Translate

Rabu, 10 November 2021

Kisah Karomah Wali Musyafa' Kaliwungu

 Kyai Musyafa' bin H. Bahram dimakamkan di bukit Protomulyo, tepatnya dekat makam KH Mustofa, sebelah timur Kampung Gadukan Kutoharjo Kaliwungu. Kyai Musyafa' (wafat 13 maret 1969, seperti tertulis di batu nisannya) semasa hidupnya terkenal sebagai ulama Kaliwungu yang memiliki karomah dan kesaktian tertentu. Karena beliau dikenal sebagai waliyullah (red. kekasih Allah), maka tidak heran jika beliau memiliki banyak kelebihan berupa karomah. Kyai Musyafa' hidup antara tahun 1920 s.d. 1969.

Seperti halnya makam wali-wali yang lain, makam Mbah Syafa’, demikian beliau biasa disapa, ini pun  kerap dikunjungi para peziarah, terlebih pada hari Kamis wage sore dan Jumat Kliwon. Pada kedua hari tersebut, ratusan bahkan ribuan peziarah datang kesana. Santri dari beberapa pesantren juga kerap menjadikannya sebagai tempat untuk melaksanakan riyadhah.

Selama hidup, Mbah Syafa’ dikenal sebagai sosok yang zuhud. Ia sangat sederhana, baik dalam berpakaian maupun dalam bertutur kata. Kesederhanaannya dalam berpakaian, membuat sebagian orang menganggap Mbah Syafa’ sebagai Kiai yang sangat miskin. Bahkan ada orang yang menganggap Mbah Syafa’ adalah orang gila, karena ia memang kerap berperilaku Khawariqul Adah, yaitu berperilaku diluar kebiasaan manusia pada umumnya. Persangkaan orang bahwa Mbah Syafa’ adalah orang gila sudah terdengar sebelum masyarakat mengetahui karomah dan kewaliannya.

Rahasia Mbah Syafa’ sebagai wali akhirnya terbongkar. Ceritanya pada suatu hari tetangga disekitar rumah Mbah Syafa’ dibuat gempar. Saat itu setelah musim haji, ada seorang haji yang datang ke desa Mbah Syafa. Dia mengaku dititipi anggur oleh seseorang di Mekah untuk diserahkan kepada Mbah Syafa’, yang baru saja menunaikan ibadah haji di Mekah. Padahal tetangga Mbah Syafa’ mengetahui sendiri, selama musim haji itu Mbah Syafa’ berada di rumahnya.

Tetangga –tetangga menganggap tak mungkin Mbah Syafa’ akan menunaikan ibadah haji. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja masih kekurangan,

Sejak peristiwa menakjubkan itu pandangan orang pada dirinya berubah, apalagi setelah karomah-karomahnya disaksikan orang-orang disekitarnya.

1.) Kewalian Kyai Musyaffa’ diketahui Waliyullah Hadi Kendal

Banyak cerita menarik seputar kewalian Kyai Musyafa'. Konon di Kendal dahulu pernah ada seorang waliyullah Abdul Hadi namanya. Ketika beliau akan wafat, beliau menyampaikan pesan kepada Habib Umar, penjaga beliau dikala sakit, yang tak jelas maknanya. Beliau mengatakan, "Nyonya dengklek kidul mesjid Kaliwungu nyambut gawe kulak jaritan" (Artinya :Nyonya Dengklek sebelah selatan masjid Kaliwungu bekerja sebagai tengkulak kain). Pada saat waliyullah Abdul Hadi itu meninggal dunia, maka terlihat cahaya (nur) yang bersinar ke arah Kiai Musyafa'. itulah barangkali tanda awal kewalian Kyai Musyafa'.

2.) Air Satu Ceret Berbeda-beda Rasanya

Selain itu, ada beberapa cerita orang tua yang merupakan saksi ahli tentang keanehan-keanehan yang dianggap merupakan ciri karomah atau kewalian Mbah Kyai Musyafa'. Suatu saat Mbah Syafa’ menjamu tamu yang datang. Masing-masing tamu menuang sendiri air minum dari ceret yang sudah disediakan. Anehnya air minum yang berasal dari satu ceret itu di rasakan berbeda-beda oleh tamu yang minum.

3.) Memotong Pohon Kelapa

Kisah unik lain ketika Mbah Wali Syafa' memotong pohon kelapa. Ceritanya berawal dari seorang tetangga yang resah dan khawatir karena pohon kelapanya condong di atas rumahnya. Mendengar keresahan itu, maka Mbah Syafa' bertandang. Beliau langsung yang naik pohon kelapa untuk memotong pohon yang condong di atas atap rumah tetangganya itu. Setelah selesai di potong, ternyata pohon kelapa itu jatuhnya justru berlawanan dengan rumah warga itu. Logikanya pohon itu seharusnya jatuh persis di atas rumah tetangganya itu. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Di sinilah orang makin yakin akan kelebihan karomah Mbah Syafa’.

4.) Isyarat Untuk Tentara

Sekitar tahun 1960-an, Mbah Syafa’ kedatangan seorang tentara. Tentara itu bermaksud memohon restu, karena sebagai pembela negara dia mendapat tugas ikut dalam rombongan pasukan Trikora yang akan membebaskan Irian Jaya dari pendudukan Belanda. Saat dia sampai di tempat tinggal Mbah Syafa’ dan mengemukakan maksudnya, Mbah Syafa’ tidak menjawab sepatah kata pun. Beliau hanya mengambil sebuah wajan yang telah di bakar hingga merah membara. Oleh Mbah Syafa’ wajan itu di dekatkan ke kepala orang tersebut sambil dipukul beberapa kali. Sesaat kemudian beliau masuk kedalam rumah dan keluar dengan membawa tiga buah biji randu (Klentheng), lantas menyerahkannya pada orang itu. “Orang tersebut tidak mengerti apa maksud Mbah Syafa’, namun ia tetap menyimpan biji randu pemberian Mbah Syafa’. Di belakang hari, isyarat tersebut bisa diketahui setelah kapal yang ditumpangi tentara Indonesia hancur di tengah laut. Namun atas izin Allah orang tersebut selamat.

Dalam kisah yang lain diceritakan pada 1940-an, suatu hari Mbah Syafa’ menggali tanah hingga dalam. Orang-orang disekitarnya merasa heran dengan apa yang dikerjakannya itu. Sebagian mengira tempat itu akan digunakan untuk memelihara ikan, sebagian yang lain menyangka akan dibuat sumur. Setelah beberapa saat, orang baru sadar bahwa Mbah Syafa’ mengetahui peristiwa yang bakal terjadi belakangan. Karena tidak lama berselang, tentara Jepang menyerbu daerah Kaliwungu, dan lubang itu dipergunakan sebagai tempat persembunyian orang-orang yang ada di sekitarnya.

6.) Terhindar Dari Serangan Mortir

Ketika terjadi serangan tentara Jepang, masyarakat sudah panik dan lari kesana kemari mencari perlindungan. Namun Mbah Wali Syafa' justru tenang-tenang aja di teras rumahnya membaca surat Yasin. Beberapa kali Mbah Wali membacanya, akhirnya tiba-tiba berhentilah serangan mortir tentara Jepang tadi. “Inilah Barokahnya bacaan surat Yasin yang dibaca Kyai Musyafa',” Allahu A’lam

7.) Uang Seribu Tak Pernah Habis

Berbagai peristiwa aneh terjadi termasuk setelah ia meninggal dunia pada 13 Maret 1969 (seperti yang tertulis pada nisannya). Suatu ketika Rasyid saat sedang membersihkan Balai Desa Krajan Kulon, Kaliwungu. Rasyid, tukang sapu kantor tersebut ditemui  Mbah Syafa’ tanpa berbincang apapun. Mbah Syafa’ memberinya uang seribu rupiah. Dia tidak mengetahui pada saat itu Mbah Syafa’ ia telah meninggal dunia. Anehnya, ketika sudah dibelanjakan, uang itu tetap utuh dan tetap ada di saku Rasyid begitu ia sampai di rumah. Hal itu berulang hingga tiga kali, membuat gundah Rasyid. Hatinya baru tenang setelah uang itu ia kembalikan ke makam Kyai Syafa’.

8.) Mengetahui Isi Hati Orang

Meski telah terbukti karomahnya, masih terdapat pula orang yang tidak mempercayai bahwa Mbah Syafa’ adalah wali. Maka suatu saat Kyai Muchid dari Jagalan, Kutoharjo, Kaliwungu, bergumam serasa meragukan berita kewalian Mbah Wali Syafa'. Akhirnya dia mempunyai rencana untuk menguji kewalian Mbah Syafa’. "Apa benar Mbah Kyai Musyafa'itu seorang waliyullah? Coba aku mencoba karomahnya akan pura-pura meminjam uangnya Kyai Syafa’ ", niat Kyai Muchid pada dirinya sendiri. Kyai Muchid kemudian sampai di halaman rumah Kyai Musyafa', tiba-tiba Kyai Musyafa' berkata dengan nada perintah, "Muchid, ke pasar saja memakai bathok kelapa kalau akan mengemis". Padahal saat itu Kyai Muchid belum mengatakakan apapun. Begitu mendengar ucapan Kyai Musyafa, maka Kyai Muchid terdiam, tak berani berkata sepatah kata pun. Dia tidak jadi mengutarakan niatnya akan meminjam uang.

9.) Mengetahui Masa Depan Seseorang

Dikisahkan, semasa menjadi santri di Kaliwungu, KH. Mahrus Lathif (Pengasuh Ponpes Hidayatul Mubtadi’in, Tawangrejosari, Semarang) datang bersama dengan rekan santri lainnya dengan maksud bertanya, siapa calon istri dan jodohnya. Mereka datang silaturahmi di kediaman Kyai Musyafa’ dan diterima dengan baik oleh sang Kyai. Oleh Kyai Musyafa’,santri-santri lain diberi minuman air teh, setiap santri mendapatkan satu gelas. Akan tetapi, KH. Mahrus diberi tiga gelas teh. Ini teh untukmu, ayo diminum, kata Kyai Musyafa’ menyodorkan tiga gelas teh kepada KH. Mahrus. Para santri yang datang saling berpandangan, namun mereka terdiam tidak berani menanyakan. Kejadian itu terjadi sekitar tahun 1966, dan peristiwa itu pun terlupakan sudah. Belakangan, isyarat yang diberikan Kyai Musyafa’ kepada KH. Mahrus baru diketahuinya. Yakni, ternyata KH. Mahrus kini telah beristri tiga kali. Persis sebagaimana isyarat yang dikemukakan oleh Kyai Musyafa’ dengan tiga buah gelas teh yang dihidangkannya ketika dia datang bersama rekan-rekan santri untuk bertanya tentang jodohnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar