diketahui bahwa jin tidaklah dapat dinikahi kecuali jika ia menjelma menjadi sosok manusia juga. Jadi, wujud penjelmaan manusia itu bukanlah wujud aslinya, sebab wujud asli jin tidak dapat dilihat oleh manusia. Ini merupakan satu bentuk penipuan. Di lain sisi, bagaimana bisa seorang laki-laki – misalnya – bisa membedakan penjelmaan jin satu dengan yang lainnya, karena barangkali ada jin perempuan lain yang bisa menjelma dalam wujud manusia seperti penjelmaan jin perempuan istrinya; yang dengan itu dua jin perempuan itu bersekutu dalam hubungannya dengan si suami. Jelas ini merupakan perzinahan yang diharankan dalam Islam.

Allah telah memberikan kita nikmat dengan menciptakan wanita dari jenis kita sendiri, yaitu manusia. Sehingga seorang laki-laki datang tenang hidup dengannya dan terwujud kasih sayang di antara mereka berdua dan agar bumi ini dapat dikelola dengan keturunan mereka.

Allah Ta'ala berfirman,

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً  (سورة النحل: 72)

"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu" (QS. An-Nahl: 72)

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (سورة الروم: 21)

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21)

Syekh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata; 'Firman Allah Ta'aa; "Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu" (QS. An-Nahl: 72)

Dalam ayat tersebut Allah memberikan nikmat kepada anak Adam dengan menjadikan bagi mereka isteri-isteri dari jenis mereka sendiri. Seandainya pasangannya terdiri dari jenis lain, tidak akan terjadi kesatuan, cinta dan kasih saying. Akan tetapi dengan rahmat-Nya, Dia menjadikan di antara anak Adam laki-laki dan wanita. Lalu menjadikan kaum wanita isteri bagi kaum laki-laki. Ini merupakan nikmat yang paling besar, sebagaimana dia merupakan tanda paling agung yang menunjukkan bahwa hanya Allah Jalla wa Alaa saja yang berhak disembah.  

Dia juga menjelaskan di tempat lain bahwa hal ini merupakan nikmat yang sangat agung dan bahwa dia merupakan tanda kebesaran Allah Ta'ala. Sebagaimana firman-Nya,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (سورة الروم: 21)

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21)

Allah Ta'ala juga berfirman,

أَيَحْسَبُ الأِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدىً أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأُنْثَى

"Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? Bukankah Dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan." (QS. Al-Qiyamah: 36-39)

Firman Allah Ta'ala;

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا (سورة الأعراف: 189)

"Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya." (QS. Al-A'raf: 189)

Adapun tentang hukum pernikahan antara jin dan manusia, para ulama berbeda pendapat menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama: Haram. Ini adalah pendapat Imam Ahmad.

Pendapat kedua. Makruh. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik, Hakam bin Utaibah, Qatadah, Hasan, Uqbah Al-Asham, Hajjab bin Arthah, Ishaq bin Rahawaih. Boleh jadi makna makruh menurut sebagian ulama adalah mengharamkan. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, rahimahullah berkata, "Mayoritas ulama menyatakan makruh pernikahan manusia dengan jin." (Majmu' Fatawa, 19/40).

Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan,

لا يوجد دليل ينهى عن مناكحة الجن غير أني لا أستحبه، لأني أكره إذا وجدت امرأة حامل فقيل: من زوجك؟ قالت: من الجن، فيكثر الفساد

“Tidak terdapat dalil yang melarang menikah dengan jin. Hanya saja, aku tidak menyukainya. Karena saya membenci ketika ada wanita hamil, kemudian ketika ditanya, siapa suamimu? Dia akan menjawab: ‘Dari jin’. Sehingga akan terjadi banyak kerusakan.” (Akaam al-Mirjan, Hal. 67).

Pendapat ketiga, boleh. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab Syafi'i.

Syekh Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullah berkata, "Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan pernikahan antara anak adam dan jin. Sejumlah ulama melarangnya, namun sebagian lainnya membolehkannya. 

Al-Manawy dalam kitab Syarh Al-Jami Ash-Shagir berkata, "Disebutkan dalam kitab Al-Fatawa As-Sirajiah dari kalangan Hanafi, 'Tidak boleh terjadi pernikahan antara manusia dengan jin, atau dengan manusia air. Karena perbedaan jenis'. Sedangkan dalam Fatawa Al-Barizi dari kalangan Syafi'I dikatakan, 'Tidak boleh terjadi pernikahan antara keduanya, namun Ibnu Ammad menguatkan pendapat yang membolehkannya.' Al-Mawardi berkata, 'Perkara ini tertolak secara logika, karena berbedanya kedua jenis dan tabiat. Anak adam adalah dunia fisik, sedangkan jin adalah dunia ruhani. Yang satu terbuat dari tanah, sedang yang satunya terbuat dari api. Perpaduan dengan perbedaan seperti itu pasti tertolak, dan tidak mungkin terjadi keturunan dengan perbedaan tersebut."

Ibnu Al-Araby, dari mazhab Maliki berkata, "Pernikahan mereka dibolehkan secara logika, jika ternyata disahkan berdasarkan syariat, maka dia lebih baik."

Pencatatnya berkata, "Tidak aku ketahui dalam Kitabullah dan juga dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam nash yang menunjukkan dibolehkannya pernikahan antara manusia dengan jin. Bahkan yang tampak dari zahir ayat-ayat yang ada adalah tidak dibolehkan. Firman Allah Ta'ala dalam ayat ini,

والله جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً (سورة النحل: 72)

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri" (QS. An-Nahl: 72)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia telah memberi nikmat kepada Bani Adam berupa isteri-isteri yang terdiri dari jenis mereka sendiri. Maka dipahami dari ayat tersebut bahwa Dia tidak memberikan isteri dari jenis yang berbeda, seperti perbedaan antara manusia dengan jin. Itu sangat tampak.
Terlarangnya pernikahan antara manusia dengan jin merupakan madzhab jumhur ulama.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وكره أكثر العلماء مناكحة الجن

”Kebanyakan ulama membenci pernikahan dengan jin” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 19/39-40].

Al-Haafidh Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

وقد تكلم في نكاح الجن للإنس الإمام أحمد وغيره، والكلام فيه في أمرين: في وقوعه وحكمه.
فأما حكمه فمنع منه أحمد، ذكره القاضي أبو يعلى

”Al-Imam Ahmad dan yang lainnya telah membicarakan/membahas pernikahan manusia dengan jin. Pembicaraan itu ada dua perkara, yaitu (1) kemungkinan terjadinya, dan (2) hukumnya. Adapun hukum pernikahan tersebut, maka Ahmad telah melarangnya, sebagaimana disebutkan oleh Al-Qaadliy Abu Ya’laa” [Tahdziibus-Sunan, 10/14].

Dan Al-Haafidh As-Suyuthiy rahimahullah mempunyai perkataan menarik tentang hal ini :

ويقويه أيضا أنه نهى عن إنزاء الحمر على الخيل، وعلة ذلك اختلاف الجنس، وكون المتولد منها يخرج عن جنس الخيل، فيلزم منه قلتها... وإذا تقرر المنع فالمنع من نكاح الجني الإنسية أولى وأحرى

”(Larangan pernikahan antara manusia dengan jin) dikuatkan juga bahwasannya beliaushallallaahu ’alaihi wa sallam melarang mengawinkan keledai dengan kuda. Alasannya adalah perbedaan jenis. Juga karena akan yang dilahirkan nanti bukan dari jenis kuda, sehingga berkonsekuensi menurunkan populasi kuda..... Jika larangan ini berlaku, maka larangan menikahnya jin dengan manusia lebih kuat dan lebih pantas” [Al-Asybah wan-Nadhaair, hal. 257].

Apakah dimungkinkan pernikahan antara jin dengan manusia ?. Jawabnya : Mungkin, dan itu telah terjadi. Di sini saya tidak akan mengutip dari buku-buku atau majalah-majalah ‘alam ghaib’ kontemporer. Tanpa berpanjang lebar kata, berikut perkataan para ulama kita :

Penulis kitab Tafsiir Hadaaiqur-Ruuh war-Raihaan (15/302) berkata :

ومن هنا أخذ بعض العلماء أن يمتنع أن يتزوج المرء امرأة من الجن، إذ لا مجانسة بينهما فلا مناكحة، وأكثرهم على إمكانه

“Dari sini, sebagian ulama menolak pernikahan seorang laki-laki dengan wanita dari kalangan jin, karena tidak sejenis sehingga tidak (mungkin) terjadi pernikahan keduanya. Namun kebanyakan ulama berpendapat mungkinnya pernikahan tersebut” [selesai].

Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وَصَرْعُهُمْ لِلْإِنْسِ قَدْ يَكُونُ عَنْ شَهْوَةٍ وَهَوًى وَعِشْقٍ كَمَا يَتَّفِقُ لِلْإِنْسِ مَعَ الْإِنْسِ وَقَدْ يَتَنَاكَحُ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ وَيُولَدُ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ وَهَذَا كَثِيرٌ مَعْرُوفٌ وَقَدْ ذَكَرَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ وَتَكَلَّمُوا عَلَيْهِ وَكَرِهَ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ منُاَكَحَةَ الْجِنِّ

“Bahwa merasukinya jin pada manusia bisa jadi karena dorongan syahwat, hawa nafsu, atau jatuh cinta sebagaimana yang terjadi antara manusia dengan manusia lainnya. Dan terkadang antara manusia dengan jin terjadi pernikahan sampai melahirkan anak. Hal ini banyak terjadi dan sudah diketahui secara umum. Sungguh, para ulama telah menyebutkan hal tersebut dan membicarakannya. Dan mayoritas ulama memakruhkan pernikahan (manusia) dengan jin” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatwa, Mesir-Dar al-Wafa` juz, 19, h. 39)

Asy-Syibliy rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Ahkaamul-Marjaan fii Ahkaamil-Jaann(hal. 67) berkata : Dan telah berkata Ahmad bin Sulaimaan An-Najjaad ‎dalam kitab Amaaliy-nya :

حدثنا علي بن الحسن بن سليمان أبو الشعثاء الحضرمي أحد شيوخ مسلم حدثنا أبو معاوية قال سمعت الأعمش يقول: تزوج إلينا جني، فقلت له: ما أحب الطعام إليكم؟ قال: الأرز... القصة.

Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hasan bin Sulaimaan Abusy-Sya’tsaa’ Al-Hadlramiy – salah seorang guru dari (Al-Imam) Muslim – : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah‎, ia berkata : Aku mendengar Al-A’masy berkata : Seorang jin telah menikah dengan kami (manusia). Lalu aku katakan padanya (jin) : “Makanan apa yang paling kalian sukai ?”. Ia berkata : “Beras/nasi......dst.” [hasan].

Asy-Syibliy rahimahullah berkata :

قال شيخنا الحافظ أبو الحجاج المزي تغمده الله برحمته: هذا إسناد صحيح إلى الأعمش

“Telah berkata syaikh kami Al-Haafidh Abul-Hajjaaj Al-Miziiy  - semoga Allah memperbaiki keadaannya dengan rahmat-Nya – : ‘Sanad riwayat ini shahih sampai pada Al-A’masy”.

Adz-Dzahabiy rahimahullah :

ونقل رفيقنا أبو الفتح اليعمري وكان متثبثاً قال سمعت الإمام تقي الدين ابن دقيق العيد يقول: سمعت شيخنا أبا محمد بن عبد السلام السلمي يقول: وجرى ذكر أبي عبد الله بن العربي الطائي فقال: هو شيعي سوء كذاب، فقلت له: وكذاب أيضا؟ قال: نعم تذاكرنا بدمشق التزويج بالجن فقال: هذا محال لأن الإنس جسم كثيف والجن روح لطيف، ولن يعلق الجسم الكثيف الروح اللطيف، ثم بعد قليل رأيته وبه شجة فقال: تزوجت جنية فرزقت منها ثلاثة أولاد فاتفق يوما أن أغضبتها فضربتني بعظم حصلت منه هذه الشجة وانصرفت فلم أرها بعد هذا، أو معناه.

”Teman kami Abul-Fath Al-Ya’muriy – ia seorang yang kuat hapalannya – menukil, ia berkata : Aku mendengar Al-Imam Taqiyyuddin bin Daqiiqil-’Ied berkata : Aku mendengar syaikh kami Abu Muhammad bin ’Abdis-Salaam As-Sulamiy berkata bahwa ia pernah terlibat pembicaraan tentang diri Abu ’Abdillah bin Al-’Arabiy Ath-Thaa’iy, lalu berkata : ’Ia seorang Syi’iy (penganut Syi’ah) yang jelek lagi pendusta’. Aku (Ibnu Daqiiqil-’Ied) berkata kepadanya : ’Pendusta jugakah ia ?’. Ia menjawab : ’Benar. Kami pernah berdiskusi di Damaskus sekitar permasalahan pernikahan dengan jin. Lalu ia berkata : ’Ini sesuatu yang mustahil, karena manusia adalah jasmani yang padat, sedangkan jin adalah ruh yang halus. Jasmani yang padat dengan ruh yang halus tidak dapat berhubungan’. Setelah itu, tiba-tiba aku melihatnya terluka. Ia berkata : ’Aku pernah menikah dengan jin perempuan hingga dikaruniai tiga orang anak. Hingga satu hari aku membuatnya marah, sehingga ia memukulku dengan tulang sampai membekas luka ini. Lalu jin perempuan itu kabur dan aku tidak pernah melihatnya lagi setelah itu’. Atau ucapan yang semakna dengan ini” [Miizaanul-I’tidaal, 3/659].

Dusta dari Ath-Thaa’iy adalah karena ia sebelumnya mengatakan tidak mungkinnya pernikahan antara jin dengan manusia, namun ternyata ia sendiri mengakui telah melakukannya.

As-Suyuthiy dalam kitab Laqthul-Marjaan (hal. 64-65) berkata :

وحدثنا قاضي القضاة جلال الدين أحمد بن قاضي القضاة حسام الدين الرازي الحنفي قال: سفرني والدي لإحضار أهله من المشرق فلما جزت البيرة إلى أن نمنا في مغارة وكنت في جماعة، فبينا أنا نائم إذا بشيء يوقظني فانتبهت فإذا بامرأة وسط من النساء لها عين واحدة مشقوقة بالطول فارتعبت فقالت: ما عليك فإنما أتيتك لتتزوج ابنة كالقمر فقلت لخوفي منها: على خيرة الله ثم نظرت فإذا برجال قد أقبلوا فإذا هم كهيئة المرأة عيونهم مشقوقة بالطول في هيئة قاض وشهود فتخطى القاضي وعقد فقبلت ثم نهضوا وعادت المرأة ومعها جارية حسناء إلا أن عينها مثل عين أمها، وتركتها عندي وانصرفت، فزاد خوفي واستيحاشي وبقيت أرمي من كان عندي بالحجارة حتى يستيقظوا فما انتبه منهم أحد، فأقبلت على الدعاء والتضرع، ثم آن الرحيل فرحلنا وتلك الشابة لا تفارقني، فذهب على هذا ثلاثة أيام فلما كان اليوم الرابع أتتني المرأة التي جاءتني أولا وقالت: كأن هذه الشابة ما أعجبتك وكأنك تحب فراقها. فقلت: أي والله قالت: فطلقها فانصرفت ثم لم أرها بعد.

”Telah menceritakan kepada kami Qaadliy Al-Qudlaat Jalaaluddiin Ahmad bin Qaadliy Al-Qudlaat Hisaamuddiin Ar-Raaziy Al-Hanafiy, ia berkata : Ayahku memerintahkakku untuk melakukan safar untuk menjemput keluarganya dari daerah timur. Ketika aku sampai di padang tandus, kami bermalam di sebuah gua. Waktu itu kami berombongan. Maka, saat aku tertidur, ada sesuatu yang membuat aku bangun. Ternyata, ada seorang wanita setengah baya yang mempunyai satu mata melintang vertikal. Ia berkata : ”Ada apa denganmu ? Aku mendatangimu agar engkau mau menikahi anak perempuanku yang (wajahnya) seperti bulan (cantik). Karena takut, aku berkata : ”Aku hanya mau sesuai dengan pilihan Allah”. Kemudian aku lihat beberapa orang laki-laki datang. Wajah mereka sama seperti wanita tadi yang hanya punya satu mata melintang vertikal. Penampilan mereka seperti hakim dan saksi-saksi. Lalu si hakim melangkah dan mengadakan aqad. Aku menerimanya. Setelah selesai, mereka kemudian bangkit pergi. Wanita itu kembali bersama anak perempuannya yang cantik. Namun, matanya seperti mata ibunya. Ia meninggalkan anak perempuannya itu di sisiku, lalu pergi. Rasa takutku bertambah. Aku melempar orang-orang di sekitarku dengan kerikil agar bangun, namun ternyata tidak seorang pun yang bangun. Lalu aku berdoa dan merendahkan diri di hadapan Allah. Tibalah waktu melanjutkan perjalanan, sementara perempuan itu selalu bersamaku. Hal itu berlangsung selama tiga hari. Ketika menginjak hari keempat, si wanita setengah baya yang menemuiku sebelumnya kembali datang. Ia berkata : ”Sepertinya anak perempuan ini tidak lagi menyukaimu. Dan sepertinya engkau juga ingin menceraikannya”. Aku berkata ”Ya benar, demi Allah”. Ia berkata ”Ceraikanlah ia”. Setelah aku ceraikan, maka mereka pergi dan kemudian aku tidak pernah melihatnya kembali setelah itu” [selesai].

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar