Translate

Rabu, 10 Februari 2016

Penjelasan Hukum Ziaroh Bagi Kaum Wanita

Ketahuilah hamba-hamba Allah, sadar atau tidak sadar, kita semua saat ini sama-sama sedang menuju garis akhir kehidupan kita di dunia,  meskipun jaraknya berbeda-beda setiap orang. Ada yang cepat, ada yang lama. Tetapi, perlahan tapi pasti, setiap orang menuju garis akhir kehidupannya di dunia, itulah kematian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali ‘Imran : 185)

Setelah mati, seorang hamba hanya tinggal memetik apa yang selama ini ia tanam di dunia, tidak ada kesempatan kedua untuk menambah amal. jika kebaikan yang ia tanam, itulah yang akan ia panen. Jika keburukan yang ia tanam, maka dialah yang akan merasakannya sendiri. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk banyak-banyak mengingat kematian. Beliau bersabda,

“أكثروا ذكر هازم اللذات” يعني : الموت.

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian) ”

Dan di antara cara untuk mengingat kematian adalah dengan berziarah kubur. Banyak sekali manfaat yang dapat dipetik dari amalan berziarah ke kubur. 

Wanita adalah saudara kandung lelaki. Maka apa yang dibolehkan bagi lelaki maka dibolehkan pula bagi wanita. Dan apa yang disunnahkan bagi lelaki maka disunnahkan pula bagi wanita, kecuali hal-hal yang dikecualikan oleh dalil yang bersifat khusus.

Dalam masalah wanita ziarah ke kubur tidak ada dalil khusus yang mengharamkan wanita berziarah kubur dengan pengharaman secara umum. Bahkan diriwayatkan dalam 'Shahih Muslim' bahwa Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha tidur bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam diam-diam dari tempat tidurnya menuju pekuburan Baqi' untuk memberikan salam kepada mereka (jenazah-jenazah kaum muslimin -pent-). Dan Aisyah pun ikut membuntuti di belakang beliau secara diam-diam.

Ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan pelan, iapun pelan, ketika beliau cepat, iapun cepat, hingga sampai kembali ke tempat tidurnya. Kemudian beliau masuk ke kamarnya dan melihat Aisyah dalam keadaan terengah-engah. Beliau berkata kepada Aisyah : "Ada apa denganmu wahai Aisyah ? Apakah engkau curiga bahwa Allah dan Rasul-Nya akan curang terhadapmu ? Sesungguhnya tadi Jibril mendatangiku dan berkata : "Sesungguhnya Rabbmu menyampaikan salam kepadamu dan memerintahkanmu untuk mendatangi Baqi' dan memintakan ampunan untuk mereka (ahli kubur)".

Dalam suatu riwayat lain di luar As-Shahih, Aisyah berkata : Apalah aku bila dibandingkan denganmu wahai Rasulullah ! Kemudian lanjut Aisyah : -sebagaimana dalam As-Shahih- "Wahai Rasulullah! Jika aku berziarah kubur maka apa yang harus aku ucapkan ? Beliau bersabda : "Ucapkanlah .... (beliau mengucapkan doa salam kepada ahli kubur sebagaimana yang telah kita kenal).

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

"Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Kami insya Allah akan menyusul kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.”

Wanita boleh menziarahi kubur tanpa membedakan apakah dalam keadaan haid, nifas, ataukah suci. Haid atau nifas bukan udzur yang menghalangi wanita untuk berziarah kubur. Ziarah kubur tidak bisa disamakan dengan ibadah seperti shalat, puasa, Thawaf, dan membaca Al-Quran yang disyaratkan suci dari haid/nifas.
wanita yang datang bulan boleh kok masuk dipemakaman,,
yang tidak boleh itu berdiam diri dimasjid asal gak baca alqur'an dengan nyaring maka tahlil pun juga tidak apa2

اجمع العلماء على جواز الذكر بالقلب واللسان للمحدث والجنب والحائض والنفاس وذلك فى التسبيح والتهليل والتحميد والتكبير والصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم والدعاء 
وغير ذلك

Ulama' sepakat atas diperbolehkannya dzikir lewat hati dan lisan bagi orang yang berhadas kecil, orang junub, haid dan nifas, dan hal itu pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan sholawat pada Rosulallah saw juga boleh berdoa dan lain-lain. (Al-adzkar hal. 10)‎

Dalil yang menunjukkan kebolehan wanita berziarah kubur adalah hadis berikut;

صحيح مسلم (5/ 107)

عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

dari Ibnu Buraidah dari bapaknya ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah. (H.R.Muslim)

Perintah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَزُورُوهَا  (maka sekarang ziarahilah) memakai Wawu Jama’ah, yakni huruf wawu yang menunjukkan Mukhothob (obyek seruan) adalah sekelompok orang yang bersifat umum, tanpa membedakan lelaki  ataukah wanita.  Oleh karena itu lafadz ini menunjukkan wanita boleh menziarahi kubur sebagaimana lelaki disyariatakan menziarahi kubur.

Riwayat lain dari Ibnu Majah, juga isinya semakna dengan hadis riwayat Muslim di atas. Ibnu Majah meriwayatkan;

سنن ابن ماجه (5/ 43)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ

dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ziarahilah kubur, sesungguhnya ia dapat mengingatkan kalian dengan akhirat. ” (H.R.Muslim)

Adapun riwayat yang melarang wanita menziarahi kubur, misalnya riwayat berikut ini;

سنن الترمذى (4/ 213)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ

dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita peziarah  kuburan. (H.R. At-Tirmidzi)

Riwayat ini bisa difahami bahwa larangan tersebut yang dimaksud adalah larangan di masa-masa awal Islam, yakni ketika Niyahah (ratapan) masih menjadi kebiasaan masyarakat Arab dan masih dekat masanya dengan era baru kaum Muslimin, padahal Islam mengharamkan Niyahah. Islam mengharamkan ratapan, yakni kesedihan hati dan tangisan air mata akibat kerabat/orang yang dicintai meninggal yang disertai ucapan-ucapan yang menunjukkan tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Setelah kaum muslimin jauh dari kebiasaan tersebut, maka hukum larangan menziarahi kubur itu dicabut (dinasakh) sehingga kaum muslimin boleh menziarahi kubur setelah sebelumnya sempat dilarang. Namun Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika membolehkan ziarah kubur, beliau tetap berpesan agar menjaga lisan ketika menziarahi kubur. 

Imam Malik meriwayatkan;

موطأ مالك (3/ 428)

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ

أَنَّهُ قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَقَدَّمَ إِلَيْهِ أَهْلُهُ لَحْمًا فَقَالَ انْظُرُوا أَنْ يَكُونَ هَذَا مِنْ لُحُومِ الْأَضْحَى فَقَالُوا هُوَ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا فَقَالُوا إِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَكَ أَمْرٌ فَخَرَجَ أَبُو سَعِيدٍ فَسَأَلَ عَنْ ذَلِكَ فَأُخْبِرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضْحَى بَعْدَ ثَلَاثٍ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَادَّخِرُوا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ الِانْتِبَاذِ فَانْتَبِذُوا وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا

يَعْنِي لَا تَقُولُوا سُوءًا

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Rabi’ah bin Abu Abdurrahman dari Abu Sa’id Al Khudri Bahwa ia baru datang dari suatu perjalanan, lalu keluarganya menyuguhkan daging kepadanya. Abu Sa’id lalu berkata; “Lihatlah ini, apakah ini daging kurban?” Mereka menjawab; “Ya, ini adalah daging kurban.” Abu Sa’id berkata; “Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarangnya?” Mereka menjawab; “Telah ada perintah yang lain dari Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam setelah kepergianmu.” Abu Sa’id lalu keluar dan bertanya mengenai hal itu, kemudian dia diberi tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya telah melarang kalian memakan daging kurban setelah tiga hari, sekarang makanlah, sedekahkanlah dan simpanlah sisanya. Saya juga telah melarang kalian menyimpan perasan anggur, sekarang lakukan hal itu, dan setiap yang memabukkan itu haram. Saya juga telah melarang kalian untuk berziarah kubur, sekarang ziarahlah dan janganlah kalian mengatakan ucapan yang jelek (saat berziarah) .” (H.R.Malik)

Dalil yang menguatkan bahwa larangan menziarahi kubur bagi wanita telah dinasakh adalah hadis berikut ini;

صحيح مسلم (5/ 102)

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمَةَ بْنِ الْمُطَّلِبِ

أَنَّهُ قَالَ يَوْمًا أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنِّي وَعَنْ أُمِّي قَالَ فَظَنَنَّا أَنَّهُ يُرِيدُ أُمَّهُ الَّتِي وَلَدَتْهُ قَالَ قَالَتْ عَائِشَةُ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنِّي وَعَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا بَلَى قَالَ قَالَتْ لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِي الَّتِي كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عِنْدِي انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ فَاضْطَجَعَ فَلَمْ يَلْبَثْ إِلَّا رَيْثَمَا ظَنَّ أَنْ قَدْ رَقَدْتُ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا فَجَعَلْتُ دِرْعِي فِي رَأْسِي وَاخْتَمَرْتُ وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِي ثُمَّ انْطَلَقْتُ عَلَى إِثْرِهِ حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ انْحَرَفَ فَانْحَرَفْتُ فَأَسْرَعَ فَأَسْرَعْتُ فَهَرْوَلَ فَهَرْوَلْتُ فَأَحْضَرَ فَأَحْضَرْتُ فَسَبَقْتُهُ فَدَخَلْتُ فَلَيْسَ إِلَّا أَنْ اضْطَجَعْتُ فَدَخَلَ فَقَالَ مَا لَكِ يَا عَائِشُ حَشْيَا رَابِيَةً قَالَتْ قُلْتُ لَا شَيْءَ قَالَ لَتُخْبِرِينِي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي فَأَخْبَرْتُهُ قَالَ فَأَنْتِ السَّوَادُ الَّذِي رَأَيْتُ أَمَامِي قُلْتُ نَعَمْ فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي ثُمَّ قَالَ أَظَنَنْتِ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ فَنَادَانِي فَأَخْفَاهُ مِنْكِ فَأَجَبْتُهُ فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ

dari Muhammad bin Qais bin Makhramah bin Al Muthallib bahwa pada suatu hari ia berkata, “Maukah kalian aku ceritakan (hadits) dariku dan dari ibuku?” -maka kami pun menyangka bahwa yang ia maksud dengan ibunya adalah Ibu yang telah melahirkannya- Ia berkata; Aisyah berkata, “Maukah kalian aku ceritakan hadits dariku dan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” kami menjawab, “Ya, mau.” Aisyah berkata; Pada suatu malam ketika giliran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahku, setelah beliau menanggalkan pakaiannya, meletakkan terompahnya dekat kaki dan membentangkan pinggir jubahnya di atas kasur, beliau lantas berbaring. Setelah beberapa lama kemudian dan barangkali beliau menyangkaku telah tidur, beliau mengambil baju dan terompahnya, dibukanya pintu perlahan-lahan dan kemudian ditutupnya kembali perlahan-lahan. Menyaksikan beliau seperti itu, kukenakan pula bajuku dan kututup kepalaku dengan kain, kemudian aku mengikuti beliau dari belakang hingga sampai di Baqi’. Ketika sampai di sana beliau berdiri agak lama, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, sesudah itu beliau berbalik pulang. Aku pun berbalik pula mendahului beliau. Kalau beliau berjalan cepat, maka aku pun berjalan cepat-cepat. Bila beliau berlari kecil, aku pun demikian. Ketika beliau sampai, aku pun sudah sampai lebih dulu dari beliau. Kemudian aku masuk ke dalam rumah dan langsung tidur. Setelah itu, beliau masuk dan bertanya: “Kenapa kamu wahai Aisyah? Kudengar nafasmu kembang kempis.?” Jawabku, “Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Ceritakanlah kepadaku atau kalau tidak Allah -Yang MahaLembut dan Mengetahui- akan menceritakannya padaku.” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku.” Lalu kuceritakanlah kepada beliau apa yang sebenarnya terjadi. Beliau berkata, “Kalau begitu, kamulah kiranya bayangan hitam yang saya lihat di depanku tadi?” Saya menjawab, “Ya, benar wahai Rasulullah.” Maka beliau pun mendorong dadaku dengan keras hingga terasa sakit bagiku. Kemudian beliau berkata, “Apakah kamu masih curiga, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat curang kepadamu?” jawabku, “Setiap apa yang dirahasiakan manusia, pasti Allah mengetahuinya pula.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan kenapa beliau sampai keluar. Beliau bercerita: “Tadi Jibril datang, tapi karena ia melihat ada kamu, dia memanggilku perlahan-lahan sehingga tidak terdengar olehmu. Aku menjawab panggilannya tanpa terdengar pula olehmu. Dia tidak masuk ke rumah, karena kamu menanggalkan pakaianmu. Dan aku pun mengira bahwa kamu telah tidur, karena itu aku segan membangunkanmu khawatir engkau akan merasa kesepian. Jibril berkata padaku, ‘Allah memerintahkan agar engkau  datang ke Baqi’ dan memohonkan ampunan bagi para penghuninya.’ Aku bertanya, ‘Lalu apa yang kubaca sesampai di sana wahai rasulullah? ‘ beliau  menjawab, ‘Bacalah: AS SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA YARHAMULLAHUL MUSTAQDIMIIN MINNAA WAL MUSTA`KHIRIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN (Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua).'” (H.R.Muslim)

Dalam hadis di atas, Aisyah bertanya doa yang dibaca jika Aisyah menziarahi kubur. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajari doa tertentu yang dibaca. Diamnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap pertanyaan Aisyah yang mengandaikan berziarah kubur menunjukkan dengan jelas bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengizinkan Aisyah menziarahi kubur. Maknanya, wanita boleh menziarahi kubur.

Dalil lain yang menguatkan adalah kisah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang melewati wanita disisi kuburan yang sedangan bersedih kemudian menasehatinya. 

Bukhari meriwayatkan;

صحيح البخاري (5/ 29)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ فَقَالَ إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى

dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata,: Nabi Shallallahu’alaihiwasallam pernah berjalan melewatiseorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur. Maka Beliau berkata,: “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah”. Wanita itu berkata,: “Kamu tidak mengerti keadaan saya, karena kamu tidak mengalami mushibah seperti yang aku alami”. Wanita itu tidak mengetahui jika yang menasehati itu Nabi Shallallahu’alaihiwasallam. Lalu diberi tahu: “Sesungguhnya orang tadi adalah Nabi Shallallahu’alaihiwasallam. Spontan wanita tersebut mendatangi rumah Nabi Shallallahu’alaihiwasallam namun dia tidak menemukannya. Setelah bertemu dia berkata; “Maaf, tadi aku tidak mengetahui anda”. Maka Beliau bersabda: “Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama (saat datang mushibah) “. (H.R.Bukhari)

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menasehati agar wanita tersebut tabah dan tegar (shobr), namun tidak menngingkari aktivitas ziarahnya. Oleh karena itu hadis ini juga menjadi dalil yang menunjukkan bahwa wanita boleh menziarahi kubur. Artinya, hukum larangan menziarahi kubur bagi wanita telah dinasakh (dihapus).

Lagipula, termasuk lebih dekat difahami bahwa laknat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap  wanita yang melakukan ziarah kubur  adalah jika wanita melakukannya  berulang-ulang. Hal itu karena lafadz yang dilaknat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memakai Shighat Mubalaghoh  زَوَّارَاتِ yang bermakna pekerjaan tersebut dilakukan berulang kali dan menjadi kebiasaan. Wanita yang banyak keluar rumah boleh jadi secara tidak sadar  atau sadar menjadi ingin memamerkan kecantikannya, sehingga masuk hukum Tabarruj (bersolek) yang diharamkan islam. Banyak keluar rumah (meski dengan alasan melakukan ma’ruf) juga bertentangan dengan konsep wanita sebagai kehormatan, berpeluang besar menyia-nyiakan hak suami, dan menelantarkan urusan rumah. Bisa juga hal tersebut memicu niyahah yang diharomkan oleh islam. Semua hal ini bertentangan dengan konsep terkait ziarah kubur untuk mengingat akhirat.

Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan tentang hadits La’ana Az Zawaaraat Al Qubur (Rasulullah melaknat wanita yang berziarah kubur):

قد رأى بعض أهل العلم أن هذا كان قبل أن برخص النبي - صلى الله عليه وسلم - في زيارة القبور، فلما رخص دخل في رخصته الرجال والنساء.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hal ini terjadi ketika sebelum diberikan keringanan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang ziarah kubur, maka ketika sudah diberikan keringanan, maka keringanan itu mencakup laki-laki dan wanita. (Lihat Sunan At Tirmidzi No. 1056, lihat juga Imam As Suyuthi dalam Syarh Sunan Ibni Majah, 1/113, Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 2/417 )

-          Begitu pula kata: “karena hal itu bisa mengingatkan akhirat.” Mengingat akhirat dan kematian bukan hanya kebutuhan kaum laki-laki, tetapi juga wanita.

Berkata Al ‘Allamah Asy Syaikh Waliyuddin At Tibrizi Rahimahullah:

لأن الزيارة عللت بتذكير الموت ، ويحتاج إليه الرجال والنساء جميعاً

Karena berziarah merupakan sebab untuk mengingat kematian, dan hal itu dibutuhkan oleh laki-laki dan wanita sekaligus. (Misykah Al Mashabih, 5/1033).

Berkata Imam Mulla Ali Al Qari ‎Rahimahullah:

وقد عللت الزيارة فيها بأنها ترق القلب وتدمع العين وتذكر الآخرة والموت ، وبأن فيها عبرة ما لفظه هذه الأحاديث بتعليلاتها تدل على أن النساء كالرجال في حكم الزيارة

Telah ada   berbagai sebab berziarah bagi wanita, di dalamnya hal itu bisa melembutkan hati, mengalirkan air mata, dan mengingat akhirat dan kematian, dan   pelajaran yang terdapat pada berbagai hadits yang menyebutkan sebab itu menunjukkan bahwa wanita adalah sama dengan laki-laki tentang hukum berziarah (kubur). (Ibid)

Pihak yang membolehkan telah mengkoreksi alasan-alasan pihak yang melarang ini. Imam Ibnu Abdil Bar menyebutkan:

قال أبو بكر وسمعت أبا عبد الله يعني أحمد بن حنبل يسأل عن المرأة تزور القبر فقال أرجو إن شاء الله أن لا يكون به بأس عائشة زارت قبر أخيها قال ولكن حديث ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم لعن زوارات القبور ثم قال هذا أبو صالح ماذا كأنه يضعفه ثم قال أرجو إن شاء الله عائشة زارت قبر أخيها قيل لأبي عبد الله فالرجال قال أما الرجال فلا بأس به

Berkata Abu Bakar: Aku mendengar Abu Abdillah –yakni Imam Ahmad bin Hambal- ditanya tentang wanita yang berziarah kubur. Beliau menjawab: “Aku harap hal itu tidak apa-apa, Insya Allah. ‘Aisyah menziarahi kubur saudaranya. ” Orang itu berkata: “Tetapi ada hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam melaknat wanita peziarah kubur.” Imam Ahmad menjawab: “Hadits ini terdapat Abu Shalih.”   Apa yang dikatakannya seakan dia mendhaifkan hadits ini. Lalu Imam Ahmad berkata: “Aku harap tidak apa-apa, Insya Allah, ‘Aisyah berziarah ke kubur saudaranya.” Ditanyakan kepada beliau: “Kalau kaum laki-laki?” Beliau menjawab: “Ada pun laki-laki, tidak apa-apa.” (At Tamhid, 3/234)‎

Imam As Suyuthi mengatakan, bahwa yang dilaknat dalam hadits ini adalah wanita yang berziarah dengan tanpa menjaga adab dan akhlak, katanya:

إن اللعن محمول على زيارتهم بما لا يجوز كالتبرج والجزع والصياح وغير ذلك مما لا ينبغي ، وأما إذا أمن جميع ذلك فلا مانع من الإذن لهن
                
Sesungguhnya laknat di sini dimaknai bahwa ziarahnya mereka itu dibarengi dengan hal-hal yang tidak diperbolehkan seperti tabarruj (bersolek), mengeluh, berteriak,  dan hal-hal tidak pantas lainnya. Ada pun jika aman dari semua hal ini, maka tidak terlarang mengizinkan mereka (untuk ziarah).(Misykah Al Mashabih, 5/1033).

Imam Asy Syaukani mengomentari penjelasan para imam ini, katanya:

وهذا الكلام هو الذي ينبغي اعتماده في الجمع بين أحاديث الباب المتعارضة في الظاهر

Dan ini adalah perkataan yang  tepat untuk dijadikan pegangan di dalam mengkompromikan hadits-hadits yang secara zahirnya nampak bertentangan dalam bab ini. (Nailul Authar, 4/95)‎

Atas dasar ini, wanita boleh menziarahi kubur meski dalam keadaan haid, maupun nifas.‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar