Kalau saya katakan bahwa takdir boleh berubah, kemungkinan besar banyak yang tidak setuju dan merasa heran dan bertanya “kok takdir boleh berubah?” bukankah dalam riwayat penciptaan manusia, bahwa ketika masih dalam rahim ibu, tatkala usia kandungan telah mencapai umur 40 hari, Malaikat diperintahkan oleh Allah untuk menulis catatan. Di antaranya adalah mengenai ajal, rezeqi dan kehidupan baik dan buruk. Bukankah ini takdir Allah yang sudah ditetapkan dan akan di bawa dalam kehidupan seseorang sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kalau saya uraikan definisi Qada dan Qadar.
Qada bermaksud pelaksanaan, hasil, buah (realisasi), Adapun qadar bermaksud sukatan (anggaran). Namun dalam bahasa melayu kedua-duanya digabungkan menjadi satu yaitu istilah TAKDIR.
Saat yang dinanti sepasang suami-isteri, dari perwujudan buah percintaan kasih-sayang sekian waktu, yaitu ketika rahim sang isteri mengandung janin calon bayi. Sungguh terasa sebagai anugerah indah tiada tara dari Allah Azza wa Jalla. Gerakan-gerakan kecil menyentak dinding perut sang ibu. Betapa bahagia calon orang tuanya. Ingin segera mengasuh dan merawatnya.
Itulah kebesaran Allah Azza wa Jalla sebagai bukti kekuasaan Nya kepada manusia. Agar mereka banyak bersyukur. Di dalam al-Qur’an Allah Azza wa Jalla telah berfirman
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ ۖ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ وَقَالُوا أَإِذَا ضَلَلْنَا فِي الْأَرْضِ أَإِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ ۚ بَلْ هُم بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ كَافِرُونَ
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. Dan mereka berkata, “Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?” Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan menemui Rabbnya. [As Sajdah : 7-10]
Firman Allah yang lain tentang penciptaan manusia ialah :
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ مِن قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkanNya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). [Al Mu’min : 67].
TAHAPAN PERKEMBANGAN JANIN
Setelah terjadi pembuahan yang ditakdirkan oleh Allah Azza wa Jalla hingga berproses menjadi seorang anak, mulailah sang ibu mengalami perubahan-perubahan di rahimnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu hadits shahih bersabda.
إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ،
Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dipadukan bentuk ciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi segumpal darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, lalu ditetapkan baginya empat hal: rizkinya, ajalnya, perbuatannya, serta kesengsaraannya dan kebahagiaannya.” [Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu].
Dilihat dari perkembangan ilmu medis sekarang ini, jelas hadits tersebut akan dibenarkan para ilmuwan, karena tidaklah jauh berbeda dengan penemuan-penemuan mereka. Disebutkan pula, bahwa pada kehamilan antara 8 sampai 10 pekan (sekitar 56-70 hari) pembuluh darah janin mulai terbentuk. Dengan alat-alat modern seperti alat perekam jantung bayi (elektrokardiografi/EKG untuk bayi) dan ultrasonografi (USG) dapat diketahui sedini mungkin, apakah jantung bayi sudah berdenyut atau belum. Umumnya denyut jantung bayi dapat diketahui dan dicatat pada pekan ke 12 (lebih kurang 84 hari). Tetapi dengan alat sederhana, baru terdengar pada kehamilan 20 pekan (kira-kira 140 hari). Dibuktikan bahwa kira-kira pada kehamilan 10 pekan (kira-kira 70 hari) sudah mulai terbentuk sistem jantung dan pembuluh darah.
Sejak umur kehamilan 8 pekan (kira-kira 56 hari) mulai terbentuk hidung, telinga, dan jari-jari dengan kepala membungkuk ke dada.
Setelah 12 pekan (84 hari) telinga lebih jelas, tetapi mata masih melekat. Leher sudah mulai terbentuk, alat kelamin sudah terbentuk tetapi belum begitu nampak. Baru setelah 16 pekan (112 hari) alat kelamin luar terbentuk, sehingga dapat dikenali dan kulit janin berwarna merah tipis sekali. Pada umumnya plasenta atau ari-ari sudah terbentuk lengkap pada 16 pekan.
Menginjak kehamilan 24 pekan (168 hari), kelopak mata sudah terpisah. Ditandai dengan adanya alis dan bulu mata. Maha luas ilmu Allah Azza wa Jalla dalam segala penciptaanNya.
Apa yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut memang benar adanya. Manusia baru membuktikannya pada abad ini. Padahal kebenaran ayat-ayat Allah Azza wa Jalla sudah disampaikan puluhan abad lalu; sebagai bukti, bahwa Allah Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dari segumpal darah (alaqah) 40 hari, setelah terbentuknya air mani. Hal ini bisa diketahui oleh ahli medis, bahwa kurang lebih umur 56-70 hari pembuluh darah janin mulai terbentuk..Kemudian ada gerakan-gerakan. Gerakan inilah yang mungkin terdeteksi oleh alat-alat kedokteran modern sebagai denyut jantung janin. Namun berdasarkan dhohir hadits, bahwa ruh ditiupkan pada saat janin berumur lebih dari 120 hari.
Sejak wanita/ibu dinyatakan positif hamil, sebelum usia janin 120 hari dan bahkan sampai melahirkan nanti, para wanita/ibu yang sedang hamil dianjurkan untuk selalu melakukan kegiatan positif yang bermanfaat buat janin dan dirinya, diantaranya adalah :
1. Membaca Al-Qur’an.
2. Berdoa.
3. Berdzikir (Mengingat Allah dengan hati, lisan dan perbuatan).
4. Membaca shalawat.
5. Bersyukur atas segala hal.
6. Mengatur emosi saat ada hal yang kurang berkenan di hati.
7. Selalu berfikiran positif.
8. Menambah ilmu pengetahuan tentang agama, perkembangan dan kesehatan janin, persiapan melahirkan, nama-nama anak islami dan pendidikan anak.
9. Memenuhi makanan bergizi, terutama untuk perkembangan janin agar menjadi manusia yang sehat, cerdas, sukses dan kuat.
10. Menjaga kesehatan dan keselamatan diri dan janin dengan berkonsultasi kepada dokter atau ahlinya.
PELAJARAN-PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL DARI HADITS INI:
1. Para perawi hadits banyak yang meriwayatkan hadits lafadz haddatsana –mencontoh lafadz yang diucapkan Ibnu Mas’ud dalam hadits ini- untuk menunjukkan bahwa ia hadir dan mendengar langsung dari orang yang menceritakannya.
2. Seluruh berita yang shahih berasal dari Nabi harus diyakini dan dibenarkan meski tidak terjangkau akal karena beliau adalah as-Shoodiqul Mashduuq (yang jujur dan harus dipercaya).
3. Tahapan penciptaan manusia di rahim ibunya:
– 40 hari pertama nutfah
– 40 hari kedua segumpal darah
– 40 hari ketiga segumpal daging
4. Ditiupkan ruh pada janin setelah berusia 3 x 40 hari = 120 hari = 4 bulan.
Setelah 4 bulan inilah berlakulah baginya hukum manusia. Jika terjadi keguguran janin, maka dilihat keadaan:
– sebelum 120 hari: tidak perlu dimandikan, dikafani, dan disholatkan.
– setelah 120 hari: dimandikan, dikafani, dan disholatkan.
Jika janin yang keluar saat keguguran bentuknya sudah seperti manusia, maka berlakulah hukum nifas. Jika tidak, maka hukumnya seperti darah istihadhah (penyakit).
5. Beriman terhadap Malaikat. Ada Malaikat yang bertugas untuk meniup ruh pada janin dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka).
6. Beriman terhadap catatan taqdir.
Para Ulama menjelaskan bahwa berdasarkan lingkupnya, pencatatan taqdir terbagi menjadi 4:
a) Pencatatan di Lauhul Mahfudzh
Catatan induk. Berisi catatan taqdir segala sesuatu. Ditulis 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Catatan ini tidak ada yang tahu kecuali Allah, dan tidak akan berubah sedikitpun
b) Pencatatan dalam lingkup umur perorangan
Ini adalah catatan Malaikat, seperti yang disebutkan dalam hadits ini tentang 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka) terhadap janin yang masih berada di perut ibunya.
c) Pencatatan dalam lingkup tahunan
Dilakukan setiap Lailatul Qodar, berisi catatan segala sesuatu yang akan terjadi dalam waktu setahun ke depan (hingga Lailatul Qodar berikutnya), disebutkan dalam surat ad-Dukhkhan: 3-4).
d) Pencatatan dalam lingkup harian
Disebutkan dalam surat arRahman ayat
Allah meninggikan derajat suatu kaum atau merendahkannya, membentangkan rezeki atau menyempitkannya, dsb. Hal itu berlangsung tiap hari.
Perubahan catatan taqdir yang masih memungkinkan terjadi pada catatan yang ada di Malaikat, sedangkan yang Lauhul Mahfudzh tidak akan pernah berubah.
1) Akhir kehidupan seseorang akan berujung pada dua hal: beruntung atau celaka. Orang yang beruntung adalah yang masuk ke dalam surga, sebaliknya yang celaka adalah yang masuk ke dalam neraka. Tidak ada keadaan ketiga.
2) Seseorang tidak boleh merasa bangga diri ketika ia banyak beribadah dan sering mengisi hari-harinya dengan ketaatan. Harus diiringi dengan perasaan takut dan khawatir jangan sampai mengalami suu-ul khotimah (akhir kehidupan yang buruk).
3) Seseorang yang sedang terjerumus dalam lumpur dosa tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, hendaknya ia bersemangat untuk bertaubat dan memperbanyak amal sholih dengan harapan meninggal dalam keadaan husnul khotimah (akhir kehidupan yang baik).
4) Akhir kehidupan sangat menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan seseorang nanti di akhirat.
KASIH SAYANG ALLAH
Sebagai salah satu bentuk kasih sayang Allah, orang-orang yang berubah dari keadaan baik menjadi buruk lebih sedikit atau jarang dibandingkan orang yang berubah dari keadaan buruk menjadi baik (penjelasan Ibnu Daqiiqil Ied).
Penyebab perubahan dari baik menjadi buruk itupun sebenarnya karena ia hanya menampakkan kebaikan di hadapan manusia. Ia tampakkan seakan-akan ia terus bergelut dengan ketaatan dan sudah dekat dengan surga. Padahal hatinya tidak demikian. amalnya penuh dengan riya’ dan kemunafikan.
Abdul Haq berkata: “Suu-ul Khootimah (akhir kehidupan yang buruk) tidak akan menimpa orang yang istiqomah batinnya dan baik amal perbuatannya…Kebanyakan menimpa orang-orang yang terus menerus dan lancang (tidak mengenal malu) dalam berbuat dosa besar…” (dinukil oleh alHafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (11/489))
KEADAAN PARA SAHABAT NABI
Para Sahabat Nabi adalah orang-orang yang bersemangat melakukan amal sholih yang terbaik dan sempurna diiringi dengan perasaan takut jangan-jangan amalnya tidak diterima. Diiringi perasaan khawatir jangan-jangan mereka termasuk orang munafik.
Ibnu Abi Mulaikah berkata: Saya menjumpai 30 orang Sahabat Nabi seluruhnya mengkhawatirkan kemunafikan dalam dirinya (Shahih alBukhari).
Umar bin al-Khottob pernah menanyakan kepada Hudzaifah bin al-Yaman apakah nama beliau masuk dalam daftar orang-orang munafik yang disebut Nabi.
Para Sahabat Nabi adalah orang-orang dengan amal ibadah berkualitas tinggi, namun mereka tidak ujub (merasa bangga diri) terhadap amal yang telah dikerjakan. Mereka memadukan antara perasaan berharap terhadap rahmat dan ampunan Allah dengan perasaan takut terhadap adzab Allah pada porsi yang tepat dan sesuai.
Jika seseorang terlalu menggantungkan pada luasnya rahmat Allah, ampunan Allah yang berlimpah, dan melupakan bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha pedih adzabNya, ia akan bermudah-mudahan. Ia akan merasa aman dari makar Allah.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Apakah kalian merasa aman dari Makar (istidraj dan adzab) Allah? Tidak ada yang merasa aman dari Makar Allah kecuali orang –orang yang merugi” (Q.S al-A’raaf:99).
Sebaliknya, seorang yang dominan membaca dan merasakan ancaman-ancaman Allah, kerasnya siksaan, dan semisalnya, kemudian melupakan rahmat dan ampunanNya akan berputus asa dari rahmat Allah.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم
“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang” (Q.S Az-Zumar:53).
Perasaan berharap di satu sisi, takut di sisi lain. Dua hal ini harus berada pada porsi yang tepat dan sesuai, serta tidak berat sebelah.
Dalam alQur’an Allah mengajarkan manusia untuk memiliki dua perasaan itu secara seimbang.
Perhatikan ayat-ayat berikut yang menyebutkan Sifat-Sifat Allah terkait dengan pembangkitan 2 perasaan itu secara berimbang:
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ
“ Khabarkan kepada hamba-hambaKu bahwa Aku adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwasanya adzabKu sangat pedih “ (Q.S Al-Hijr 49-50)
إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“ Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat adzabNya, dan sesungguhnya Ia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “(Q.S AlAn’aam : 165)
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Keras SiksaNya dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S al-Maidah:98)
غَافِرِ الذَّنبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ
Allah adalah Pengampun dosa dan Penerima taubat, keras siksaNya…. (Q.S Ghofir/ al-Mu’min:3)
Kemudian Takdir tersebut terbagi kepada dua bagian iaitu: Qada Mubram dan Qada Mu’allaq.
1) Qada Mubram: Adalah ketentuan Allah Taala yang pasti berlaku. Semua manusia pasti akan menghadapinya, ingin atau tidak, mahu atau tidak mahu, senang ataupun tidak, setiap orang pasti akan menjumpainya, sebab hal tersebut tidak dapat dihalang oleh sesuatu apa pun. Sebagai contohnya adalah perkara kematian. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوَكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ -الأنبياء: 35 -.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.
Jadi masalah kematian merupakan perkara yang pasti dihadapi oleh setiap manusia. Karena ia merupakan suatu kepastian maka dinamakan sebagai Qada Mubram. Oleh karena itu Allah tegaskan jenis Qada ini dalam surah ar-Ra’ad, ayat: 11:
{وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ -الرعد:11-.
“Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Rasulpun pernah bersabdah tentang jenis Qada ini:
(إِنَّ رَبِّي قَالَ: يَا مُحَمَّدْ، إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ) -مسلم-
“Sesungguhnya Tuhanku berkata padaku: Wahai Muhammad! Sesungguhnya Aku kalau sudah menentukan sesuatu maka tiada seorangpun yang sanggup menolaknya”.
2) Qada Mu’allaq: Adalah takdir yang digantung atau bersyarat, dalam artian ketentuan tersebut boleh berlaku dan terjadi, dan boleh juga tidak terjadi pada diri seseorang, bahkan ia bergantung kepada usaha manusia itu sendiri, Qada ini yang telah disampaikan oleh Allah kepada Malaikat dan disimpan olehnya, jenis Qada ini telah ditegaskan oleh Allah ta’ala:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ -الرعد: 11-.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa seseorang mampu merubah nasib dengan usaha sendiri, dan dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu agama memberikan dua syarat utama untuk mengubah takdir, yaitu dengan cara memperbanyak doa dan menyambung silaturrahim.
Dalam kaitannya dengan perubahan umur manusia, para ulama berselisih faham tentang bolehkan berubah atau tidak?, bolehkan dipanjangkan atau dikurangkan?. Hal ini disebabkan oleh adanya sumber hukum yang secara zahir dari al-Qur’an yang menyatakan dengan jelas bahwa umur seseorang tidak akan ditambah ataupun dikurangkan, yaitu firman Allah:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ -الأعراف: 34-.
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (kematian); maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”.
Di samping ayat tersebut, terdapat juga hadits yang secara zahir menjelaskan bahwa doa dan silaturrahim dapat memanjangkan umur seseorang, dan mampu melapangkan rezqinya. Hadits tesebut adalah
(لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ، وَلاَ يُزِيْدُ فِى الْعُمْرِ إِلاَّ الْبِرُّ) -الترمذي-
“Tidak ada yang mampu menolak takdir Allah kecuali doa”.
Oleh karena itu, doa’ dalam Islam sangat digalakkan dan Allah menjanjikan akan menerima doa seseorang mukmin yang betul-betul mengharap diterima doanya, firman Allah:
(وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ) -المؤمنون: 60-.
“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu..” (QS Al-Mu’min 60).
Ayat ini dapat dipahami lebih mendalam bahwa doa disyariatkan dalam Islam pada dasarnya untuk merubah nasib seseorang, sebab apalah gunanya seseoarang berdoa kalau ia tidak mengharap perubahan dari Allah. Baik perubahan umur dengan dipanjangkan umurnya, atau mengharap rezki dengan meminta ditambahkan rezkinya.
(مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأُ لَهُ فِي أَثْرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ) -البخاري-
“Siapa saja yang ingin dimudahkan rezqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung silaturrahim”.
Kalau dicermati dan direnungkan, memang Allah dalam kenyataan ayat 34 pada surah al-A’raf di atas tidak akan merubah ajal seseorang, tapi perlu diketahui takdir yang dibagi kepada setiap insan itu bukan hanya satu takdir, melainkan ada beberapa takdir.
Contohnya, Allah menentukan ajal si fulan untuk hidup selama 60 tahun, di samping itu juga Allah bagi takdir lain untuk hidup sampai 70 tahun lamanya. Dalam artian sesuai dengan hadis di atas kalau si fulan menyambung silaturrahmi maka takdir kedua akan ia capai, tapi kalau tidak maka ia akan dibagi takdir yang pertama, yaitu akan hidup hanya sampai 60 tahun saja.
Pendapat ini telah ditegaskan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitabnya “Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits”, beliau menjelaskan bahwa “Ta’jil” memiliki dua makna: pertama: Kehidupan yang lapang, kemudahan rezqi dan sehat jasmani. Kedua: Penambahan umur, di mana Allah Swt mentakdirkan seseorang dengan dua takdir umur, yaitu 100 dan 80, jika seseorang menyambung silaturrahim maka ia akan mencapai 100 tahun umurnya, namun jika tidak maka ia hanya akan dapat umur 80 tahun.
Hal serupa dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab “Fathu al-Baari”, beliau menerangkan bahwa sesungguhnya hadits dan ayat “Ta’jil” boleh digabungkan bersama, yaitu dengan memahaminya kepada dua bahagian. Yang pertama: Maksud penambahan adalah Allah menambahkan keberkatan hidup bagi seorang mu’min yang menjalin silaturrahim. Yang kedua: Hakikatnya adalah penambahan umur, di mana seseorang yang menjalin dan menyambung silaturrahim akan ditambahkan umurnya secara angka.
Beliaupun memberikan contoh umur, misalnya, umur seseorang ditentukan Allah antara enam puluh tahun dan seratus tahun, takdir pertama (enam puluh tahun) dinamakan sebagai Qadha Mubram, sementara umur seratus tahun adalah Qadha Mu’allaq. Namun penambahan di sini adalah sesuai dengan ilmu Malaikat dan pengetahuannya, bukan ilmu Allah. Dalam hal ini Ibnu Hajar memilih penafsiran pertama yaitu menerjemahkan penambahan umur sebagai bentuk keberkatan hidup.
Pada permasalahan lain, misalnya penyakit, dalam satu riwayat disebutkan bahwa, penyakit dan obat merupakan takdir ilahi.
يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ رِقًى نَسْتَرْقِيْهَا وَدَوَاءٌ نَتَدَاوَى بِهِ وَتُقَاةٍ نَتَّقِيْهَا، هَلْ تَرُدٌّ مِنْ قَدْرِ اللهِ شَيْئًا ؟ قَالَ: هِيَ مِنْ قَدْرِ اللهِ -الترمذي-.
“Ya Rasulallah bagaimana pandangan engkau terhadap Ruqyah-ruqyah yang kami gunakan untuk jampi, obat-obatan yang kami gunakan untuk mengobati penyakit, perlindungan-perlindungan yang kami gunakan untuk menghindari dari sesuatu, apakah itu semua bisa menolak takdir ALLAH ?Jawab Rasulullah saw : Semua itu adalah (juga) takdir ALLAH”.
Satu riwayat juga disebutkan bahwa tatkala Umar bin Khattab dan rombongannya melakukan perjalanan ke suatu tempat di Syiria, dan beliau tiba-tiba dikabarkan bahwa tempat yang dituju sedang dilanda penyakit wabak, (penyakit menular), kemudian Umar bermusyawarah dengan rombongan untuk mencari jalan keluar (way out ), lantas Umar dan rombongan sepakat untuk membatalkan perjalanan tersebut dan kembali ke Madinah, kemudian salah seorang sahabat yang bernama Abu Ubaidah tiba-tiba memprotes keputusan Umar yang tidak ingin melanjutkan perjalanan:
فَقَالَ أَبُو عُبَيْدَة بْن الْجَرَّاحِ: أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: “لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ – وَكَانَ عُمَرُ يَكْرَهُ خِلاَفَهُ – نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ”.
Abu Ubaidah bin al-jarrah berkata““Apakah kita hendak lari menghindari taqdir Allah?” Umar menjawab: “Benar, kita menghindari suatu taqdir Allah dan menuju taqdir Allah yang lain”.
Hadits ini memberikan gambaran jelas bahwa takdir itu bukan hanya satu melainkan berbilang.
Untuk mengakhiri bahasan ini saya sebutkan suatu kisah, di mana pada suatu hari malaikat Izra`il, malaikat pencabut nyawa, memberi kabar kepada Nabi Daud a.s., bahwa si Fulan minggu depan akan dicabut nyawanya. Namun ternyata setelah sampai satu minggu nyawa si Fulan belum juga mati, sehinggalah Nabi Daud bertanya, mengapa si Fulan belum mati-mati juga, sementara engkau katakan minggu lepas bahwa minggu depan kamu akan mencabut nyawanya.
Izra`il menjawab, “ya betul saya berjanji akan mencabut nyawanya, tapi ketika sampai masa pencabutan nyawa, Allah memberi perintah kepadaku untuk menangguhkannya dan membiarkan ia hidup lagi untuk 20 tahun mendatang, Nabi Daud bertanya, mengapa demikian?, Jawab Izra`il: orang tersebut sangat aktif menyambung silaturrahim sesama saudaranya. Karena itu Allah memberikan tambahan umur selama 20 tahun kepadanya.
Jadi sebagai kesimpulan, semua peristiwa, kejadian dan keadaan yang telah dan yang akan kita hadapi, semuanya di dalam pengetahuan dan pengamatan serta kekuasaan Allah, yang tidak terbelenggu, tidak diikat dan tidak dibatasi oleh masa.
Takdir ada yang boleh berubah dan ada yang tidak akan berubah, yang boleh berubah dikenal dengan istilah Qada Mu’allaq, yaitu takdir yang bergantung dan bersayarat, sementara takdir yang tidak akan berubah dinamakan sebagai Qada Mubram, yaitu takdir yang pasti berlaku pada diri seseorang.
Adapun langkah untuk merubah takdir (nasib) yang mu’allaq adalah sebagai berikut:
1) Berusaha, yaitu dengan melakukan aksi terhadap apa saja yang diinginkan terjadi perubahan atasnya.
2) Berdo’a, yaitu memanjatkan harapan kepada Allah terhadap maksud yang diinginkan diqabulkan olehNya.
3) Tawakkal, yaitu menunggu keputusan, hasil daripada usaha dan doa yang diminta.
Setelah hal di atas dilakukan, maka kita tinggal menunggu ketentuan Allah yang disebut dengan (takdir). Dan untuk menambahkan keyakinan kita terhadap perubahan takdir mu’allaq, ada baiknya kita renungi bersama ayat di bawah ini:
يَمْحُو اللّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ -الرعد: 39-
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)”.
Dalam menafsiri QS Ar-Ra'd ayat 39 para Sahabat berbeda pendapat terutama antara Ibnu Abbas dan Umar dan Ibnu Mas'ud. Umar dan Ibnu Mas'ud punya pendapat yang menyejukkan di mana merke menyatakan bahwa takdir itu bisa berubah dengan ijin dengan kehendak Allah. Ini pandangan yang selaras dengan firman Allah dalam QS Al-Ra'd ayat 11.
Husain bin Mas'ud dalam Tafsir Al-Baghawi 4/325 mengutip kedua pendapat tersebut:
وقال ابن عباس : يمحو الله ما يشاء ويثبت إلا الرزق والأجل والسعادة والشقاوة .
وروينا عن حذيفة بن أسيد ، عن النبي صلى الله عليه وسلم : " يدخل الملك على النطفة بعدما تستقر في الرحم بأربعين ، أو خمس وأربعين ليلة ، فيقول : يا رب أشقي أم سعيد ؟ فيكتبان ، فيقول : أي رب ، أذكر أم أنثى ؟ فيكتبان ، ويكتب عمله وأثره ، وأجله ، ورزقه ، ثم تطوى الصحف فلا يزاد فيها ، ولا ينقص " .
وعن عمر ، وابن مسعود - رضي الله عنهما - أنهما قالا يمحو السعادة ، والشقاوة أيضا ، ويمحو الرزق والأجل ويثبت ما يشاء .
وروي عن عمر رضي الله عنه أنه كان يطوف بالبيت وهو يبكي ويقول : اللهم إن كنت كتبتني في أهل السعادة فأثبتني فيها ، وإن كنت كتبت علي الشقاوة فامحني ، وأثبتني في أهل السعادة والمغفرة ، فإنك تمحو ما تشاء وتثبت وعندك أم الكتاب . ومثله عن ابن مسعود .
وفي بعض الآثار : أن الرجل يكون قد بقي من عمره ثلاثون سنة فيقطع رحمه فترد إلى ثلاثة أيام ، والرجل يكون قد بقي من عمره ثلاثة أيام فيصل رحمه فيمد إلى ثلاثين سنة .
Artinya: Ibnu Abbas berkata, "Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki) kecuali rizki, ajal, bahagia dan derita. Kami meriwayatkan dari Hudzaifah bin Usaid dari Nabi: "Malaikat masuk pada sperma setelah menetap di rahim selama 40 atau 45 malam. Lalu bertanya: Ya Tuhan, apakah ia menderita atau bahagia? Lalu keduanya ditulis. Malaikat bertanya lagi: Perempuan atau laki-laki? Lalu ditulis. Lalu ditulis juga amalnya, jejaknya, ajalnya, rejekinya. Lalu buku itu ditutup, tidak ditambah dan tidak dikurangi."
Dari Umar dan Ibnu Mas'ud keduanya berkata: Allah menghapus bahagia dan derita. Dan menghapus rejeki dan ajal dan menetapkan apa yang Dia kehendaki.
Diriwayatkan dari Umar bahwa ia pernah bertawaf di Baitullah sambil menangi dan berdoa: Ya Allah apabila Engkau menulisku termasuk orang yang berbahagia maka tetapkanlah. Apabila Engkau menulis aku sebagai orang yang menderita, maka hapuskanlah. Tetapkanlah aku sebagai orang yang beruntung dan diampuni karena Engkau dapat menghapus apa yang Engkau kehendaki dan menetapkan. Di sisiMu induk kitab. (Hadits yang serupa dari Ibnu Mas'ud).
Dalam sebagian Atsar (perkataan Sahabat) diriwayatkan: Seorang laki-laki sisa umurnya 30 tahun. Lalu dia memutskan silaturrahim maka dipanjangkan usianya menjadi tiga hari. Laki-laki lain usianya tersisa 3 hari, tapi ia rajin bersilaturrahim maka umurnya diperpanjang menjadi 30 tahun.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar