Translate

Rabu, 12 April 2017

SEPUTAR PERJALANAN MI'ROJ

Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Bahwa Jibril telah mengajarkan kepadanya apa yang harus ia sampaikan kepada manusia.

{شَدِيدُ الْقُوَى}

yang sangat kuat. (An-Najm: 5)

Yakni malaikat yang sangat kuat, yaitu Malaikat Jibril a.s. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ. ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ. مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ}

Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (At-Takwir: 19-21)

Dan di dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:

{ذُو مِرَّةٍ}

Yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 6)

Yaitu yang mempunyai kekuatan, menurut Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu Zaid.

Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang mempunyai penampilan yang bagus.

Qatadah mengatakan yang mempunyai bentuk yang tinggi lagi bagus.

Pada hakikatnya tiada pertentangan di antara kedua pendapat di atas karena sesungguhnya Jibril a.s. itu mempunyai penampilan yang baik, mempunyai kekuatan yang hebat.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a. dengan sanad yang sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغنيٍّ، وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيّ"

Sedekah (zakat) itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan dan tidak halal (pula) bagi orang yang mempunyai kekuatan yang sempurna.

Firman Allah Swt.:

{فَاسْتَوَى}

dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. (An-Najm: 6)

Yang dimaksud ialah Jibril a.s. menurut Al-Hasan, Mujahid, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

{وَهُوَ بِالأفُقِ الأعْلَى}

sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)

Yakni Jibril bertengger di ufuk yang tinggi, menurut Ikrimah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Ikrimah mengatakan bahwa ufuk atau cakrawala yang tertinggi adalah tempat yang datang darinya cahaya subuh.

Mujahid mengatakan tempat terbitnya matahari.

Qatadah mengatakan tempat yang darinya siang datang. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan lain-lainnya

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Masraf ibnu Amr Al-Yami Abul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Talhah ibnu Masraf, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Walid ibnu Qais, dari Ishaq ibnu Abul Kahtalah, yang tiada diragukan lagi ia menerimanya dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. tidak melihat rupa asli Malaikat Jibril kecuali sebanyak dua kali. Dan pertama kalinya beliau Saw. meminta Jibril untuk memperlihatkan rupa aslinya kepada beliau, maka ternyata rupa asli Jibril a.s. menutupi semua cakrawala. Dan yang kedua kalinya di saat beliau Saw. naik bersamanya, hal inilah yang disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)

Ibnu Jarir sehubungan dengan ayat ini mengemukakan suatu pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang pun selain dia, yang kesimpulannya menyebutkan bahwa malaikat yang sangat kuat lagi mempunyai akal yang cerdas ini, dia bersama-sama dengan Nabi Muhammad Saw. bertengger di ufuk cakrawala bersama-sama, yaitu dalam malam Isra. Demikianlah bunyi teks pendapat Ibnu Jarir, tetapi tiada seorang ulama pun yang setuju dengan pendapatnya ini. Selanjutnya Ibnu Jarir mengemukakan alasan pendapatnya ditinjau dari segi bahasa Arab. Dia mengatakan bahwa ayat ini mempunyai makna yang sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

{أَئِذَا كُنَّا تُرَابًا وَآبَاؤُنَا}

Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula)bapak-bapak kita. (An-Naml: 67)

Lafaz al-aba di-ataf-kan kepada damir yang terkandung di dalam kunna tanpa menampakkannahnu. Begitu pula halnya dengan ayat ini disebutkan oleh firman-Nya, "Fastawa, wahuwa," maka Jibril dan dia bertengger di cakrawala yang tertinggi.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa Imam Al-Farra telah meriwayatkan dari sebagian orang Arab Badui yang telah mengatakan dalam suatu bait syairnya:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ النبعَ يَصْلُبُ عُودُه ... وَلَا يَسْتَوي والخرْوعُ المُتَقصِّفُ

Tidakkah kamu lihat bahwa kayu naba' (untuk busur)kuat lagi liat batangnya, tetapi tidak sama dengan kayu khuru' yang mudah patah.

Alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir dari segi bahasa cukup membantunya, tetapi tidak dapat membantunya bila ditinjau dari segi konteksnya. Karena sesungguhnya penglihatan Nabi Saw. terhadap bentuk asli Malaikat Jibril bukan terjadi di malam Isra, melainkan sebelumnya. Yaitu saat Rasulullah Saw. sedang berada di bumi (bukan di langit), lalu Jibril turun menemuinya, lalu mendekatinya hingga berada dekat sekali dengannya, sedangkan ia dalam rupa aslinya seperti pada saat diciptakan oleh Allah Swt., yaitu mempunyai enam ratus sayap. Kemudian Nabi Saw. melihatnya lagi di lain waktu di dekat Sidratil Muntaha, yaitu di malamIsra.

Penglihatan pertama terjadi, pada masa permulaan beliau Saw. diangkat menjadi utusan, yaitu pada saat pertama kalinya Malaikat Jibril datang menemuinya, lalu Allah Swt. mewahyukan kepadanya permulaan surat Al-'Alaq, setelah itu wahyu mengalami fatrah(kesenjangan), yang di masa-masa itu acapkali Nabi Saw. pergi ke puncak bukit untuk menjatuhkan diri dari atas. Tetapi setiap kali beliau Saw. hendak menjatuhkan dirinya, Jibril memanggilnya dari angkasa, "Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku Malaikat Jibril!"

Maka tenanglah hati beliau Saw., tidak gelisah lagi. Tetapi ketika masa itu cukup lama, maka Nabi Saw. kembali hendak melakukan tindakan tersebut, hingga pada akhirnya Jibril a.s. menampakkan dirinya kepada beliau, yang saat itu beliau sedang berada di Abtah. Jibril menampakkan rupa aslinya sejak ia diciptakan oleh Allah, yaitu mempunyai enam ratus buah sayap. Rupa aslinya itu menutupi semua cakrawala langit karena besarnya yang tak terperikan. Lalu Jibril mendekatinya dan mewahyukan kepadanya apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. kepadanya. Maka sejak saat itu Nabi Saw. mengetahui besarnya malaikat yang membawakan wahyu kepadanya, juga mengetahui tentang keagungan dan ketinggian kedudukan malaikat itu di sisi Penciptanya yang telah mengangkat dia sebagai rasul.

Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya yang menyebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيب، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَا أَنَا قَاعِدٌ إِذْ جَاءَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فوَكَز بَيْنَ كَتِفِي، فَقُمْتُ إِلَى شَجَرَةٍ فِيهَا كَوَكْرَي الطَّيْرِ، فَقَعَدَ فِي أَحَدِهِمَا وَقَعَدْتُ فِي الْآخَرِ. فَسَمَت وَارْتَفَعَتْ حَتَّى سَدّت الْخَافِقَيْنِ وَأَنَا أُقَلِّبُ طَرْفِي، وَلَوْ شِئْتُ أَنَّ أَمَسَّ السَّمَاءَ لَمَسِسْتُ، فَالْتَفَتَ إِلَيَّ جِبْرِيلُ كَأَنَّهُ حلْس لاطٍ، فعرفتُ فَضْلَ علْمه بِاللَّهِ عَلَيَّ. وفُتِح لِي بابٌ مِنْ أَبْوَابِ السَّمَاءِ وَرَأَيْتُ النُّورَ الْأَعْظَمَ، وَإِذَا دُونَ الْحِجَابِ رَفْرَفَةُ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ. وَأُوحِيَ إِلَيَّ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يُوحِيَ".

telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika aku sedang duduk, tiba-tiba Jibril a.s. datang dan mencolek punggungku, maka aku berdiri dan menuju ke sebuah pohon yang padanya terdapat sesuatu seperti dua buah sarang burung. Maka Jibril duduk pada salah satunya dan aku duduk pada yang lainnya. Lalu pohon itu meninggi dan menjulang ke langit hingga menutupi kedua ufuk (timur dan barat), sedangkan aku membolak-balikkan pandanganku (ke atas dan ke bawah). Dan seandainya aku mau memegang langit, tentulah hal itu bisa kulakukan jika kuinginkan. Dan aku menoleh ke arah Malaikat Jibril, ternyata dia menjadi seakan-akan seperti selembar kain yang terjuntai, maka aku mengetahui keutamaan pengetahuannya tentang Allah yang melebihiku. Lalu Jibril membukakan untukku salah satu dari pintu langit, dan aku melihat nur yang terbesar. Tiba-tiba di balik hijab terdapat atap mutiara dan yaqut. Dan Allah mewahyukan kepadaku apa yang dikehendaki-Nya untuk diwahyukan kepadaku.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkannya selain Al-Haris ibnu Ubaid, dia adalah seorang lelaki yang terkenal dari kalangan ulama Basrah.

Menurut hemat kami, nama julukan Al-Haris ibnu Ubaid adalah Abu Qudamah Al-Iyadi. Imam Muslim telah mengetengahkan hadisnya di dalam kitab sahihnya, hanya saja Ibnu Mu'in menilainya lemah; ia mengatakan bahwa Al-Haris ibnu Ubaid bukanlah seorang perawi yang dapat dipakai (yakni lemah). Sedangkan Imam Ahmad mengatakan, hadisnya berpredikat mudtarib. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan, hadis ini boleh dicatat tetapi tidak boleh dijadikan hujan. Ibnu Hibban mengatakan bahwa wahm-nya(kelemahannya) terlalu banyak, karena itu hadisnya tidak boleh dipakai sebagai hujah bila sendirian. Hadis ini merupakan salah satu dari hadis-hadis garibyang diriwayatkannya; karena di dalamnya terdapat hal yang mungkar dan lafaz yang garib serta konteks yang aneh. Barangkali hadis ini termasuk hadis yang menceritakan mimpi Nabi Saw., hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat Malaikat Jibril dalam rupa aslinya, yang memiliki enam ratus sayap. Tiap-tiap sayap darinya memenuhi ufuk; dari sayapnya berjatuhan beraneka warna permata-permata dan yaqut yang hanya Allah sendirilah Yang Mengetahui keindahan dan banyaknya. imam Ahmad meriwayatkan asar ini secara tunggal.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Idris ibnu Munabbih, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah meminta kepada Jibril agar menampakkan rupa aslinya kepada beliau. Maka Jibril berkata, "Berdoalah kepada Allah." Maka Nabi Saw. berdoa memohon hal tersebut kepada Allah, lalu kelihatan oleh Nabi Saw. bayangan hitam dari arah timur, ternyata itu adalah ujud asli Malaikat Jibril yang kian lama kian menaik dan menyebar (menutupi ufuk langit). Ketika Nabi Saw. melihat ujud aslinya secara penuh, maka beliau Saw. pingsan, lalu Jibril mendatanginya dan menghapus busa (air ludah) yang ada pada mulut beliau Saw. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secaramunfarid.

