Salah satu di antara sasaran yang dituju oleh Islam ialah mempererat rasa persaudaraan dengan menjalin hubungan yang penuh kemesraan dan cinta kasih antar individu. Sebaliknya Islam menganjurkan pada umatnya agar memberantas faktor-faktor yang bisa menyebabkan perpecahan dan saling membenci.
Oleh karena itu Islam melarang hal-hal yang dibenci dan yang bisa menimbulkan permusuhan serta saling membenci antara saudara seagama. Di antara hal-hal yang merusak itu ialah Namimah.Pengertian namimah ialah mengadukan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba antara keduanya. Perkataan yang diadukan tersebut bukanlah sembarangan perkataan, tetapi mengandung rahasia orang lainyang apabila disiarkan kepada orang lain, maka ia tidak akan suka dan akan marah. Sebaiknya seorang muslim tidak usah menceritakan hal-hal yang ia saksikan mengenai orang lain, lantaran bisa menimbulkan bencana. Tetapi ada suatu perkecualian, apabila dalam menceritakan perihal itu, akan membawa manfaat bagi orang lain, atau bisa menolak kejahatan yang akan menimpa orang lain.
Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan dan yang menyulut api kebencian serta permusuhan antar sesama manusia.
Allah mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firmanNya,
وَ لاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَّهِيْنٍ. هَمَّازٍ مَّشَآءٍ بِنَمِيْمٍ. مَنَّاعٍ لّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍ. عُتُلّ بَعْدَ ذلِكَ زَنِيْمٍ. القلم:10-13
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian-kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatannya. [QS. Al-Qalam : 10-13]
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah, disebutkan,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ.
“Tidak akan masuk Surga al-qattat (tukang adu domba).”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/472. Dalam An-Nihayah karya Ibnu Atsir, 4/11 disebutkan:” …Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada yang lain dengan tujuan mengadu domba.)
Ibnu Abbas meriwayatkan,
مَرَّ النَّبِيُّ بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِيْنَةِ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِيْ قُبُوْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ : يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ -ثُمَّ قَالَ- بَلَى [وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَإِنَّهُ لَكَبِيْرٌ] كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ اْلآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ.
“(Suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar dua orang sedang disiksa di dalam kuburnya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya) -lalu bersabda- benar (dalam sebuah riwayat disebutkan, “Padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar.”). Salah seorang di antaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 1/317.)
Di antara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan suami istri tersebut. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram.
Dalil-dalil yang Mengharamkan Namimah
Allah Subhaanahu Wata’aala berfirman:
وَ لاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَّهِيْنٍ. هَمَّازٍ مَّشَآءٍ بِنَمِيْمٍ. مَنَّاعٍ لّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍ. عُتُلّ بَعْدَ ذلِكَ زَنِيْمٍ. القلم:10-13
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian-kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatannya. [QS. Al-Qalam : 10-13]
وَيْلٌ لّكُلّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ. الهمزة:1
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. [QS. Al-Humazah:1]
وَ مَنْ يَّكْسِبْ خَطِيْئَةً اَوْ اِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِه بَرِيْئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَانًا وَّ اِثْمًا مُّبِيْنًا. النساء:112
Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnyaia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. [QS. An-Nisaa’ :112]
لاَ خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مّنْ نَّجْويهُمْ اِلاَّ مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ، وَ مَنْ يَّفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا. النساء:114
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedeqah atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridlaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. [QS. An-Nisaa’ : 114]
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوْآ اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ. الحجرات:6
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu mushibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [QS. Al-Hujuraat : 6]
Hadits-hadits Nabi SAW :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اْلمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ. وَ اْلمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ. البخارى 1: 8
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Orang Islam itu ialah orang yangmana orang-orang Islam yang lain selamat dari perbuatan lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. [HR. Bukhari juz 1, hal. 8]
عَنْ اَبِى مُوْسَى رض قَالَ: قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ اْلاِسْلاَمِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ.البخارى 1: 9
Dari Abu Musa RA, ia berkata : Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (orang) Islam yang bagaimana yang lebih utama ?”. Nabi SAW menjawab, “Orang yangmana orang-orang Islam yang lain selamat dari perbuatan lisan dan tangannya”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 9]
عَنْ حُذَيْفَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ نَمَّامٌ. البخارى و مسلم و ابو داود و الترمذى، فى الترغيب و الترهيب 1: 495
Dari Hudzaifah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka berbuat namimah”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 495]
عَنْ هَمَّامٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ حُذَيْفَةَ فَقِيْلَ لَهُ: اِنَّ رَجُلاً يَرْفَعُ اْلحَدِيْثَ اِلىَ عُثْمَانَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ. البخارى 7: 86
Dari Hammam, ia berkata : Dahulu kami bersama Hudzaifah, lalu dikatakan kepadanya bahwa ada seorang laki-laki yang suka melaporkan pembicaraan kepada ‘Utsman, maka Hudzaifah berkata : Saya mendengar Nabi SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka berbuat namimah”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 86]
عَنْ هَمَّامِ بْنِ اْلحَارِثِ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ يَنْقُلُ اْلحَدِيْثَ اِلَى اْلاَمِيْرِ. فَكُنَّا جُلُوْسًا فِى اْلمَسْجِدِ، فَقَالَ اْلقَوْمُ: هذَا مِمَّنْ يَنْقُلُ اْلحَدِيْثَ اِلَى اْلاَمِيْرِ؟ قَالَ: فَجَاءَ حَتّى جَلَسَ اِلَيْنَا، فَقَالَ حُذَيْفَةُ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ. مسلم 1: 101
Dari Hammam bin Harits, ia berkata : Ada seorang laki-laki yang suka melaporkan kepada penguasa. Ketika kami sedang duduk di masjid, orang-orang berkata, “Ini orang yang suka melaporkan kepada penguasa ?”. (Hammam) berkata, ”Lalu dia mendekat sehingga duduk bersama kami”. Maka Hudzaifah berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka berbuat namimah”. [HR. Muslim juz 1, hal. 101]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اَلنَّمِيْمَةُ وَ الشَّتِيْمَةُ وَ اْلحَمِيَّةُ فِى النَّارِ. و فى لفظ: اِنَّ النَّمِيْمَةَ وَ اْلحِقْدَ فِى النَّارِ، لاَ يَجْتَمِعَانِ فِى قَلْبِ مُسْلِمٍ. الطبرانى، فى الترغيب و الترهيب 3: 497
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Namimah (adu-adu), syatimah (suka mencaci) dan hamiyyah (kesombongan) adalah di neraka”. Dan dalam satu lafadh, “Sesungguhnya namimah dan hiqdu (dendam) itu di neraka, kedua-duanya tidaklah bersemayam di dalam hati seorang muslim”. [HR. Thabrani, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 497]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: كُنَّا نَمْشِى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَمَرَرْنَا عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَامَ فَقُمْنَا مَعَهُ، فَجَعَلَ لَوْنُهُ يِتَغَيَّرُ حَتَّى رَعَدَكُمُّ قَمِيْصِهِ فَقُلْنَا: مَا لَكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ: اَمَا تَسْتَمِعُوْنَ مَا اَسْمَعُ؟ فَقُلْنَا: وَ مَا ذَاكَ يَا نَبِيَّ اللهِ؟ قَالَ: هذَانِ رَجُلاَنِ يُعَذَّبَانِ فِى قُبُوْرِهِمَا عَذَابًا شَدِيْدًا فِى ذَنْبٍ هَيّنٍ. قُلْنَا: فِيْمَ ذَاكَ؟ قَالَ: كَانَ اَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنَ اْلبَوْلِ. وَ كَانَ اْلآخَرُ يُؤْذِى النَّاسَ بِلِسَانِهِ وَ يَمْشِى بَيْنَهُمْ بِالنَّمِيْمَةِ، فَدَعَا بِجَرِيْدَتَيْنِ مِنْ جَرَائِدِ النَّخْلِ، فَجَعَلَ فِى كُلّ قَبْرٍ وَاحِدَةً. قُلْنَا: وَ هَلْ يَنْفَعُهُمْ ذلِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ. ابن حبان فى صحيحه، فى الترغيب و الترهيب 3: 498
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Dahulu kami pernah berjalan bersama Rasulullah SAW, lalu kami melewati dua buah qubur. Kemudian beliau berhenti, maka kamipun berhenti bersama beliau. Lalu wajah beliau berubah, sehingga bergetar ujung tangan baju beliau. Kami bertanya, “Mengapa engkau, ya Rasulullah ?”. Beliau menjawab, “Apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar ?”. Kami bertanya, “Apa, ya Nabiyallah ?”. Beliau bersabda, “Ini, dua orang laki-laki yang sedang disiksa di dalam quburnya dengan siksa yang keras lantaran dosa (yang mereka anggap) ringan”. Kami bertanya, “Kenapa mereka itu ?”. Beliau menjawab, “Salah satu dari keduanya dahulu dia tidak bersih dari kencing. Adapun yang lain, dia dahulu biasa menyakiti orang-orang dengan lisannya, dan berjalan di tengah-tengah mereka dengan berbuat namimah”. Lalu beliau meminta dua pelepah kurma, dan beliau menancapkan pada masing-masing qubur sebuah pelepah kurma. Kami bertanya, “Apakah yang demikian itu bermanfaat kepada mereka ?”.Beliau menjawab, “Ya, diringankan (siksa) keduanya selama dua pelepah kurma itu masih basah”. [HR. Ibnu Hibban di dalam shahihnya, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 498]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ: اِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَ مَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيْرٍ بَلَى اِنَّهُ كَبِيْرٌ. اَمَّا اَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيْمَةِ، وَ اَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ. البخارى و اللفظ له و مسلم و ابو داود و الترمذى و النسائى و ابن ماجه، فى الترغيب و الترهيب 3: 496
Dari Ibnu ‘Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah melewati dua qubur yang (penghuninya) sedang disiksa. Dan tidaklah keduanya disiksa lantaran perkara yang besar (menurut pandangan manusia), tetapi sesungguhnya perkara itu besar (menurut pandangan Allah). Adapun seseorang dari keduanya dahulu biasa kesana-kemari berbuat namimah. Adapun seseorang yang lain ialah dahulu tidak menjaga (tidak bersih) dari kencing”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah. Lafadh ini bagi Bukhari, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 496]
عَنْ اَبِى اُمَامَةَ رض قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ ص فِى يَوْمٍ شَدِيْدِ اْلحَرّ نَحْوَ بَقِيْعِ اْلغَرْقَدِ قَالَ: فَكَانَ النَّاسُ يَمْشُوْنَ خَلْفَهُ. قَالَ: فَلَمَّا سَمِعَ صَوْتَ النّعَالِ وَقَرَ ذلِكَ فِى نَفْسِهِ، فَجَلَسَ حَتَّى قَدَّمَهُمْ اَمَامَهُ لِئَلاَّ يَقَعَ فِى نَفْسِهِ شَيْءٌ مِنَ اْلكِبْرِ، فَلَمَّا مَرَّ بِبَقِيْعِ اْلغَرْقَدِ اِذَا بِقَبْرَيْنِ قَدْ دَفَنُوْا فِيْهِمَا رَجُلَيْنِ. قَالَ: فَوَقَفَ النَّبِيُّ ص فَقَالَ: مَنْ دَفَنْتُمُ اْليَوْمَ ههُنَا؟ قَالُوْا فُلاَنٌ وَ فُلاَنٌ. قَالُوْا يَا نَبِيَّ اللهِ، وَ مَا ذَاكَ؟ قَالَ: اَمَّا اَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَتَنَزَّهُ مِنَ اْلبَوْلِ، وَ اَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيْمَةِ، وَ اَخَذَ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا، ثُمَّ جَعَلَهَا عَلَى اْلقَبْرِ. قَالُوْا: يَا نَبِيَّ اللهِ، لِمَ فَعَلْتَ هذَا؟ قَالَ: لِيُخَفَّفَنَّ عَنْهُمَا. قَالُوْا: يَا نَبِيَّ اللهِ، حَتَّى مَتَى هُمَا يُعَذّبَانِ؟ قَالَ: غَيْبٌ، لاَ يَعْلَمُهُ اِلاَّ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ. وَ لَوْ لاَ تَمَزُّعُ قُلُوْبِكُمْ وَ تَزَيُّدُكُمْ فِى اْلحَدِيْثِ لَسَمِعْتُمْ مَا اَسْمَعُ.احمد، فى الترغيب و الترهيب 3: 496
Dari Abu Umamah RA, ia berkata : Pada suatu hari yang sangat panas Nabi SAW berjalan lewat jurusan (quburan) Baqii’il Gharqad. Abu Umamah berkata, “Maka setelah beliau mendengar suara sandal-sandal, beliau menenangkan diri lalu duduk, sehingga beliau mempersilakan orang-orang berjalan di depannya supaya tidak timbul suatu kesombongan pada diri beliau. Setelah beliau melewati (quburan) Baqii’il Gharqad, tiba-tiba beliau melihat dua quburan orang laki-laki yang orang-orang (baru saja) menguburkannya.Nabi SAW bertanya, “Siapa yang telah kalian qubur di sini pada hari ini ?”. Mereka menjawab, “Si Fulan dan si Fulan”. Lalu mereka bertanya, “Ya Nabiyallah, kenapa mereka itu ?”. Nabi SAW menjawab, “Adapun salah satu dari keduanya, dia tidak bersih dari kencing, adapun yang lain, dia dahulu kesana-kemari berbuat namimah”.Kemudian Nabi SAW mengambil pelepah kurma yang masih basah, lalu membelahnya dan menancapkannya pada qubur itu. Para shahabat bertanya, “Ya Nabiyallah, mengapa engkau berbuat hal ini ?”. Beliau SAW menjawab, “Supaya diringankan (siksa) dari keduanya”. Mereka bertanya, “Ya Nabiyallah, sampai kapan mereka berdua itu disiksa ?”. Nabi SAW menjawab, “Itu hal yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Dan seandainya hati kalian tidak keluh-kesah dan kalian tidak banyak bicara, sesungguhnya kalian pasti mendengar apa yang aku dengar”. [HR. Ahmad, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 496]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لَيْسَ مِنّى ذُوْ حَسَدٍ، وَ لاَ نَمِيْمَةٍ، وَ لاَ كَهَانَةٍ، وَ لاَ اَنَا مِنْهُ. ثُمَّ تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ ص {وَ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ وَ اْلمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّ اِثْمًا مُّبِيْنًا} الطبرانى، فىالترغيب و الترهيب 3: 499
Dari ‘Abdullah bin Busr, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Bukan dari golonganku orang yang pendengki, orang yang berbuat namimah, dan orang yang percaya kepada dukun, dan aku bukan dari golongannya”. Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat Walladziina yu’dzuunal mu’miniina wal mu’minaati bighairi maktasabuu faqadihtamaluu buhtaanaw waitsmam mubiina (Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sungguh mereka itu telah berbuat kebohongan dan dosa yang nyata). QS. Al-Ahzaab:58. [HR. Thabrani, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 499]
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غَنْمٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ ص: خِيَارُ عِبَادِ اللهِ الَّذِيْنَ اِذَا رُءُوْا ذُكِرَ اللهُ، وَ شِرَارُ عِبَادِ اللهِ اْلمَشَّاءُوْنَ بِالنَّمِيْمَةِ اْلمُفَرّقُوْنَ بَيْنَ اْلأَحِبَّةِ اَلْبَاغُوْنَ لِلْبُرَآءِ اْلعَنَتَ. احمد، فى التغيب و الترهيب 3: 499
Dari ‘Abdurrahman bin Ghanmin, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sebaik-baik hamba Allah ialah orang-orang yang apabila mereka itu dipuji, disebutlah nama Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah ialah orang-orang yang berjalan kesana-kemari berbuat namimah, orang-orang yang memecah persatuan dengan mencari-cari cela dan keburukan orang-orang yang bersih”. [HR. Ahmad, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 499]
عَنِ اْلعَلاَءِ بْنِ اْلحَارِثِ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَلْهَمَّازُوْنَ وَ اللَّمَّازُوْنَ وَ اْلمَشَّاءُوْنَ بِالنَّمِيْمَةِ اْلبَاغُوْنَ لِلْبُرَآءِ اْلعَنَتَ يَحْشُرُهُمُ اللهُ فِى وُجُوْهِ اْلكِلاَبِ. ابو الشيخ ابن حبان، فى الترغيب و الترهيب 3: 500
Dari Al-’Alaa’ bin Al-Harits RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang tukang pengumpat, tukang pencela dan orang-orang yang berjalan kesana-kemari dengan berbuat namimah yang mencari-cari cela dan keburukan orang-orang yang bersih, Allah akan mengumpulkan mereka itu dalam bentuk wajah-wajah anjing”. [HR. Abusy-Syaikh Ibnu Hibban, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 500]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: اِنَّ مُحَمَّدًا ص قَالَ: اَلاَ اُنَبّئُكُمْ مَا اْلعَضْهُ. هِيَ النَّمِيْمَةُ اْلقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ. وَ اِنَّ مُحَمَّدًا ص قَالَ: اِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدّيْقًا وَ يَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا. مسلم 4: 2012
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata :Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian, apakah al-’adlhu itu ?. Al-’adlhu adalah perbuatan namimah yang tersebar di tengah-tengah manusia”. Dan sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang berbuat jujur sehingga dicatat sebagai orang yang jujur, dan seseorang berbuat dusta sehingga dicatat sebagai pendusta”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2012]
Hukum Mengadu Domba/Namimah
Mengadu domba adalah perbuatan yang paling buruk di antara perbuatan-perbuatan buruk, namun paling banyak terjadi di antara sesama manusia hingga tidak ada orang bisa terhindar dari perbuatan itu kecuali sedikit sekali.
Kaum muslimin telah bersepakat menyatakan bahwa mengadu domba itu adalah perbuatan yang diharamkan, karena banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an dan An-Sunnah yang secara tegas menyatakan bahwa perbuatan itu adalah haram.
Al-Hafizh Al-Mankhari berkata: Umat ini telah sepakat mengharamkan namimah, dan juga menyatakan bahwa namimah adalah termasuk diantara dosa yang paling besar di sisi Allah Subhaanahu Wata’aala.
Namimah diharamkan karena dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kaum Muslimin.
Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Adu Domba
Sesungguhnya di antara faktor-faktor yang mendorong seseorang mengadu domba antar sesamanya adalah beberapa hal yang tersembunyi, antara lain:
Sebagian orang tidak tahu bahwa mengadu domba adalah perbuatan yang diharamkan bahkan termasuk di antara yang berdosa besar yang dapat menimbulkan permusuhan, memutuskan tali persaudaraan, menghancurkan keharmonisan rumah tangga dan menebarkan kebencian di antara sesama kaum Muslimin.
Melampiaskan apa yang ada di dalam hati yang berupa iri dan dengki, yaitu dengan mengadu domba di antara orang yang saling mencintai dan berusaha untuk merendahkan orang yang dibenci itu di hadapan orang lain.
Mencari simpati dari rekan-rekan sepergaulan dan berusaha untuk mengadakan pendekatan kepada mereka dengan memberikan berita baru atau sesuatu hingga mereka memperhatikan kepadanya.
Adanya keinginan untuk menimbulkan keburukan terhadap orang yang diceritakan, misalnya dengan mengutip omongan orang yang dimaksud kepada seseorang yang berkuasa, atau karena adanya keinginan untuk mendatangkan marabahaya terhadap orang yang dibencinya dengan berbagai macam cara.
Menampakkan kecintaan dan berusaha mengadakan pendekatan kepada orang yang diajak bicara dengan berusaha seakan-akan ia adalah salah satu di antara orang-orang yang mencintainya sehingga tidak ridha dengan perkataan orang lain tentangnya, untuk itu disampaikan kepadanya semua ucapan tentangnya, bahkan mungkin dengan menambah-nambahinya agar ia lebih dicintai oleh orang yang diajak bicaranya itu.
Sekedar main-main dan bergurau, karena pada kenyataannya banyak perkumpulan yang diselenggarakan sekadar untuk mengundang tawa, senda gurau dan mengutip omongan yang beredar di antara mereka.
Adanya keinginan untuk mengada-ada dan mengetahui rahasia orang lain serta menimbulkan surprise di kalangan manusia, sehingga untuk maksud itu ia mengutip ucapan seseorang untuk membuka rahasia orang lain.
Bagaimana Menyikapi Orang yang Suka Mengadu Domba?
Setiap orang yang menerima berita tentang dirinya bahwa “Fulan berkata tentangmu begini dan begitu“, atau “Fulan telah memperlakukan terhadap hakmu dengan begini dan begitu”, atau “Fulan telah merencanakan sesuatu untuk merusak urusanmu atau untuk menjelekkanmu”, atau ungkapan-ungkapan serupa lainnya, maka untuk mengatasi hal semacam itu hendaklah ia melakukan enam hal berikut:
Tidak percaya kepadanya, karena orang yang suka mengadu domba adalah seorang yang fasik dan kesaksiannya tidak dapat diterima, Allah Subhaanahu Wata’aala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَة
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya.” (Al-Hujurat: 6).
Melarangnya melakukan hal itu, menasihatinya dan mengatakan kepadanya bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan buruk. Allah berfirman:
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَر
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar.” (Luqman: 17).
Hendaklah ia marah kepada orang tersebut karena Allah, sebab orang yang berbuat demikian adalah orang yang dimurkai di sisi Allah, maka wajib marah kepada siapa yang dimurkai Allah.
Jangan berburuk sangka kepada sesama Muslim yang tidak ada di hadapan anda, berdasarkan firman Allah:
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْم
“Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Al-Hujurat: 12).
Jangan sampai khabar yang anda terima itu mendorong anda untuk mencari-cari dan memastikan kesalahan orang lain, hal ini berdasarkan firman Allah:
وَلا تَجَسَّسُوا
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (Al-Hujurat: 12).
Janganlah anda merasa puas diri karena anda berhasil mencegah seseorang untuk mengadu domba, dan jangan sekali-kali anda menceritakan itu kepada orang lain dengan mengatakan, bahwa “Fulan berkata kepadaku begini dan begitu”, jika hal itu anda lakukan maka anda telah berbuatnamimah dan menggunjing orang lain, yang berarti anda melakukan sesuatu yang anda sendiri telah melarangnya.
Al-Hasan berkata: “Barangsiapa yang mengadu kepadamu berarti ia telah mengadu domba kamu”, hal ini merupakan suatu isyarat bahwa orang yang mengadu domba patut untuk dibenci, tidak dipercaya kata-katanya dan patut pula untuk dikucilkan dalam pergaulan, sebab orang yang melakukan itu tidak terlepas dari perbuatan dusta, membicarakan aib orang, khianat, iri, dengki, nifaq, menyebabkan rusaknya hubungan antara sesama manusia, dan orang yang melakukan perbuatan itu termasuk orang yang berusaha memutuskan tali (persaudaraan) yang Allah perintahkan untuk menjalinnya, serta termasuk orang yang melakukan kerusakan di muka bumi.
Allah Subhaanahu Wata’aala berfirman:
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقّ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak.”(Asy-Syura: 42).Dan orang yang suka mengadu domba temasuk di antara mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ شَرَارِ النَّاسِ مَنِ اتَّقَاهُ النَّاسُ مِنْ شَرِّهِ.
“Sesungguhnya yang termasuk manusia jahat adalah yang ditakuti orang lain karena kejahatannya.”
Dan orang yang berbuat namimah termasuk di antara mereka.Beliau bersabda pula:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ. قِيْلَ: وَمَا الْقَاطِعُ؟ قَالَ: قَاطِعٌ بَيْنَ النَّاسِ.
“Tidak masuk Surga orang yang memutuskan”, beliau ditanya: “Memutuskan apa?”. Beliau bersabda: “Yang memutuskan hubungan antara sesama manusia”.
Dan itu adalah orang yang berbuatnamimah. Ada juga yang berpendapat bahwa maksud dari hadits ini adalah orang yang memutuskan tali persaudaraan.
Mush’ab bin Umair berkata: Kami berpendapat bahwa menerima laporan yang bersifat mengadu domba adalah lebih jahat daripada perbuatan adu domba itu sendiri, karena laporan yang bersifat mengadu domba adalah petunjuk, sementara menerimanya berarti melakukan petunjuk itu. Adalah tidak sama antara orang yang menunjukkan pada sesuatu dengan orang yang melakukan sesuatu. Maka waspadalah terhadap orang yang mengadu domba, walaupun ucapannya itu jujur namun di balik kejujurannya itu ia adalah seorang penjilat, karena dengan begitu berati ia tidak menjaga kehormatan orang lain dan tidak menutupi aib sesama.
Sikap Terhadap Pelaku Namimah
Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: “Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,”maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:
Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik.
Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya.
Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah.
Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.
Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini.” Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimahkarena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut.”.
Bukan Termasuk Namimah
Apakah semua bentuk berita tentang perkataan/perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya, tidak. Bukan termasuk namimah seseorang yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya apabila ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunnat atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan pada pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain. An-Nawawi rahimahullah berkata, “Jika ada kepentingan menyampaikan namimah, maka tidak ada halangan menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga atau hartanya.”
Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi/mencegah gangguan maka tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”
Wallohul Musta'an Ila Thoririljinan
Segenap Manajemen Bolavita Mengucapkan Selamat Merayakan Tahun Baru Imlek 2570
BalasHapusKongzili Semoga Di Tahun Babi Tanah Diberikan Rejeki Lebih Banyak
Dibandingkan Tahun Sebelumnya
WA : +62812-2222-995