حدثنا إسماعيل قال: حدثني مالك، عن إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة: أن أبا مرة مولى عقيل بن أبي طالب أخبره: عن أبي واقد الليثي:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بينما هو جالس في المسجد والناس معه، إذ أقبل ثلاثة نفر، فأقبل إثنان إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وذهب واحد، قال: فوقفا على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأما أحدهما: فرأى فرجة في الحلقة فجلس فيها، وأما الآخر: فجلس خلفهم، وأما الثالث فأدبر ذاهبا، فلما فرغ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (ألا أخبركم عن النفر الثلاثة؟ أما أحدهم فأوى إلى الله فآواه الله، وأما الآخر فاستحيا فاستحيا الله منه، وأما الآخر فأعرض فأعرض الله عنه). [462].
Ismail menceritakan kepadaku, beliau berkata, Malik menceritakan kepadaku, dari Ishak bin Abdullah bin Abi Tholhah sesungguhnya Abu Marrah budak dari Aqil bin Abi Thalib memberikan informasi kepadaku Dari Abi Waqid Al Laitsi r.a., dia berkata : “ Pada suatu waktu Rasulullah saw sedang duduk di masjid kemudianh datanglah tiga rombongan manusia, yang dua kelompok menghadap rasulullah saw, sedang yang satunya melihat tempat senggang dalam majelis itu, maka duduklah mereka. Sedangkan yang lain duduk di belakang mereka, sedangkan kelompok ketiga pergi dan berpaling. Setelah itu Rasulullah saw bersabda: “ Adakah belum aku beritahukan kepadamu tentang tiga kelompok manusia tersebut ?. adapun kelompok pertama adalah mencari keridhoan Allah swt, maka Allah ridho pula kepada mereka, adapun yang lainnya mereka malu kepada Allah, maka Allahpun malu kepada mereka. Sedangkan yang satunya lagi mereka berpaling dari keridhoan Allah, maka Allahpun berpaling dari mereka.
(HR. Bukhori, Bab Orang yang duduk ketika sampai kesuatu majelis, dan Orang yang melihat celah dalam halaqoh lalu ia duduk di dalamnya).
Hadis di atas menceritakan tentang keutamaan bermajelis ilmu, bahkan dalam hadis lain Rasulullah mensifati majelis ilmu dengan sebutan Riyadhul Jannah ( taman surga ). Dimanapun kita berada apabila kita lewat atau melihat halaqatul ilmi ( majelis ta’lim ) maka seyogyanya kita berhenti sejenak dan bergabung didalamnya dengan tujuan mencari ridho Allah swt, jika itu kita lakukan maka Allahpun akan Ridho terhadap kita. Subtansi hadis tersebut adalah merangsang para pencari ilmu agar mencintai majelis ta’lim, sekolah, kampus ataupun tempat-tempat ilmu lainnya.
Sekaligus larangan bagi kita untuk berpaling dari majelis ilmu, dengan kata lain bahwa pulang dari kampus ketika ada dosen adalah termasuk dalam kategori orang yang berpaling dari keridhoan Allah. Ketika kita berpaling dari keridhoan Allah maka Allahpun akan berpaling dari kita. Ketika Allah berpaling dari kita, siapa lagi yang kita harapkan akan memberikan pertolongan kepada kita ?.
روي عن النبي صلى الله عليه وسلم: من اهان خمسة خسر خمسة : من استخف با العلماء خرالدين، ومن استخف با الامراء خسرالدنيا ومن ستخف با الجيران خسرالمنا فع ومن استخف با الاقرباء خسرا المودة، ومنن استخف بأ صله خسر طيب المعيثة (رواه البخاري)
“Diriwayatkan dari Nabi SAW. Barang siapa yang merendahkan lima hal, maka akan rugi pada lima hal: satu siapa yang meremehkan ulama, maka akan rugi dalam hal agama, dan barang siapa yang merendahkan pemimpin, akan rugi hal dunia, dan siapa yang meremehkan tetangga, akan rugi kebaikannya”. (H.R. Bukhari
Berhasil menjadi pengusaha sukses...
Tapi gagal menjadi ayah-ibu, wah… dampaknya bisa puluhan tahun, bahkan sampai akhirat. Indikator keberhasilan mendidik anak itu bukan anak sudah bisa jadi apa, anak sudah sehebat apa, anak sekaya apa, atau lainnya yang hanya bisa diukur dengan materi. Hati-hati karena hal itu melenakan. Sebab semua itu tidak ada artinya bila meninggalkan luka atau tidak meninggalkan kedamaian di hati orang tua kala usia senja atau justru menggerus amalan orang tua di akhirat kelak akibat kelakuan anaknya.
Islam mempunyai dasar dan tata cara tersendiri dalam mendidik anak. Karena dalam Islam, anak memiliki peran yang sangat penting.
Dalam Islam, sesungguhnya anak-anak adalah titipan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada kita. Sebagai titipan-Nya, anak adalah harapan di masa depan. Merekalah kelak yang akan menjadi pengaman dan pelopor masa depan agama dan bangsa.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kita mendidik mereka menjadi generasi unggul dan tangguh di masa depan. Lebih dari itu, AllahSubhanahu Wa Ta’ala juga memerintahkan kita sebagai orang tua untuk menjauhkan mereka dari api neraka kelak.
Bagaimana cara memenuhi kewajiban itu?
Yaitu dengan mendidik anak-anak sesuai dengan perintah-Nya dan teladan dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Quran dan Hadits telah memberikan panduan yang jelas dalam mendidik anak.
Hadits-hadits pendidikan di bawah ini adalah sebagian dari nasehat bapak pendidikan umat Islam Nabi Muhammad SAW, di antaranya:
Hadits tentang berbakti kepada ibu-bapak
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اَللهُ عَنْهُ قَالَ: اَقْبَلَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: اُبَايِعُكَ عَلَى الهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ اَبْتَغِى الآجْرَ مِنَ اللهِ قَالَ: هَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ اَحَدٌ حَيٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَارْجِعْ اِلَى وَالِدَيْكَ فاَحْسِنْ صُحْبَتَهُماَ (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairota r.a. berkata: Ada seorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah SAW lalu ia berkata : Saya berjanji kepada engkau, wahai Rasulullah untuk berhijrah dan berjuang agar mendapatkan pahala dari Allah. Beliau bersabda: Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup? Laki-laki itu menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda pula: Pulanglah kamu kepada kedua orang tuamu dan dampingilah keduanya dengan baik." (H.R. Muslim)
Surat Al-Baqoroh ayat 223
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْۖوَقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُم مُّلَاقُوهُ ۗوَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴿٢٢٣﴾
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki . Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Hadits tentang tanggung jawab kepala rumah tangga
عَنِ عَائِشَةٍ رَضِيَ الله ُعَنْهَا قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةِ اِمْرَأَةُ أَبِى سُفْيَانَ عَلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ اَنْ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيْحٌ لَا يُعْطِيْنِيْ مِنَ النَفَقَةِ مَا يَكْفِيْنِى وَيَكْفِى اِبْنِى اِلَّا مَاأَخَذَتْ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عَلَّمَهُ, فَهَلْ عَلىَّ فِى ذَلِكَ مِنْ جُنَاحِ؟ فَقَالَ: خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالمْعَرْوُفْيِ مَا يَكْفِيْكَ وَمَا يَكْفِي بَنِيْكَ. (متفق عليه)
“Aisyah RA menceritakan, bahwa pada suatu kali datanglah Hindun binti ‘Utbah, yaitu isteri Abu Sufyan menemui Rasulullah SAW seraya berkata, “Hai Rasulullah! Abu Sufyan itu ialah laki-laki yang kikir, sehingga tidak diberinya saya nafkah yang memadai untukku, kecuali hanya dengan mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa dengan begitu?” Jawab Beliau, “Ambillah sebagian hartanya itu dengan niat baik secukupnya yaitu untukmu dan anak-anakmu.” (Mutafaq ‘Alaih)
Hadits tentang tugas-tugas istri atau ibu
وَاْلاِمْرَأَةُ فِى اْليَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ, وَهِىَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه البخاري ومسلم)
“Dan seorang istri adalah penanggung jawab (pemimpin) di dalam rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas tugas dan kewajiban itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود)
Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda : “Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)
KANDUNGAN HADITS
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci tanpa dosa, dan apabila anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan itu adalah dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya tentang sesuatu hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk yang harus ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam pedndidikan yang baik dan benar.
Dalam proses pendidikkan anak ini, adakalanya orang tua bersikap keras dalam mendidik anak. Contohnya, pada umur tujuh tahun orang tua mengingatkan anaknya untuk melakukan sholat dan pada saat umur sepuluh tahun, orang tua boleh memukulnya ketika sianak tersebut tidak mengerjakan sholat.
Ketika anak tersebut oleh orang tuanya dijadikan seorang muslim maka anak tersebut harus menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya seperti firman Allah SWT.
“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya”. (Q.S Al-ankabuut).
Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa besarkah kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya.
Tetapi, berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat saja kita sering telat dan tidak khusyuk Rasulullah SAW menempatkan ibu “tiga tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Orang bijak mengatakan, “Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.”
Jadi orang tua itu berperan penuh dalam proses mendidik anaknya, apabila anak itu sampai tidak mengenal agama (mengenal Allah) maka itu merupakan kelalaian orang tua.
Surat At- Tahrim ( 66: 6 )
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴿٦﴾
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Tentang ayat :
قُواْأَنفُسَكُمْوَأَهْلِيكُمْنَاراً
“Jagalah diri dan keluarga kamu dari api (neraka)’
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Talhah, dari Ibn `Abbas radhiallahu 'anhu: Dia berkata, "Bekerja dalam ketaatan kepada Allah, menghindari ketidaktaatan kepada Allah, dan jagalah keluarga kalian untuk selalu taat dan mengingat Allah, maka Allah akan menyelamatkan kalian dari neraka".
Mujahid berkata :
"Bertaqwalah kepada Allah dan jagalah keluarga kalian agar bertaqwa kepada Allah".
Qatadah berkata:
"Dia diperintah untuk taat kepada Allah, untuk tidak mendurhakai Allah, dan dia diperintah agar keluarganya mematuhi perintah Allah, dan dia membantu keluarganya untuk bertindak diatas perintah Allah. Ketika melihat ketidaktaatan, dia cegah keluarganya dan melarang keluarganya dari melakukan hal tersebut".
Ad-Dahhak dan Muqatil berkata:
"Ini adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mengajari keluarga dekatnya, budak-budak laki-laki dan perempuan, terhadap apa-apa yang telah Allah wajibkan bagi mereka, dan apa-apa yang telah Allah larang bagi mereka".
وَقُودُهَاالنَّاسُوَالْحِجَارَةُ
'berbahan bakar manusia dan batu'.
Hal ini menggambarkan bahwa manusia, anak cucu Adam, akan menjadi bahan bakar api neraka.
Sedangkan:
وَالْحِجَارَةُ
“batu’
Hal ini menggambarkan berhala-berhala yang disembah oleh manusia. Firman Allah Ta'ala:
إِنَّكُمْوَمَاتَعْبُدُونَمِندُونِاللَّهِحَصَبُجَهَنَّمَأَنتُمْلَهَاوَارِدُونَ
"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya"[Al Anbiyaa:98].
Abdullah bin Mas`ud, Mujahid, Abu Ja`far Al-Baqir and As-Suddi berkata:
"Ini adalah batu belerang yang lebih busuk dari mayat busuk".
عَلَيْهَامَلَـئِكَةٌغِلاَظٌشِدَادٌ
“penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, (dan) keras”
Maknanya: para malaikat berperilaku tegas, karena rahmat (rasa belas kasihan) telah dibawa keluar dari hati mereka untuk orang-orang yang kafir kepada Allah.
شِدَادٌ
“keras”
Maknanya: sangat kuat, sangat perkasa.
لاَّيَعْصُونَاللَّهَمَآأَمَرَهُمْوَيَفْعَلُونَمَايُؤْمَرُونَ
“dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Maknanya : Apapun perintah Allah, mereka bergegas mematuhi-Nya, tanpa penundaan bahkan hanya sekejap mata. Mereka selalu memenuhi perintah Allah, mereka disebut Az-Zabaniyah, yang berarti, para penjaga dan penjaga neraka.
Abdullah Nasis Ulwan dalam bukunya pendidikan anak dalam islam mengatakan bahwa surah ini adalah sebagai perintah untuk melakukan pendidikan anak dengan perhatian/pengawasan . Makna perhatian adalah mencurahkan segenap perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial.
Surat Lukman ( 31: 13 )
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِۖإِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Kata ya’izhuhu terambil dari kata wa’zb yaitu nasehat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata“dia berkata” untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukan dari saat ke saat.
Kata “bunnayya” adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah “ibny” dari kata “ibn” yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat diatas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/ mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wudhu’ dan keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya berbentuk larangan, jangan mempersekutukan Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik.
Surat An- Nisa’ ( 4: 9 )
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿٩﴾
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Surat At- Thur ( 52: 21 )
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ ﴿٢١﴾
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka , dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Hadits tentang pendidikan terhadap anak
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)[
Seorang ayah mempunyai tugas dan kewajiban terhadap anaknya yaitu, mengurus segala hajat dan keperluan mereka manakala membutuhkan. Seperti dalam hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِى مَسْعُوْدٍ البَدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا اَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى اَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ (رواه متفق عليه)
“Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda: apabila seorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan rela maka yang demikian itu suatu sedekah baginya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih)
Lebih dari itu, seorang ayah harus mendidik anak-anaknya, mengurus segala keperluan hidupnya, membimbingnya kepada akhlak yang terpuji, kelakuan yang baik dan perangai yang mulia, di samping memelihara dan menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang sebaliknya. Juga , memuliakan semua perintah dan larangan agama, menyampingkan urusan keduniaan, melebihkan dan mengutamakan urusan akhirat.
Tugasnya yang lain ialah, memberi nama yang baik kepada anaknya, memilihkan istri dari keturunan orang-orang yang berbudi pekerti yang baik dan sholih, agar menjadi ibu yang diberkati oleh anaknya kelak. Hendaklah seorang ayah berlaku adil dalam pemberiannya kepada anak-anaknya. Tidak boleh melebihkan seorang atas lainnya, karena membedakan kasih sayang dan mengikuti kehendak hawa nafsunya sendiri.
Orang yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya sebagaimana tersebut di atas, tidak memperhatikan pengajaran atas mereka, malah membuka pintu hatinya agar senantiasa cinta dunia dan tunduk di bawah kekuasaannya, sehingga anak-anak itu mendurhakai mereka dan tidak mengikuti petunjuk ajarannya, maka janganlah ia menyalahkan orang lain selain diri sendiri. Kerugian itu selalu menimpa orang yang alpa dan lalai. Di zaman ini, terlalu banyak anak-anak yang durhaka dan tidak mau mendengar perkataan ibu-bapaknya tersebar dimana-mana. Apabila kita teliti, penyebabnya tidak lain karena kelalaian ibu-bapaknya yang telah menyia-nyiakan pemeliharaan anak-anak itu sejak kecil.
Ungkapan-ungkapan Luqman patut dijadikan teladan oleh siapapun pada zaman ini, sistematika nasehatnya yang dikemas dengan indah, tersusun dengan teratur dan didukung oleh contoh dan budi pekerti yang amat mulia, sehingga terhujam kedalam hati. Ia mulai menaburkan nasihatnya dengan tauhid/ mengesakan Allah, mengajak untuk mendekatkan diri kepada Allah (beribadah) dan menanankan budi pekerti yang mulia (akhlak al- karimah) sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman [31]:13 di atas.
Luqman meneruskan wasiat kepada putra- putranya untuk senantiasa memelihara dan memupuk rasa keimanan kepada Allah dengan senantiasa mengadakan komunikasi dengan Allah melalui ibadah shalat, mengerjakan yang baik dan mencegah yang mungkar dan bersabar atas segala sesuatu yang menimpanya.
Lebih lanjut, luqman mengingatkan putra- putranya untuk menjaga, memelihara dan menampilkan akhlak yang mulia. Saling mengasihi diantara mereka, tidak sombong dan angkuh, apalagi sampai membuang muka. Hal ini digambarkan dalam firman-Nya:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ﴿١٨﴾ وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ﴿١٩﴾
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Luqman berkata pada putra- putranya “pilihlah delapan macam perkataan para Nabi a.s” :
1. Apabila engkau sedang melakukan shalat, maka peliharalah hatimu
2. Apabila engkau sedang berada dalam rumah orang lain, maka peliharalah matamu.
3. Apabila engkau berada ditengah- tengah manusia, maka jagalah mulutmu.
4. Apabila engkau sedang berada dalam hidangan, maka peliharalah orang di sekelilingmu.
5. Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal, dua hal yang harus diingat adalah Allah swt dan mati. Sedangkan dua hal yang harus dilupakan ialah kebaikanmu terhadap orang lain dankejelekan orang lain terhadap kamu.
Disamping itu pula, ternyata luqmanul hakim sangai piawai dalam menanamkan rasa kepercayaan diri dan sikap istiqamah kepada putra- putranya dalam beramal shaleh ditengah- tengah terjangan badai godaan yang sangat besar. Hal ini patut ditiru oleh para orang tua, guru pada saat ini ditengah derasnya arus informasi yang susah dibendung, pergeseran budaya yang telah merusak tatanan kehidupan dan merebaknya peredaran obat- obat terlarang.
Tugas-tugas istri ialah fardhu’ain. Para ulama dalam hal ini sepakat, Syaikh Al Ghazali ulama Mesir kontemporer yang sering membela hak-hak perempuan menyatakan: ”Betapapun juga, prinsip dasar yang harus kita ikuti atau kita upayakan agar selalu dekat padanya ialah “rumah”. Saya benar-benar merasa gelisah pada kebiasaan para ibu rumah tangga yang meninggalkan (membiarkan) anak-anaknya tinggal dan diasuh oleh para pembantu atau diserahkan pada tempat penitipan anak. Nafas seorang ibu memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menumbuhkan dan memelihara perilaku kebajikan dalam diri anak-anaknya.
Tugas seorang ibu yang paling utama adalah melahirkan, menyusui hingga membesarkan anak. Setelah melahirkan peran ibu sangat dibutuhkan oleh bayi yaitu pemberian ASI yang cukup. Mulai dari mengandung hingga proses menyusui, pendidikan sudah mulai diajarkan. Berdasarkan pandangan yang diteliti, bahwa bayi yang baru lahir khususnya pada hari-hari dan bulan-bulan pertama, akan ditemukan sosok tubuh yang tulangnya masih lemah dan urat-uratnya masih lemas. Dia ibarat adonan roti yang terhidang di hadapan kita, siap dipolakan sesuai dengan keinginan kita. Setiap aspek kesehatan yang berkaitan dengan pertumbuhannya secara wajar, wajib diikuti dan harus diperhatikan, khususnya mengenai kebersihan dan kesucian, waktu musim, pergantian udara dan lain sebagainya.
Bayi bukanlah hanya sekedar badan, akan tetapi bayi itu tersusun atas badan wadak (tubuh) serta badan halus (ruh). Pengembangan potensi yang dimiliki keduanya sangat dipengaruhi oleh bentuk perlakuan dan kebiasaan keseharian. Yakni sebagaimana dilukiskan dalam sebuah syair:
فاَلْنَفْسُ كَالطِّفْلِ اِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَي# حُبِّ الرَّضَاعِ وَاِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمُ #
“Jiwa, bagaikan bayi mungil. Jika engkau biarkan menyusu, cenderung untuk menyusu hingga dewasa. Dan andaikan engkau sapih, niscaya dia akan tersapih.”
Demikianlah, kehidupan kejiwaan akan merekam berbagai isyarat, nada, gerak, profil, gambaran serta wajah. Dari sini akan tampak peranan seorang ibu dalam mewarnai perilaku sang anak. Dia adalah lembaga pendidikan yang pertama, yang mengajar muridnya secara individual. Sedangkan gerak dan kebiasaan keseharian, merupakan mata pelajaran. Pelajaran yang disapaikan oleh sang ibu terhadap anaknya merupakan peletakan batu pertama bagi pondasi kehidupan sang bayi untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Secara rasional, ibadah berupa shalat, puasa maupun yang lain, berperan mendidik pribadi manusia hingga kesadaran dan pikirannya terus-menerus berfungsi dalam semua pekerjaan. Pada hakikatnya semua pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, apabila tidak ditimbang dengan neraca keridhaan Allah, maka perbuatan tersebut akan berubah menjadi malapetaka bagi yang melakukannya.
Sejak dini, seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah melakukannya dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.”(Q.S. Thaha: 132)
Kalau shalat belum diwajibkan atas anak-anak yang masih kecil mengingat mereka belum berstatus mukallaf. Islam mewajibkan kepada orang tua atau walinya untuk melatih mereka dan memerintahkannya kepada mereka. Islam menekankan kepada kaum muslimin, untuk memerintahkan anak-anak mereka menjalankan shalat kepada mereka telah berusia tujuh tahun. Hal ini dimaksudkan agar mereka senang melakukannya dan sudah terbiasa semenjak kecil. Sehingga apabila semangat beribadah sudah bercokol pada jiwa mereka, niscaya akan muncul kepribadian mereka atas hal tersebut.
Dengan demikian, diharapkan ia punya kepribadian dan semangat keagamaan yang tinggi. Tujuan mengajarkan wudhu dan menunaikan shalat fardhu pada waktunya, pada dasarnya adalah mengajarkan ketaatan, disiplin, kesucian dan kebersihan. Demikian pula dengan membiasakan anak-anak kecil menunaikan puasa, adalah dalam rangka supaya mereka sabar dalam beribadah dan dalam menghadapi beban-beban kehidupan.
كل مولود يولد على الفطرة فأبوه يهودا نه او ينصرانه واويمجسانه (رواه مسلم)
“Setiap bayi itu lahir atas kesucian, maka kedua orangtuanya lah yang akan menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi”. (H.R. Muslim)
وعن عمروبن شعيب عن ابيه عن جدهرضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مروااولادكم با الصلاة وهم ابناء سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر، وفرقوا بينهم فى المضاجع (حديث رواه ابودود با سناد حسن)
“Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan shalat, ketika mereka sampai di usia 7 tahun, kemudian pukul mereka karena meninggalkan shalat jika telah sampai usia 10 tahun dan pisahkan diantara mereka di tempat tidurnya”. (H.R. Abu Daud)
Orang Tua Sebagai Pendidik Utama Dan Pertama
1. Orang tua yang menentukan anaknya nanti
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الْبُخَارِيّ وَمُسْلِم)
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap yang lahir, dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka orang tuanyalah yang menentukan apakan dia menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Najusi” (H.R Bukhari dan Muslim)
2. Orang tua memberikan contoh untuk memenuhi hak dan kewajiban
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم:مِنْ حَقِّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ ثَلاَثَةٌ أَن يُحَسَّنَ اِسْمَهُ إِذَا وَلَدَ وَأَنْ يُعَلِّمَهُ الْكِتَابَةَ إِذَا عَقَلَ وَأَنْ يُزَوَّجَهُ إِذَا أَدْرَكَ (الحاكم)
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:”Diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya ada tiga, yaitu: memberinya namay yang baik jika lahir, mengajarkan kitab (al-Qur’ân) kepadanya jika telah mampu (mempelajarinya), dan menikahkannya jika telah dewasa”. (H.R. Hakim)
3. Orang tua mendidik anaknya untuk beribadah
عنْ ابْنِ عُمَروَابْنِ العْاَصِ قال: قال رَسولُ الله ص.م: مُرُوْا أََوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاء سَبْعَ سِنِيْنِ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْر وَفَرقوُاْ بَيْنَهُمْ فىِ المَضَاجِعِ )أبو داود(
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R Abu Daud)
4. Orang tua mendidik anak untuk mencintai Nabi dan keluarganya
قال رسول الله ص.م: أَدّبُوْ أَوْلاَدَكُمْ عَلىَ ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبّ نبَِيِّكُمْ وحبّ اَلِ بَيْتِهِ وَتِلاَوَةِ القُرْأَنِ (الطبراني)
“Rasulullah bersabda, didiklah anak-anak kalian atas 3 perkara; mencintai nabi, mencintai keluarga nabi, dan mencintai membaca Al-Qur’an”. (H.R. al- Tabrani)
5. Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya
قال عمر ابن الخطاب: عَلِّمُوْا أَوْلاَدَكُمْ السِّبَاحَةَ وَالرّمَايَةَ ومُرُوْهُمْ فَليثيبُوْا عَلىَ ظُهُوْرِالخَيلِ وَثبًا )البيهقي(
“Umar bin Khatab berkata “Ajarkanlah anak-anak kalian berenang, memanah, dan perintahlah mereka agar pandai menunggang kuda” (H.R Baihaqi)
Anak adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti di jaga. Salahsatu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat Allah adalah mendidiknya. Ironisnya, sekarang para orang tua menilai bahwa pendidikan anaknya adalah tanggungjawab guru di sekolah. Padahal pertemuan anak didik dengan pendidiknya di sekolah terbatas oleh waktu. Oleh karena itu dalam islam, orang tua tidak bisa berlepas tangan dari tanggungjawab mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama. Hal ini dicontohkan ketika anak dalam kandungan islam mengajarkan agar banyak membacakan surat Yusuf misalnya, atau ketika lahir diadzani dan diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan terkait dengan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang yang saleh atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang diberikan kepada anaknya. Hal ini senada dengan hadis nomor satu.
Realisasi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya adalah melalui cara mendidik anaknya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yaitu:
1. Pendidikan tentang ibadah, yang diwakili oleh hadis nomor tiga
2. Sejarah dan kecintaan terhadap Rasulullah, yang diwakili oleh hadis nomor empat
3. Pendidikan tentang akidah yang benar, diwakili oleh hadis nomor satu
4. Pendidikan tentang tanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban dan menghargai hak orang lain, dua
5. Pendidikan yang menumbuhkan keberanian dan kesehatan, diwakili oleh hadis nomor lima.
Tentu bukan hanya sekedar itu, karena cakupan ilmu itu luas. Namun jika kita perhatikan, kelima hadis tersebut bersentuhan langsung dengan kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya. Indikasinya, dalam hadis tesebut menyinggung-nyinggung kataأَوْلاَدَ atau َأَبَوَاه . dan kelima hadis tersebut nampaknya sudah mewakili tiga komponen jenis pendidikan yang dikembangkan pakar pendidikan barat bernama Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hadits lain tentang hal pendidikan anak
وعن ابن عبا س رضي الله تعلا عنها انه قال : للعلماء درجات فوق درجاة المؤمنين بسبعما ئة درجا ت. ما بين الد رجتين خمسا ما ئة سنة. يقا ل: الئلم افضل من الئمل بخمسة او جة : الاول الئلم بغير عمل يكون والئمل بغير علم لا يكون. و الثا ني الئلم بغير عمل ينفع والئمل بغير علم لا ينفع. والثا لث الئملل لازم والئمل صفة الئباد. والصفة الله افضل من صفة الئباد. (اخرجه درة الناصحين) (رواه احمد)
“Dari Ibnu Abbas RA berkata: bagi orang-orang yang berilmu (ulama) beberapa derajat diatas derajat orang mukmin dengan berbanding 700 derajat. Antara derajat yang satu dengan yang lain mencapai 500 tahun dikatakan: “ilmu lebih utama dari amal melalui 5 sistem: 1) Ilmu tanpa amal pun tetap ada, dan amal tanpa ilmu tak akan bisa, 2) Ilmu tanpa amal bisa manfaat, dan amal tanpa ilmu tak ada manfaatnya, 3) Amal adalah permistian, dan ilmu yang menerangi seperti lampu, 4) Ilmu adalah ucapan para nabi, 5) Ilmu adalah sifat Allah, dan amal adalah sifatan hamba, sementara sifat Allah lebih utama dari sifatan Hamba”. (Durrotun Nasihin) (H.R. Ahmad)
وقال ابن مسعود رضي الله عنه : عليكم بالئلم قبل ان يرفع ور فعه موت رءاته فوالذي نفس بيده ليعدن رجا ل قتلوا في سبيل الله شهداء انتبشهم الله علماء لما يرون من كرا مثهم فان احدا لم يعلد عا لما وانما الئلم باالتعلم. (رواه الترمذ)
“Ibnu Mas’ud RA berkata: kalian mesti berilmu (menguasai ilmu) sebelum mati menjemput. Maka demi “dzat” yang menguasai diri yang menyayangi seseorang yang meninggal di jalan Allah dengan mati syahid. Sesungguhnya Allah akan membangkitkannya (ulama) karena kemuliaannya. Sesungguhnya seorang dilahirkan tanpa ilmu dan ilmu bisa di dapat melalui dipelajari”. (H.R. Tirmidzi)
حدثنا سعيد بن عفير قال: حدثنا ابن وهب، عن يونس، عن ابن شهاب قال: قال حميد بن عبد الرحمن: سمعت معاوية خطيبا يقول:
سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين، وإنما أنا قاسم والله يعطي، ولن تزال هذه الأمة قائمة على أمر الله، لا يضرهم من خالفهم، حتى يأتي أمر الله).
Hamid bin Abdirrahman berkata, aku mendengar Muawwiyah berkata, aku mendengar Rasulullah saw Bersabda:” Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang yang baik, maka Allah akan memberikan kepadanya pengetahuan dalam Agama, sesungguhnya aku adalah orang yang membagi sementara Allah adalah sang pemberi, umat ini tidak akan pernah berhenti menegakkan perintah Allah, dan tidak akan medhoroti mereka, orang-orang yang menentangnya sampai datang hari kiamat.
(HR. Bukhori, Bab Siapapun yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah pahamkan ia dalam masalah agama).
Hadis di atas menerangkan kepada kita bahwa kehendak Allah untuk menjadikan kita baik,itu digantungkan dengan kepahaman kita menyangkut agama. Ilmu agama adalah ilmu yang berkaitan dengan akhlak, maka dengan semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap masalah agama maka akan semakin baik pula akhlak dan perilakunya yang puncaknya bisa mengantarkannya menjadi orang yang takut kepada Allah semata. Kalau dewasa ini kita sering melihat seseorang yang dalam pengetahuan agamanya namun dia justeru makin tenggelam dalam kesesatan, itu dikarenakan ia salah dalam mengaplikasikan ilmunya. Dia hanya pandai beretorika namun hampa dari pengamalan. Imam Ali Karramallahu Wajhah pernah berkata,” Bahwa yang dikatakan orang Alim bukanlah orang yang banyak ilmunya, namun yang dinamakan orang alim adalah orang yang bias mengamalkan ilmunya.” Rasulullah memberikan peringatan kepada kita dengan sabdanya “ barangsiapa makin tambah ilmunya namun tidak bertambah hidayahnya, maka ia semakin bertambah jauh dari Allah swt.” Bahkan Allah dengan tegas mengatakan bahwa yang disebut ulama hanyalah orang yang takut kepadaNya semata.” Innama Yakhsyallaha min ibaadihil ulamaa’.”
Jadi hadis di atas harus dipahami bahwa orang yang dapat mengamalkan ilmu agamanya itulah orang yang dikehendaki Allah menjadi baik.
عن ابي درداء قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: فضل العا لم على العابد كفضل القمر على الكو كب، وانما االعلماء ورثة الآ نبياء, وان الآ نبياء لم يورثوا دينارا ولادرهما، انما ورثوالعلم، فمن اخده اخد بحظ وكفر (رواه ابو داود والتر مذى)
“Dari Abi Darda ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: keutamaan orang alim dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan dibanding bintang-bintang, sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambil warisan itu berarti ia mengambil bagian yang sempurna”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
عن ابى هريرة رضى الله عنه ان رسول الله قال: ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا الى الجنة (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda: Dan barang siapa menjalani akan suatu jalan, untuk mencari ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju syurga”. (H.R. Muslim)
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من تعلم با با من العلم ليعلم الناس اعطي ثواب سبعين صديقا (رواه ابو داود)
“Ibnu Mas’ud RA berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu dengan tujuan untuk menyampaikan kepada umat manusia, maka ia diberi pahala seperti tujuh puluh sodikin”. (H.R. Abu Daud)
عن انس بن مالك رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم قال: اطلب العلم ولو باالصين، فان طلب العلم فريضة على كل مسلم، ان الملا ئكة تضع اجنتها الطا لب العلم رضا بما يطلب (رواه ابن عبد البر)
“Dari Anas bin Malik RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: carilah ilmu meskipun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu adalah fardu / wajib bagi setiap muslim, sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena rela terhadap apa yang ia tuntut”. (H.R. Ibnu Abdil Bar)
وعن امامة رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اقرب الناس من درجة النبوة اهل العلم والجهاد، اما اهل العلم فد لعا الناس على ما جاءت به الرسول واما اهل الجهاد فجاهدوا باسيا فهم على ما جاءت به الرسل (رواه درقطن)
“Dari Umamah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: orang paling dekat derajatnya dari para Nabi ialah ahkul ilmi (yang berilmu) dan pejuang, jika orang yang berilmu memberi petunjuk pada manusia melalui apa yang datang dari Rasul (ilmu), dan kalau pejuang berjuanglah dengan pedangnya, seperti yang ditunjukkan Rasul”. (H.R. Daruqutni)
وعن معاوية رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من ارادا الدنيا فعليه با العلم ومن اردالا خرة فعليه با العلم ومن ارد هما فعليه با العل (رواه الدار قطنى)
“Dari Mu’awiyah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa menginginkan (kebahagiaan) duniawi maka dia harus (mempunyai ilmu) dan barang siapa yang (menginginkan) kebahagiaan akhirat, maka dia harus mempunyai ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka harus mempunyai ilmu”. (H.R. Daruqutni)
Pentingnya Niat Dalam Mencari Ilmu
عن امير المؤمنين ابى حفص عمربن الخطاب رضي الله تعالى عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: انما الاعمال با النيات وانما لكل امرء ما نوى فمن كا نت هجرته الى الله ورسوله فحجرته الى الله ورسوله ومن كا نت هجرته لدنيا يصيبها اومرأة ينكحها فهجرته الى ما ها جر اليه (رواه شيخين)
“Dari Amirul mu’minin Abi Hapsin, Umar bin Khatab RA ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: Sesungguhnya syah atau tidaknya suatu amal (perbuatan taat) tergantung pada niat, dan bagi tiap orang punya niat, maka barang siapa yang niatnya hijrah menuju Allah dan Rasulnya maka ia akan hijrah pada Allah dan Rasulnya, dan bagi yang niatnya hijrah menuju dunia, akan sampai pada dunia, atau pada wanita maka ia akan menikahinya, alhasil hijrahnya seseorang tergantung apa yang di tujunya”. (H.R. Bukhari Muslim)
وعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : كم من عمل يتصد ر بصورة اعمال الدنيا ويسير بحسن النية من اعمال الأخرة، وكم من عمل يتصدر بصورة اعمال الأخرة ثم يصير من اعمال الدنيا بسؤ النية (حديث حسن صحيح)
“Dari Rasulullah SAW: beberapa amal yang berupa amal dunia, tetapi dengan baik niatnya akhirnya menjadi amal akhirat, dan banyak pula yang berupa amal akhirat kemudian jadi amal dunia karena jelek niatnya”. (Hadits Hasan)
Peserta Didik Harus Dihormati
1. Memberikan kemudahan kepada peserta didik
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِ ص.م قال: يَسَّرُوْا وَلاَ تُعًسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا )البخارى(
Dari Anas, dari Nabi saw beliau bersabda:”mudahkanlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka takut”. (H.R Bukhari)
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bisa mengulang pelajaran
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النّبي ص.م: أَنّهُ كان إِذا سَلّمَ سَلّمَ ثلاثاً وِإذَا تَكَلّمَ بِكَلِمَةٍ أعادها ثَلاَثًا )البخارى(
Dari Anas, dari Nabi saw: ” apabila beliau mengucapkan salam, beliau mengucapkan salam tiga kali, dan apabila beliau mengucapkan satu kalimat, maka beliau mengulangnya tiga kali”.( HR Bukhari)
3. Memperlakukan peserta didik dengan penuh kasih sayang
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها: قال رسول الله ص.م:……….ياَعَائِشَةُ عَلَيْكِ باِلرِّفْقِ وَإيّاك وَالْعَنْفَ وَالْفَحْشَ (البخاري)
Dari ‘Aisyah r.a: Rasulullah saw bersabda: …..Ya ‘Aisyah hendaklah kamu bersikap kasih sayang dan hati-hatilah terhadap sikap kejam dan keji”.(H.R Bukhari)
4. Peserta didik harus diarahkan kepada kebenaran jika melakukan kesalahan
قال رسول الله ص.م:ياَغُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِيْكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ (البخاري والمسلم)
Rasulullah saw bersabda: “Hai anak, sebutlah nama Allah (sebelum makan) dan makanlah dengan tangan kanan serta makanlah dulu apa yang ada di dekatmu”. (H.R Bukhari dan Muslim)
5. Peserta didik harus didik sesuai usia dan kemampuan mereka
قال رسول الله ص.م: اَدِّبُوْا اَوْلاَدَكُمْ بِقَدْرِ عُقُوْلِهِمْ (الحديث)
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan kemampuan akal mereka”. (al-Hadis)
Faktor keberhasilan pendidikan atau pembelajaran, salahsatunya ditentukan oleh kesiapan anak didik dalam menerima materi. Peserta didik mampu menerima materi pembelajaran apabila suasana dan kondisi anak siap menerima materi. Untuk menyiapkan peserta didik agar bisa menerima materi ini, perlu dibangun suasana yang membuat peserta didik nyaman dan merasa dihargai. Dan hal itu akan terkait dengan metode dan prinsip penyampaikan bahan ajar yang diunakan oleh pendidik. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menciptakan kondisi nyaman bagi peserta didik, sehinga pembelajaran bisa efektif.
Pertama, hendaknya guru memberikan kemudahan kepada murid agar mereka dapat memahami materi yang disampaikan. Hal ini termaktub dalam hadis kesatu.
Kedua, memberikan kesempatan kepada peserta didik agar bisa mengulangi pelajaran. Seperti ynag dijelaskan dalam hadis ketiga.
Keempat, jika ada kesalahan atau kekurangan pada peserta didik, hendaklah guru tersebut mengarahkannya kepada hal yang benar. Hal ini seperti yang dikisahkan dalam hadis nomor empat. Pada saat itu ada seorang anak yang hendak makan tangannya kesana-kemari dan tidak sopan, Rasul yang saat itu hadir disana menegurnya, kemudian memerintahkan kepada anak tersebut untuk makan dengan tangan kanan dan dimulai dari makanan yang paling dekat dengannya.
Kelima, materi yang diberikan sesuai dengan tingkatan usia atau daya nalar peserta didik. Hal ini diterangkan dalam hadis kelima.
Pendidikan Merupakan Tanggungjawab Bersama
1. Semua orang wajib menuntut ilmu
عن أبي هريرة ، رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim”. (H.R Ibnu Majah)
2. Semua pihak harus saling membantu dalam pelaksanaan pendidikan
عَنِ النُّعمانِ بن بشيرٍ ، عنِ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - ، قال : مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فيِ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الجَسَدِ ، إذا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ ، تَدَاعَى لَهُ سَاَئرُ الجَسَدِ باِلحُمَّى وَالسَّهْرِ . ( لمسلم)
Dari Nu’man bin Basyir, dari Nabi saw bersabda: “perumpamaan orang-orang mu’min dalam saling menyayangi, saling mengasihi, dan berlemah lembut, seperti satu tubuh. Jika satu bagian sakit, maka bagian yang lainnya merasakan sakit dengan panas dan demam”.(H.R Muslim)
3. Semua pihak bisa terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai kapasitasnya
عن ابن مسعود, عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:اغد عالما أو متعلما أو محبا أو مستمعا ولا تكن الخامس فتهلك (الحديث)
Dari Ibnu Masud, dari Rasulullah saw bersabda: “Jadilah pengajar, ataupun pelajar, pendengar, dan pencinta (ilmu) tetapi janganlah menjadi yang kelima, maka nanti kamu bisa celaka”. (al-Hadis)
4. Masyarakat bisa berperan dalam pendidikan sebagai seorang pengajar walaupun hanya dengan meluruskan sebuah kesalahan
عَنْ أَبِي سَعِيد الْخُدْرِيِّ قَالَ : سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول " مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَف الْإِيمَان " (مُسْلِم)
Dari Abu Sa’id Khudriyi berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang melihat sebuah kemungkaran, maka rubahlah dengan tangan (kekuasaan)nya, jika tidak mampu, rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, rubahlah dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman”. (H.R Muslim)
5. Masyarakat bisa berperan dalam pendidikan dengan berperan sebagai donatur
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: جاَهِدُواالمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ (النسائ)
Rasulullah saw bersabda: “Berjihadlah kamu melawan kemusyrikan (termasuk kebodohan) dengan harta, jiwa, dan lidahmu”. (H.R an-Nasai)
Pendidikan adalah ujung tombak pemberdayaan sumber daya manusia. Baik tidaknya penyelenggaraan pendidikan akan berpengaruh terhadap kemajuan sebuah negara. Konsekuensi dari hal tersebut bahwa semua pihak bertanggungjawab atas pendidikan. Hadis pertama di atas tentang kewajiban menuntut ilmu bagi setiap pribadi muslim merupakan indikasi akan hal ini. Begitu sentralnya peran masyarakat dalam pendidikan sehingga Rasul memberikan opsi pilihan sejauhmana potensi kita terlibatdalam penyelenggaraan pendidikan. Nabi saw menyataan kita bisa terlibat sebagai pengajar, peserta didik, pendengar atau mungkin pencinta ilmu yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Masyarakat bisa terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pendidik walaupun hanya membenarkan kesalahan yang dilakukan seseorang atau kelompok, dan itupun sesuai potensi dan kemampuan kita baik dengan cara diplomasi, aksi atau bahkan dengan nurani.
Keterlibatan masyarkat sebagai peserta didik juga merupakan bagian dari dukungan terhadap dunia pendidikan. Dan peran ini yang mutlak bisa dilakukan oleh setiap muslim yang diindikasikan dengan perintah kewajiban untuk mencari ilmu bagi setiap orang.
Jika tidak bisa berperan lansung dalam proses pembelajaran, maka masyarakat bisa berperan sebagai pendudukang kegiatan pendidikan. Perannya bisa sebagai pendegar, dalam hal ini penulis istilahkan pendengar dalam hadis tesebut sebagai pengawas dalam proses pendidikan. Hal ini sesuai dengan hadis Rasul nomor dua yang menyatakan gambaran keindahan kehidupan mastarakat muslin adalah saling tolong (banu) dalam setiap kegiatan mereka, terutama dalam hal pendidikan. Atau mungkin bisa berperan sebagai donatur. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa permasalahan dana juga sangat berpengaruh dalam pendidikan. Oleh karena itu Rasul menyatakan sumbangan dana bagi pendidikan juga bisa dinilai sebagai jihad melawan kemusyrikan, sebab kemusyrikan muncul dikarenakan kebodohan tentang ajaran islam.
Kelima hadis sejalan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SNP) Bab XV yang menyebutkan:
1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perseorangan, kelompok, keluarga, oranisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Pendidikan Agama Harus Diperhatikan
1. Pentingnya pendidikan shalat (ibadah)
عنْ ابْنِ عُمَروَابْنِ العْاَصِ قال: قال رَسولُ الله ص.م: مُرُوْا أََوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاء سَبْعَ سِنِيْنِ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْر وَفَرقوُاْ بَيْنَهُمْ فىِ المَضَاجِعِ )أبو داود(
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R Abu Daud)
2. Pentingnya pendidikan al-Qurân
عن عثمان أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: خَيْركُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآن وَعَلَّمَهُ )الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ (
Dari Usman, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al- Qurân dan mengajarkannya”. (H.R Bukhari, Turmudzi, al-Nasai, dan Ibnu Majah)
3. Pentingnya pengetahuan agama islam untuk menjaga fitrah manusia
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الْبُخَارِيّ وَمُسْلِم)
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap yang lahir, dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka orang tuanyalah yang menentukan apakan dia menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Najusi” (H.R Bukhari dan Muslim)
4. Pentingnya pendidikan tentang etika pergaulan
عن أَنَسِ بنِ مالك قال : جَاءَ شَيْخٌ يُرِيْدُ النَِّبيَّ صلى الله عليه و سلم فَأَبْطَأَ القَوْمُ عَنْهُ أَنْ يُوَسِّعُوْا لَهُ لَيْسَ ِمنّا مَنْ لمَ ْيَرْحَمْ صَغِيْرَنا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا (التِّرْمِذِيُّ)
Dari Anas bin Malik berkata: Seorang laki-laki tua ingin bertemu dengan Rasul, tetapi orang-orang tidak mau melapangkan jalan baginya. Maka Rasulpun bersabda: “Bukan termasuk umat kami, orang yang tidak mencintai yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. (H.R Turmudzi)
5. Pentingnya ilmu agama tentang keindahan dan kebersihan
عن عبد الله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إِنّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الجَمَالَ
(رواه مسلم)
Dari abdullah bin mas’ud berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda:“sesungguhnya Allah itu maha indah dan menyukai keindahan”. (H.R. muslim)
6. Ilmu agama merupakan kunci kesuksesan dunia dan akhirat
من اراد الدّنيا فعليه بالعلم و من اراد الاْخرة فعليه بالعلم ومن اراد هما فعليه بالعلم (الحديث)
“Barang siapa yang mengiginkan dunia (kebagiaan hidup di dunia), maka hendakalah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat), hendakalah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki keduanya (dunia dan akhirat), hendakalah ia menguasai ilmunya”. (hadits Nabi)
Sebenarnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum dalam islam, sebab semua ilmu sumbernya dari Allah yang ditulis dalam al-Qurân, digambarkan di alam, dan dijelaskan oleh Sunah Nabi saw. Tetapi pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan barat membuat manusia terlena dan cenderung melupakan ilmu yang sifatnya petunjuk ibadah, baik ibadah secara vertikal maupun horizontal. Padahal tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada penciptanya.
Pentingnya pendidikan agama ini, terkait dengan apa yang harus diajarkan dan apa hikmahnya harus diajarkan. Terakit dengan apa yang harus diajarkan tentu tidak lepas dari sifat ibadah yang dilakukan manusia itu sendiri. Pertama, yang diajarkan tentu ilmu agama yang sifatnya ‘ubudiyah (ibadah vertikal). Hadis tentang perintah mengajarkan salat dan belajar al- Qurân di atas merupakan bagian dari ilmu yang harus diajarkan dalam rangka mendukung tugas manusia di dunia ini. Sehingga begitu pentingya mengajarkan salat, usia 10 tahun harus diberi sanksi jikaxsi anak masih main-main dengan salatnya. Pentingnya belajar tentang al- Qurân ditandai dengan keharusan untuk mengajarkannya, bahkan orang yang mempelajari kitab suci kita ini disebut sebagai sebaik-baiknya orang muslim. Kedua, tentu terkait dengan ilmu agama masalah mu’amalah secara umum atau ibadah secara horizontal. Hal ini diisyaratkan dengan hadis nomor empat dan lima, yang terkait dengan etika pergaulan dan perlunya menjaga kebersihan dan keindahan.
Pemberian pendidikan agama sebenarnya untuk kebaikan umat muslim sendiri, karena ilmu agama dalam rangka menjaga fitrah manusia dalam seperti yang disebutkan hadis nomor tiga, dan dalam rangka mengantarkan mausia untuk mencapai cita-citanya seperti digambarkan hadis keenam di atas.
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq
Segenap Manajemen Bolavita Mengucapkan Selamat Merayakan Tahun Baru Imlek 2570
BalasHapusKongzili Semoga Di Tahun Babi Tanah Diberikan Rejeki Lebih Banyak
Dibandingkan Tahun Sebelumnya
WA : +62812-2222-995