Translate

Rabu, 13 September 2017

Panggillah Dengan Nama Dan Julukan Yang Baik

Tidak sulit menarik hati orang lain, ada banyak amalan ringan pengikat hati yang diajarkan Rasulullah SAW. Satu dari sekian banyak amalan tersebut adalah memanggil seseorang dengan panggilan yang disukainya. Memanggil dengan panggilan terbaik dapat menarik hati orang lain, sebab tidak ada yang disukai seseorang selain dirinya sendiri. Sehingga ketika ada orang lain yang memanggilnya dengan nama kesayangannya dan terus memanggil dengan nama panggilan tersebut, maka dia akan merasa dihormati dan disayangi.

Hal ini telah dibuktikan sendiri oleh Rasulallah SAW. Para Sahabat, bagaimanapun keadaannya selalu betah berada disisi Rasulallah karena Rasulullah menghormati dan menyayangi mereka dengan cara memanggil mereka dengan nama yang disukai, bahkan dengan anak kecil sekalipun.

Apalah artinya sebuah nama? Ungkapan tersebut mungkin masih sering kita dengar dari orang lain. Nama adalah doa. Nama merupakan sebutan atau panggilan yang lebih banyak dipakai untuk memanggil, disamping laqab (julukan) atau lainnya. Dengan nama kita bisa mengenal orang lain atau saling mengenal lebih akrab dengan sesama. Untuk itu nama sangat penting untuk manusia.

Para ulama telah menegaskan kewajibannya tentang memberikan nama, bahkan mereka telah sepakat (ijma’) tentang hal tersebut. Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata :

واتفقوا أن التسمية للرجال والنساء فرض

“Para ulama sepakat bahwasannya memberi nama kepada laki-laki dan perempuan adalah wajib” [Maraatibul-Ijma’, hal. 153].

Nama adalah lafadh dimana seseorang dipanggil dengannya. Islam memberikan perhatian sangat besar terhadap masalah ini, hingga Allah pun menegaskan hal ini dalam Al-Qur’an :

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا

“Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” [QS. Maryam : 7].

Hingga kelak di hari kiamat, manusia akan dipanggil dengan nama yang mereka dipanggil dengannya semasa di dunia.

عن أبي الدرداء قال: قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: "إنكم تُدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكم فأحسنوا أسماءكم".

Dari Abu Dardaa’, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama kalian” [HR. Abu Dawud no. 4948, Ad-Daarimiy no. 2736, Al-Baihaqi 9/306, dan yang lainnya. Sanad hadits ini dla’if karena adanya inqitha’, namun maknanya benar].

Keterkaitan Nama dengan Pemiliknya

Nash-nash syari’at telah menjelaskan keterkaitan nama dengan pemiliknya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

عن بن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أسلم سالمها الله وغفار غفر الله لها وعصية عصت الله ورسوله

“Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aslam(- nama orang -), semoga Allah mendamaikan hidupnya; Ghifaar (- nama orang -), semoga Allah mengampuninya; dan ‘Ushayyah (- nama orang -) telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” [HR. Al-Bukhari no. 3513, Muslim no. 2518, Ahmad no. 4702, dan yang lainnya].

Demikian pula nama yang ada pada diri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Ahmad dan Muhammad; dimana dua-duanya mengandung makna ‘terpuji’. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang mempunyai sifat-sifat terpuji dalam ‘aqidah, akhlaq, dan segala hal yang ternisbat kepada beliau.

Namun sebaliknya, kita dapat melihat beberapa musuh Allah seperti Abu Lahab yang nama aslinya adalah ‘Abdul-‘Izza. Kunyah Abu Lahab ini sangat pas dengan dirinya, yang akhirnya ia ditempatkan ke dasar neraka, terbakar oleh lidah api yang menyala-nyala akibat kedurhakaannya. Begitu pula dengan Abu Jahal.

Al-Imam Ibnu-Qayyim rahimahullah berkata :

ومن تأمل السنة وجد معاني في الأسماء مرتبطة بها حتى كأن معانيها مأخوذة منها وكأن الأسماء مشتقة من معانيها........ وإذا أردت أن تعرف تأثير الأسماء في مسمياتها. فتأمل حديث سعيد بن المسيب عن أبيه عن جده قال أتيت إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ما اسمك قلت حزن فقال أنت سهل قال لا أغير اسما سمانيه أبي قال ابن المسيب فما زالت تلك الحزونة فينا بعد رواه البخاري في صحيحه والحزونة الغلظة

“Barangsiapa yang mengamati sunnah, niscaya ia akan menemukan bahwa nama-nama yang ada berhubungan dengan pemiliknya yang seakan-akan ia memang diambil darinya sesuai dengan karakternya…… Apabila engkau ingin  mengetahui bagaimana nama-nama itu bisa mempengaruhi pemiliknya, maka perhatikanlah hadits Sa’id bin Al-Musayyib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata : “Aku pernah menghadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bertanya : “Siapakah namamu ?”. Aku menjawab : “Namaku Huzn”. Beliau bersabda : “(Gantilah), namamu menjadi Sahl (=mudah)”. Aku berkata : “Aku tidak akan menukar nama yang telah diberikan oleh bapakku”. Ibnul-Musayyib berkata : “Sejak saat itu, sifat kasar senantiasa ada dalam keluarga kami”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya. Makna al-huzuunah/huzn adalah al-ghildhah (=kasar)” [Tuhfatul-Mauduud bi-Ahkaamil-Mauluud oleh Ibnul-Qayyim, hal. 84-85, tahqiq : ‘Abdul-Mun’im ‘Aaniy; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1403].

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyenangi nama-nama yang bagus/baik dan membenci nama-nama yang buruk. Termasuk sunnah dalam hal ini adalah merubah nama-nama yang buruk dan diganti dengan nama-nama yang bagus/baik.

عن ابن عمر؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم غير اسم عاصية، وقال (أنت جميلة).

Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengganti nama ‘Aashiyyah (=pelaku maksiat), dan bersabda :“Namamu Jamiilah (indah)” [HR. Muslim no. 2139].

عن أسامة بن أخدريٍّ : أن رجلاً يقال له أصرم كان في النفر الذين أتوا رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم، فقال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: "ما اسمك؟" قال: أنا أصرم، قال: "بل أنت زرعة".

Dari Usamah bin Akhdariy : Bahwasannya seorang laki-laki bernama Ashram (=tandus) dan ia termasuk salah seorang yang datang menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya : “Siapakah namamu ?”. Ia menjawab : “Ashram”. Maka beliau bersabda : “Gantilah namamu dengan Zur’ah (=subur)” [HR. Abu Dawud 4954 dan Al-Haakim no. 7729, ; shahih].

عن هانئ بن هانئ عن على رضي الله عنه قال : لما ولد الحسن سميته حربا فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال أروني ابني ما سميتموه قال قلت حربا قال بل هو حسن فلما ولد الحسين سميته حربا فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال أروني ابني ما سميتموه قال قلت حربا قال بل هو حسين فلما ولد الثالث سميته حربا فجاء النبي صلى الله عليه وسلم فقال أروني ابني ما سميتموه قلت حربا قال بل هو محسن قال سميتهم بأسماء ولد هارون شبر وشبير ومشبر

Dari Haani’ bin Haani’, dari ‘Ali radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Ketika Al-Hasan lahir, aku member nama Harb. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan bersabda : “Coba bawa kemari cucuku, dan siapakah namanya ?”. Aku berkata : “Harb”. Beliau bersabda :“Gantilah namanya Hasan”. Ketika Al-Husain lahir, aku pun kembali menamainya Harb. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan bersabda : “Coba bawa kemari cucuku, dan siapakah namanya ?”. Aku berkata : “Harb”. Beliau bersabda : “Gantilah namanya Husain”. Ketika anakku yang ketiga lahir, kembali aku namakan Harb. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan bersabda : “Coba bawa kemari cucuku, dan siapakah namanya ?”. Aku berkata : “Harb”. Beliau bersabda : “Gantilah namanya Muhsin”. Beliau meneruskan : “Sesungguhnya aku memberi nama mereka dengan nama anak-anak Harun, yaitu Syabbar, Syabiir, dan Musyabbir”[HR. Ahmad 1/98 no. 769, Haakim no. 4773, Al-Baihaqi 6/166, dan yang lainnya; hasan].

Al-Imam Abu Dawud rahimahullah berkata :

وغيَّر النبي صلى اللّه عليه وسلم اسم العاص وعزيز وعتلة وشيطان والحكم وغراب وحباب وشهاب فسماه هشاماً، وسمى حرباً سلماً، وسمى المضطجع المنبعث، وأرضاً تسمى عَفِرَةَ سماها خضرة، وشعب الضلالة سماه شعب الهدى، وبنو الزِّنية سماهم بني الرشدة، وسمى بني مغوية بني رشدة.
قال أبو داود: تركت أسانيدها للاختصار.

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengubah nama Al-‘Aash, ‘Aziiz, ‘Atlah, Syaithaan, Al-Hakam, Ghuraab, Hubaab, dan Syihaab dan menggantinya dengan nama Hisyaam. Beliau mengganti nama Harb menjadi Silm dan Al-Mudlthaji’ menjadi Al-Munba’its. Begitu pula beliau mengganti nama tempat di muka bumi yang bernama ‘Afirah menjadi Khadlirah, Syi’abudl-Dlalaalah menjadi Syi’abul-Hudaa, Banu Az-Zinyah menjadi Banu Ar-Risydah, dan Banu Mughwiyyah menjadi Banu Rusydah”. Abu Dawud berkata : Aku buang sanad-sanadnya untuk memperingkas” [Shahih Sunan Abi Daawud 3/217; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419 H].

Larangan Memberikan Laqab (Gelar) yang Jelek

Allah ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim” [QS. Al-Hujuraat : 11].

عن أبي جبيرة بن الضحاك قال : فينا نَزلتْ - في بنى سلمة -  ( وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ )  قال : قَدِمَ عَلينَا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم وليسَ مِنَّا رَجُلٌ إلا لَه اسمَانِ ، فَجَعَل النَّبيُ صلى الله عليه وسلم يَقولُ : ( يَا فُلان ) فَيقولُونَ يا رسول الله إِنَّهُ يَغضَبُ مِنهُ

Dari Abu Jubairah bin Adl-Dlahhaak ia berkata : “Firman Allah ta’ala : walaa tanaabazuu bil-alqaab turun kepada kami dan Bani Salamah”. Ia kembali berkata : “Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi kami, tidaklah seorang pun di antara kami melainkan mempunyai dua nama. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda : “Wahai Fulan”. Maka mereka berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia marah (dipanggil dengan nama itu” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad no. 330, Abu Dawud no. 4962, Ibnu Majah no. 3741, dan yang lainnya; shahih].

Haram hukumnya memberikan laqab (gelar) yang buruk dan saling memanggil dengannya. Jika laqab tersebut mengandung pujian (yang tidak berlebihan) dan orang tersebut menyukainya, maka diperbolehkan. Ini dapat dibuktikan dari perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang memberikan laqab (gelar) kepada beberapa orang shahabat, seperti Amiinul-Ummah kepada Abu ‘Ubaidah, Dzul-Janaahain kepada Ja’far bin Abi Thaalib, dan yang lainnya radliyallaahu ‘anhum.

Al-Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata :

واتفق العلماء على تحريم تلقيب الإِنسان بما يكره، سواء كان له صفة؛ كالأعمش، والأجلح، والأعمى، والأعرج، والأحول، والأبرص، والأشج، والأصفر، والأحدب، والأصمّ، والأزرق، والأفطس، والأشتر، والأثرم، والأقطع، والزمن، والمقعد، والأشلّ، أو كان صفة لأبيه أو لأمه أو غير ذلك مما يَكره‏.‏ واتفقوا على جواز ذكره بذلك على جهة التعريف لمن لا يعرفه إلا بذلك‏.‏‏

“Para ulama sepakat diharamkannya memberikan laqab(gelar) pada seseorang dengan gelar yang ia benci, baik gelar tersebut diambil dari sifatnya seperti : Al-A’masy (si rabun), Al-Ajlah (si botak), Al-A’maa (si buta), Al-A’raj (si pincang), Al-Ahwal (si juling), Al-Abrash (yang mengidap penyakit kusta), Al-Asyaj (yang kepalanya luka), Al-Ashfar(si kuning), Al-Ahdab (si bungkuk), Al-Asham (si bisu), Al-Azraq (si biru), Al-Afthasy (si pesek), Al-Asytar (si cacat), Al-Asyram (si sumbing), Al-Aqtha’ (si buntung), Az-Zaman (si pengidap penyakit yang tidak akan sembuh), Al-Maq’ad(yang selalu duduk), dan Al-Asyal (si lumpuh); atau menjulukinya dengan sifat ibu atau bapaknya atau julukan lainnya yang tidak ia senangi. Namun para ulama sepakat tentang kebolehan memberikan laqab (julukan) seperti itu jika seseorang tidak dikenal melainkan dengan laqabtersebut” [Al-Adzkaar oleh An-Nawawiy, 2/342]•


Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar