Translate

Jumat, 15 September 2017

Pemahaman Tentang Waliyulloh

Tentang kedudukan para wali sebagai waliyullah, Allah swt tidak memberi tanda atau bukti yang menunjukkan mereka itu wali Allah. Artinya, tidak ada orang yang mengetahui bahwasanya seseorang itu wali. Waliyullah itu pun tidak memberi tanda kepada dirinya sendiri yang dapat menunjukkan bahwa ia telah menjadi wali. Tidak pula seorang pun yang dapat menunjukkan ciri-ciri bahwa seseorang itu wali. Jikalau ada orang yang mengenal seseorag itu wali, maka hal itu sangat luar biasa. Merupakan suatu keistimewaan yang dianugerahkan Allah untuknya. Hanya orang yang memiliki ma’rifat yang sudah tinggi sajalah yang mampu mengetahui hal itu, itupun tidak semua. Karena hanya wali sajalah yang mengetahui seseorang itu wali.

 سُبْحَانَ مَنْ لَمْ يَجْعَلِِ الدَّلِيْلَ عَلَى اَوْلِيَآئِهِ اِلاَّ مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْلُ عَلَيْهِ وَ لَمْ يُوْصِلْ اِلَيْهِمْ اِلاَّ مَنْ اَرَادَ اَنْ يُوَصِّلَهُ اِلَيْهِ٠

“Maha Suci Allah yang tidak menjadikan dalil (bukti), bagi para wali-Nya, kecuali sebagai tanda pengenalan dengannya. Tidak akan sampai kepada mereka, kecuali orang yang dikehendaki akan menyampaikannya kepada Allah.”

Akan tetapi perlu diingat, mengenal wali itu , seperti dikatakan oleh Syekh Abul Abbas Al Mursy, sangat sukar. Lebih mudah mengenal Allah daripada mengenal wali, karena mengenal Allah itu dapat diketahui dari sifat-sitat-Nya, dan bekas ciptaan-Nya. Sedangkan sukarnya mengenal wali, disebabkan ia adalah manusia bersama kita, makan minum, tidur, belajar, beribadah, tidak beda dengan manusia lainnya. Mereka juga sering susah dan menderita, atau bisa juga senang dan gembira.

Waliyullah atau wali Allah itu adalah hamba Allah yang memperoleh nurullah. Para Wali itu fana dalam dirinya, akan tetapi tetap baqa dalam musyahadah dengan Allah. Wali menerima cahaya Allah, tidak dengan sendirinya. Ia pun melatih dirinya tahap demi tahap, sehingga ia tiba pada maqam (tingkat) kesempurnaan makrifat. Kemakrifatannya kepada Allah yang sangat dekat, karena taqarrub-Nya tidak ada henti-hentinya, membuat ia menjadi kekasih Allah (Waliyullah).

Perlu dipahami dengan sebenar-benarnya, sesungguhnya bagi setiap mukmin yang selalu patuh kepada perintah dan larangan Allah, serta menjalankan ibadah dengan tertib dan penuh keikhlasan, mereka selalu dijaga dan mendapat perlindungan Allah. Karena Allah itu adalah wali dari orang mukmin.

يَآأَيُّهَا النَّاسُ اسْمَعُوْا وَاعْقِلُوْا وَاعْلَمُوْا أَنَّ لِلّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ عِبَادًا لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ عَلَى مَجَالِسِهِمْ وَقُرْبِهِمْ مِنَ اللهِ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْأَعْرَابِ مِنْ قَاصِيَةِ النَّاسِ وَأَلْوَى بِيَدِهِ إِلَى نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللهِ نَاسٌ مِنَ النَّاسِ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ عَلَى مَجَالِسِهِمْ وَقُرْبِهِمْ مِنَ اللهِ انْعَتْهُمْ لَنَا يَعْنِيْ صِفْهُمْ لَنَا فَسُرَّ وَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِسُؤَالِ الْأَعْرَابِيِّ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُمْ نَاسٌ مِنْ أَفْنَاءِ النَّاسِ وَنَوَازِعِ الْقَبَائِلِ لَمْ تَصِلْ بَيْنَهُمْ أَرْحَامٌ مُتَقَارِبَةٌ تَحَابُّوْا فِي اللهِ وَتَصَافَوْا يَضَعُ اللهُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ فَيُجْلِسُهُمْ عَلَيْهَا فَيَجْعَلُ وُجُوْهَهُمْ نُوْرًا وَثِيَابَهُمْ نُوْرًا يَفْزَعُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَفْزَعُوْنَ وَهُمْ أَوْلِيَاءُ اللهِ الَّذِيْنَ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

"Wahai sekalian manusia! Dengar, pahami dan ketahuilah bahwa Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba, mereka bukan para Nabi ataupun Syuhada’ (orang-orang yang mati syahid), akan tetapi para Nabi dan Syuhada’ merasa iri pada mereka karena tempat dan kedekatan mereka dengan Allah pada hari Kiamat". Kemudian, salah seorang Badui datang, dia berasal dari pedalaman jauh dan menyendiri, dia menunjuk tangannya ke arah Nabi saw. seraya berkata: “Wahai Nabi Allah! Sekelompok orang yang bukan para Nabi ataupun Syuhada’ tetapi para Nabi dan Syuhada’ merasa iri kepada mereka karena kedudukan dan kedekatan mereka dengan Allah, sebutkan ciri-ciri mereka untuk kami?” Wajah Rasulullah saw. bergembira karena pertanyaan orang Badui itu, lalu Rasulullah saw. bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang berasal dari berbagai penjuru dan orang-orang asing, diantara mereka tidak dihubungkan oleh kekerabatan yang dekat, mereka saling mencintai karena Allah dan saling tulus ikhlas, Allah menempatkan untuk mereka mimbar-mimbar dari cahaya pada hari Kiamat, Allah mendudukan mereka diatasnya, Allah menjadikan wajah-wajah mereka bercahaya, pakaian-pakaian mereka bercahaya, orang-orang ketakutan pada hari Kiamat sementara mereka tidak ketakutan, mereka adalah para wali-wali Allah yang tidak takut dan tidak bersedih hati." (HR. Ahmad)

PEMAHAMAN YANG SEBENARNYA TENTANG ISTILAH :

لاَيِعْـرِفُ الوَالِيّ اِلاَّ الوَالِيّ

Tidak mengetahui/mengenali wali kecuali wali.

Berhubung banyak sekali yg saya dapati, betapa banyak orang awam bahkan santri, yg masih saja salah paham dengan arti dan makna perkata'an di atas.

Kali ini saya ingin memberi penjabaran tentang istilah perkata'an itu.

Oran awam mengartikannya begini:

لا يعرف

Tidak mengetahui

الوالي

Wali (manusia)

إلا

Kecuali

الوالي

Wali (manusia).

Jadi kesimpulan bahasanya begini:

Tidak mengetahui orang wali kecuali orang wali.

Nah kata-kata itulah yg di yakini kebanyakan orang. Padahal maksud dari arti itu salah.

Arti dan pemahaman yg benar begini:

لا يعرف

Tidak mengetahui

الوالي

Wali (manusia)

إلا

Kecuali

الوالي

Wali (allah swt).

Jadi kesimpulan bahasanya adalah:

Tidak mengetahui wali kecuali allah swt.

Inilah arti yg sebenarnya dan yg akan kita jabarkan.

Pertama-tama kita memahami arti Kata Wali.

Kalimat Wali (الوالي) merupakan kalimat yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis. Al-Wali memiliki arti ganda (isytirak) :

1. Sebagai subyek (الفاعل) : yang mengasihi, yang menguasai, yang menolong yang melindungi. Dalam artian ini makna wali dapat menjadi salah satu asma Allah Swt yang baik (asmaul husna).

2. Sebagai obyek (المفعول) : yang dikasihi, yang dikuasai , yang ditolong, yang dilindungi.

Arti kata wali ini ditujukan kepada manusia.

Istilah kata (لاَيِعْـرِفُ الوَالِيُّ اِلاَّ الوَالِيّ), merupakan pemahaman yang sangat populer dalam masyarakat. Namun, pada umumnya hanya diberi arti dengan tidak dapat mengetahui seorang wali (kekasih allah) kecuali wali (kekasih allah) yang lain.

Padahal seharusnya dijelaskan dengan arti yang lain juga, yakni : “Tidak ada yang mengetahui wali (manusia yang dikasihi, yang dikuasai, dilindungi oleh Allah), kecuali Wali (Allah Swt Yang Mengasihi, Yang Menguasai, dan Yang Melindungi).

Seperti itulah penjelaskan dalam kitab Fathul Bariy, oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (w- 757 H).

juga dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya’ bab pendahuluan diterangkan, bahwa ukuran seorang auliya’illah pada ketaatannya terhadap aturan allah swt.

Sehingga terdapat juga seorang waliyullah itu tidak mengerti kalau dirinya itu waliyullah.

1: Jadi kalimat wali yg pertama dalam istilah

(لاَيِعْـرِفُ الوَالِيُّ اِلاَّ الوَالِيّ)

itu di ambil dari nash dan hadist di bawah ini:

(أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ)

[سورة يونس 62]

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

(الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ)

[سورة يونس 63]

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.

Juga dalam Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah Ra , Rasulullah Saw bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ لأُعِيْذَنَّهُ

Dari Abu Hurairah ra., dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhya Allah Ta’ala berfirman : ‘Barangsiapa yang memusuhi Wali-Ku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.’ ” (HR. Bukhari)

Dan banyak  lagi ayat-ayat alquran dan hadist-hadist nabi yg menerangkan kalimat wali ini.

2: kalimat wali yg kedua juga di ambil dari nash alquran:

(اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)

[سورة البقرة 257]

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Juga dalam ayat:

فَاطِرَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ أَنتَ وَلِىِّۦ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ‌ۖ تَوَفَّنِى مُسۡلِمً۬ا وَأَلۡحِقۡنِى بِٱلصَّـٰلِحِينَ

yang artinya: ‘.. Pencipta seluruh langit dan bumi, Engkaulah (waliku) Penolong-ku di dunia dan akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan taat, dan gabungkanlah daku beserta orang-orang yang shaleh.” (12:102).

Jadi dari sekarang kita jelaskan pada mereka yg masih salah dalam memahami hal ini.

Jadi istilah wali itu banyak artinya..

Ada wali (allah swt) ada wali (manusia)  ada wali (syetan) dll. Seperti yg di maksud dalam ayat di bawah ini adalah wali syetan:

وَمَنْ يَتِّخْذ الشَيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُ وْنِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِيْنًا

Barang siapa yang menjadikan setan sebagai wali (pelindung, penolong, kekasih) selain Allah, maka sungguh rugi dengan kerugian yang nyata.

(Qs, an-Nisa’ 119).

Juga dalam ayat:

اِنَّاجَعَلْنَاالشَيَاطِيْنَ اَوْلِيَاءً لِلَّذِ يْنَ لاَيُؤْمِنُوْنَ .

Sesungguhnya Kami menjadikan setan sebagai wali (penguasa, pelindung, kekasih dan penolong) bagi orang-orang yang tidak beriman. (Qs. al-A’raf : 28), dan :

Ayat di atas walinya syetan..

Jadi walinya syetan adalah dalam kata lain walinya thogut, seperti dalam ayat:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)

[سورة البقرة 257]

Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Jadi kalau kita istilahkan ayat di atas, maka artinya seperti ini:

Tidak mengetahui wali-nya syetan, kecuali syetan.

Nah paham kan? :)

Jadi jangan sekali kali anda mempunyai pemahaman "tidak mengetahui wali kecuali wali" dengan pemahaman yg keliru.

Nabi saja tidak kenal sesama nabi, seperti nabi musa as yg kalamullah tidak mengenali/mengetahui dengan nabi khidir as. Juga kisah syech abdul qodir jailany yg pada saat bertawaf tidak mengenali seorang wali perempuan yg juga tawaf.

Mengenali seorang wali itu adalah sangat sulit, bukan saja untuk orang awam, Pada kalangan khusus atau bahkan sesama wali saja itu sangat sulit untuk mengenalinya.

Bukan hanya karena kiyai satu bilang wali pada kiayai satunya, terus dia jadi wali.. Bukan...

Apalagi hanya karena seorang kiayai yg hanya mengagumi atau fanatik buta pada yg lain dan bilang wali padanya, terus jadi wali? Dan kita ini semua ikut2an bilang wali???. Tidak sobat :). Bukan gitu..

Wali itu tidak di obral dan semurah itu..

Bahkan saat di hadromaout banyak wali, syech sayyid abu bakar bin salim alawy, mewanti-wanti dengan syairnya untuk supaya tidak membocorkan dan mengumbar2 sir kewalian bagi yg menyadari dirinya wali allah swt, seperti syair beliau:

واﺣﺬﺭ ﺗﺒﻴﺢ ﺑﺴﺮﻧﺎ ﻟﺴﻮﺍﻧﺎ

Dan jagalah agar kau tak sesumbarkan apa-apa

yang kau ketahui dari Kemuliaan (kewalian) kita, pada yg lain.

Dan juga yg di sayangkan , bagaimana divinisi wali dalam pemikiran sebagian kalangan yg ahli fanatik pada seorang figur, berbeda dengan arti wali dalam kitab-kitab salaf aswaja yg sebenarnya.

Contoh mungkin kalau ada ulama kita yg tegas, keras seperti sayyidina umar ra, memperjuangkan amar ma'ruf nahi mungkar , sangat tegas kalau agama allah di lecehkan (tapi bukan bertindak seperti teroris). Maka mereka mengatakan extrim padanya.. Padahal ini juga satu dari tanda kewalian, seperti wali hawariyun dan wali rijal al-quwwah.

Sebaliknya kalau ada yg nyeleneh dan sering terjadi fitnah pada kalangan awan orang islam oleh sebab kelakuannya, hanya karena keturunan seorang wali, maka di rekomendasikan wali. Dan kadang di doktrin bahwa otak kita belum sampe. :)

Saya cuplikan sebagia saja wali yg ada dalam kitab salaf aswaja. Yaitu sifat wali yg tegas atas agama allah swt, pembela agama allah. Seperti wali di bawah ini:

الرِّجَالُ اْلغَيْرَةِ

Rijalul Ghairoh ( dalam 1 Abad ada 5 Orang )

Wali pembela agama Allah.. Ini adalah wali yg selalu membela agama allah, supaya tetap tinggi.

Beda sama kiayai aneh yg mengatakan "allah kok di bela" :) . orang awam akan bilang kata2 itu benar. Padahal kata2 itu termasuk kata2 bodoh.

Karena banyaknya ayat dan hadist yg menganjurkan kita membela allah swt (agama allah).

Juga ada wali:

الرِّجَالُ اْلقُوَّاةِ اْلإِلَهِيَّةِ

Rijalul Quwwatul Ilahiyyah (dalam 1 Abad, ada 8 Orang ).

Wali jenis ini mempunyai keistimewaan, yaitu sangat tegas terhadap orang-orang kafir dan terhadap orang-orang yang suka mengecilkan agama. Sedikit pun mereka tidak takut oleh kritikan orang.

Meskipun watak mereka tegas, tetapi sikap mereka lemah lembut terhadap orang-orang yang suka berbuat kebajikan.

Ada juga wali:

حَوَارِىٌّ

Hawariyyun ( dalam 1 Abad ada 1 Orang )

Tugasnya membela agama Allah baik dengan argumen maupun dengan senjata. Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi.

Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah.

Lebih lengkapnya bisa di cari di kitab-kitab aswaja yg membahas tentang wali-wali allah, Seperti kitab taudhihul-madzahib dll.

Perlu di sadari bahwa Sebagian masyarakat kita malah lebih suka bilang wali ke yg nyeleneh, hanya karena mengagumi dll .. Inilah kita yg jadi buta dan fanatik, sehingga tidak bisa membedakan mana yg benar dan yg salah...

Dalam sejarah tidak ada wali yg keluar dari syariat atau membuat fitnah ummat.. Yg ada hanyalah tingkatan orang jadzab.. Itupun hanya nyeleneh sewaktu waktu saja, bukan terus menerus dan menjadikannya prinsip (berprinsip nyeleneh). Dan orang seperti ini tidak akan sampai pada drajat wali yg sesungguhnya apalagi ke abdal dan aqtob, karena syariatnya masih perlu di bimbing lagi. Dan yg paling mengotori jiwa seorang yg nyeleneh adalah membuat dosa orang lain. Bagaimana tidak.? Wong yg dilakukan selalu berdampak fitnah, sehingga masyarakat ngerasani, ngomongin dll, bahkan ada yg bentrok hanya karena ulahnya figur yg hobi nyeleneh.

Kebanyakan para waliyullah sangat dirahasiakan oleh Allah Swt. Sebagimana tercermin dalam hadits qudsi, Allah Swt bersabda :

اِنّ اَوْلِيَائي عَلَى قَبْضِي لا َيَعْرِفُهُ غًيْرِي

Para wali–Ku itu dalam genggaman-Ku, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Aku.
(Kitab Jami’ al-Ushul fil Auliya’nya Syeh kamasykhanawi dalam bab muqaddimah).

Jadi sangat banyak orang wali tidak mengerti kalau dirinya itu waliyullah, apalagi orang lain.

Bahkan Imam Abul Hasan as-Syadzili juga menjelaskan tentang kerahasiaan para waliyullah Ra. Ia berkata :

مَعْرِفَةُ الوَالِيِّ أَصْعَبُ مِنْ مَعْرِفَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّ اللهَ مَعْرُوفٌ بِكَمَالِهِ وَجَمَالِهِ وَحَتَّى تَعْرِفَ مَخْلُوقًا مِثْلَكَ يَأْكُلُ كَمَا تَأْكُلُ وَتَشْرَبُ كَمَا تَشْرَبُ.

Mengetahui wali (Allah) itu lebih sukar daripada mengetahui Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allah itu dapat diketahui dengan Jamal-Nya dan Kamal-Nya. Bagaimana engkau dapat mengetahui wali, sedangkan ia makan sebagaimana engkau makan, dan ia minum sebagaimana engkau minum.
(al-Yawaqit wal Jawahir nya Syeh Abdullah Sya’rani, juz II dalam bab as-Syadzali.).

Tapi perlu di garis bawahi.. Bahwa ada segelintir wali yg memang oleh allah swt di perkenalkan satu sama lain, entah dengan cara ru'yah sholehah (ilham) dll.

Anugrah ini biasanya di peroleh oleh wali wali allah yg sangat tinggi darajatnya di sisi allah swt, Seperti abdal aqthob.

Imam Jalaluddin as-Suyuthi, dalam kitabnya al-Hawi lil Fatawi juz II dalam bab “haditsul quthbi” juga menjelaskan tentang kerahasiaan waliyullah ra :

وَقَدْ سَتَرَتْ أَحْوَالُ القُطْبِ وَهُوَ الغَوْثِ عَنِ العَامَّةِ وَالخَاصَّةِ وَسَتَرَ أَحْوَلُ النُجَبَاءِ عَنِ العَامَّةِ وَالخَاصَّةِ وَكَشَفَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ

Keadaan al-Quthbu (al-Ghauts) tertutup dari kalangan awam dan kalangan khas. Dan nujaba’ juga tertutup dari awam dan kalangan khusus. Dan terbuka bagi kalangan mereka sendiri.
(Kitab al-Hawi lil fatawi, juz II  bahasan 69).

Dengan penjelasan di atas, kita bisa memahami bahwa wali-wali kelas tinggi sebangsa qutub dll, Berlainan dengan waliyullah secara umum. Dalam hal Ghautsiyah saja, Allah Swt dan Rasulinya Saw terkadang memberitahukannya kepada hamba-Nya yang dikehendaki melalui pengalaman ruhani (rukyah shalihah), itu hanya terkadang bukan kepastian.

Juga Syeh Abdul Wahab As-Sya’rani, menerangkan dalam kitabnya, bahwa Syeh Abul Hasan As-Syadziliy berkata :

لِكُلّ وَلِيٍّ سَتْرٌ أَوْأَ سْتَارٌ نَظِيْرُالسَبْعِيْنَ حِجَابًا الَتِي وَرَدَ تْ فِي حَقِّ الحَقّ تَعَالَى حَيْثُ اِنّهُ لَمْ يُعْرَفْ اِلاَّ مِنْ وَرَائِهَا

Setiap waliyullah memiliki penutup 70 penutup. Hal ini sebagai kebiasaan dalam haqqullah. Sehingga sukar wali diketahui, kecuali orang-orang yang ada dibelakang waliy (pengikutnya).
(Thabaqatul Kubra-nya Syeh Abdul Wahab As-Sya’rani, juz I, halaman 8,).

Bisa di pahami bahwa pengikut di atas, bukan pengikut-pengikut fanatik buta, atau pengikut-ngikut nyeleneh.

Tapi pengikut yg setia di dalam ibadah, khusyuk dan dzikir bersama. Bisa di katakan juga seperti pengikut toriqoh yg sudah mapan syariat dan rohaninya.

Jadi kesimpulannya keadaan wali itu seperti ini:

1: Para waliyullah tidak dapat mengetahui kalau dirinya sebagai waliyullah, seperti yg di jelaskan syeh Abu Bakar Ibnu Faurak:

إِنَّ  الوَلِيَّ لاَيَعْرِفُ كَونَهُ وَلِيًّا. إِنَّ الوَالِيَّ إِنَّمَا يَصِيْرُ وَلِيًّا لآَجْلِ أَنَّ الحَقَّ يُحِبُّهُ..

Sesungguhnya wali itu, tidak dapat mengetahui kalau dirinya sebagai wali (Allah). Sungguh seorang wali, ketika menjadi wali, dikarenakan Al-Haq (Allah) mencintainya..

2: Syeh Abul Qasim al-Qusyari dan Guruynya (Syaikh Abu Ali ad-Daqaq) Qs wa Ra, berkata  :

إِنَّ الوَلِيَّ قَدْ َيَعْرِفُ كَونَهُ وَلِيًّا, إِنَّ  الوَلِيَّ لَهَا رُكْنَانِ أَحَدُهُمَا كَوْنُهُ في الظَاهِرِ مُنْقَادًا لِلشرِيْعَةِ الثَانِي كَونُهُ مُسْتَغْرِقًا فِي نُور الحَقِيْقَةِ

Sesungguhnya wali (Allah) terkadang dapat mengetahui kalau dirinya, sebagai wali (Allah). Sesungguhnya untuk wali terdapat dua pondasi : pertama, secara lahiriyah keberadaan amalnya, sesuai dengan syariah (Islam), kedua, secara batiniyah, senantiasa tenggelam dalam nur hakikat.

Aqidah ahli sunnah wal jamaah adalah mempercayai keadaan wali seperti penjelasan di atas.

Jadi bagi anda yg tidak mempercayai tentang adanya wali, silahkan.. Terserah anda.. Yg jelas dalil-dalil nash dan hadist sangat banyak yg menjelaskan adanya wali.

Atau anda yg menyempitkan kalimat wali dengan ayat:

(أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ)

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

(الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ)

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.

Sehingga anda mengatakan , pokoknya taqwa iya itu wali.

Nah saya jawab singkat hal ini.

Bahwa seorang wali itu adalah orang yg bertaqwa (harus taqwa).

Sedang orang yg taqwa belum tentu wali,

Karena mengingat adanya taqwa itu bertingkat2. Dan di antara tingkatan dasar dari taqwa adalah melakukan kewajiban2 syariat islam. Dan meninggalkan larangan-larangan allah swt (agama). Itu sudah cukup di bilang taqwa, walaupun dia tidak melakukan perbuatan sunnah sekalipun.

Di samping banyak ayat dan hadist yg menjelaskan adanya wali (seperti ayat dan hadist di atas). juga ada hadist yg menjelaskan tentang wali lebih mendetail, seperti hadits riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim dari sahabat ‘Ubadah Ibn As Shamit, Rasulullah Saw bersabda :

لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ بِهِمْ تَقُومُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْصَرُونَ

Tidak sepi didalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang (wali). Sebab mereka bumi tetap tegak, dan sebab mereka manusia diberi hujan, dan sebab mereka manusia tertolong.

Juga Hadis riwayat Thabrani dari sahabat Muad ibnu Jabbal, Rasulullah Saw bersada :

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِمْ مِنَ الاَبْدَالِ بِهِمْ قِوَامُ الدُنْيَا وأَهْلِهَ

Tiga hamba. Barang siapa ada diantaranya, merekalah wali Abdal. Sebab (sirri batin dan doa) mereka dunia dan seisinya tetap tegak.

Jika anda tetap belum mempercayainya..

Inilah respon imam kita waliyullah imam suyuti ra.

Tentang mereka yang mengingkari waliyullah. Beliau mengatakan  :

قَدْ بَلَغَنِي عَنْ بَعْضِ مَنْ لاَ عِلْمَ عِنْدَهُ إِنْكَارُ مَاشْتَهَرَ عَنِ السَادَةِ الأَوْلِيَاَءِ مِنْ أَنَّ مِنْهُمْ أَبْدَالاً وَنُقَبَاءً وَنُجَبَاءً وَأَوْتَادًا وَأَقْطَابَاً. وَقَدْ وَرَدَتْ الأَحَادِيْثُ وَالأَثَارُ بِإِثْبَاتِ ذَالِكَ.

Telah sampai kepadaku tentang orang yang tidak memiliki ilmu yang mengingkari sesuatu yang telah masyhur tentang adanya pimpinan para waliyullah. Diantara mereka ada yang menjadi abdal, nuqaba’, nujaba’, autab dan aqthab. Padahal telah banyak hadis dan atsar yang menetapkan adanya hal tersebut.
(al-Hawi lil Fatawi juz II bahasan 69).

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar