Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ القُرُونِ قَبْلَهَا، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ»، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَفَارِسَ وَالرُّومِ؟ فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
“Hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka itu?”(HR. Bukhory no. 7319 dari Abu Hurairah r.a)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy (13/301), menerangkan bahwa hadist ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain dalam masalah pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat.
Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau saw, dalam pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik, bahkan tidak jarang hukum Islam pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau hukum Islam tersebut dianggap tidak sesuai dg demokrasi maka tidak segan-segan dibuang atau diabaikan.
Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. datang tidak hanya membawa aqidah keagamaan atau ketentuan moral dan etika yang menjadi dasar masyarakat semata-mata. Akan tetapi Islam juga membawa syariat yang jelas mengatur manusia, perilakunya dan hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam segala aspek; baik bersifat individu, keluarga, hubungan individu dengan masyarakat dan hubungan-hubungan yang lebih luas lagi.
Sejarah memperlihatkan bahwa Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir berhasil mendirikan suatu sistem pemerintahan, kemudian pengaruhnya berkembang ke seluruh penjuru dunia tanpa bantuan kekuasaan dan kekuatan banyak umat. Beliau berhasil menguasai pikiran, keyakinan dan jiwa umatnya, bahkan mengadakan revolusi berpikir dalam jiwa bangsa-bangsa, hanya berdasarkan Al-Qur’an yang setiap hurufnya telah menjadi hukum.
Jadi, Islam memang bukan hanya merupakan sekadar sistem keagamaan. Islam juga mengatur masalah sistem politik, termasuk demokrasi.
Ada kalanya dalam suatu kepentingan, orang-orang banyak menemukan perbedaan pendapat. Allah menjelaskan dalan surat Ali-Imran ayat 159 mengenai masalah perbedaan pendapat ini, yaitu dengan cara bermusyawarah.
Musyawarah dilakukan sebagai cara untuk mengambil keputusan dengan cara yang baik dan benar, dengan tidak memaksa pendapat masing-masing. Musyawarah ini telah diterapkan oleh Rasulullah SAW pada masa kepemimpinannya.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
فَبِما رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159) إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (160) وَما كانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِما غَلَّ يَوْمَ الْقِيامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (161) أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوانَ اللَّهِ كَمَنْ باءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْواهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (162) هُمْ دَرَجاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِما يَعْمَلُونَ (163) لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (164)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Jika Allah menolong kalian, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kalian; jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedangkan mereka tidak dianiaya. Apakah orang yang mengikuti keridaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS Ali Imron Ayat 159-164)
Allah Swt berfirman kepada rasul-Nya seraya menyebutkan anugerah yang telah dilimpahkan-Nya kepada dia, juga kepada orang-orang mukmin; yaitu Allah telah membuat hatinya lemah lembut kepada umatnya yang akibatnya mereka menaati perintahnya dan menjauhi larangannya, Allah juga membuat tutur katanya terasa menyejukkan hati mereka.
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ}
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. (Ali Imran: 159)
Yakni sikapmu yang lemah lembut terhadap mereka, tiada lain hal itu dijadikan oleh Allah buatmu sebagai rahmat buat dirimu dan juga buat mereka.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. (Ali Imran: 159) Yaitu berkat rahmat Allah-lah kamu dapat bersikap lemah lembut terhadap mereka.
Huruf ma merupakan silah; orang-orang Arab biasa menghubungkannya dengan isim makrifat, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
فَبِما نَقْضِهِمْ مِيثاقَهُمْ
Maka disebabkan mereka melanggar perjanjian itu. (An-Nisa: 155)
Dapat pula dihubungkan dengan isim nakirah, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
عَمَّا قَلِيلٍ
Dalam sedikit waktu. (Al-Mu’minun: 40)
Demikian pula dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ}
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. (Ali Imran: 159) Yakni karena rahmat dari Allah.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa begitulah akhlak Nabi Muhammad Saw. yang diutus oleh Allah, dengan menyandang akhlak ini. Makna ayat ini mirip dengan makna ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
لَقَدْ جاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُفٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At-Taubah: 128)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَيْوة، حَدَّثَنَا بَقِيَّة، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ، حَدَّثَنِي أَبُو رَاشِدٍ الحُبْراني قَالَ: أَخَدَ بِيَدِي أَبُو أمَامة الْبَاهِلِيُّ وَقَالَ: أَخَذَ بِيَدِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فقال: "يَا أبَا أُمامَةَ، إنَّ مِنَ الْمُؤْمِنينَ مَنْ يَلِينُ لِي قَلْبُه".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepadaku Abu Rasyid Al-Harrani yang mengatakan bahwa Abu Umamah Al-Bahili pernah memegang tangannya, lalu bercerita bahwa Rasulullah Saw. pernah memegang tangannya, kemudian bersabda: Hai Abu Umamah, sesungguhnya termasuk orang-orang mukmin ialah orang yang dapat melunakkan hatinya.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
========================================
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali Imran: 159)
Al-fadzu artinya keras, tetapi makna yang dimaksud ialah keras dan kasar dalam berbicara, karena dalam firman selanjutnya disebutkan:
{غَلِيظَ الْقَلْبِ}
lagi berhati kasar. (Ali Imran: 159)
Dengan kata lain, sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati dalam menghadapi mereka, niscaya mereka bubar darimu dan meninggalkan kamu. Akan tetapi, Allah menghimpun mereka di sekelilingmu dan membuat hatimu lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu, seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Amr: Sesungguhnya aku telah melihat di dalam kitab-kitab terdahulu mengenai sifat Rasulullah Saw., bahwa beliau tidak keras, tidak kasar, dan tidak bersuara gaduh di pasar-pasar, serta tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan lagi, melainkan memaafkan dan merelakan.
وَرَوَى أَبُو إِسْمَاعِيلَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ التِّرْمِذِيُّ، أَنْبَأَنَا بشْر بْنُ عُبَيد الدَّارِمِيُّ، حَدَّثَنَا عَمّار بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْمَسْعُودِيِّ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَة، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ اللَّهَ أمَرَنِي بِمُدَارَاةِ النَّاس كَمَا أمَرني بِإقَامَة الْفَرَائِضِ"
Abu Ismail Muhammad ibnu Ismail At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Ubaid, telah menceritakan ke-pada kami Ammar ibnu Abdur Rahman, dari Al-Mas'udi, dari Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku agar bersikap lemah lembut terhadap manusia sebagaimana Dia memerintahkan kepadaku untuk mengerjakan hal-hal yang fardu.
Hadis ini berpredikat garib.
=======================================
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. (Ali Imran: 159)
Karena itulah Rasulullah Saw. selalu bermusyawarah dengan mereka apabila menghadapi suatu masalah untuk mengenakkan hati mereka, agar menjadi pendorong bagi mereka untuk melaksanakannya. Seperti musyawarah yang beliau lakukan dengan mereka mengenai Perang Badar, sehubungan dengan hal mencegat iring-iringan kafilah kaum musyrik. Maka mereka mengatakan: Wahai Rasulullah, seandainya engkau membawa kami ke lautan, niscaya kami tempuh laut itu bersamamu; dan seandainya engkau membawa kami berjalan ke Barkil Gimad (ujung dunia), niscaya kami mau berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya tetap duduk di sini," melainkan kami katakan, "Pergilah dan kami selalu bersamamu, di hadapanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu dalam keadaan siap bertempur."
Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah ketika hendak menentukan posisi beliau saat itu, pada akhirnya Al-Munzir ibnu Amr mengisyaratkan (mengusulkan) agar Nabi Saw. berada di hadapan kaum (pasukan kaum muslim). Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah sebelum Perang Uhud, apakah beliau tetap berada di Madinah atau keluar menyambut kedatangan musuh. Maka sebagian besar dari mereka mengusulkan agar semuanya berangkat menghadapi mereka. Lalu Nabi Saw. berangkat bersama pasukannya menuju ke arah musuh-musuhnya berada.
Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah dalam Perang Khandaq, apakah berdamai dengan golongan yang bersekutu dengan memberikan sepertiga dari hasil buah-buahan Madinah pada tahun itu. Usul itu ditolak oleh dua orang Sa'd, yaitu Sa'd ibnu Mu'az dan Sa'd ibnu Ubadah. Akhirnya Nabi Saw. menuruti pendapat mereka.
Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah pula dalam Perjanjian Hudaibiyah, apakah sebaiknya beliau bersama kaum muslim menyerang orang-orang musyrik. Maka Abu Bakar As-Siddiq berkata, "Sesungguhnya kita datang bukan untuk berperang, melainkan kita datang untuk melakukan ibadah umrah." Kemudian Nabi Saw. memperkenankan pendapat Abu Bakar itu.
Dalam peristiwa hadisul ifki (berita bohong), Nabi Saw. bersabda:
«أَشِيرُوا عَلَيَّ مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ فِي قَوْمٍ أَبَنُوا أَهْلِي وَرَمَوْهُمْ، وَايْمُ اللَّهِ مَا عَلِمْتُ عَلَى أَهْلِي مِنْ سُوءٍ وَأَبَنُوهُمْ بِمَنْ؟ وَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ عَلَيْهِ إِلَّا خَيْرًا»
Hai kaum muslim, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku tentang suatu kaum yang telah mencemarkan keluargaku dan menuduh mereka berbuat tidak senonoh. Demi Allah, aku belum pernah melihat suatu keburukan pun pada diri keluargaku, lalu dengan siapakah mereka berbuat tidak senonoh. Demi Allah, tiada yang aku ketahui kecuali hanya kebaikan belaka.
Lalu beliau meminta pendapat kepada sahabat Ali dan sahabat Usamah tentang menceraikan Siti Aisyah r.a.
Nabi Saw. bermusyawarah pula dengan mereka dalam semua peperangannya, juga dalam masalah-masalah lainnya.
Para ahli fiqih berbeda pendapat mengenai masalah, apakah musyawarah bagi Nabi Saw. merupakan hal yang wajib ataukah hanya dianjurkan (disunatkan) saja untuk mengenakkan hati mereka (para sahabatnya)? Sebagai jawabannya ada dua pendapat.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Muhammad ibnu Muhammad Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub Al-Allaf di Mesir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu. (Ali Imran: 159) Yang dimaksud dengan mereka ialah sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar. Keduanya adalah penolong Rasulullah Saw. dan sebagai wazir (patih)nya serta sekaligus sebagai kedua orang tua kaum muslim.
قَدْ رَوَى الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، عَنْ شَهْرَ بْنِ حَوْشَب، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأَبِي بَكْرٍ وَعُمْرَ: "لوِ اجْتَمَعْنا فِي مَشُورَةٍ مَا خَالَفْتُكُمَا"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Abu Bakar dan Umar: Seandainya kamu berdua berkumpul dalam suatu musyawarah, aku tidak akan berbeda denganmu.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui sahabat Ali ibnu Abu Talib yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai azam (tekad bulat). Maka beliau bersabda:
«مُشَاوَرَةُ أَهْلِ الرَّأْيِ ثُمَّ اتِّبَاعُهُمْ»
Meminta pendapat dari ahlur rayi, kemudian mengikuti pendapat mereka.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ شَيْبَانَ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمير، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ".
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, dari Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Penasihat adalah orang yang dipercaya.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui hadis Abdul Malik dengan konteks yang lebih panjang daripada hadis di atas, dan dinilai hasan oleh Imam Nasai.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ شَرِيكٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرو الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ".
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, dari Syarik, dari Al-A'masy, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Penasihat adalah orang yang dipercaya.
Imam Ibnu Majah menyendiri dalam periwayatan hadis ini dengan sanad tersebut.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ وَعَلِيُّ بْنُ هَاشِمٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إذَا اسْتَشَارَ أحَدُكُمْ أخَاهُ فَليشِر عليْهِ.
ia mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah dan Ali ibnu Hasyim, dari Ibnu Abu Laila, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah saudaranya itu memberikan nasihat (saran) kepadanya.
Hadis ini pun hanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah sendiri.
=========================================
Firman Allah Swt.:
فَإِذا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Ali Imran: 159)
Yakni apabila engkau bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu, dan kamu telah membulatkan tekadmu, hendaklah kamu bertawakal kepada Allah dalam urusan itu.
