Pada jaman kerajaan dulu di jawa, keris-keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh raja, pangeran dan keluarga raja, para bangsawan yang memiliki kekerabatan atau memiliki garis keturunan raja, dan adipati / bupati saja. Orang-orang ningrat. Selain mereka, tidak ada orang lain yang boleh memiliki atau menyimpan keris ber-luk 5.
Demikianlah aturan yang berlaku di masyarakat perkerisan jaman dulu. Keris-keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh orang-orang keturunan raja dan bangsawan kerabat kerajaan, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin di masyarakat. Dengan kata lain, keris ber-luk 5 disebut juga Keris Keningratan.
Biasanya keris-keris ber-luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah yang menunjang wibawa kekuasaan dan supaya pemiliknya dicintai / dihormati banyak orang. Keris-keris jenis ini diciptakan untuk menjaga wibawa dan karisma keagungan kebangsawanan / keningratan, dihormati dan dicintai rakyat / bawahan, dan menyediakan kesaktian yang diperlukan untuk menjaga wibawa kebangsawanan itu.
Selain keris-keris ber luk 5, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah pusaka-pusaka yang dulu menjadi lambang kebesaran sebuah kerajaan / kadipaten / kabupaten, yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja, adipati, dan bupati jaman dulu atau keturunan mereka yang masih membawa sifat-sifat dan derajat leluhurnya itu. Selain itu, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah keris-keris berdapur nagasasra yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja dan anggota keluarga raja saja, dan keris-keris berdapur singa barong untuk kelas di bawahnya, yaitu untuk adipati / bupati dan keluarganya.
Sesuai tujuan awal pembuatannya yang hanya untuk dimiliki oleh kalangan ningrat, pada jaman sekarang pun keris-keris ber-luk 5 mengsyaratkan manusia pemiliknya adalah seorang keturunan bangsawan. Jika pemiliknya adalah orang yang tidak memiliki garis keturunan bangsawan, maka keris-keris itu hanya akan diam saja, pasif, tidak memberikan tuahnya.
Pada jaman sekarang jenis keris keningratan ini masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap, yaitu tuah kesaktian dan wibawa kekuasaan, jika, dan hanya jika, keris-keris itu dimiliki oleh orang-orang yang sesuai dengan tuntutan kerisnya. Keris-keris yang bertuah keningratan dan kebangsawanan, misalnya keris-keris ber-luk 5, keris berdapur nagasasra atau singa barong, mengsyaratkan seorang pemilik yang memiliki garis keturunan ningrat / bangsawan, sesuai tujuan keris itu diciptakan. Keris-keris itu akan menjadikan manusia pemiliknya tampak elegan, berwibawa dan penuh karisma keagungan. Jika sudah terjadi keselarasan, keris-keris itu akan membantu mengangkat derajat pemiliknya kepada derajat yang tinggi dan kemuliaan.
Tetapi jika persyaratan kondisi status pemiliknya tidak terpenuhi, maka keris-keris itu hanya akan diam saja, pasif, tidak akan memberikan tuahnya dan tidak menunjukkan penyatuannya, karena pribadi pemiliknya tidak sesuai dengan peruntukkan kerisnya.
Keris-keris ber-luk 5 dan keris-keris keningratan lainnya, biasanya hanya akan diam saja, pasif, tidak memberikan tuahnya dan tidak menunjukkan penyatuannya dengan pemiliknya jika si pemilik keris bukan keturunan ningrat dan tidak menghargai keningratan. Kondisi tersebut menjadikan keris-keris ber-luk 5 dan keris-keris keningratan lainnya sebagai keris-keris khusus yang tidak semua orang cocok memilikinya dan tidak semua orang bisa mendapatkan manfaat dari keris-keris itu.
Seperti halnya sempana bungkem luk tujuh, keris Pendawa Cinarita luk lima juga dipercaya mempunyai tuah untuk membungkam lawan bicara (lancar berkomunikasi) dan disenangi orang-orang sekitarnya dalam pergaulan (luwes bergaul) hingga banyak diburu orang-orang perkotaan yang mempunyai profesi sebagai artis, sales, MC, pengacara, notaris, jaksa dan lain-lain yang dalam kegiatan/profesinya berhubungan langsung dengan orang banyak.
Inspirasi bisa datang dari manapun. Bisa dari siapa dan apa saja, tak terbatas seperti halnya keris Pendawa Cinarita. Pendawa bisa diartikan sebagai pandalaman wawasan dan cinarita adalah karakter heroik dari lima bersaudara. Rasanya, nyaris setiap orang mengetahui kisah pendawa lima. Pendawa lima adalah penggambaran manusia. Penggambaran bagaimana kematangan seseorang dalam bersikap. Namun sebenarnya manusia, melewati fase lima tingkat ini, dimulai dari yang terkecil.
Sadewa. Orang yang berada di fase ini, adalah mereka-mereka yang merasa bak dewa. Hebat atau merasa ‘paling’. Tak ada yang salah dengan orang yang merasa hebat. Hanya saja, biasanya orang yang sungguh-sungguh hebat, tidaklah merasa. Seperti paweling Jawa : “ojo rumongso biso, nanging biso‘o rumongso” artinya “jangan merasa bisa, tapi bisalah merasa” (tahu diri).
Nakula. Ini adalah tahapan saat seseorang mulai banyak berpikir (kritis). Banyak mempertanyakan tentang peristiwa dan apapun. Isi kepalanya selalu penuh tanda tanya. Bukan karena ia tidak mengerti akan banyak hal, namun karena ada kegelisahan dalam hati, menuntut jawaban atas setiap remah cerita penuh misteri yang ditawarkan semesta. Selalu mengedepankan rasio.
Arjuna. Kaum hawa tentu fasih mengenal nama ini. Arjuna digambarkan sebagai orang yang ala kadarnya. Hanya memakai jubah, tak memakai perhiasan untuk menarik perhatian. Sosoknya menarik, bukan karena ketampanan lahiriah. Fase ini menggambarkan manusia seperti cawan yang kosong dan siap menampung ilmu kehidupan. Ia akan membiarkan diri kosong agar bisa menerima banyak hal. Ia akan menarik dengan sifatnya yang rendah hati. Seperti padi, berisi namun tetap akan selalu menunduk. Mungkin ini kalimat yang tepat untuk menggambarkannya.
Bima. Dalam kisah pewayangan, fase ini memiliki cerita paling panjang. Fase ini adalah masa mencari jati diri secara mendalam. Manusia menerjemahkan visi dan berusaha mencapainya. Bisa lari ke puncak tertinggi, atau menyelam ke dasar laut terdalam. Ini adalah masa mencari tujuan hidup dan meresapi saripati hidup. Bima digambarkan memakai kalung ular, menggambarkan seorang yang bijak sekalipun mungkin pernah menjadi jahat. Masa lalu yang buruk tidak untuk dihilangkan dan dilupakan, di kubur di tempat terdalam. Masa lalu yang buruk, sebaiknya menjadi pengingat, seseorang pernah melakukan kesalahan, cukup diingat tidak untuk diulang. Berdamailah dengan masa lalu, tak perlu menutupinya.
Yudhistira. Ini adalah fase kematangan kepribadian. Tahap ini adalah masa dimana seseorang benar-benar telah mampu menyerap ilmu kehidupan. Konon Yudhistira juga seorang yang tak pernah berbohong. Kesombongan bisa jadi sudah tak ada dalam dirinya. Ia belajar memahami tidak lagi menghakimi.
Jadi, sudah ada di tahap manakah Anda?
Mohon diaharekan
BalasHapusSaya kbetulan punya keris luk5.keris tsb dr ortu.kata beliau dapat dr petunjuk mimpi untuk d ambil.dan ternyata benar ada.apa ini mnunjukkan ortu saya ningrat?
BalasHapusMohon penjelasannya
BalasHapusBaru saja ketemu swtelah saya cari bertahun tahun..pulanggeni luk 5 peninggalan mbah canggah dr Pengging.
BalasHapus