Ibnu Asakir di dalam biografi Atabah ibnu Abu Lahab telah menceritakan hadis ini melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Us'man ibnu Urwah ibriuz Zubair, dari ayahnya Hannad ibnul Aswad yang mengatakan bahwa Abu Lahab dan anaknya telah bersiap-siap untuk berangkat ke negeri Syam, aku pun (perawi) bersiap-siap pula untuk pergi bersama keduanya. Anak Abu Lahab (yaitu Atabah) berkata, "Demi Allah, aku benar-benar akan pergi menemui Muhammad dan aku akan membuat dia merasa sakit hati karena aku akan menghina Tuhannya." Atabah pergi hingga sampai kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Hai Muhammad, dia kafir terhadap malaikat yang mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)." Maka Nabi Saw. berdoa: Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari anjing-anjing (singa-singa)-Mu. Kemudian Atabah pergi meninggalkan Nabi Saw. dan menemui ayahnya (Abu Lahab). Abu Lahab bertanya, "Hai anakku, apakah yang telah engkau katakan kepadanya?" Atabah menceritakan apa yang telah dia katakan kepada Nabi Saw. Abu Lahab bertanya, "Lalu apakah yang dia katakan kepadamu (jawabannya kepadamu)?" Atabah menyitir doa Nabi Saw., "Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari singa-singa­Mu." Abu Lahab berkata, "Hai anakku, demi Allah, aku tidak dapat menjamin keamanan bagi dirimu dari doanya." Maka kami berangkat. Ketika sampai di Abrah, kami turun istirahat. Abrah terletak di sebuah bendungan, lalu kami turun (berkemah) di dekat kuil seorang pendeta. Dan pendeta yang ada di kuil itu bertanya, "Hai orang-orang Arab, apakah yang mendorong kalian berkemah di negeri ini? Karena sesungguhnya di negeri ini banyak terdapat singa-singa yang hidup bebas bagaikan ternak kambing." Lalu Abu Lahab berkata kepada kami, "'Sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah seorang yang sudah lanjut usia, dan sesungguhnya lelaki ini (yakni Nabi Saw) telah mendoakan terhadap anakku suatu doa yang, demi Allah, aku tidak dapat menjamin keselamatannya dari doa yang ditujukan terhadapnya. Maka kumpulkanlah barang-barang kalian di kuil ini, lalu gelarkanlah hamparan di atasnya buat anakku, kemudian berkemahlah kalian di sekitar kuil ini." Maka kami melakukan apa yang diperintahkan Abu Lahab, lalu datanglah seekor singa yang langsung mengendus wajah kami. Ketika singa itu tidak menemukan apa yang dikehendakinya, maka ia mundur mengambil ancang-ancang untuk melompat, kemudian singa itu melompat ke atas barang-barang. Sesampainya di atas, singa mencium wajah anak Abu Lahab, lalu menyerangnya dan mencabik-cabik mukanya. Setelah peristiwa itu Abu Lahab berkata, "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa dia tidak dapat selamat dari doa Muhammad.

Firman Allah Swt.:

{فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}

maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)

Yakni maka Jibril mendekat kepada Muhammad ketika turun menemuinya di bumi, hingga jarak antara dia dan Muhammad Saw. sama dengan dua ujung busur panah bila dibentangkan. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah jarak antara tali busur panah dengan busurnya.

Firman Allah Swt.:

{أَوْ أَدْنَى}

atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa ungkapan ini menurut istilah bahasa digunakan untuk menguatkan subjek berita, tetapi bukan menunjukkan hal yang lebih daripadanya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74)

Yakni hatinya itu menjadi sekeras batu (tidak lunak), atau bahkan lebih keras lagi daripadanya. Hal yang senada disebutkan dalam ayat lainnya lagi melalui firman-Nya:

{يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً}

mereka takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat daripada itu takutnya. (An-Nisa: 77)

Dan firman Allah Swt.:

{وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ}

Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. (Ash-Shaffat: 147)

Yakni jumlah mereka tidak kurang dari seratus ribu orang, bahkan sesungguhnya jumlah mereka adalah seratus ribu orang atau lebih. Ini merupakan pengukuhan dari jumlah subjek berita, bukan menunjukkan pengertian ragu atau bimbang, karena hal tersebut mustahil dalam masalah ini. Demikian pula pengertian surat ini, yaitu:

{فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}

maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)

Apa yang telah kami katakan —bahwa orang yang mendekat kepada Nabi Saw. ini sedekat itu adalah Jibril a.s.— berdasarkan pendapat Aisyah, Ibnu Mas'ud, Abu Zar, dan Abu Hurairah, seperti yang akan kami kemukakan hadis-hadis mereka sesudah ini.

Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahihnya dari Ibnu Abbas. Dia telah mengatakan bahwa Muhammad Saw. melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya sebanyak dua kali, dan ia menganggap bahwa apa yang disebutkan dalam ayat ini merupakan salah satunya.

Di dalam hadis Syarik ibnu Abu Namir, dari Anas r.a. sehubungan dengan kisah Isra, disebutkan bahwa kemudian mendekatlah Tuhan Yang Mahaperkasa, Tuhan Yang Mahaagung, dan bertambah dekat lagi. Karena itu, banyak ulama yang membicarakan makna hadis ini, dan mereka menyebutkan banyak hal yanggarib mengenainya. Tetapi jika memang benar, maka takwil kejadiannya adalah di lain waktu dan merupakan kisah yang lain, bukan tafsir dari ayat ini. Karena sesungguhnya kejadian yang disebutkan dalam ayat ini adalah ketika Rasulullah Saw. berada di bumi di malam Isra. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:

{وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى}

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm: 13-14)

Kisah dalam ayat ini di malam Isra, sedangkan yang pertama terjadi di bumi.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Zurr ibnu Hubaisy yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud telah meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9) bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"رَأَيْتُ جِبْرِيلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ"

Aku telah melihat Malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap.

Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa awal kejadian yang dialami oleh Rasulullah Saw. ialah beliau melihat Jibril dalam mimpinya di Ajyad. Kemudian beliau Saw. keluar untuk suatu keperluan, maka Jibril menyerunya, "Hai Muhammad, hai Muhammad!" Nabi Saw. menoleh ke arah kanan dan kiri sebanyak tiga kali, ternyata ia tidak menjumpai seorang manusia pun. Lalu beliau menengadahkan pandangannya ke langit, tiba-tiba ia melihat Jibril a.s. yang melipat salah satu kakinya ke yang lainnya berada di ufuk langit. Jibril berseru, "Hai Muhammad!" Nabi Saw. berkata, "Jibril," sedangkan Jibril berusaha menenangkannya, tetapi Nabi Saw. lari ketakutan dan bergabung dengan banyak orang, setelah itu ia melihat ke atas lagi dan ternyata tidak melihatnya lagi. Lalu keluar dari kumpulan orang-orang, dan kembali memandang ke langit. Ternyata ia melihatnya kembali, maka Nabi Saw. bergabung lagi dengan orang banyak dan tidak lagi ia melihat sesuatu pun. Tetapi bila ia keluar dari kumpulan orang-orang, maka ia melihatnya kembali. Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah Swt.:Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) sampai dengan firman-Nya: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. (An-Najm: 8) Yakni Jibril a.s. mendekat kepada Nabi Muhammad Saw. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. (An-Najm: 9)

Mereka mengatakan bahwa al-qab adalah separo jari, sebagian dari mereka mengatakan bahwa al-qabadalah dua hasta alias sama dengan dua ujung busur panah. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ibnu Wahb.

Dalam hadis Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Jabir disebutkan hal yang menguatkannya.

Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Asy-Syaibani yang mengatakan bahwa aku pernah bertanya kepada Zurr tentang firman Allah Swt.: maka jadilah dia dekat(pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 9-10) Lalu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, bahwa Muhammad Saw. melihat Jibril dalam rupa aslinya memiliki enam ratus buah sayap.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Bazr Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11) Bahwa Rasulullah Saw. telah melihat rupa asli Malaikat Jibril yang menyandang dua lapis pakaian rafraf, tubuhnya memenuhi cakrawala yang ada antara langit dan bumi.

Berdasarkan pengertian di atas, berarti firman Allah Swt.:

{فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى}

Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya(Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10)

artinya 'lalu Jibril menyampaikan wahyu kepada hamba Allah Muhammad Saw. apa yang telah diwahyukan Allah kepadanya'. Atau 'lalu Allah mewahyukan kepada hamba-Nya Muhammad apa yang Dia wahyukan kepadanya melalui Malaikat Jibril'. Kedua makna ini dibenarkan.

Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10) bahwa Allah menurunkan wahyu kepadanya firman Allah Swt.: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim. (Adh-Dhuha: 6) sampai dengan firman-Nya: Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)ww. (Alam Nasyrah: 4)

Sedangkan menurut lainnya, yang diwahyukan Allah kepadanya adalah bahwa surga itu diharamkan atas para nabi sebelum kamu memasukinya, juga diharamkan atas semua umat sebelum umatmu .

Firman Allah Swt.:

{مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى}

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (An-Najm: 11-12)

Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ziad ibnu Husain, dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.(An-Najm: 11) dan firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Muhammad Saw. telah melihat Jibril dalam rupa aslinya sebanyak dua kali.

Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sammak dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Saleh dan As-Saddi serta selain keduanya, bahwa Nabi Saw. melihat Jibril dengan pandangan hatinya sebanyak dua kali. Tetapi Ibnu Mas'ud r.a. dan lain-lainnya berpendapat berbeda menurut riwayat yang bersumber darinya, bahwa dia memutlakkan penglihatan tersebut (yakni tidak mengikatnya dengan pandangan mata hati). Tetapi pendapatnya ini masih dapat ditakwilkan (diikat) dengan pengertian yang membatasinya. Dan mengenai riwayat yang menyebutkan dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Nabi Saw. melihatnya dengan indra matanya, maka sesungguhnya predikat riwayat ini garib, karena tiada suatu riwayat sahih pun mengenainya bersumber dari para sahabat. Dan mengenai pendapat Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya yang mengatakan bahwa segolongan ulama berpendapat bahwa Nabi Saw. melihat Jibril dengan pandangan matanya, maka ini adalah perkataan Anas dan Al-Hasan serta Ikrimah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnul Minhal ibnuSafwan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Kasir Al-Anbari, dari Salamah ibnu Ja'far, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Muhammad Saw. telah melihat Tuhannya. Aku (Ikrimah) bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu' (Al-An'am: 103)?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Celaka kamu, hal itu manakala Allah menampilkan Zat-Nya berikut nur-Nya yang menghijabi-Nya. Dan sesungguhnya dia telah melihat-Nya sebanyak dua kali." Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa riwayat ini hasan garib.

Imam Turmuzi mengatakan pula. telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas menjumpai Ka'b di Arafah, lalu menanyakan kepadanya sesuatu masalah. Maka Ka'b bertakbir sehingga suaranya menggema, dan Ibnu Abbas berkata, "Kami adalah Bani Hasyim." Ka'b menjawab, "Sesungguhnya Allah telah membagi penglihatan dan Kalam-Nya di antara Muhammad dan Musa. Maka Allah Swt. berbicara kepada Musa sebanyak dua kali dan Muhammad telah melihat-Nya sebanyak dua kali."

Masruq mengatakan bahwa ia menjumpai Aisyah r.a., lalu bertanya kepadanya, "Apakah Muhammad telah melihat Tuhannya?" Aisyah r.a. menjawab, "Sesungguhnya engkau telah mengucapkan sesuatu yang membuat bulu kudukku berdiri karenanya. Aku mengatakan kepadanya, "Bagaimana dengan ayat ini,' lalu aku membaca firman Allah Swt.: 'Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar ' (An-Najm: 18)." Siti Aisyah r.a. menjawab, "Di manakah pengertianmu? Sesungguhnya dia itu adalah Jibril, lalu siapakah yang memberitakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, atau dia telah menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan agar disampaikan atau mengetahui lima perkara yang disebutkan di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat' (Luqman: 34). Maka sesungguhnya dia telah berdusta besar terhadap Allah, tetapi sebenarnya Muhammad hanya melihat Jibril. Dan beliau tidak melihatnya dalam rupa aslinya, melainkan hanya dua kali. Sekali di Sidratil Muntaha dan yang lainnya di Ajyad. Saat itu Jibril menampilkan rupa aslinya dengan enam ratus buah sayapnya hingga memenuhi cakrawala langit."

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Apakah kalian heran bila predikat khullah (kekasih Allah) bagi Ibrahim, dankalam (diajak bicara) bagi Musa, dan ru-yah (melihat Allah) bagi Muhammad Saw."

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Abu Zar yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,

هَلْ رأيتَ رَبَّكَ؟ فَقَالَ: "نورٌ أَنَّى أَرَاهُ". وَفِي رِوَايَةٍ: "رَأَيْتُ نُورًا"

"Apakah engkau melihat Tuhanmu?" Maka beliau Saw. menjawab: Hanya nur (cahaya) yang kulihat, lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya. Menurut riwayat lain, jawaban Rasulullah Saw. adalah: Aku(hanya) melihat cahaya.

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبيدةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "رَأَيْتُهُ بِفُؤَادِي مَرَّتَيْنِ" ثُمَّ قَرَأَ: {مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa para sahabat pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Engkau pernah melihat Tuhanmu?" Maka beliau Saw. menjawab: Aku melihat-Nya dengan pandangan hatiku sebanyak dua kali. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11)

وَرَوَاهُ ابنُ جَرِيرٍ، عَنِ ابْنِ حُمَيد، عَنْ مِهْرَان، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "لَمْ أَرَهُ بِعَيْنِي، وَرَأَيْتُهُ بِفُؤَادِي مَرَّتَيْنِ" ثُمَّ تَلَا {ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى

Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari sebagian sahabat Nabi Saw. yang menceritakan bahwa kami bertanya, "Wahai Rasulullah Saw., apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Aku tidak melihat-Nya dengan mataku, tetapi aku melihat-Nya dengan mata hatiku sebanyak dua kali. Kemudian beliau Saw. membaca firman-Nya: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat (lagi). (An-Najm: 8)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku Abbad ibnu Mansur yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 11) Maka Ikrimah menjawab, "Apakah engkau ingin agar aku menceritakan kepadamu bahwa beliau Saw. pernah melihat-Nya?" Aku menjawab, "Ya." Ikrimah berkata, "Benar, beliau telah melihat-Nya, kemudian melihat-Nya lagi." Abbad ibnu Mansur mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Al-Hasan tentang masalah ini. Maka Al-Hasan menjawab, bahwa Nabi Saw. pernah melihat Keagungan, Kebesaran, dan Kemuliaan-Nya.

وَحَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُجَاهِدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو خَلَدَةَ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ قَالَ: سُئِل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: "رَأَيْتُ نَهْرًا، وَرَأَيْتُ وَرَاءَ النَّهْرِ حِجَابًا، وَرَأَيْتُ وَرَاءَ الْحِجَابِ نُورًا لَمْ أَرَ غَيْرَ"

Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mujahid, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Aqdi, telah menceritakan kepada kami Abu Khaldah, dari Abul Aliyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Nabi Saw. menjawab: Aku melihat sungai, dan aku melihat di balik sungai ada hijab, dan aku melihat di balik hijab ada nur (cahaya); aku tidak melihat selain itu.

Hadis ini garib sekali.

رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku telah melihat Tuhanku.

Maka sesungguhnya hadis ini sanadnya dengan syarat sahih, tetapi hadis ini merupakan ringkasan dari hadis Manam (mimpi Nabi Saw.), seperti yang juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad; disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "أَتَانِي رَبِّي اللَّيْلَةَ فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ -أَحْسَبُهُ يَعْنِي فِي النَّوْمِ-فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَتَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ " قَالَ: "قُلْتُ: لَا. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَها بَيْنَ ثَدْيَيَّ -أَوْ قَالَ: نَحْرِي-فَعَلِمْتُ مَا في السموات وَمَا فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ " قَالَ: "قُلْتُ: نَعَمْ، يَخْتَصِمُونَ فِي الْكَفَّارَاتِ وَالدَّرَجَاتِ". قَالَ: "وَمَا الْكَفَّارَاتُ وَالدَّرَجَاتُ؟ " قَالَ: "قُلْتُ: الْمُكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الجُمُعات، وَإِبْلَاغُ الْوُضُوءِ فِي الْمَكَارِهِ، مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. وَقَالَ: قُلْ يَا مُحَمَّدُ إِذَا صَلَّيْتَ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْخَيِّرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ، وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً أَنْ تَقْبِضَنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُونٍ". قَالَ: "وَالدَّرَجَاتُ بَذْلُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ، وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسِ نِيَامٌ"

telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Ayyub dari Abu Qilabah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: bahwa Tuhannya datang kepadanya dalam penampilan yang terbaik —yakni dalam mimpinya—. Lalu Tuhan berfirman, "Hai Muhammad, tahukah kamu mengapa mala'ul a’la (para malaikat penghuni langit) berselisih?" Aku (Nabi Saw.) menjawab, "Tidak." Lalu Allah meletakkan tangan -Nya di antara kedua tulang belikatku, hingga aku merasakan kesejukannya menembus sampai kepada kedua susuku, atau leherku, maka sejak itu aku mengetahui semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, tahukah kamu, apakah yang diperselisihkan oleh al-mala'ul a'la? Aku menjawab, "Ya, mereka berselisih tentang kifarat-kifarat dan derajat-derajat." Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, apakah kifarat itu?" Aku menjawab, "Diam di masjid seusai menunaikan tiap-tiap salat (fardu), berjalan melangkahkan kaki menuju ke tempat-tempat salat berjamaah, dan menyempurnakan wudu di saat-saat yang tidak disukai. Barang siapa yang mengerjakan hal tersebut, niscaya hidup dengan baik dan mati dengan baik, sedangkan mengenai dosa-dosanya (diampuni hingga) seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya." Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, apabila engkau salat, ucapkanlah doa ini, 'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau kekuatan untuk mengerjakan amal-amal kebaikan dan menghindari kemungkaran-kemungkaran dan menyukai orang-orang miskin. Dan apabila Engkau hendak menimpakan cobaan kepada hamba-hamba-Mu, cabutlah aku kembali ke sisi-Mu dalam keadaan tidak terkena cobaan'." Nabi Saw. bersabda, "Dan derajat-derajat itu ialah memberi makan (kaum fakir miskin), menyebarkan salam, dan mengerjakan salat di malam hari di saat manusia tenggelam dalam tidurnya."

Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mu'az dalam tafsir surat Sad.

Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dari Ibnu Abbas dengan teks yang berbeda dan disertai tambahan yang garib. Untuk itu Ibnu Jarir mengatakan:

حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى التَّمِيمِيُّ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ عُمَر بْنِ سَيَّار، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَرْبِي، عَنْ عُمَرَ بْنِ سُلَيْمَانَ ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ فَقَالَ لِي: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ فَقُلْتُ: لَا يَا رَبِّ. فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَها بَيْنَ ثدييّ، فعلمت ما في السموات وَالْأَرْضِ، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، فِي الدَّرَجَاتِ وَالْكَفَّارَاتِ، وَنَقْلِ الْأَقْدَامِ إِلَى الجُمُعات، وَانْتِظَارِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ. فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِنَّكَ اتَّخَذْتَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وكلمتَ مُوسَى تَكْلِيمًا، وَفَعَلْتَ وَفَعَلْتَ، فَقَالَ: أَلَمْ أَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ؟ أَلَمْ أَضَعْ عَنْكَ وِزْرَك؟ أَلَمْ أَفْعَلْ بِكَ؟ أَلَمْ أَفْعَلْ؟ قَالَ: "فَأَفْضَى إِلَيَّ بِأَشْيَاءَ لَمْ يُؤْذَنْ لِي أَنْ أُحَدِّثَكُمُوهَا" قَالَ: "فَذَاكَ قَوْلُهُ فِي كِتَابِهِ: {ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى} ، فَجَعَلَ نُورَ بَصَرِي فِي فُؤَادِي، فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ بِفُؤَادِي".

telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Isa At-Tamimi, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Umar Ibnu Sayyar, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sa'id ibnu Zurabi, dari Umar ibnu Sulaiman, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Aku pernah melihat Tuhanku dalam penampilan yang terbaik, lalu Dia berfirman kepadaku, 'Hai Muhammad, tahukah kamu apakah yang diperselisihkan oleh al-mala'ul a'la? Aku menjawab, 'Tidak, wahai Tuhanku,' lalu Dia meletakkan tangan -Nya di antara kedua tulang belikatku, maka aku merasakan kesejukannya menembus sampai ke susuku (dadaku), dan aku mengetahui semua yang terjadi di langit dan yang di bumi. Lalu aku berkata, 'Ya Tuhanku, mereka berselisih tentang derajat-derajat dan kifarat-kifarat; melangkahkan kaki menuju ke salat Jumat, dan menunggu datangnya waktu salat lain sesudah menunaikan salat.' Aku berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil (kekasih)-Mu, dan Engkau telah berbicara langsung kepada Musa, dan Engkau telah melakukan anu dan anu.' Maka Allah Swt. menjawab, 'Bukankah Aku telah melapangkan dadamu, bukankah Aku telah menghapus semua dosamu, dan bukankah Aku telah melakukan anu untukmu dan bukankah Aku telah melakukan anu untukmu?' Lalu Allah Swt. membukakan bagiku banyak hal yang Dia tidak memberi izin kepadaku menceritakannya kepada kalian."

Ibnu Abbas mengatakan bahwa itulah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. dalam Kitab-Nya yang mengatakan: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya(Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (An-Najm: 8-11)

Maka Dia menjadikan cahaya penglihatanku ke dalam hatiku, dan aku melihat-Nya dengan hatiku.

Tetapi hadis ini daif.

Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Hubar ibnul Aswad r.a., bahwa Atabah ibnu Abu Lahab ketika berangkat menuju negeri Syam dalam misi dagangnya, sebelumnya ia mengatakan kepada penduduk Mekah, "Ketahuilah, bahwa aku tidak percaya dengan malaikat yang mendekat, lalu bertambah dekat lagi." Kemudian perkataannya itu sampai terdengar oleh Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, "Allah akan melepaskan salah seekor dari singa-singa­Nya untuk menyerangnya." Hubar mengatakan bahwa ia ada bersama kafilah yang menuju ke negeri Syam itu, lalu kami beristirahat di suatu tempat yang terkenal banyak singanya. Hubar menceritakan bahwa ia benar-benar melihat ada seekor singa yang datang, kemudian singa itu mengendus kepala tiap-tiap orang dari kaum seorang demi seorang, hingga sampailah pada Atabah, lalu ia langsung menyambar kepalanya di antara mereka.

Ibnu Ishaq dan lain-lainnya menyebutkan di dalam kitab Sirah, bahwa peristiwa itu terjadi di Az-Zarqa, dan menurut pendapat yang lain di As-Surrah. Disebutkan bahwa malam itu Atabah dicekam oleh rasa takut, lalu mereka menempatkan Atabah di tengah-tengah di antara mereka; mereka tidur di sekelilingnya. Lalu datanglah seekor singa dan mengaum, kemudian melangkahi mereka semua menuju ke tempat Atabah dan langsung menyambar kepalanya.

Firman Allah Swt.:

{وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى}

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,(yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (An-Najm: 13-15)

Ini terjadi yang kedua kalinya bagi Rasulullah Saw. saat melihat Jibril a.s. dalam rupa aslinya seperti yang diciptakan oleh Allah Swt., dan hal itu terjadi di malam Isra.

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis-hadis mengenai perjalanan isra Nabi Saw. lengkap dengan semua jalur periwayatannya dan semua lafaznya, yaitu dalam surat Al-Isra hingga tidak perlu diulang lagi.

Telah disebutkan pula bahwa Ibnu Abbas r.a. mengukuhkan penglihatan ini terjadi di malam Isradan memperkuat pendapatnya itu dengan dalil ayat ini, lalu pendapatnya diikuti oleh sejumlah ulama Salaf dan Khalaf. Tetapi ada sebagian sahabat dan tabi'in yang tidak sependapat dengannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَة، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْش، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى} ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ جِبْرِيلَ وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، يَنْتَثِرُ مِنْ رِيشِهِ التَّهَاوِيلُ: الدُّرُّ وَالْيَاقُوتُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bandalah, dari Zurr ibnu Jaisy, dari Ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna ayat ini: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm: 13-14) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku melihat Jibril(dalam rupa aslinya), ia memiliki enam ratus sayap, dari bulu-bulu sayapnya bertebaran beraneka warna mutiara dan yaqut.

Sanad hadis ini jayyid (baik) lagi kuat.

قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ جَامِعِ بْنِ أَبِي رَاشِدٍ، عَنْ أَبِي وائل، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، كُلُّ جَنَاحٍ مِنْهَا قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ: يَسْقُطُ مِنْ جَنَاحِهِ مِنَ التَّهَاوِيلِ وَالدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ مَا اللَّهُ بِهِ عَلِيمٌ"

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Jami' ibnu Abu Rasyid, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah melihat rupa asli Malaikat Jibril dengan enam ratus sayapnya, masing-masing sayap besarnya menutupi cakrawala langit, dan berjatuhan dari sayapnya beraneka ragam mutiara dan yaqut yang hanya Allah sendirilah yang mengetahui keindahan dan banyaknya.

Sanad hadis ini hasan.

قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنِي حُسَيْنٌ، حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَة قَالَ: سَمِعْتُ شَقِيق بْنَ سَلَمَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عَلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَلَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ" سَأَلْتُ عَاصِمًا عَنِ الْأَجْنِحَةِ فَأَبَى أَنْ يُخْبِرَنِي. قَالَ: فَأَخْبَرَنِي بَعْضُ أَصْحَابِهِ أَنَّ الْجَنَاحَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Bahdalah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syaqiq ibnu Salamah menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: pernah melihat Jibril dalam rupa aslinya di Sidratil Muntaha dan dia mempunyai enam ratus buah sayap. Dan aku menanyakan kepada Asim tentang sayap-sayap itu, tetapi Asim tidak mau menceritakannya kepadaku. Tetapi salah seorang dari muridnya mengatakan kepadaku bahwa sebuah sayapnya sama besarnya dengan jarak antara timur dan barat.

Sanad riwayat ini pun kuat pula.

قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَة ،حَدَّثَنِي شَقِيقٌ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَانِي جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فِي خُضر مُعَلَّقٍ بِهِ الدُّرُّ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Bahdalah, telah menceritakan kepadaku Syaqiq ibnu Salamah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jibril a.s. datang kepadaku dengan mengenakan pakaian yang bertaburan penuh dengan mutiara.

Sanad hadis ini jayyid pula.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ismail, telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa Masruq datang kepada Aisyah r.a., lalu bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, apakah Muhammad Saw. telah melihat Tuhannya?" Aisyah menjawab, "Subhanallah,sesungguhnya bulu kudukku berdiri mendengar pertanyaanmu itu, lalu di manakah akalmu dari tiga perkara yang barang siapa mengatakannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Yaitu orang yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta." Kemudian Aisyah r.a. membaca firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. (Al-An'am: 103) Dan firman Allah Swt.: Dan tiada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. (Asy-Syura: 51) Dan barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa dirinya mengetahui apa yang akan terjadi besok, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah r.a. membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. (Luqman: 34), hingga akhir ayat. Dan barang siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad telah menyembunyikan sesuatu, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67) Akan tetapi, dia hanya melihat Jibril dalam rupanya yang asli sebanyak dua kali.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Daud, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia ada di hadapan Aisyah, ia bertanya bahwa bukankah Allah Swt. telah berfirman: Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23) Dan firman Allah Swt.:Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Maka Siti Aisyah menjawab bahwa dialah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu beliau Saw. menjawab:Sesungguhnya dia itu hanyalah Jibril. Nabi Saw. tidak melihat Jibril dalam rupanya yang asli kecuali hanya sebanyak dua kali. Nabi Saw. melihat Jibril a.s. turun dari langit ke bumi, sedangkan cakrawala yang ada antara langit dan bumi tertutup oleh kebesaran tubuhnya.

Begitu pula menurut apa yang telah diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Asy-Sya'bi dengan sanad yang sama.

Riwayat Abu Zar, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Zar, bahwa seandainya dirinya menjumpai Rasulullah Saw., tentulah dia akan bertanya. Abu Zar bertanya, "Pertanyaan apakah yang akan engkau ajukan kepada beliau?" Aku menjawab, "Apakah dia pernah melihat Tuhannya?" Abu Zar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, lalu beliau Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah melihat-Nya berupa nur (cahaya), lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya'?”

Demikianlah menurut bunyi teks yang ada pada Imam Ahmad.

Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur dengan dua lafaz. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Yazid ibnu Ibrahim, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?" Nabi Saw. menjawab: Yang kulihat hanya nur, mana mungkin aku dapat melihat-Nya.

Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Zar bahwa seandainya ia mengalami masa Rasulullah Saw., tentulah dia akan menanyakan sesuatu kepada beliau. Maka Abu Zar bertanya, "Apakah yang hendak kamu tanyakan kepada beliau?" Ia menjawab, "Aku akan menanyakan kepada beliau, apakah beliau pernah melihat Tuhannya?" Abu Zar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab: 'Aku hanya melihat nur (cahaya)'."

Al-Khalal telah meriwayatkan suatu pendapat yang menilai hadis ini mengandung kelemahan, bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadis ini, maka ia menjawab, "Aku masih tetap menganggapnya berpredikat munkar," tetapi aku tidak mengetahui apa alasannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Ibrahim, dari ayahnya, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Nabi Saw. telah melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya dan tidak melihat-Nya dengan pandangan matanya.

Ibnu Khuzaimah berupaya membuktikan bahwa hadis ini munqati' (ada mata rantai perawi yang terputus) antara Abdullah ibnu Syaqiq dan Abu Zar. Sedangkan Ibnul Juzi' menakwilkan hadis ini dengan pengertian bahwa barangkali Abu Zar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. sebelum beliau menjalani Isra.Karena itulah maka Abu Zar r.a. menjawab Abdullah ibnu Syaqiq dengan jawaban tersebut. Tetapi seandainya Abu Zar menanyakan hal itu kepada Nabi Saw. setelah peristiwa" Isra, niscaya Nabi Saw. akan menjawabnya dengan jawaban positif (ya).

Akan tetapi, takwil Ibnul Juzi dinilai lemah karena sesungguhnya Aisyah r.a. telah menanyakan hal itu sesudah peristiwa Isra. Ternyata jawaban beliau Saw. tidak menguatkan bahwa beliau telah melihat-Nya dengan terang-terangan. Dan mengenai orang yang berpendapat bahwa Nabi Saw. berbicara kepada Aisyah r.a. disesuaikan dengan kemampuan daya tangkapnya, atau berupaya untuk menyalahkan pendapat Aisyah. Seperti Ibnu Khuzaimah di dalam kitab Tauhid-nya, maka sesungguhnya dia sendirilah yang keliru, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Yazid ibnu Syarik, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah melihat Tuhannya dengan hatinya, bukan dengan pandangan matanya. Telah disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Ali ibnu Misar, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Nabi Saw. telah melihat Jibril a.s.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Rasulullah Saw. telah melihat Jibril a.s. dalam bentuknya yang asli sebanyak dua kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya.

Firman Allah Swt.:

{إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى}

(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16)

Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis-hadis yang menceritakan perjalanan Isra, yang antara lain menyebutkan bahwa Sidratul Muntaha itu diliputi oleh para malaikat seperti halnya burung-burung gagak (yang menghinggapi sebuah pohon), dan Sidratul Muntaha diliputi oleh nur Tuhan Yang Maha Agung, diliputi pula oleh beraneka warna yang hakikatnya tidak aku ketahui.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Addi, dari Talhah ibnu Murrah, dari Abdullah (yakni Ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalaniIsra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha yang ada di langit yang ketujuh. Dari situlah berhenti semua yang naik dari bumi, lalu diambil darinya; dan darinya pula berhenti segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu diambil darinya.  (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.(An-Najm: 16) Bahwa yang meliputinya itu adalah kupu-kupu emas.  Dan Rasulullah Saw. diberi tiga perkara, yaitu salat lima waktu, ayat-ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah, dan diberi ampunan bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dari kalangan umatnya, yang semuanya itu merupakan hal-hal yang pasti.

Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid(tunggal).

Abu Ja’far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi", dari Abul Aliyah, dari Abu Hurairah atau lainnya —Abu Ja'far ragu—yang telah mencerita­kan bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha, lalu dikatakan kepadanya, ''Inilah Sidrah," dan tiba-tiba Sidrah diliputi oleh cahaya Tuhan Yang Maha Pencipta, lalu diliputi pula oleh para malaikat yang pemandangannya seperti burung-burung gagak yang menghinggapi sebuah pohon. Maka Allah Swt. berbicara kepadanya di tempat itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman, "Mintalah!"

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16) Bahwa dahan-dahan Sidrah terdiri dari mutiara, yaqut, dan zabarjad. Maka Muhammad Saw. melihatnya dan melihat Tuhannya dengan mata hatinya.

وَقَالَ ابْنُ زَيْدٍ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ شَيْءٍ رَأَيْتَ يَغْشَى تِلْكَ السِّدْرَةَ؟ قَالَ: "رأيتُ يَغْشَاهَا فَرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ، وَرَأَيْتُ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْ وَرَقِهَا مَلَكا قَائِمًا يُسَبِّحُ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ"

Ibnu Zaid mengatakan bahwa pernah ditanyakan, "Wahai Rasulullah, sesuatu apakah yang engkau lihat menutupi Sidrah itu?" Nabi Saw. menjawab: Aku melihat kupu-kupu emas menutupi Sidratil Muntaha, dan aku melihat pada tiap-tiap daunnya terdapat malaikat yang berdiri seraya bertasbih menyucikan Allah.

Firman Allah Swt.:

{مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى}

Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17)

Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa pandangan mata Nabi Saw. tidak ditolehkan ke arah kanan dan tidak pula ke arah kiri.

{وَمَا طَغَى}

dan tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17)

Yakni melampaui dari apa yang diperintahkan kepadanya; ini merupakan sifat yang agung yang menggambarkan keteguhan hati dan ketaatan, karena sesungguhnya Nabi Saw. tidak berbuat melainkan berdasarkan apa yang diperintahkan kepadanya, tidak pula pernah meminta lebih dari apa yang diberikan kepadanya. Alangkah baiknya apa yang dikatakan oleh seorang penyair dalam bait syair berikut:

رأَى جَنَّةَ المَأوَى وَمَا فَوْقَها، وَلَو ... رَأى غَيرُهُ مَا قَد رَآه لتَاهَا ...

Dia telah melihat surga tempat tinggal dan alam yang ada di atasnya; seandainya dia melihat hal yang lain dari apa yang telah dilihatnya, tentulah pandangannya akan tersesat.

Firman Allah Swt.:

{لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى}

Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar. (An-Najm: 18)

Semakna dengan firman-Nya:

{لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا}

agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. (Al-Isra: 1)

yang menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Kami. Berdasarkan kedua ayat ini sebagian ulama ahli sunnah wal jama'ah mengatakan bahwa penglihatan di malam itu tidak terjadi, karena Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya: Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda  Tuhannya yang paling besar. (An-Najm: 18)

Seandainya dia melihat Tuhannya, niscaya hal tersebut diberitakan dan orang-orang pun mengatakan hal yang sama. Pembahasan mengenai masalah ini telah dikemukakan di dalam surat Al-Isra.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah, dari Al-Walid ibnu Qais, dari Ishaq ibnu Abul Kahtalah, bahwa Muhammad telah mengatakan, yang menurutnya dia menerimanya dari Ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad tidak melihat Jibril a.s. dalam rupanya yang asli kecuali hanya dua kali. Yang pertama kali Nabi Saw. meminta kepada Jibril agar menampilkan rupa aslinya kepadanya, lalu beliau menyaksikan rupa aslinya yang memenuhi cakrawala langit. Adapun yang kedua kalinya ialah di saat beliau Saw. naik bersamanya (di malam Isra). Firman Allah Swt.: sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, makajadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 7-10) Setelah Jibril a.s. melapor kepada Tuhannya, maka kembalilah ia kepada ujudnya semula, lalu bersujud.  Firman Allah Swt.: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan (Muhammad)tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar.(An-Najm: 13-18) Yakni bentuk Malaikat Jibril a.s. yang aslinya.

Demikianlah menurut riwayat Imam Ahmad, tetapi predikatnya garib.

WALLOHUL WALIYYUT TAUFIQ ILA SABILUL HUDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar