Ilmu Falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit-khususnya bumi, bulan, dan matahari-pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.
Definisi Ilmu Falak
Di dalam al-Quran, kata falak yang bermakna garis edar/orbit disebut dua kali yaitu:
· وَهُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّہَارَ وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَۖ كُلٌّ۬ فِى فَلَكٍ۬ يَسۡبَحُونَ (٣٣(
Artinya : Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (al-Anbiyâ’: 33)
· لَا ٱلشَّمۡسُ يَنۢبَغِى لَهَآ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّہَارِۚ وَكُلٌّ۬ فِى فَلَكٍ۬ يَسۡبَحُونَ (٤٠(
Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yâ-Sîn: 40)
Menurut Ibnu Khaldun (808 H), ilmu falak adalah ilmu yang membahas tentang pergerakan bintang-bintang (planet-planet) yang tetap, bergerak, dan gumpalan-gumpalan awan yang beterbangan.
Menurut al-Khawarizmi, ilmu perbintangan dalam bahasa Arab dinamakan al-Tanjîm, sedangkan dalam bahasa Yunani dinamakan astronomi, yang mana “astro” artinya bintang, dan “nomia” artinya ilmu. Sedangkan ilmu hai’ah, adalah ilmu tentang susunan orbit dan bentuknya, serta bentuk bumi.
Terminologi ‘Ilmu’l Falak (astronomi) sebenarnya baru muncul pada akhir abad 19 M. Dahulu lebih popular dengan nama ‘Ilmu’l Hai’ah. Nama itu menunjuk pada suatu aspek ilmiah yang didasarkan atas observasi, hampir sama seperti astronomi modern. (Meskipun ‘Ilmu’l Falak modern dapat dikatakan lebih ‘bersih dan suci’ dari ‘Ilmu’l Hai’ah pada zaman dahulu).
Lawan dari ‘Ilmu’l Hai’ah adalah ‘Ilm Ahkâm al-Nujûm atau ’Ilmu’l Ahkâm. Pada masa kini, digunakan kata al-Tanjîm untuk menyebut aspek tidak ilmiah itu.
Al-Farabi (339 H) memasukkan ‘Ilmu’l Falakatau ‘Ilmu’l Hai’ah dalam warisan budaya falak kuno ke dalam sebuah tema yang lebih besar yaitu ‘Ilm al-Nujûm (ilmu bintang). Dari sinilah kemudian ilmu tersebut dibagi menjadi dua macam. Pertama, ‘Ilm Ahkâm al-Nujûm atau yang dapat disebut sebagai al-Tanjîm. Kedua, ‘Ilm al-Nujûm al-Ta’lîmi. Dalam kebudayaan Arab Islam, ilmu falak dimasukkan ke dalam al-‘Ulûm al-Riyâdhiyyah.
Ilmu Falak tergolong ilmu yang paling tua dalam lintasan sejarah peradaban manusia. Ilmu Falak memiliki banyak istilah di antaranya adalah ilmu hisab karena ilmu ini menggunakan perhitungan ( الحساب=perhitungan) dan ilmu ru’yah. Ilmu Falak disebut juga ilmu rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan ( الرصد = pengamatan). Ilmu Falak disebut juga ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas-batas waktu ( الميقات =batas-batas waktu). Ilmu Falak disebut juga ilmu haiah, karena ilmu ini mempelajari keadaan benda-benda langit ( الهيئة = keadaan).
Dalam perkembangannya, Islam banyak melahirkan sarjana-sarjana Falak yang berpengaruh di dunia, antara lain Al-Buzjani (w. 388 H), Ibnu Yunus (w. 399 H), Ibn al-Haitsam (w. 430 H), Al-Biruni (w. 440 H), Abu Ali al-Hasan al-Marrakusyi (w. ± 680 H), Ibn al-Majdi (w. 850 H), dan tokoh-tokoh lainnya. tepatnya masa pemerintahan Jakfar al-Mansur, yang berjasa meletakkan ilmu falak pada posisi istimewa setelah ilmu tauhid, fikih, dan kedokteran. Ketika itu ilmu falak tidak hanya dipelajari dan dipandang dalam perspektif keperluan praktis ibadah saja, namun lebih dikembangkan sebagai pondasi dasar terhadap perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu pelayaran, pertanian, kemiliteran, dan lain-lain. Tidak tanggung-tanggung, khalifah Al-Mansur membelanjakan dana negara yang besar dalam rangka mengembangkan kajian ilmu falak. Tak pelak, Ilmu falak berkembang dan mencapai kecemerlangannya pada peradaban Islam.
Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan peredaran benda-benda angkasa untuk dasar ilmu Falak, antara lain:
[1.] QS. Al An’am ayat 96:
فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang maha perkasa lagi maha mengetahui”. [QS. Al-An’am [06] : 96]
[2.] QS. Yunus ayat 05:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak, Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. [QS. Yunus [10] : 05]
[3.] QS. Al Baqarah ayat 189:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji, dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. [QS. Al-Baqarah [02] : 189]
Ketiga ayat diatas secara zahir menyatakan bahwa perhitungan bilangan tahun dan perhitungan waktu-waktu lainnya adalah melalui pergerakan matahari dan bulan, dan QS. Al-Baqarah ayat 189 diatas menegaskan perbedaan kalender Islam dengan kalender lainnya.
Di dalam al-Qur´an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang peredaran matahari dan bulan yang menandakan adanya rotasi-revolusi bumi dan matahari, antara lain:
[4.] QS. Ar Ra’du ayat 02:
اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى يُدَبِّرُ الأمْرَ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Artinya: “Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu”. [QS. Ar-Ra’d [13] : 02
[5.] QS. Ibrahim ayat 33
وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Artinya: “Dan dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang”. [QS. Ibrahim [14] : 33][4]
[6.] QS. Ar-Rahman ayat 05:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” [QS. Ar Rahman [55]: 05]
Falak pada ayat Al-Qur'an di atas secara bahasa berarti madaar atau orbit, jalur lintasan bintang. Sedangkan ilmu falak ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk benda-benda langit dari segi bentuk, ukuran, keadaan pisik, posisi, gerakan, dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Keterangan mengenai benda-benda langit tersebut dapat diketahui berkat penyelidikan-penyelidikan dengan pertolongan ilmu astronomi atau ilmu perbintangan yang meliputi:
1- Astronomi, menentukan tempat kedudukan di Bumi dan di Langit, menentukan jarak di Bumi dan di Angkasa raya, serta menentukan besarnya benda-benda langit.
2- Astrologi, mempelajari benda-benda langit yang terkait dengan nasib baik dan buruk manusia.
3- Astrometika, mempelajari ukuran benda langit dan jarak benda langit antara yang satu dengan lainnya.
5- Astronomekanika, menyelidiki keadaan gerakan-gerakan seperti rotasi, lintasan-lintasan benda langit, perubahan-perubahan dalam gerakan itu, dan hukum-hukum yang mempengaruhi gerakan-gerakan tersebut.
6- Astrofisika, menyelidiki ihwal benda-benda langit, suhunya, campuran atmosfer, dan sebagainya.
7- Kosmogoni, mempelajari dan menyelidiki bangun dan bentuk serta perubahan-perubahan jagat raya.
8- Kosmologi, mempelajari bentuk, tata himpunan, sifat-sifat, dan perluasan benda langit.
Ilmu falak yang berarti pengetahuan tentang bidang edar ini disebut juga kosmografi yang berarti "catatan tentang alam semesta" (kosmosi = alam semesta; graphien = menulis). disamping itu oleh karena kegiatan yang paling menonjol didalam ilmu ini adalah menghitung, maka juga sering disebut dengan ilmu hisab.
Adapun kelompok yang termasuk dalam kategori Hisab mulai zaman dulu hingga moderen ini adalah sebagai berikut :
1. Hisab ‘Urfiy: untuk memberikan perkiraan hari-hari terakhir bulan qomariah, seperti yang tercantum pada kalender jawa islam dari mataram yang mengabungkan bulan bulan arab dengan bahasa jawa antaranya:
Bulan bulan Arob = Jawa:
1. Muharrom = Suro,
2. Sofar = Sapar,
3. Robiul Awal = Mulud,
4. Robiul Akhir = Bakda Mulud,
5. Jumadil Awal = Jumadilawal,
6. Jumadil Akhir = Jumadilakir,
7. Rojab = Rejeb,
8. Sya’ban = Ruwah,
9. Romadhon = Poso,
10. Syawal = Sawal,
11. Dzulkaidah = Selo,
12. Dzulhijjah = Besar, atau Dulkongidah atau Dulkijah.
Windu / 8 Tahun sekali:
1. alif,
2. ehe,
3. jim awal,
4. je,
5. dal,
6. be,
7. wau,
8. jim akhir
Nama hari Indonesia = Jawa
1. Senin = Senen,
2. Selasa =Seloso,
3. Rabu= Rebo,
4. Kamis = Kemis,
5. Jumat = Jemuah,
6. Sabtu = Setu,
7. Minggu = Ahad
Nama Pasaran Jawa / 5 Harian:
1. Legi,
2. Pahing,
3. Pon,
4. Wage,
5. Kliwon
Penentuan tanggal 1 bulan hijriyah ditentukan dengan table / hitungan pasti:
( ASAPON = Tahun Alif Selasa Pon )
( HEKADPON = Tahun Ehe ahad pon )
(JIMAHPON = Tahun Jim jemuah pon ) dst.
Maka setiap tahun bila tahun alif pasti awal Muharom = Suro adalah SELASA PON, bila tahun Ehe maka satu Muharom = Suro adalah AHAD PON = MINGGU PON, bila tahun JIM maka satu Muharom = Suro adalah JEMUAH PON = JUMAT PON dst.
2. Hisab Haqiqiy Bittaqribiy (=hisab konvensional); adalah untuk memberikan pencarian jam-jam terakhir di bahagian akhir bulan qomariah. Contoh : seperti yang tercantum pada halaman kitab :
a. Sullamun Nayyirain oleh Muhammad Manshur ibn Abd. Hamid ibn Muhammad ad-Damiri al- Batawi, dengan lokasi markaz observasinya kota Jakarta (=lintang : -06o 10’ LS, bujur : 106o 49’ BT ). Dengan Jazairul Khalidat (=garis bujur bumi) sebagai bujur standard 00 adalah Ujung Timur Amerika Latin atau pada posisi bujur geografis : 350 11’ BB.
b. Al Fathurrau fil Manan oleh Abu Hamdan ibn. Abd. Jalil ibn. Abd. Hamid al-Kudusy; dengan lokasi markaz observasinya kota Semarang (=lintang : -070 00’ LS, bujur : 1100 24’ BT ).
c. Risalatul Qomarain oleh KH. Mawawi Muhammad Yunus al-Kadiriy; dengan lokasi markaz observasinya kota Kediri (=lintang : -070 49’ LS, bujur : 1120 00’ BT).
3. Hisab Haqiqiy Bittahqiqiy; adalah untuk memberikan perkiraan menit-menit terakhir pada suatu jam di akhir bulan qomariah. Hisab Haqiqiy Tahqiqiy; Kelompok sistim ini menggunakan table-tabel yang sudah dikoreksi dan menggunakan perhitungan yang relative lebih rumit dari pada kelompok aliran Hisab Haqiqiy Taqribiy serta telah memakai ilmu ukur segitiga bola Contoh seperti yang tercantum dalam kitab:
a. a.Badi’atul Mitsal oleh KH. Muhammad Ma’shum ibn. ‘Ali al-Jombangi; dengan lokasi markaz observasinya kota Jombang (Jawa Timur, lintang : -070 48’ LS, bujur : 1120 12’ BT ).
b. Nurul Anwar oleh KH. Noor Ahmad Shadiq ibn. Saryani al-Jepara; dengan lokasi markaz observasinya kota Jepara (Jawa Tengah; lintang : -060 36’ LS, bujur : 1100 40’ BT ).
4. Hisab Kontemporer ; hampir sama dengan hisab haqiqiy bittahqiqiy, akan tetapi data-data hisab yang dipakai selalu didasarkan kepada data-data yang terakhir. Contoh : seperti Ephemeris, Nautika, Assyahru dan lain-lain. Hisab Haqiqiy Kontemporer, Kelompok aliran sistim ini dalam teoritis dan aplikasinya telah menggunakan media komputerisasi dan peralatan canggih seperti : Kompas, Theodolit, GPS, dan sebagainya. Dalam perhitungan data-data hisab nya menggunakan rumus-rumus yang sangat rumit disamping menggunakan teori ilmu ukur segitga bola , semua data hisab diprogramkan melalui perangkat komputerisasi untuk memperkecil kesalahan dalam perhitungan dan akurasi hasil perhitungan sesuai dengan kenyataannya di markaz observasi.
Ilmu hisab falak adalah ilmu yang diajarkan Allah kepada hamba-Nya secara langsung, sekaligus sebagai bukti al-Qur'an kalam Allah bukan buatan Muhammad seorang yang ummi sebagaimana yang dituduhkan sebagian orang-orang kafir, sekaligus sebagai bukti kebenaran berita al-Qur'an yang merupakan mu'jizat sepanjang zaman. Dalil-dalil ini di antaranya:
الرحمن علم القرءان خلق الإنسان علمه البيان الشمس والقمر بحسبان (الرحمن:1-5)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur'an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون(يونس:5)
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui
Pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa ilmu hisab bukan sebagai ilmu Islam justru bertentangan dengan banyak dalil dari al-Qur'an, dan jelas suatu pendustaan terhadap firman Allah.
Pandangan sebagian ulama terdahulu yang menentang hisab terutama muncul dari kalangan mereka yang kurang memahami Ilmu ini dan mengabaikan firman-firman Allah dalam al-Qur'an mengenai hisab dan ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian diikuti fara muqallidin dari kalangan ulama khalaf yang mengikuti pendahulunya dengan menisbahkannya sebagai sunnah. Inilah yeng menjadi akar timbulnya pertentangan di kalangan ummat karena mereka telah meninggalkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.
Sikap penolakan terhadap ilmu hisab khususnya untuk penetapan bulan-bulan 'ibadah terutama dilatarbelakangi oleh:
Ketidak-fahaman sebagian ulama (bukan ahli hisab) tentang hakikat ilmu hisab dan menganggapnya sebagai ilmu meramal yang tidak bisa mencapai derajat yakin.
Adanya anggapan bahwa ilmu hisab sebagai bagian dari ilmu peramalan nasib dengan bintang yang ditentang Islam, sehingga haram menggunakannya.
Ketidak-fahaman para penentang hisab yang menganggap hisab sama-sekali lepas dari ru'yat dan menyalahi sabda-sabda Rasulullah tentang penetapan penanggalan Islam terutama bulan-bulan 'ibadah.
Alasan-alasan di atas dengan jelas ditentang oleh Allah seperti dalam dalil-dalil tersebut di atas, yang menyatakan bahwa sifat 'bi-husbaan' merupakan sunnatullah yang sama sekali berbeda dengan ilmu meramal nasib oleh para ahli nujum (astrologi), bahkan mendalami astronomi sangat dianjurkan oleh Allah Ta'ala.
Penolakan terhadap ketetapan Allah ini jelas-jelas merupakan kekufuran terhadap ayat-ayat Allah yang tidak mungkin dilakukan oleh generasi awal ummat ini, dengan demikian terbantahlah anggapan bahwa telah adanya ijma' dari generasi awal ummat bahwa mereka menolak hisab. Yang benar adalah mereka belum menguasai ilmu hisab falak sehingga mereka tidak sepenuhnya menggunakannya, sebagaimana yang akan kita bahas berikut ini.
Anggapan bahwa ilmu hisab sebagai bagian dari ilmu peramalan nasib dengan bintang yang ditentang Islam, sehingga haram menggunakannya sama sekali tidak bisa dipertanggung-jawabkan dan bertentangan dengan firman Allah bahwa itu merupakan ketetapan-Nya yang haq (sunatullah) dan sama sekali tidak sama dengan ilmu ramalan bintang. Pendapat ini muncul dari kebodohan orang tentang ilmu ini dan enggan untuk mentafakuri ayat-ayat Allah tentang alam semesta, sebagaimana tersebut dalam firman Allah
إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب(190)الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار (أل عمران: 191)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Anggapan bahwa hisab sama-sekali lepas dari ru'yat dan menyalahi sabda-sabda Rasulullah tentang penetapan penanggalan Islam jelas suatu pendapat yang sangat keliru, karena ilmu hisab falak ini lahir dari serangkaian penelitian data-data ru'yat yang dilakukan selama periode yang panjang bahkan dari generasi ke generasi, serta melalui tahap ujicoba dan analisis yang cermat sehingga ditemukan formulasi hisab, yang akurat dan teruji dengan baik.
Al-Qur'an menekankan Hisab untuk Penentuan Penanggalan
Landasan penanggalan kalender Islam (kalender hijriyyah) ditetapkan langsung oleh Allah dalam al-Qur'an dalam beberapa ayat yang terpisah-pisah.
إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السموات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين (التوبة:36)
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Berdarakan ayat di atas, Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita bagaimana kalender Islam seharusnya dibangun yang berbeda dengan kalender luni-solar yang sebelumnya digunakan oleh Arab pra Islam. Kalender Arab pra-Islam adalah kalender qamariyah yang disesuaikan dengan periode pergantian musim tahunan, sehingga setelah periode tertentu, satu tahun ada penambahan satu bulan untuk menyesuaikan dengan musim tahunan. Bulan tersebut dikenal dengan bulan Nasi. Dan oleh Islam kebiasaan tersebut dibatalkan. Selanjutnya Allah berfirman:
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ(التوبة:37)
Sesungguhnya an-nasi’ (mengundur-undurkan bulan haram) itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Allah juga menegaskan bahwa wujud hilal-lah yang menjadi batas-batas berawal dan berakhirnya suatu bulan, yaitu hilal yang dapat disaksikan di akhir setiap bulan. Dan oleh karena pergantian hari kalender Islam adalah maghrib maka hilal tersebut adalah hilal yang muncul bersamaan dengan terbenamnya Matahari. Allah berfirman:
يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج (البقرة:189)
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji
Allah menjelaskan suatu fenomena sekaligus mengajarkan bahwa Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungan.
الرحمن علم القرءان خلق الإنسان علمه البيان الشمس والقمر بحسبان (الرحمن:1-5)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur'an, Yang telah menciptakan manusia, Yang mengajarinya ilmu pengetahuan. Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungan.
Bahkan Allah menjelaskan bahwa sebagai akibat dari peredaran tersebut, fase-fase bulan terbentuk dan membentuk siklus bulanan. Allah berfirman:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ(يس: 39)
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
Fase dari hilal pertama ke hilal berikutnya dari satu siklus itulah yang dinamakan satu bulan. Allah Ta’ala menjelaskan bahwa terbentuknya fase-fase tadi merupakan suatu ketetapan Allah yang semuanya bisa diukur, bisa dihitung dan dengannyalah Allah mengajarkan ilmu bagaimana menghitung tahun dan menghisabnya kepada kita.
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون إن في اختلاف الليل والنهار وما خلق الله في السموات والأرض لآيات لقوم يتقون(يونس:5-6)
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah menjelaskan dengan itu bukti-bukti kebenaran firmanNya, bahwa al-Qur'an adalah kalamullah mustahil dibuat oleh Muhammad saw seorang yang ummi melainkan semata-mata wahyu Allah yang diterimanya dan disampaikannya kepada ummatnya apa adanya.
Bukti-bukti ini memang pada masa-masa awal Islam belum bisa dipahami sepenuhnya oleh kaum muslimin karena kebanyakan dari mereka adalah kaum yang ummi, namun al-Qur'an adalah mu’jizat sepanjang zaman yang akan membatalkan setiap tuduhan siapapun yang mengatakan al-Qur'an buatan Muhammad. Dan bukti-bukti ini telah terbukti bagi kita sekarang. Lalu apakah kita masih akan ragu dengan kebenaran al-Qur'an? Inilah mungkin rahasia yang terungkap dari turunnya ayat al-Qur'an surat Ali Imran 190-191.
إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب(190)الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار (أل عمران:191)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Dalam suatu riwayat dijelaskan setelah turun ayat ini Rasulullah terus menerus menangis sepanjang malam bahkan ketika Rasulullah melaksanakan shalat malam, hingga ketika waktu shubuh datang dan Rasulullah belum hadir Bilal mengunjunginya dan menanyakannya apa gerangan yang membuat seorang Rasul yang ma’shum menangis. Rasulullah menjawab turunnya ayat inilah yang membuatnya menangis. Lantas beliau mengatakan celakalah orang yang membacanya tapi tidak mau mentafakurinya.
Rasulullah Mengajarkan Prinsip-prinsip Dasar Hisab
Penggunaan hisab ini sebagai dalil penentuan penanggalan qamariyah maupun waktu-waktu ibadah lainnya ditetapkan dan dijamin oleh Allah, namun kaum muslimin saat itu bukanlah orang-orang yang bisa menghisab bulan. Pengetahuan ilmu hisab belum berkembang saat itu dikalangan kaum muslimin. Perhitungan yang dikenal dan dikuasai umumnya sebatas perhitungan-perhitungan sederhana yang biasa digunakan dalam transaksi jual-beli, takar-menakar, dan sebagainya. Untuk menentukan waktu harian mereka biasa melihat posisi Matahari; dan untuk menentukan penanggalan, mereka melihat posisi dan fase bulan. Praktek ru’yat ini merupakan praktek yang sudah terbiasa dikalangan bangsa Arab pra Islam, tidak ada yang asing dalam hal bagaimana meru’yat hilal, dan memahami perubahan fase-fase bulan. Mereka bisa secara langsung memprediksi tanggal berapa hanya dari melihat posisi dan fase bulan yang muncul.
Rasulullah menyampaikan sesuatu yang baru dalam menetapkan penanggalan dalam Islam sesuai ketentuan Allah. Beliau mengoreksi sistem penanggalan era pra-Islam yang mengenal adanya bulan ke-13 pada tahun-tahun tertentu dan menetapkan hanya ada 12 bulan dalam satu tahun sebagaimana telah dijelaskan di muka. Beliau juga menjelaskan dan memperkenalkan hisab secara sederhana dan bertahap tanpa secara langsung meninggalkan ru’yat. Apa yang dijelaskan Rasulullah adalah membimbing kaum muslimin bagaimana memahami hisab secara sederhana dengan menekankan pada kaidah-kaidah dasar yang harus dipenuhi, yang bisa dijadikan rujukan baik bagi kalangan awam maupun para ulama Islam berikutnya.
Berikut ini di antara dalil-dalil yang menceritakan panduan-panduan yang diajarkan Rasulullah untuk menghisab bulan
Ilmu hisab juga disebut juga ilmu falak. Secara bahasa, falak berarti tempat peredaran bintang atau benda langit. Ibnu Manzhur berkata: “Falak adalah tempat peredaran bintang. Bentuk jamanya aflak.
Sedang hisab secara bahasa bermakna menghitung.
Diantara penggunaan arti ini adalah firman Allah Ta’ala:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.
Adapun secara istilah, yang dimaksud dengan ilmu hisab atau ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tentang posisi benda-benda langit.
Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus kepada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi. Ilmu inilah yang saat ini dikenal dengan ilmu astronomi, meski cakupan astronomi lebih luas daripada sekedar ilmu hisab atau falak.
Nashul Hadits
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي اللَّيْثُ ، عَنْ عُقَيْلٍ ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ : أَخْبَرَنِي سَالِمٌ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ.
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah menceritakan kepada saya Al-Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Ibnu’Umar radliallahu ‘anhuma berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kamu melihatnya maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya lagi maka berbukalah. Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya.”
Selain hadits riwayat Imam Bukhari di atas, masih terdapat beberapa riwayat yang berkaitan dengan tema di antaranya dikeluarkan oleh Imam Muslim, Ashabus Sunan dan yang lainnya serta sekurang-kurangnya derajat hadits di atas masyhur jika di tinjau dari segi kuantitas. Adapun kualitas haditsnya tidak diragukan lagi keshahihannya.
Hadis Mutabi’/Syawahid
وَحَدَّثَنِى زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ.
“Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Isma’il dari Ayyub dari Nafi’ dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhumaa, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhya hitungan bulan itu adalah dua puluh sembilan hari, maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat Hilal, dan jangan pula berbuka hingga kalian melihatnya terbit kembali. Dan bila hilal itu tertutup dari pandangan kalian, maka kira-kiralah.”
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Satu bulan itu berjumlah dua puluh sembilan malam (hari) maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlahnya menjadi tiga puluh.”
وَحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِى حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بِهَذَا الإِسْنَادِ وَقَالَ « فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا ثَلاَثِينَ »
“Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Ubaidullah, dengan sanad ini dan berkata: “Dan bila hilal itu tertutup dari pandangan kalian, maka sempurnakan tiga puluh.”
Selain hadits di atas, masih banyak riwayat lain yang tidak disebutkan agar tidak terlalu panjang namun tetap tidak mengurangi pemahaman kita terhadap hadits seputar hilal di atas.
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقَدَّمُوا الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلَا بِيَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ ذَلِكَ صَوْمًا كَانَ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Janganlah kalian mendahului berpuasa sehari atau dua hari (sebelum bulan Ramadlan) kecuali jika bertepatan dengan hari puasa yang biasa kalian lakukan, mulailah berpuasa setelah melihat hilal dan berbukalah dengan melihat hilal pula, jika cuaca mendung, maka genapkanlah puasa tiga puluh hari
Hadist muttafaq alaihi (diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim) yang berbunyi:
حدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
"Berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal) Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354)
Dari hadist hadits diatas, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW hanyalah menetapkan "melihat bulan" (rukyatul hilal) sebagai causa prima dari permulaan ibadah puasa dan permulaan Idul Fitri, dan bukan dengan sudah wujud tidaknya ataupun apalagi cara menghitungnya. Terbukti, dari penggalan kedua redaksi ucapan Rasulullah SAW di atas yang menyuruh menyempurnakan bulan Sya'ban sebanyak 30 hari apalagi tidak berhasil melihat walaupun secara perhitungan astronomis (hisab) mungkin sudah ada.
Kenyataan yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, bahwa beliau memerintahkan puasa langsung setelah datang kepada beliau persaksian seorang muslim tanpa menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla' yang sama dengan beliau atau berjauhan. Sebagaimana dalam hadits:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا
"Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud sang badui yaitu hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda: Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah? Dia berkata: Benar. Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata: Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Dia berkata: Ya benar. Kemudian Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berpuasa besok." (HR Abu Daud 283/6)
Sumber Khilafiah
Sebagian ulama termasuk di Indonesia menjadikan hadits di atas sebagai landasan di perbolehkannya ilmu hisab dalam menentukan bulan Ramadhan dan ‘Idain (‘Idul fitri & ‘Idul Adha) dengan beristidlal bahwa makna فَاقْدُرُوا لَهُ adalah “maka perkirakanlah”.
Para ulama berselisih pendapat mengenai makna فَاقْدُرُوا لَهُ menjadi beberapa pendapat, yaitu:
1) menyempurnakan, sebagaimana pada firman Allah Ta’ala:
…إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan bagi segala sesuatu ketetapan yang sempurna.”
2) menyempitkan, firman Allah Ta’ala:
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun apabila Tuhannya mengujinya lalu menyempitkan rizkinya maka ia berkata: “Tuhanku menghinakanku.”
3) menentukan, firman Allah Ta’ala:
فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ
“Lalu kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.”
Adapun ulama yang beranggapan bahwa فَاقْدُرُوا لَهُ dengan makna memperkirakan dengan ilmu hisab beralasan dengan sabda Nabi sallahu ‘alaihi wasallam yang panjang tentang Dajjal. Yang di antaranya disebutkan bahwa para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, berapa lama dia tinggal di muka bumi?” Maka Rasulullah menjawab:
« أَرْبَعُونَ يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ ». فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلاَةُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ قَالَ « لاَ اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ …
“Empat puluh hari. Satu hari seakan setahun, dan sehari seakan sebulan, dan sehari seakan sepekan dan hari-harinya dia sama sebagaimana hari-hari kalian.” Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, pada hari yang seakan satu tahun, apakah shalat kami akan mencukupi untuk waktu sehari semalam?” beliau menjawab: “Tidak, namun kira-kiralah (setiap waktu shalat).
Metode Jam’u Ar-Riwayat (Sebuah Analisis)
Sudah merupakan suatu yang mapan dalam ilmu mustholah hadits dan ushul fiqh bahwa apabila sebuah hadits diriwayatkan dengan beberapa riwayat, maka wajib menggabungkan semua riwayat tersebut apabila menuju pada suatu makna yang sama. Apabila tidak demikian, maka akan terjerumus dalam kesalahan memahami makna sebuah hadits.
Pada kasus ini, jika kita menelaah riwayat-riwayat hadits tentang hilal ini niscaya akan kita temukan banyak riwayat, yaitu:
فَاقْدِرُوا ثَلاَثِي
“Maka sempurnakan tiga puluh hari”
فَاقْدُرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
“Maka sempurnakan baginya tiga puluh hari”
فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
“Maka hitunglah tiga puluh”
فَاقْدِرُوا لَهُ
“Maka Taqdirkanlah”
Dari semua riwayat di atas, hanya satu riwayat terakhir yang bisa di bawa pada arti perkirakanlah. Namun, membawa lafazh ini pada arti perkirakanlah sangat jauh karena riwayat-riwayat lainnya sangat tegas bahwa makna taqdir di sini berarti menyempurnakan hitungan menjadi tiga puluh hari.
Pendapat Ulama
Dalam kitab Fathul Qodir fiqh madzhab Hanafi pada jilid ke 4 hal 291 dijelaskan:
وَإِذَا ثَبَتَ فِي مِصْرَ لَزِمَ سَائِرَ النَّاسِ فَيَلْزَمُ أَهْلَ الْمَشْرِقِ بِرُؤْيَةِ أَهْلِ الْمَغْرِبِ فِي ظَاهِرِ الْمَذْهَبِ
"Apabila telah ditetapkan bahwa hilal telah terlihat di sebuah kota, maka wajib hukumnya penduduk yang tinggal di belahan bumi Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil kaum muslimin yang berada di belahan bumi Barat".
Dalam ta'bir di atas telah dijelaskan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam yang tinggal di daerah Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil oleh kaum muslimin di wilayah Barat. Dan sebaliknya, apabila mereka yang tinggal di wilayah Timur terlebih dahulu telah melihat dan menetapkannya, maka kewajibannya lebih utama karena secara otomatis umat Islam bagian Timur terlebih dahulu melihat hilal dari pada mereka yang tinggal di Barat.
Dalam kitab Furu' Milik ibn Muflih fiqh madzhab Hambali juz 4 hal 426 disebutkan:
َإِنْ ثَبَتَتْ رُؤْيَتُهُ بِمَكَانٍ قَرِيبٍ أَوْ بَعِيدٍ لَزِمَ جَمِيعَ الْبِلَادِ الصَّوْمُ ، وَحُكْمُ مَنْ لَمْ يَرَهُ كَمَنْ رَآهُ وَلَوْ اخْتَلَفَتْ الْمَطَالِعُ
"Apabila bulan telah terlihat dalam suatu tempat, baik jaraknya dekat atau jauh dari wilayah lain, maka wajib seluruh wilayah untuk berpuasa mengikuti ru'yah wilayah tersebut. Hukum ini juga berlaku bagi mereka yang tidak melihatnya sepertihalnya mereka yang melihatnya secara langsung, dan perbedaan wilayah terbit bukanlah penghalang dalam penerapan hukum ini"
Dalam kita Mawahib Jalil fi Syarh Mukhtashor Syaikh Kholil juz 6 hal 396 dijelaskan:
أَمَّا سَبَبُهُ أَيْ الصَّوْمِ فَاثْنَانِ الْأَوَّلُ : رُؤْيَةُ الْهِلَالِ وَتَحْصُلُ بِالْخَبَرِ الْمُنْتَشِرِ
"Adapun sebab diwajibkannya puasa ada dua, yang pertama: terlihatnya bulan, dengan syarat ru'yahnya melalui kabar yang sudah tersebar luas."
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa penetapan bulan Ramadhan hanya ditetapkan dengan terlihatnya bulan tanpa disebutkan adanya syarat-syarat lain untuk diterimanya ru'yah ini, yaitu diantaranya tanpa dengan menyebutkan ketentuan perbedaan terbitnya bulan pada wilayah yang berjauhan (ikhtilaf matholi').
Kitab Bughyatul Mustarsyidin
لاَ يَثْبُتُ رَمَضَانُ كَغَيْرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ إِلاَّ بِرُؤْيَةِ الْهِلاَلِ أَوْ إِكْمَالِ الْعِدَّةِ ثَلاَثِيْنَ بِلاَ فَارِقٍ
Bulan Ramadhan sama seperti bulan lainnya tidak tetap kecuali dengan melihat hilal, atau menyempurnakan bilangan menjadi tiga puluh hari.
Kitab Al-‘Ilm al-Manshur fi Itsbat al-Syuhur
قَالَ سَنَدُ الْمَالِكِيَّةِ لَوْ كَانَ اْلإِمَامُ يَرَى الْحِسَابَ فِي الْهِلاَلِ فَأَثْبَتَ بِهِ لَمْ يُتْبَعْ لإِجْمَاعِ السَّلَفِ عَلَى خِلاَفِهِ
Para tokoh madzhab Malikiyah berpendapat: “Bila seorang penguasa mengetahui hisab tentang (masuknya) suatu bulan, lalu ia menetapkan bulan tersebut dengan hisab, maka ia tidak boleh diikuti, karena ijma’ ulama salaf bertentangan dengannya.”
Ibnu Hajar berkata pada perkataan Rasulullah فإن غم عليكم فاقدروا له jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan peprkataan itu adalah “Lihatlah pada awal bulan dan hitunglah tiga puluh hari.” Hal ini ditegaskan juga dengan beberapa riwayat lain yang sangat jelas.
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Syarh Muslim bahwa Imam Al-Maziri berkata: “Jumhur ulama dari kalangan fuqoha membawa pengertian فَاقْدُرُوا لَهُ menyempurnakan bilangan menjadi tiga puluh sebagaimana ditafsirkan oleh hadits yang lain.
Ibnu Abdil Barr menjelaskan dengan menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas, “secara fiqih, satu bulain itu terkadang dua puluh Sembilan hari dan Allah memerintahkan hambanya beribadah shaum dengan melihat hilal ramadhan atau dengan menggenapkan bulan sya’ban tiga puluh hari dan itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala: فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه.
Sesungguhnya persaksiannya dengan rukyah merupakan keyakinan yang tidak bisa dihilangkan dengan keraguan. Karena Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasalam menyuruh manusia untuk tidak mengajak apa yang mereka di atasnya dari keyakinan mereka pada bulan sya’ban kecuali dengan rukyah dan menyempurnakan bilangan.
Takhtimah
Apabila kita mengumpulkan semua riwayat tentang hadits-hadits seputar hilah dapat di simpulkan bahwa makna dari dari kata فَاقْدُرُوا لَهُ menjurus pada makna yang sama yaitu menyempurnakan bilangan sebagaimana hadits yang satu menafsirkan hadits yang lainnya.
Ilmu hisab bukanlah sesuatu yang qoth’i, melainkan masih menyisakan banyak permasalahan keilmiahan sebagaimana banyak diakui oleh sebagian ahli astronomi. Oleh karena itu, sebagian ulama Islam dari dulu sampai sekarang tidak memperbolehkan menggunakan ilmu ini untuk menetapkan awal bulan puasa dan hari raya.
Namun, bukan berarti kita menolaknya sama sekali, karena ilmu hisab adalah ilmu yang banyak manfaatnya baik yang berhubungan dengan masalah kita maupun lainnya. Diantara manfaat yang bisa digunakan adalah:
1) Ilmu hisab dapat digunakan unutk menetapkan kalender hijriyyah yang sangat bermanfaat untuk kehidupan umat Islam. Namun ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan sipil dan administrasi, dan bukan untuk ibadah.
2) Ilmu hisab boleh digunakan untuk menentukan waktu shalat, karena waktu shalat tidak diisyaratkan dengan melihat tanda-tanda masuk secara langsung.
3) Bisa membantu rukyah hilal, dengan cara menentukan di sebelah mana letak hilal dari tempat terbenamnya matahari, sehingga dalam proses rukyah hilal bisa difokuskan melihat pada posisi tersebut.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ(الجاثية: 23)
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Wahai saudara-saudaraku, berhentilah dari mencaci-caci kebenaran dan menuduhnya sebagai sesuatu yang bid’ah, padahal hati kalian menerimanya. Kalian bertahan hanya karena mengikuti faham orang-orang terdahulu yang belum tentu mereka itu rela untuk diikuti setelah mereka tahu dalam hal ini mereka keliru padahal kalian meyakini mereka adalah orang-orang yang selalu siap kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian seperti kaum yang disinyalir Allah dalam al-Qur’an:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا ءَابَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ(الأعراف: 28)
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?
Orang-orang beriman akan bersikap:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ(أل عمران: 135)
Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Segenap Manajemen Bolavita Mengucapkan Selamat Merayakan Tahun Baru Imlek 2570
BalasHapusKongzili Semoga Di Tahun Babi Tanah Diberikan Rejeki Lebih Banyak
Dibandingkan Tahun Sebelumnya
WA : +62812-2222-995