Translate

Sabtu, 30 November 2019

Kiasan Dalam Ilmu Rasa

Saloka adalah suatu kiasan bagi seorang pejalan  spiritual  dalam proses  menemukan kesejatian. Mengingat puncak spirit ialah bilamana seseorang telah mencapai tataran bagaimana ia cermat menggunakan rasa-sejatinya; Dimana sasmita/tuntunan guru sejati betahta. Dalam tradisi laku asketik jawa itulah yang disebut pamoring manunggaling kawulo gusti/ hakikat kejumbuhan dengan sang gusti.  Tidak mudah memang bagi pelaku spiritual untuk menemukan jati dirinya. Perlu disiplin dan tekun mengabdikan diri pada sanubarinya. Saloka adalah salah satu instrumen pemicu agar sang pejalan tidak lagi mengurai jawaban pertanyaan/pernyataan dengan nalar melainkan dengan rasanya.

Saloka di berikan oleh mursyid/guru bersamaan seorang murid harus menempuh laku asketik; puasa, melek, ngebleng, meditasi dan lain sebagainya. Yang merupakan sarana proses menurunkan kuantitas pikiran-nalar yang mempengaruhi kinerja fokus rasa sejatinya. Kedisiplinan ini dimaksudkan agar sang murid tidak ingkar pada hatinya. Dimana ia harus berlatih setia pada hatinya. Menggunakan kepekaan rasanya untuk menangkap pesan dari guru sejatinya.

Dalam kehidupan mungkin manusia akan ditawarkan dengan ribuan bahkan jutaan konsepsi atau kepercayaan yang beragam. Entah yang berbentuk petuah bijak spiritual maupun hasil konklusi sains moderen. Disitulah letak hambatan bagi pejalan spirit mengira telah menampung pengayaan khasanah petuah pencerahan sebagai hasil capaian kesadaran, nyatanya masih terbentur pada jebakan penalaran. Karena cenderung menelan ribuan kepercayaan itu tanpa mengujinya satu persatu dengan laku prihatin (tirakat) agar terhubung dengan rasanya.  Bagi saya berspiritual untuk menggapai tataran kesejatian itu amatlah sulit butuh proses yang amat mendalam dan dinamis. Karena seorang pejalan akan memasuki salah satu portal ketanpabatasan yaitu batin  (rasa).

Dimana untuk mencapai batin itu sendiri ada 7 lapis hijab yang menutupi diantaranya:

1. Pranala Wadag: Tubuh daging yang kecenderungan membusuk dan menyumbat laku sari sukma yang berada pada sel darah  saat dimasuki makanan berlebih; maka seorang spiritualis harus memperhatikan betul apapun yang hendak di makan.

2. Jalma brojo: Tubuh listrik dimana cakra mempengaruhi unsur alam yang berada pada tubuh listrik yang mana seorang sepiritualis hendaknya tidurnya pada jam-jam tertentu mengikuti siklus pergantian waktu alam raya. Untuk mengontrol pola elektromagnetik yang ada pada dirinya.

3. Gondo Prono: Tubuh Sutra dimana lapisan otot sutra yang merupakan jelmaan kakang kawah adi ari- ari  yang memberi pengaruh pada insting dan naluri. Seharusnya seorang spiritualis melakukan nyungsang (merasakan nafas dalam sela-sela waktu sehari semalam) untuk mengendalikan kekuatan kakang kawah: insting dan adi ari2: naluri agar selaras.

4. Boko Kencana: Pamoring sedulur papat/ nafsu eleman empat. Dimana supiyah/angin: berwujud hasrat seks, Amarah/api: hasrat amarah, Mutmainah/air: hasrat ingin dipuji serta diperhatikan, Aluamah/tanah: Hasrat keserakahan dan kemelekatan. Dimana seorang spiritualis harus melakukan puasa pada hari kelahirannya dimana hari kelahiran merupakan menyatunya akasik record (catatan perjalanan jiwa manusia) meliputi ajal, urip, susah, senang, sakit, serta penghidupan rejeki.  Tirakat pada hari kelahiran menghasilkan daya untuk menaklukan kekuatan sedulur empat untuk kemudian dijinakan atau diselaraskan mengikuti laku kesemestian dan ketetapan illahiah.

5. Pamoring kawulo gusti (pancer): Tubuh matrix illahi: Dimana guru sejati bertahta di kedalaman batin/rasa. Seorang spiritualis hendaknya tekun melakukan samadi dengan merasakan nafas mengahadap timur dan barat Karena timur adalah aksara jejeran matahari sebagai bapa, barat aksara welas asih  bulan sebagai ibu. Jika menghadap barat meditasi dimulai pukul 12 siang hingga 12 malam, 12 malam hingga 12 siang menghadap timur. Untuk mendapat tuntunan setiap saat.

6. Sunya Nirkumala: Tubuh hukum realitas, dimana siang malam merupakan pijakan jabang bayi manusia menghirup nafas dan menggembalakan rasanya. Hendaknya seorang spiritualis selalu bermantra, berdoa, atau bersabda sebelum dan sesudah tidur agar pikirannya dilindungi dari kekuatan jahat yang menimbulkan bebendu atau sengkala (marabahaya).

7. Ajali Kauri: Tubuh ketiadaan (mati sakjroning urip). Dimana manusia akan mengalami keterpisahan tubuh dan jiwanya (mati). Hendaknya seorang spiritualis memelihara batin - rasanya dengan tekun tirakat mengurangi makan untuk proses mati yang tidak berat karena ubun-ubun (cakra mahkota) tidak tersumbat oleh endapan sari-sari makanan, membau/mencium aroma tubuhnya sendiri (kulit) sebelum tidur malam dan sesudah tidur agar senantiasa penuh kesadaran dimanapun berada.  Begitulah prosesi saya sebelum dan sesudah  menemukan puing-puing kesejatian. Diwedarkan dan dibimbing oleh guru saya di masa lalu.

Adapun contoh saloka yang pernah diwejangkan kepada saya sebagai berikut: bilamana seorang murid bertanya tentang hakikat jati diri.

"Golekono Gong Susuhe Angin; Carilah dimana angin bersarang",
Mapane atine banyu perwitosari; dimana jantung hati air perwitosari",
Tapak e kuntul nglayang; jejak burung bangau terbang",
Mapane galihe kangkung; letak kayukeras/galih di dalam tanaman kangkung.
"Yen wes tinemu jawab e,  saloka sakbanjure yoiku ngudari urip iku sejatine opo, mati iku sejatine opo; bobote pati karo urip yen ditimbang abot endi;
Setelah mendapat jawabannya saloka berikutnya adalah hidup itu sejatinya apa, mati itu sejatinya apa, berat mati dan hidup kalau ditimbang berat mana.
"Rasa welas asih iku teko ngendi watese? Yen shiro turu, melek e mapan ning ngendi, yen shiro melek mapan turu ono ngendi;
Selanjutnya rasa welas asih itu sampai mana batasnya, ketika kamu tertidur dimana letak terjagamu, ketika kamu terjaga dimana letak tudurmu.
"Iki Saloka ngajur-ajer kang kudu diudari naliko pengen nggoleki sejatining diri, anggayuh wedaran kaweruh tuo Sangkan paraning dumadi piwedare Kanjeng Sunan Kalijaga. Laku meper howoning sedulur papat kanggo nggayuh sasmithaning Guru Sejati Kang Dumunung Ing Pancer e diri;
Ini adalah saloka Ngajur-ajer (laku arah angin) yang harus dikupas diurai jawabnya ketika hendak mencari jati diri, memaknai llmu hakikat sastra jendra: sangkan paran (jati diri) yang pernah diwedarkan Kanjeng Sunan Kalijaga. Menaklukan kekuatan saudara empat untuk diselaraskan menuju tuntunan murni guru sejati yang berada di pusat hati."

Iki lakuku mbiyen piwulange guruku, dadi nggayuh kaweruh kui yo kudu kuat lakon, laku, njur lekakon, ben ngerti bab rasa, ora mung laku sumebyare klangenan wae njur dadine kegoda pepaese rerupan kang awujud cipto gambare klangenan sedulur papat kang awot howo nepsu.  Mesu  rogo, mesu budhi sudo dhahar kelawan nendro. Kebak wadah jangkep ing pangisi.

Itulah salah satu ajaran guruku, jadi untuk mendapat pencerahan itu harus kuat menjalani proses agar mengerti ilmu bab rasa, tidak hanya tergoda ilusi angan-angan semata ditampaki sosok ini itu yang jatuhnya hanya cipta gambar/ jelmaan mahluk entitas bawah yang memperdayai. Bahkan saudaramu empat jika tak kau taklukan untuk kemudian diselaraskan dia akan menjadi goda kencanamu yang berwujud apapun bahkan konsepsi kesadaran yang menjebak. Harus mau memprihatinkan raga serta  batin, puasa mengurangi makan mengurangi tidur demi terpangkasnya hasrat yang berlebihan yang menjadikan duka cita yang menggelapi perasaan. Begitulah sempurnanya insan yang dipenuhi daya gusti.

1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    BalasHapus