Sungguh miris hati ini bila melihat tayangan di televisI yang menggambarkan adanya perkelahian dan tarungan serta kerusuhan massal yang melibatkan dua kelompok massa, dimana ternyata kedua kelompok yang bertarung dan tawuran tersebut tidak lain ternyata adalah sesama kaum muslimin.
Sesama muslim rela berdarah-darah bahkan sampai ada yang tewas terkena senjata tajam tiada lain hanyalah sekedar terbawa kemarahan yang tidak tertahankan dan kesabaran yang sirna.
Atas kejadian yang sering melanda di berbagai tempat di negeri ini menjadikan syaithan sangatlah bergembira ria, karena keberhasilannya menggoda mereka-mereka kaum muslimin yang mudah digoda dan diperdaya oleh para syaithan yang terlaknat.
Islam yang bersumb er dari wahyu Illahi berupa Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan agama dengan syari’at yang sangat sempurna dan sangat lengkap yang mengatur segala sesuatunya tidak saja aturan hubungan manusia dengan pencipta-Nya, tetapi juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan aturan hubungan pergaulan sesama manusia (muslim).
Sebagai umat muslim seharusnya prihatin terhadap tingkah polah mereka-mereka yang samasekali tidak pernah mau memperdulikan aturan Islam tentang bagaimana seharusnya antara sesama muslim dalam berinteraksi sehingga terhindar dari hal-hal yang bersifat negatif dan berakibat fatal seperti tawuran dan saling bunuh membunuh satu sama lainnya.
Dalam ulasan berikut ini secara sepintas diketengahkan bagaimana seharusnya akhlak perilaku sesama muslim satu sama lainnya sebagai orang yang saling bersaudara.
Bergaul Dengan Sesama saudara Muslim dengan Akhlak Yang Baik
Sebagai agama yang penuh kasih sayang sesama manusia khususnya terhadap sesama muslim yang disebutkan saling bersaudara satu sama lainnya mutlak dilandasi dengan akhlak yang baik, dimana akhlak yang baik mempunyai keutamaan dalam Islam. Dan Islam memerintahkan kepada umatnya untuk berakhlak yang baik dalam melakukan pergaulan, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi rahimahullaah ta’ala dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu :
سنن الترمذي ١٩١٠: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ وَأَبُو نُعَيْمٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ مَحْمُودٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ مَحْمُودٌ وَالصَّحِيحُ حَدِيثُ أَبِي ذَرٍّ
Sunan Tirmidzi 1910: dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik." Hadits semakna juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah pula memerintahkan kepada umat Islam agar memperlakukan orang dengan akhlak yang b aik, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad rahimahullaah ta’ala dalam Musnad beliau dari Mu’adz radhyallaahu’anhu :
مسند أحمد ٢٠٩٨٤: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ مُعَاذٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا مُعَاذُ أَتْبِعْ السَّيِّئَةَ بِالْحَسَنَةِ تَمْحُهَا وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
فَقَالَ وَقَالَ وَكِيعٌ وَجَدْتُهُ فِي كِتَابِي عَنْ أَبِي ذَرٍّ وَهُوَ السَّمَاعُ الْأَوَّلُ قَالَ أَبِي وَقَالَ وَكِيعٌ قَالَ سُفْيَانُ مَرَّةً عَنْ مُعَاذٍ
Musnad Ahmad 20984: dari Mu'adz bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda padanya; "Hai Mu'adz! Ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya akan menghapusnya dan perlakukan orang dengan akhlak yang baik."
Sesama Muslim Saling Bersaudara
Islam telah mensyari’atkan bahwa orang-orang yang beriman yang dalam hal ini adalah orang orang muslim sesungguhnya satu sama lain saling bersaudara . Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar memperbaiki hubungan antara sesama saudaranya. Hal ini ditegaskan Allah ta’ala dalam firman –Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS.Al Hujuraat : 10)
Di dalam ayat lain disebutkan pula Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.( QS.Ali Imran: 103 )
Ayat Allah itu membawa suatu petunjuk kepada kita bahwa orang beriman itu saling bersaudara satu sama lain tidak saling bermusuhan dan bersatu dalam islam.
Jika orang-orang mukmin itu bersaudara mereka diperintahkan untuk dapat melunakkan hati dan mempersatukannya, dilarang melaku kan apa yang dapat menyebabkan perpecahan dan perselisihan. Berkata Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi: "Persaudaraan Islam itu lebih kuat dari persaudaraan karena nasab."
Kalimat "jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara" maksudnya hendaklah kamu saling bergaul dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang, keramahan, kelembutan, dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati ikhlas dan jujur dalam segala hal. Kalimat "seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya" Yang dimaksud menelantarkan yaitu tidak memberi bantuan dan pertolongan.
Rasullullah Shallallahu’alaihi wa Sallam Mempersaudarakan sesama muslim
Pentingnya memiliki rasa persaudaraan di dalam islam ditunjukkan dan disikapi oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa salam yang patut dijadikan contohd an teladan oleh umat beliau, dimana berdasarkan catatan sejarah pada saat sebagian kaum muslimin yang terdiri dari sahabat-sahabat setia yang berhijrah dari Mekah ke Madinah mengikuti Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang dikenal dengan sebutan kaummuhajirin, setibanya di Madinah dipersaudarakan dengan orang-orang Muslim Madinah yang dikenal dengan sebutan kaum anshar. Hal ini tercatat dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud rahimahullaah ta’ala yang berasal dari Anas bin Malik radhyallaahu’anhu :
سنن أبي داوود ٢٥٣٧: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ
حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِنَا فَقِيلَ لَهُ أَلَيْسَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حِلْفَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِنَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا
Sunan Abu Daud 2537: dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan antara orang-orang muhajirin dan anshar di rumah kami. Kemudian dikatakan kepadanya; bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengatakan: "Tidak ada perjanjian dalam Islam?" Kemudian ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan antara orang-orang muhajirin dan anshar di rumah kami. Ia mengucapkannya dua atau tiga kali.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam at Tirmidzi dari sahabat Ibnu Umar radhyallaahu’anhu :
سنن الترمذي ٣٦٥٤: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ قَادِمٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ صَالِحِ بْنِ حَيٍّ عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ جُمَيْعِ بْنِ عُمَيْرٍ التَّيْمِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
آخَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ فَجَاءَ عَلِيٌّ تَدْمَعُ عَيْنَاهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ آخَيْتَ بَيْنَ أَصْحَابِكَ وَلَمْ تُؤَاخِ بَيْنِي وَبَيْنَ أَحَدٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ أَخِي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَفِي الْبَاب عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أَوْفَى
Sunan Tirmidzi 3654: dari Ibnu Umar dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan antara para sahabatnya, tiba-tiba Ali datang dengan meneteskan air mata sambil berkata; "Wahai Rasulullah, anda telah mempersaudarakan antara para sahabat anda, namun anda tidak mempersaudarakan antara aku dengan yang lain." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Kamu adalah saudaraku di dunia dan Akhirat." Abu Isa berkata; "Hadits ini adalah hadits hasan gharib, dan dalam bab ini juga ada riwayat dari Zaid bin Abu Aufa."
Tentang dipersaudarakannya antara kaum muhajirin dan dengan kaum anshar sebagai sesama muslim juga disinggung dalam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala :
صحيح البخاري ٣٤٩٦: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ
لَمَّا قَدِمُوا الْمَدِينَةَ آخَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ قَالَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنِّي أَكْثَرُ الْأَنْصَارِ مَالًا فَأَقْسِمُ مَالِي نِصْفَيْنِ وَلِي امْرَأَتَانِ فَانْظُرْ أَعْجَبَهُمَا إِلَيْكَ فَسَمِّهَا لِي أُطَلِّقْهَا فَإِذَا انْقَضَتْ عِدَّتُهَا فَتَزَوَّجْهَا قَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ أَيْنَ سُوقُكُمْ فَدَلُّوهُ عَلَى سُوقِ بَنِي قَيْنُقَاعَ فَمَا انْقَلَبَ إِلَّا وَمَعَهُ فَضْلٌ مِنْ أَقِطٍ وَسَمْنٍ ثُمَّ تَابَعَ الْغُدُوَّ ثُمَّ جَاءَ يَوْمًا وَبِهِ أَثَرُ صُفْرَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْيَمْ قَالَ تَزَوَّجْتُ قَالَ كَمْ سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ نَوَاةً مِنْ ذَهَبٍ أَوْ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ شَكَّ إِبْرَاهِيمُ
Shahih Bukhari 3496: Telah bercerita kepada kami Isma'il bin 'Abdullah berkata, telah bercerita kepadaku Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari kakeknya berkata; Ketika mereka (Kaum Muhajirin) telah tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan 'Abdur Rahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin ar-Rabi'. Sa'ad berkata kepada 'Abdur Rahman; "Aku adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya, maka hartaku aku akan bagi dua dan aku mempunyai dua istri, maka lihatlah mana diantara keduanya yang menarik hatimu dan sebut kepadaku nanti aku akan ceraikan dan apabila telah selesai masa iddahnya silakan kamu menikahinya". 'Abdur Rahman berkata; "Semoga Alah memberkahimu pada keluarga dan hartamu. Dimana letak pasar-pasar kalian?". melainkan dengan membawa keju dan minyak samin yang banyak. Lalu dia terus berdagang hingga pada suatu hari dia datang dengan mengenakan pakaian dan wewangian yang bagus. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: "Bagaimana keadaanmu?". 'Abdur Rahman menjawab; "Aku sudah menikah". Beliau bertanya lagi: "Berapa jumlah mahar yang kamu berikan padanya?". 'Abdur Rahman menjawab; "Sebiji emas atau seberat biji emas".
Banyak sekali hadits yang membicarakan tentang upaya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam mempersaudarakan para sahabat-sahabat beliau, salah satunya seperti yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Anas bin Malik radhyallaahu’anhu :
صحيح مسلم ٤٥٩٢: حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آخَى بَيْنَ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ وَبَيْنَ أَبِي طَلْحَةَ
Shahih Muslim 4592: dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mempersaudarakan antara Abu Ubaidah bin Jarrah dengan Abu Thalhah
Hadist-hadits tersebut diatas menggambarkan upaya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk mempersatukan hati antara sabahat-sahabat agar timbul rasa kasih sayang dan rasa cinta satu lain dan saling tolong menolong sebagai saudara seagama sehingga akan memperkuat persatuan dalam menegakkan Islam . Selain itu dengan adanya persaudaraan tersebut akan terjalin kerja sama yang saling menguntungkan dan kuta serta tangguh untuk kepentingan da’wah Islam.
Berikutnya berdasarkan hadits Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam tersebut diatas, maka bagi umat Islam yang belakangan merupakan contoh yang perlu diikuti untuk menjadikan sesama muslim itu sebagai saudara seagama dengan memenuhi hak-haknya sebagai muslim dan melakukan tindakan-tindakan yang sejalan bagaimana sikap orang yang saling bersaudara.
Hak sesama muslim
Sebagai sesama muslim yang saling bersaudara karena agama , maka setiap muslim satu sama lainnya mempunyai hak yang sama yang harus dihormati dan dipenuhi oleh masing-masing pihak. Sebagai salah satu contoh hak sesama muslim yang dimaksudkan adalah sebagai yang disebutkan dalam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari sahabat Abu Hurairah radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin
Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari al-Bara :
صحيح البخاري ٤٧٧٧: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ الْأَشْعَثِ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ الْجِنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِيمِ الذَّهَبِ وَعَنْ آنِيَةِ الْفِضَّةِ وَعَنْ الْمَيَاثِرِ وَالْقَسِّيَّةِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ
تَابَعَهُ أَبُو عَوَانَةَ وَالشَّيْبَانِيُّ عَنْ أَشْعَثَ فِي إِفْشَاءِ السَّلَامِ
Shahih Bukhari 4777: dari Al Bara` bin Azib radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kami tujuh perkara dan juga melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami untuk menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menjawab orang yang bersin, menunaikan sumpah, menolong orang yang terzhalimi, menebarkan salam dan memenuhi undangan. Kemudian beliau melarang kami untuk mengenakan cincin emas, memakai bejana perak, mencabut uban, mengenakan Al Qassiyyah (pakaian yang bercampur dengan bahan sutera), Al Istibraq (kain yang dilapisi dengan bahan sutera) dan Ad Diibaj (sejenis pakain dari kain sutera). Hadits ini diperkuat oleh Abu Awanah dan Asy Syaibani dari Asy'ats dalam menyebarkan salam.
Gambaran tentang hak sesama muslim menurut hadits tersebut diatas hanyalah merupakan contoh kecil tentang perlunya sesama muslim untuk memenuhi hak-hak saudara muslim lainnya yang tentunya jauh lebih besar. Karena sesungguhnya sangatlah banyak hak-hak sesama saudara muslim yang harus dipenuhi oleh saudara muslim lainnya, seperti contoh hak-hak saudara muslim pejalan kaki di jalan raya, atau hak-hak saudara muslim lainnya yang sama-sama menaiki kendaraan yaitu untuk tidak saling mendahului hanya sekedar untuk agar cepat sampai ketujuan. Begitu juga dalam hal antrian untuk berbagai keperluan, banyak diantara kaum muslimin yang tidak menghormati hak orang lain, dengan cara mendahului orang lain yang ada di depannya.
Persaudaraan bagi sesama muslim dalam syari’at Islam sangat memegang peran yang penting sehingga persaudaraan tersebut perlu dibina secara intensif dan secara berkelanjutan oleh setiap individu muslim. Beberapa hal yang diperintahkan dalam Islam bagi setiap muslim yang berkaitan dengan akhlak terhadap sesama saudara muslim lainnya sehingga dengan akhlak yang digariskan teresbut dapatlah dibina hubungan yang baik.
Akhlak terpuji seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim antara lain meliputi :
1.Mencintai saudaranya sesama muslim
2.Mencintai karena Allah
3.Tolong menolong
4.Membantu Saudara Yang Kesulitan
5.Menyuruh kepada amar ma’ruf
6. Menutupi a’ib saudaranya sesama muslim
7. Saling menyanyangi satu sama lainnya.
8.Mendoakan kebaikan
9.Menebarkan/mengucapkan salam
10.Saling Berjabatan Tangan Ketika Bertemu
11.Ramah tamah dan rendah hati
12.Mendahulukan Kepentingan Saudaranya daripada Kepentingan Sendiri
13..Berprasangka baik
Berikut ini diulas secara sepintas hal-hal yang telah disyari’atkan sebagai akhlak bagi kaum muslimin dalam rangka membina hubungan persaudaraan sesama muslim sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal dan dihindarkannya kemudharatan sebagai dampak dari terabaikannya syarat-syarat persaudaraan.
1.Saling Mencintai sesama muslim karena Allah
Saling mencintai diantara sesama umat muslim karena Allah perlu ditumbuh kembangkan oleh kaum muslimin sehingga dengan adanya rasa cinta tersebut maka akan terciptalah suasana yang harmonis ditengah-tengah masyarakat muslim. Dengan adanya rasa cinta kepada sesama muslim maka akan terhindarlah hal-hal yang dapat menjadi sumber ketidak harmonisan dan permusuhan satu sama lainnya.
Saling mencintai diantara sesama muslim telah diperintahkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik radhyalllahu’anhu :
صحيح مسلم ٦٠: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Shahih Muslim 60: dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."
Hadits yang serupa yang membicarakan tentang pentingnya saling mencinta karena Allah diantara sesama muslim diriwayatkan pula oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abu Huhairah radhyalllahu’anhu :
صحيح البخاري ١٣٣٤: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Shahih Bukhari 1334: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah dibawah naunganNya (pada hari qiyamat) yang ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya. Yaitu; Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabnya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, "aku takut kepada Allah", seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri sendirian hingga kedua matanya basah kepada Alloh.
Saling memiliki rasa cinta antara kaum muslimin yang dilandasi karena Allah semata a kan menjadikan persaudaraan satu dengan yang lainnya menjadi ikhlas tanpa didasari atas pertimbangan dunia yang lebih bersifat kepada perhitungan untung rugi, karena kadang-kadang dari pikiran yang jahil muncul pertanyaan apa yang dapat diperoleh dari sebuah persahabatan ?, apakah persabahatan tersebut akan memberikan manfaat yang bersifat keduniaan, apabila sebuah persahabatan yang dilandasi kepada adanya kepentingan dan manfaat dunia belaka, bukan persaudaraan karena Allah maka persaudaraan tersebut hanya bersifat sementara dan akan putuslah hubungan sejalan dengan tidak adanya lagi manfaat yang diharapkan di dalamnya. Berbeda tentunya dengan persaudaraan yang dilandasi karena Allah azza wa jalla sebagaimana yang dimaksudkan oleh Hadits Rasullullah shallallaahu’alai wa sallam.
Hendaklah setiap orang di antara kaum muslimin itu melakukan mu'amalah ukhuwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya dengan cara menghendaki kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghendaki untuk dirinya, dan membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan itu menimpa dirinya.
2. Sesama Muslim Yang Satu Dengan Lainnya Bagaikan Satu Bangunan
Antara kaum Muslim itu sama lainnya diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang saling mengokohkan. Bangunan akan kokoh apabila ditunjang oleh banyak bagian yang satu sama lain saling mendukung, saling bekerja sama memperkokoh sehingga bangunan tersebut dapat tegak berdiri. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu Musa radhyallaahu’anhu disebutkan :
صحيح مسلم ٤٦٨٤: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ وَأَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ وَابْنُ إِدْرِيسَ وَأَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Shahih Muslim 4684: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Idris dan Abu Usamah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al A'laa Abu Kuraib; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mubarak dan Ibnu Idris serta Abu Usamah seluruhnya dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.'"
Dari hadits yang disebutkan diatas maka rasa persaudaraan diantara kaum muslimin itu sangatlah penting artinya dalam rangka mewujudkan dan mengokohkan tegaknya Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
3.Saudara Sesama Muslim Hendaknya Saling Tolong Menolong
Islam telah mensyari’atkan agar antara sesama muslim sebagai orang-orang yang saling bersaudara mempunyai kewajiban untuk saling menolong satu dengan yang lainnya terutama dalam hal-hal melakukan kebajikan dan taqwa yang tentunya termasuk di dalam hal tolong menolong ini adalah membantu saudara-saudara sesama muslim dalam mengatasi sesuatu yang terjadi pada diri saudara muslim lainnya.Sehingga menjadi ringanlah beban yang mungkin dipikul oleh saudara muslim tersebut. Dengan adanya pertolongan yang diberikan tersebut maka dapatlah persoalam apa yang dihadapi oleh saudara muslim tersebut dapat diatasi.
Pertolongan yang diberikan kepada sesama saudara muslim tentunya tidak hanya terbatas kepada hal-hal yang berskala kecil seperti membantu meringankan pekerjaan, mengangkat barang-b arang yang berat atau mungkin juga meliputi pula hal-hal yang berskala besar. Pertolongan tidak saja terbatas kepada hal yang bersifat fisik, memberikan saran dan membantu memecahkan persoalan melalui nasihat-nasihat juga merupakan pertolongan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحِلُّواْ شَعَآئِرَ اللّهِ وَلاَ الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلاَ الْهَدْيَ وَلاَ الْقَلآئِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواْ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُواْ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah [389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya [391], dan binatang-binatang qalaa-id [392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya [393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS.Al Maidah :2 )
Imam Muslim rahimahullaah ta’ala dalam kitab Shahihnya meriwayatkan hadits dari Jabir radhyallaahu’anhu bahwa Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٦٨١: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
اقْتَتَلَ غُلَامَانِ غُلَامٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَغُلَامٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَنَادَى الْمُهَاجِرُ أَوْ الْمُهَاجِرُونَ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ وَنَادَى الْأَنْصَارِيُّ يَا لَلْأَنْصَارِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا هَذَا دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ قَالُوا لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا أَنَّ غُلَامَيْنِ اقْتَتَلَا فَكَسَعَ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ قَالَ فَلَا بَأْسَ وَلْيَنْصُرْ الرَّجُلُ أَخَاهُ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا إِنْ كَانَ ظَالِمًا فَلْيَنْهَهُ فَإِنَّهُ لَهُ نَصْرٌ وَإِنْ كَانَ مَظْلُومًا فَلْيَنْصُرْهُ
Shahih Muslim 4681: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Abdullah bin Yunus; Telah menceritakan kepada kami Zuhair; Telah menceritakan kepada kami Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata; "Pada suatu hari, ada dua orang pemuda sedang berkelahi, masing-masing dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Pemuda Muhajirin itu berteriak; 'Hai kaum Muhajirin, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Pemuda Anshar pun berseru; 'Hai kaum Anshar, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Mendengar itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar dan bertanya: 'Ada apa ini? Bukankah ini adalah seruan jahiliah? ' Orang-orang menjawab; 'Tidak ya Rasulullah. Sebenarnya tadi ada dua orang pemuda yang berkelahi, yang satu mendorong yang lain.' Kemudian Rasulullah bersabda: 'Baiklah. Hendaklah seseorang menolong saudaranya sesama muslim yang berbuat zhalim atau yang sedang dizhalimi. Apabila ia berbuat zhalim/aniaya, maka cegahlah ia untuk tidak berbuat kezhaliman dan itu berarti menolongnya. Dan apabila ia dizalimi/dianiaya, maka tolonglah ia! '
4.Membantu Meringankan Kesulitan Sesama Muslim
Sebagai saudara sesama muslim wajib seseorang itu prihatin atas kesulitan yang menimpa saudaranya yang lain, namun tidak hanya terbatas sekedar prihatin tetapi harus diikuti dengan sikap untuk membantu bagaimana kesulitan tersebut dapat diatasi. Saudara sesama muslim yang mendapatkan kesusahan wajib untuk dibantu dalam melepaskan kesulitan tersebut. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya seseorang itu kadang-kadang mendapatkan kesulitan yang tidak dapat diatasnya secara sendiri, kecuali mendapatkan bantuan dari orang lain. Misalnya seseorang ditimpa musibah berupa kecelakaan dan memerlukan biaya untuk pengobatan, namun karena ketiadaan dana maka ybs kesulitan untuk membayar biaya pengobatan. Disinilah letak peran dari saudara muslim lainnya untuk membantu mengatasi kesulitan pembiayaan dengan bergotong royong mengumpulkan uang.
Membantu meringankan atau melepaskan kesulitan yang dihadapi oleh seseorang dimata Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah besar sekali artinya,mereka-mereka yang membantu melepaskan atau meringankan kesusahan orang lain mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah pada hari kiamat kelak dengan dilepaskannya dari satu kesusahan . Hal ini ditegaskan oleh Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oelh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari sahabat Abdullah bin Umar radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ٢٢٦٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Bukhari 2262: dari'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat".
Selain itu imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhuma bahwa Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٦٧٧: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4677: dari Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak."
5.Mempermudah Urusan
Pada hakikatnya mempermudah urusan sesama saudara Muslim tergolong dalam upaya saling tolong menolong dan membantu dalam hal kesulitan. Namun disini lebih dititik beratkan kepada memberikan bantuan berupa fasilitas kemudahan dalam menyelesaikan sesuatun urusan . Pemberian bantuan mempermudah urusan ini tentunya dapat dilakukan oleh mereka-mereka yang mempunyai kewenangan untuk menangani penyelesaian urusan tersebut.
Pentingya membantu mempermudah urusan orang lain ini sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalan hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhu :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ .
Dari Abu Hurairah"Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Apabila berkumpul suatu kaum di salah satu masjid untuk membaca Al Qur'an secara bergantian dan mempelajarinya, niscaya mereka akan diliputi sakinah (ketenangan), diliputi rahmat, dan dinaungi malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk-makhluk lain di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalannya, maka tidak akan dipercepat kenaikan derajatnya".(HR. Muslim )
6.Menyuruh melakukan amar ma’ruf :
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hambanya yang beriman saling nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati dalam b ersabar satu sama lainnya, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya :
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr : 2-3 )
Sebagai seorang muslim, maka ia mendapatkan tugas kewajiban untuk memberikan nasihat kepada sesama muslim lainnya, demikian pula sebaliknya. Dimana nasihat tersebut merupakan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar. Setiap muslim yang merasa memiliki persaudaraan dengan muslim lainnya tentunya mempunyai tanggung jawab untuk tidak membiarkan saudaranya berada dalam kemunkaran. Setiap muslim mempunyai tanggung jawab kepada saudara lainnya untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dengan mengajak mereka mengerjakan hal-hal yang baik dan positif. Sehingga dengan ajakan dan nasihat tersebut terjauhilah perkara-perkara yang munkar, dan niscaya kemaslahatan dunia dan akhiratlah yang akan mereka peroleh.
Sejalan dengan hal ini Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam daam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abu Musa Asy’ari :
صحيح البخاري ٥٥٦٣: حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ أَوْ قَالَ بِالْمَعْرُوفِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيُمْسِكُ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ
Shahih Bukhari 5563: Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Burdah bin Abu Musa Al Asy'ari dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi setiap muslim untuk bersedekah." Para sahabat bertanya; "Bagaimana jika ia tidak mendapatkannya? ' Beliau bersabda:: 'Berusaha dengan tangannya, sehingga ia bisa memberi manfaat untuk dirinya dan bersedekah.' Mereka bertanya; 'Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya? ' Beliau bersabda: 'Menolong orang yang sangat memerlukan bantuan.' Mereka bertanya; 'Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya? ' Beliau bersabda: 'Menyuruh untuk melakukan kebaikan atau bersabda; menyuruh melakukan yang ma'ruf' dia berkata; 'Bagaimana jika ia tidak dapat melakukannya? ' Beliau bersabda: 'Menahan diri dari kejahatan, karena itu adalah sedekah baginya.'
Hadits tersebut diatas sejatinya mengandung perintah untuk memberikan sedeqah, namun bagi mereka yang tidak bisa melakukannya ,maka dengan mengajak dan menyuruh sesama muslim lainnya untuk befrbuat amar ma’ruf hal itu sudah termasuk bersedeqah. Dengan demikian hadits tersebut juga dijadikan dalil dan dimaknai sebagai dasar untuk menyuruh atau menasihati kepada orang lain yaitu dalam hal ini sesama saudara muslim untuk melakukan perbuatan ma;ruf.
7. Sesama Muslim Diperintahkan Untuk Menutupi a’ib saudaranya
An-Nawawi rahimahullah mengatakan adapun anjuran menutup aib orang lain yang maksudnya adalah, menutup aib orang yang melakukan keburukan, dari orang yang tidak terkenal melakukan keburukan dan kerusakan. Adapun orang yang sudah dikenal seperti itu, maka dianjurkan agar tidak menutupnya, bahkan dilaporkan kepada pemerintah, jika ia tidak mengkhawatirkan terjadinya kerusakan yang lebih besar lagi, karena menutup hal seperti ini membuat dia bertambah berani melakukan kerusakan dan kekacauan, melakukan segala yang diharamkan dan membuat orang yang lain berani melakukan hal serupa. Adapun menyebutkan cacat atau aib para perawi hadits, para saksi, dan orang-orang yang diberi amanah terhadap sedekah, harta waqaf dan anak-anak yatim dan semisal mereka, maka wajib menyebutkan aib mereka saat diperlukan dan tidak boleh menyembunyikan hal itu, apabila ia melihat suatu perkara yang mengurangi kelayakan mereka. Hal ini tidak termasuk ghibah (mengumpat) yang diharamkan, bahkan termasuk nasehat yang wajib.
Maka tutupilah aib saudara-saudaramu, karena engkau tidak pernah akan mampu memerangi Allah subhanahu wa ta’ala Yang Maha Kuasa membuka segala aibmu dan mengungkap segala dosamu, sementara manusia tidak ada yang mengetahuinya. Dan kekanglah lisanmu dari pembicaraan menyangkut kehormatan orang lain, mencari-cari kesalahan, dan merusak harga diri saudara-saudaramu.
Engkau mendapatkan jiwa yang sakit tenggelam mendengarkan aib orang lain dan mencari-cari kesalahan, serta dibuka majelis untuk mengungkap kesalahan orang lain. Padahal Rasulullah r memerintahkan memaafkan kesalahan, dan Allah ta’aqla"Menyukai sifat malu dan menutup aib", seolah-olah digabungkan di antara dua sifat yang terpuji ini (malu dan menutup aib) karena manusia yang menyebarkan aib saudara-saudaranya, ia tidak akan bisa melakukan hal itu kecuali setelah tidak adanya sifat malu yang menghalanginya melakukan hal itu, dan ia tidak menutupi kecuali karena sifat malu.
Sungguh di antara petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah lebih mengutamakan menutup aib, sampai-sampai pada orang yang melakukan dosa besar.
Berkaitan dengan menutupi a’ib orang lain Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala mengatakan :
صحيح البخاري ٢٢٦٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Bukhari 2262: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkannya bahwa 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat".
Hadits yang serupa juga diriwayatkan oleh imam Abu Daud dalam Sunan-nya dari Salim :
سنن أبي داوود ٤٢٤٨: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sunan Abu Daud 4248: dari Salim dari Bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menzhalimi atau merendahkannya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan Barang siapa membebaskan kesulitan seorang muslim di dunia, maka Allah akan membebaskan kesulitannya di akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح مسلم ٤٦٩٢: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4692: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:"Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak."
8. Mendoakan Kebaikan Bagi Saudaranya Sesama Muslim
Salah satu tanda eratnya persaudaraan dengan sesama muslim adalah mendoakan muslim lainnya yang tidak berada di hadapannya, atau tanpa sepengetahuannya. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada jauh dari tempatnya, tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang membacanya sendiri.
Rasullullah shallallahu’alaihin wa sallam bersabda :
عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ قَالَتْ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: ” دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ “
Dari Ummu Darda’ dan Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim no. 2733, Abu Daud no. 1534, Ibnu Majah no. 2895 dan Ahmad no. 21708)
Hadits ini merupakan sebuah modal berharga bagi kita untuk banyak mendoakan kebaikan bagi saudara-saudara muslim lainnya. Selain mendapatkan pahala mendoakan mereka, kita juga akan mendapatkan kebaikan dari doa yang kita panjatkan tersebut. Mendoakan kebaikan untuk sesama muslim sama halnya dengan mendoakan kebaikan untuk diri kita sendiri, sebagaimana dijelaskan di akhir hadits di atas. Malaikat mengamini doa kita dan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam menjamin bahwa Allah Ta’ala akan mengabulkannya.
Sebagai sesama muslim yang saling bersaudara karena agama , maka setiap muslim satu sama lainnya mempunyai hak yang sama yang harus dihormati dan dipenuhi oleh masing-masing pihak. Sebagai salah satu contoh hak sesama muslim yang dimaksudkan adalah sebagai yang disebutkan dalam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari sahabat Abu Hurairah radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin
Hadits tersebut diatas mengandung makna yang dalam, meskipun secara lahirnya disebutkan mendoakan orang bersin, namun didalamnya terkandung perintah agar setiap muslim mendokan kebaikan kepada sesama saudaranya .
9.Saling Mencintai , Sayang Menyayangi dan Kasih Menghasihi Dalam Persaudaraan sesama muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di antara sesama muslim satu dan lainnya dengan hubungan persaudaraan, niscaya ia mendapat hak untuk saling mencintai karena Allah ta;ala. Dan setiap orang yang bergaul dengan sesama saudara muslim dengan kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapatkan hak persaudaraan Islam.
Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang dimaksudkan dalam islam : 'Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara senasab dalam kasih sayang, tolong menolong, saling membantu, dan memberi nasehat.'
Dan standar pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak sempurna iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah dengan sabdanya:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ, لاَيُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dari kebaikan."
Al-Karmani memberikan komentar dengan katanya, 'Dan termasuk iman pula, bahwa ia membenci untuk saudaranya keburukan yang dibencinya untuk dirinya, dan beliau tidak menyebutkannya, karena mencintai sesuatu memberikan konsekuensi membenci lawannya, lalu beliau shallallahu’alaihi wa sallam tidak menyebutkan hal itu karena sudah cukup.'
An-Nawawi rahimahullah mendefinisikan mahabbah bahwa ia adalah kecenderungan kepada sesuatu yang sesuai orang yang mencintai. Dan Ibnu Hajar rahimahullah menambahkan: 'Maksud kecenderungan di sini adalah ikhtiyari (yang diusahakan), bukan alami, dan mahabbah adalah keinginan apa yang diyakininya sebagai kebaikan.' Dan keinginan atas mahabbah dan persaudaraan, mendorong seseorang seperti Abu Hurairah radhyallahu’anhu untuk mendapat doa dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk dirinya dan ibunya dengan mahabbah yang beredar bersama orang-orang yang beriman, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mendoakan untuknya:
اَللّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هذَا وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ, وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِيْنَ...
"Ya Allah, cintakanlah hamba-Mu ini dan ibunya kepada hamba-hamba-Mu yang beriman, dan cintakanlah kepada mereka orang-orang yang beriman…"
Dan dasar dalam cinta dan benci bahwa ia adalah untuk sesuatu yang dicintai Allah ta’ala atau dibenci-Nya. Allah ta;ala mencintai (menyukai) orang-orang yang bertaubat dan bersuci, orang-orang yang berbuat baik dan bertaqwa, orang-orang yang sabar dan bertawakkal, orang-orang yang berbuat adil, dan orang-orang yang berjuang di jalan-Nya secara berbaris … dan tidak menyukai orang-orang zalim, melewati batas, israf (berlebih-lebihan), berbuat kerusakan, berkhianat, dan orang-orang yang sombong…
Dan di ancara cara mengungkapkan kebenaran rasa persaudaraan dan hakekat kasih sayang, sesuatu yang engkau berikan untuk saudaramu berupa doa-doa yang baik, di tempat ia tidak mendengar dan tidak melihatmu. Di tempat yang tidak ada campuran perasaan riya dan berpura-pura, seperti dalam sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam :
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ, عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ. كُلَّمَا دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ قَالَ اْلمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ وَلَكَ مِثْل.
"Doa seorang muslim untuk saudaranya dari belakang dikabulkan. Di sisi kepalanya ada malaikat yang ditugaskan, setiap kali ia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat yang ditugaskan dengannya berkata: Amin, dan untukmu semisalnya."
An-Nawawi rahimahullah berkata: Sebagian salafus shalih, apabila ingin berdoa untuk dirinya, ia berdoa untuk saudaranya yang muslim dengan doa tersebut, karena doa itu dikabulkan dan ia memperoleh hal serupa untuk dirinya sendiri.
Hadits riwayat imam at-Tirmidzi rahimahullaah ta’ala dari Abu Huharorah radhyallaahu’anhuma :
سنن الترمذي ٢٢٢٧: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ الصَّوَّافُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي طَارِقٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَأْخُذُ عَنِّي هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ فَيَعْمَلُ بِهِنَّ أَوْ يُعَلِّمُ مَنْ يَعْمَلُ بِهِنَّ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّ خَمْسًا وَقَالَ اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ جَعْفَرِ بْنِ سُلَيْمَانَ وَالْحَسَنُ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ شَيْئًا هَكَذَا رُوِيَ عَنْ أَيُّوبَ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ وَعَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ قَالُوا لَمْ يَسْمَعْ الْحَسَنُ مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَرَوَى أَبُو عُبَيْدَةَ النَّاجِيُّ عَنْ الْحَسَنِ هَذَا الْحَدِيثَ قَوْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 2227: dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Siapa yang mau mengambil kalimat-kalimat itu dariku lalu mengamalkannya atau mengajarkan pada orang yang mengamalkannya?" Abu Hurairah menjawab: Saya, wahai Rasulullah. beliau meraih tanganku lalu menyebut lima hal; jagalah dirimu dari keharaman-keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah, terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya, berbuat baiklah terhadap tetanggamu niscaya kamu menjadi orang mu`min, cintailah untuk sesama seperti yang kau cintai untuk dirimu sendiri niscaya kau menjadi orang muslim, jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati."
Hadits riwayat Muslim rahimahullaah ta’ala dari An Nu’man bin Bisyir:
صحيح مسلم ٤٦٨٥: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِهِ
Shahih Muslim 4685: dari An Nu'man bin Bisyir dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya) '" Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Al Hanzhali; Telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Mutharrif dari Asy Sya'bi dari An Nu'man bin Bisyir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan Hadits yang serupa.
10.Saling Mengucapkan dan Menjawab Salam Kepada Sesama Saudara Muslim
Ucapan salam yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain adalah merupakan doa agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.Sehingga karenanya antara sesama muslim yang saling bersaudara disunnahkan menyampaikan salam kepada saudara yang lainnya dalam setiap kesempatan bertemu.
Mengucapkan salam mempunyai keutamaan sehingga sampai-sampai Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam menganjurkan kepada umat beliau dimana pengendara sepatutnya mengucapkan salam kepada pejalan kaki dan kelompok yang beranggota lebih sedikit mengucapkan salam kepada kelompok yang beranggota lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radyallaahu’anhu :
حَدَّثَنِي عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي زِيَادٌ أَنَّ ثَابِتًا مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Seorang pengendara hendaknya mengucapkan salam kepada pejalan kaki dan pejalan kaki mengucapkan salam kepada orang yang duduk dan jamaah yang beranggota lebih sedikit mengucapkan salam kepada jamaah yang beranggota lebih banyak (HR. Muslim)
Mengucapkan salam tidak saja kepada orang-orang dewasa, kepada anak kecilpun
Bahkan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam memberikan contoh sebagaimna yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Anas bin Malik radhyallahu’anhu :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ سَيَّارٍ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
و حَدَّثَنِيهِ إِسْمَعِيلُ بْنُ سَالِمٍ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا سَيَّارٌ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
Hadis riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu : ia berkata:Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melewati anak-anak lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka (HR.Muslim)_
Mengucapkan salam sesungguhnya merupakan bagian dari Islam, sehingga betapa pentingnya setiap kaum muslimin untuk memperhatikan dan menginplementasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Terkait akan hal ini
Ammar berkata, "Ada tiga perkara yang barangsiapa yang dapat mengumpulkan ketiga hal itu dalam dirinya, maka ia telah dapat mengumpulkan keimanan secara sempurna. Yaitu, memperlakukan orang lain sebagaimana engkau suka dirimu diperlakukan oleh orang lain, memberi salam terhadap setiap orang (yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal), dan mengeluarkan infak di jalan Allah, meskipun hanya sedikit."
Sehubungan dengan itu imam Bukhari rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Mu’awiyah :
صحيح البخاري ٤٧٧٧: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ الْأَشْعَثِ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ الْجِنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِيمِ الذَّهَبِ وَعَنْ آنِيَةِ الْفِضَّةِ وَعَنْ الْمَيَاثِرِ وَالْقَسِّيَّةِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ
تَابَعَهُ أَبُو عَوَانَةَ وَالشَّيْبَانِيُّ عَنْ أَشْعَثَ فِي إِفْشَاءِ السَّلَامِ
Shahih Bukhari 4777: dari Mu'awiyah bin Suwaid bahwa Al Bara` bin Azib radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kami tujuh perkara dan juga melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami untuk menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menjawab orang yang bersin, menunaikan sumpah, menolong orang yang terzhalimi, menebarkan salam dan memenuhi undangan. Kemudian beliau melarang kami untuk mengenakan cincin emas, memakai bejana perak, mencabut uban, mengenakan Al Qassiyyah (pakaian yang bercampur dengan bahan sutera), Al Istibraq (kain yang dilapisi dengan bahan sutera) dan Ad Diibaj (sejenis pakain dari kain sutera). Hadits ini diperkuat oleh Abu Awanah dan Asy Syaibani dari Asy'ats dalam menyebarkan salam.
As-sunnah Rasullulllah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada setiap muslim untuk menebarkan salam baik terhadap orang yang dikenal mupun yang tidak dikenal. Hal ini menunjukkan bahwa salam ini memegang peran penting dalam membina hubungan sesama manusia. Tentang hal ini ditegaskan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :
صحيح البخاري ٥٧٦٧: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي يَزِيدُ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Shahih Bukhari 5767: dari Abdullah bin 'Amru bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam bagaimanakah yang baik?" beliau menjawab: "Kamu memberi makan,menebarkan salam baik terhadap orang yang kamu kenal maupun terhadap orang yang tidak kamu kenal."
Apabila mendahului mengucapkan salam kepada orang lain merupakan perbuatan sunnah maka bagi mereka yang mendapatkan ucapan salam sebaliknya wajib untuk memberikan jawaban atau ucapan salam paling tidak sama dengan apa yang diucapkan oleh mereka yang telah mendahului mengucapkan salam. Periintah memberikan jawab salam ini disebutkan dalam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin
11.Saling Mengulurkan Tangan Untuk Berjabatan (Bersalaman)
Membina persaudaraan sesama muslim perlu dilakukan dengan berbagai ragam perbuatan yang disyari’atkan, termasuk di dalamnya saling berjabatan tangan ketika bertemu satu sama lainnya dalam berbagai kesempatan apa saja. Dengan berjabatan tangan sambil mengucapkan salam sebagai sebuah doa yang diikuti pula dengan saling tegur sapa saling menanyakan kesehatan serta keluarga sungguh merupakan angin segar yang menyejukkan pertemuan sesama muslim.
Mengulurkan tangan untuk menjabat tangan ketika bertemu dengan seseorang telah dicontohkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagai yang diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Qatadah radhyallaahu’anhu :
سنن أبي داوود ١٩٩: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ وَاصِلٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ فَأَهْوَى إِلَيْهِ فَقَالَ إِنِّي جُنُبٌ فَقَالَ إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
Sunan Abu Daud 199: Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Mis'ar dari Washil dari Abu Wa`il dari Hudzaidfah bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertemu dengannya, kemudian beliau mengulurkan tangan kepadanya (untuk berjabat tangan). Namun Hudzaifah berkata; Sesungguhnya saya sedang junub. Maka beliau bersabda: "Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis".
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada setiap muslim apabila bertemu dengan saudara sesama muslim untuk berjabatan tangan, hal ini ditegaskan dalam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari al-Bara bin Azib :
سنن أبي داوود ٤٥٣٥: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بَلْجٍ عَنْ زَيْدٍ أَبِي الْحَكَمِ الْعَنَزِيِّ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ فَتَصَافَحَا وَحَمِدَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَاسْتَغْفَرَاهُ غُفِرَ لَهُمَا
Sunan Abu Daud 4535: Telah menceritakan kepada kami Amru bin Aun berkata, telah mengabarkan kepada kami Husyaim dari Abu Balj dari Zaid Abul Hakam Al Anbari dari Al Bara bin Azib ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika dua orang bertemu kemudian saling berjabat tangan dan memuji Allah serta meminta ampun kepada-Nya, maka keduanya akan diberi ampunan."
Berjabatan tangan diantara sesama saudara muslim telah dipercontohkan oleh para sahabat Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk mengamalkan sunah Rasullullah, hal ini disebutkan dalam hadits dari Qatadah radhyallaahu’anhu yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :
صحيح البخاري ٥٧٩٢: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ
أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
Shahih Bukhari 5792: Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Ashim telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dia berkata; aku bertanya kepada Anas; "Apakah diantara para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sering berjabat tangan?" dia menjawab; "Ya."
Sesungguhnya hadist-hadits yang membicarakan tentang berjabatan tangan cukuplah banyak, diantaranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud dalam kitab Sunan beliau :
سنن أبي داوود ٤٥٣٨: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ يَعْنِي خَالِدَ بْنَ ذَكْوَانَ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ بُشَيْرِ بْنِ كَعْبٍ الْعَدَوِيِّ عَنْ رَجُلٍ مِنْ عَنَزَةَ
أَنَّهُ قَالَ لِأَبِي ذَرٍّ حَيْثُ سُيِّرَ مِنْ الشَّامِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَسْأَلَكَ عَنْ حَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذًا أُخْبِرُكَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ سِرًّا قُلْتُ إِنَّهُ لَيْسَ بِسِرٍّ هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَافِحُكُمْ إِذَا لَقِيتُمُوهُ قَالَ مَا لَقِيتُهُ قَطُّ إِلَّا صَافَحَنِي وَبَعَثَ إِلَيَّ ذَاتَ يَوْمٍ وَلَمْ أَكُنْ فِي أَهْلِي فَلَمَّا جِئْتُ أُخْبِرْتُ أَنَّهُ أَرْسَلَ لِي فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ عَلَى سَرِيرِهِ فَالْتَزَمَنِي فَكَانَتْ تِلْكَ أَجْوَدَ وَأَجْوَدَ
Sunan Abu Daud 4538: dari Ayyub bin Busyair bin Ka'b Al Adawi dari seorang laki-laki penduduk Anazah bahwasanya ia berkata kepada Abu Dzar saat keluar dari Syam, "Aku ingin bertanya kepadamu tentang hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Abu Dzar berkata, "Aku akan memberitahukan kepadamu kecuali tentang rahasia (Rasulullah)." Aku menjawab, "Bukan hal rahasia yang aku tanyakan, tetapi apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berjabat tangan saat kalian berjumpa dengan beliau?" Abu Dzar berkata: "Aku tidak pernah berjumpa dengan beliau kecuali beliau menjabat tanganku. Suatu hari beliau mengutus utusan kepadaku saat aku tidak ada di rumah, ketika kembali ke rumah aku diberi kabar bahwa beliau telah mengutus seorang utusan kepadaku. Maka aku mendatanginya saat beliau berada di atas pembaringan, lantas beliau memelukku. Maka pelukan itu lebih indah, dan lebih indah."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan imam at-Tirmidzi dan Kitab Sunan beliau disebutkan :
سنن الترمذي ٢٦٥٥: حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحْرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَمَامُ عِيَادَةِ الْمَرِيضِ أَنْ يَضَعَ أَحَدُكُمْ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ أَوْ قَالَ عَلَى يَدِهِ فَيَسْأَلُهُ كَيْفَ هُوَ وَتَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ بَيْنَكُمْ الْمُصَافَحَةُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا إِسْنَادٌ لَيْسَ بِالْقَوِيِّ قَالَ مُحَمَّدٌ وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زَحْرٍ ثِقَةٌ وَعَلِيُّ بْنُ يَزِيدَ ضَعِيفٌ وَالْقَاسِمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُكْنَى أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَهُوَ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ وَهُوَ ثِقَةٌ وَالْقَاسِمُ شَامِيٌّ
Sunan Tirmidzi 2655 dari Abu Umamah radliallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Termasuk kesempurnaan menjenguk orang sakit adalah seseorang dari kalian meletakkan tangannya di atas dahinya -atau bersabda; Di atas tangannya- lalu menanyakan kabarnya, dan termasuk kesempurnaan penghormatan di antara kalian adalah berjabat tangan."
Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhyallaahu’anhu :
سنن الترمذي ٢٦٥٢: حَدَّثَنَا سُوَيْدٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ قَالَ نَعَمْ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
Anas bin Malik ia berkata; Seseorang bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah kami harus menundukkan kepala apabila salah seorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau sahabatnya?" beliau menjawab: "Tidak." Ia bertanya; "Apakah dia harus mendekap dan menciumnya?" beliau menjawab: "Tidak." Orang itu bertanya lagi; "Apakah harus meraih tangannya dan menjabatnya?" beliau menjawab: "Ya."
Dari keterangan yang terkandung dalam beberapa hadits tersebut diatas, maka di sunnahkan bagi setiap muslim yang berjumpa dengan saudaranya sesama muslim untuk saling berjabatan tangan untuk saling mempererat tali persaudaraan. Dan selebihnya juga sebagai upaya menunjukkan adanya perhatian sebagai seorang muslim kepada saudaranya yang lainnya. Sungguh betapa mulianya dan lengkapnya syari’at yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh umat termasuk dalam hal saling berjabatan tangan yang sepertinya hanyalah merupakan hal sepele, tetapi sebenarnya terkandung makna yang dalam berkaitan dengan persaudaraan sesama muslim.
12. Ramah Tamah ,Rendah Hati Serta Tidak Sombong Kepada Sesama Saudara Muslim
Islam sangatlah memuji sikap ramah tamah dan rendah hati yamng ditujukam oleh setiap orang muslim terhadap saudara-saudara muslim lainnya. Ramah tamah dan rendah hati adalah kebalikan dari sikap sombong). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Sebagai seorang hamba sudah selayaknya untuk bersikap ramah dan rendah hati kepada sesama saudara muslim lainnya, tanpa memandang dan melihat status serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Apakah yang bersangkutan sebagai orang yang berada, berkedudukan, alim ulama, pejabat atau penguasa seyogyanyalah bersikap ramah dan rendah hati serta tidak menyombongkan diri atas statusnya tersebut. Di depan Allah kedudukan manusia adalah sama dan sederajat, yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya.
Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).
Sesungguhnya orang-orang yang rendah hati (tawadhu) dan ramah tamah kepada saudara-saudaranya sesama muslim akan diasngkat derajatnya disisi Allah, sesuai dengan hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslimtrahimahullaah ta’ala :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)
Menunjukkan sikap ramah tamah dengan bermanis muka kepada sesama saudara muslim adalah sikap rendah hati ( tawadhu) sangatlah pentin g artinya daklam pergaulan sesama muslim karena bermuka manis termasuk dari perbuatan yang baik dan sangat dianjurkan oleh Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam kepada seluruh kaum muslimin sebagaimana hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala :
Imam Muslim rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu:
صحيح مسلم ٤٧٦٠: حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي الْخَزَّازَ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Shahih Muslim 4760: Telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i; Telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin 'Umar; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir yaitu Al Khazzaz dari Abu 'Imran Al Jauni dari 'Abdullah bin Ash Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Janganlah kamu menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu."
Ramah tamah terhadap keluarga dan kepada sesama saudara muslim disebutkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagai orang yangpaling sem,purna imannya sesuai hadits riwayat dari Imam Ahmad dari Aisyah radhyallaahu’anha.
Imam Akhmad rahimahullaahu ta’ala meriwayatkan dari Aisyah radhyallaahu’anha :
مسند أحمد ٢٣٥٣٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الْخَفَّافُ قَالَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَكْمَلَ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ
Musnad Ahmad 23536: Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Al-Khaffaf, dia berkata; telah mengabarkan kepada kami Khalid, dari Abi Qilabah, dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang baik akhlak nya dan ramah tamah.
Dari keterangan hadits yang telah diungkapkan diatas, maka sudah sepatutnya setiap muslim untuk bersikap ramah tamah dan rendah hati ( tawadhu) kepada saudaranya sesama muslim. Karena ramah tamah termasuk kedalam katagori perbuatan baik dan orang yang ramah menunjukkan b aiknya akhlak mereka. Adab seorang muslim sebagaimana yang disyari’atkan adalah bermuka manis kepada sesama muslim lainnya serta murah senyum , semuanya merupakan bagian dari sikap ramah tamah dan insya Allah karena semuanya itu mempunyai nilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala .
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mubarak
سنن الترمذي ١٩٢٨: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ
أَنَّهُ وَصَفَ حُسْنَ الْخُلُقِ فَقَالَ هُوَ بَسْطُ الْوَجْهِ وَبَذْلُ الْمَعْرُوفِ وَكَفُّ الْأَذَى
Sunan Tirmidzi 1928: dari Abdullah bin Mubarak bahwasanya ia menjelaskan tentang husnul khuluq (akhlak yang baik) seraya berkata, "Berwajah ceria, menebarkan kebaikan dan mencegah keburukan."
13. Mendahulukan Kepentingan Saudaranya Sesama Muslim Dari Pada Kepentingan sendiri dan Golongan/Kelompok.
Mendahulukan kepentingan orang lain ( saudara sesama muslim) daripada kepentingan pribadi atau golongan dalam Islam dipandang sebagai hal yang utama, karena dalam hal ini nampak sekali bagaimana akhlak seseorang muslim terhadap orang lain. Dimana kepentingan yang menyangkut orang lain atau menyangkut orang banyak tentunya hanya dapat dilakukan oleh mereka-mereka yang mempunyai keikhlasan berkorban untuk orang lain. Mereka mendahulukan kepentingan saudaranya sesama muslim meskipun ia sendiri membutuhkannya. Ia rela berkorban dengan meninggalkan kepentingan pribadinya.
Tentang keutamaan mendahulukan kepentingan orang lain disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala
وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Mu- hajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (QS.Al Hasyr : 9)
Selain itu diriwayatkan pula hadits oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhu
صحيح البخاري ٣٥١٤: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ فُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ
{ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ }
Shahih Bukhari 3514: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu beliau datangi istri-istri beliau. Para istri beliau berkata; "Kami tidak punya apa-apa selain air". Maka kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada orang banyak: "Siapakah yang mau mengajak atau menjamu orang ini?". Maka seorang laki-laki dari Anshar berkata; "Aku". Sahabat Anshar itu pulang bersama laki-laki tadi menemui istrinya lalu berkata; "Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ini". Istrinya berkata; "Kita tidak memiliki apa-apa kecuali sepotong roti untuk anakku". Sahabat Anshar itu berkata; Suguhkanlah makanan kamu itu lalu matikanlah lampu dan tidurkanlah anakmu". Ketika mereka hendak menikmati makan malam, maka istrinya menyuguhkan makanan itu lalu mematikan lampu dan menidurkan anaknya kemudian dia berdiri seakan hendak memperbaiki lampunya, lalu dimatikannya kembali. Suami- istri hanya menggerak-gerakkan mulutnya (seperti mengunyah sesuatu) seolah keduanya ikut menikmati hidangan. Kemudian keduanya tidur dalam keadaan lapar karena tidak makan malam. Ketika pagi harinya, pasangan suami istri itu menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka beliau berkata: "Malam ini Allah tertawa atau terkagum-kagum karena perbuatan kalian berdua". Maka kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam QS al-Hasyr ayat 9 yang artinya: ("Dan mereka lebih mengutamakan orang lain (Muhajirin) dari pada diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung").
Mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi atau golongan ditunjukkan pula oleh sikap Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang tergambarkan dalam hadits riwayat imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan beliau dari Anas b in Malik radhyallaahu’anhu :
\سنن الترمذي ٣٨٤٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَال سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ دُورِ الْأَنْصَارِ دُورُ بَنِي النَّجَّارِ ثُمَّ دُورُ بَنِي عَبْدِ الْأَشْهَلِ ثُمَّ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ ثُمَّ بَنِي سَاعِدَةَ وَفِي كُلِّ دُورِ الْأَنْصَارِ خَيْرٌ فَقَالَ سَعْدٌ مَا أَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا قَدْ فَضَّلَ عَلَيْنَا فَقِيلَ قَدْ فَضَّلَكُمْ عَلَى كَثِيرٍ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو أُسَيْدٍ السَّاعِدِيُّ اسْمُهُ مَالِكُ بْنُ رَبِيعَةَ وَقَدْ رُوِيَ نَحْوَ هَذَا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَوَاهُ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَعُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 3846: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata; saya mendengar Qatadah bercerita dari Anas bin Malik dari Abu Usaid as Sa'idi dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebik-baik rumah kaum Anshar adalah rumah Bani Najjar, kemudian rumah Bani Abdul Asyhal kemudian Bani Al Harits bin Al Khazraj kemudian Bani Sa'idah, dan setiap rumah kaum Anshar adalah baik." Maka Sa'd berkata; "Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecuali beliau selalu mengutamakan kami, dan di katakan pula; "Sungguh kalian telah di beri keutamaan yang sangat banyak."
Dengan mendahulukan kepentingan sesama saudara muslim ( orang lain ) merupakan sikap tidak egoistis, dan menjadi orang yang pemurah.
14. Selalu Berprasangka Baik Kepada Sesama Muslim
Seseorang muslim akan termasuk dalam golongan orang-orang yang ber akhlak yang baik apabila ia selalu berprasangka baik ( Positif tinking) kepada saudaranya sesama muslim. Dugaan apapun yang timbul dalam dirinya terhadap saudaranya sesama muslim yang lain selalu berkaitan dengan kebaikan bukan hal-hal yang bersifat keburukan . Dengan adanya prasangka yang selalu baik terhadap orang lain maka orang tersebut terlepas dari sifat berbuat zhalim. Prasangka baik menghilangkan kecurigaan yanmg biasanya muncul pada diri orang-orang yang hatinya berpenyakit.
Berprasangka baik kepada saudara sesama muslim merupakan perintah agama, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al Hujuraat:12 )
Ayat tersebut diatas menegaskan larangan kepada seseorang untuk berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah dosa. Sehingga karena adanya perintah untuk tidak berprasangka buruk, maka sebaliknya seorang muslim diperintahkan untuk memiliki prasangka yang baik tgerhadap orang lain. Dalam diri seseorang muslim seyogyanya selalu mengedepankan hal-hal yang b ersifat positif termasuk tentunya prasangka/dugaan yang baik-baik terhadao orang lain atau sesama saudaranya kaum muslimin.
Berkaitan dengan itu Imam Bukhari rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح البخاري ٥٦٠٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Shahih Bukhari 5606: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk ucapan yang paling dusta, dan janganlah kalian saling mendiamkan, saling mencari kejelekan, saling menipu dalam jual beli, saling mendengki, saling memusuhi dan janganlah saling membelakangi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara."
Takhtimah
Islam sebagai agama yang paling sempurna dan agama kasih sayang mengutamakan hubungan persaudaraan sesama muslim diantara sesama pemeluknya . Sehubungan dengan itu Islam mensyari’atkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak seseorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim yang lain, agar terbina hubungan harmonis dan saling menghargai satu sama lain, saling kasih mengasihi dan saling tolong menolong dan saling cinta mencintai karena Allah.
Dalam melakukan hubungan sosial kemasyarakatan yang diantaranya dalam pergaulan sehari-hari sesama saudara muslim haruslah selalu dilandasi kepada akhlak terpuji yang sesungguhnya tiada lain adalah akhlak yang mulia yang sangat dipuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga setiap muslim diwajibkan dalam dirinya untuk merasa dan menganggap bahwa sesama muslim lainnya saling bersaudara satu lainnya sebagai saudara seagama. Yang dalam kesehariannya perlu ditindak lanjuti dengan segala sesuatunya selalu berorientasi kepada akhlak Muslim.
Setiap muslim yang menyadari keutamaan persaudaraan sesama muslim , bahwa persaudaraan tersebut perlu terus dibina dengan mengacu kepada hal-hal yang bersifat positif yaitu akhlak yang terpuji.
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq
بسم الله الرحمن الرحيم
Segenap Manajemen Bolavita Mengucapkan Selamat Merayakan Tahun Baru Imlek 2570
BalasHapusKongzili Semoga Di Tahun Babi Tanah Diberikan Rejeki Lebih Banyak
Dibandingkan Tahun Sebelumnya
WA : +62812-2222-995