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Ali Imran: 159)
========================================
Firman Allah Swt:
{إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ}
Jika Allah menolong kalian, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kalian; jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (Ali Imran: 160)
Ayat ini —seperti yang telah disebutkan di atas— sama maknanya dengan firman-Nya:
وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Ali Imran: 126)
Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada mereka untuk bertawakal kepada-Nya melalui firman-Nya:
{وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ}
Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (Ali Imran: 160)
Firman Allah Swt.:
وَما كانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa tidak layak bagi seorang nabi berbuat khianat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Musayyab ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Abi Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan ibnu Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka kehilangan sebuah qatifah (permadani) dalam Perang Badar, lalu mereka berkata, "Barangkali Rasulullah Saw. telah mengambilnya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161) Yang dimaksud dengan al-gulul ialah khianat atau korupsi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Khasif, telah menceritakan kepada kami Miqsam, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa firman-Nya berikut ini: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.(Ali Imran: 161) diturunkan berkenaan denganqatifah merah yang hilang dalam Perang Badar. Maka sebagian orang mengatakan bahwa barangkali Rasulullah Saw. mengambilnya, hingga ramailah orang-orang membicarakan hal tersebut. Karena itu, Allah menurunkan firman-Nya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. (Ali Imran: 161)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi secara bersamaan dari Qutaibah, dari Abdul Wahid ibnu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Sebagian di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Khasif, dari Miqsam, yakni secara mursal.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Abu Amr ibnul Ala, dari Mujahid dan Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang munafik menuduh Rasulullah Saw. mengambil sesuatu yang hilang. Maka Allah menurunkan firman-Nya:Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161)
Telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur hal yang sama dengan hadis di atas dari Ibnu Abbas.
Ayat ini membersihkan diri Nabi Saw. dari semua segi perbuatan khianat dalam menunaikan amanat dan pembagian ganimah serta urusan-urusan lainnya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran: 161) Misalnya beliau memberikan bagian kepada sebagian pasukan, sedangkan sebagian yang lainnya tidak diberi bagian. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ad-Dahhak.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.(Ali Imran: 161) Yang dimaksud dengan khianat di sini menurutnya misalnya ialah beliau meninggalkan sebagian dari wahyu yang diturunkan kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada umat.
Al-Hasan Al-Basri, Tawus, Mujahid, dan Ad-Dahhak membacanya dengan memakai huruf yayang di-dammah-kan, sehingga artinya menjadi seperti berikut: Tidak mungkin seorang nabi dikhianati.
Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan dalam Perang Badar, yang saat itu sebagian dari sahabat ada yang berbuat korupsi dalam pembagian ganimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari keduanya (Qatadah dan Ar-Rabi’ ibnu Anas). Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari seorang di antara mereka, bahwa ia menafsirkan qiraat (bacaan) ini dengan pengertian dituduh berbuat khianat.
=======================================
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedangkan mereka tidak dianiaya. (Ali Imran: 161)
Ungkapan ini mengandung ancaman keras dan peringatan yang kuat; dan sunnah pun menyebutkan larangan melakukan hal tersebut dalam beraneka ragam hadis.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ -يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ-عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عقيل، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أعْظَمُ الْغُلُولِ عِنْدَ اللهِ ذِراعٌ مِنَ الأرْضِ: تَجِدُونَ الرَّجُلَيْن جَارَيْن فِي الأرْضِ -أو فِي الدَّار-فَيَقْطَعُ أحَدُهُمَا مِنْ حَظِ صِاحِبِه ذِراعًا، فَإذَا اقْتَطَعَهُ طُوِّقَهُ مِنْ سَبعِ أرضِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامة"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Zubair (yakni Ibnu Muhammad), dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Khianat yang paling besar di sisi Allah ialah sehasta tanah; kalian menjumpai dua orang lelaki bertetangga tanah miliknya atau rumah miliknya, lalu salah-seorang dari keduanya mengambil sehasta dari milik temannya. Apabila ia mengambilnya, niscaya hal itu akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi di hari kiamat nanti.
Hadis yang lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنِ ابْنِ هُبَيْرة وَالْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ. قَالَ: سَمِعْتُ المُسْتَوْرد بْنَ شَدَّادٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "مَنْ وَلِيَ لَنَا عَمَلا وَلَيْسَ لَهُ مَنزلٌ فَلْيَتَّخِذْ مَنزلا أَوْ لَيْسَتْ لَهُ زَوْجَةٌ فَلْيَتَزَوَّجْ، أَوْ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ فَلْيَتَّخِذْ خَادِمًا، أَوْ لَيْسَت لَهُ دَابَّةٌ فَلْيَتَّخِذْ دَابَّةً، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ibnu Hubairah dan Al-Haris ibnu Yazid, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Mustaurid mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Barang siapa memegang kekuasaan bagi kami untuk suatu pekerjaan, sedangkan dia belum mempunyai tempat tinggal, maka hendaklah ia mengambil tempat tinggal; atau belum mempunyai istri maka hendaklah ia segera kawin; atau belum mempunyai pelayan, maka hendaklah ia mengambil pelayan; atau belum mempunyai kendaraan, maka hendaklah ia mengambil kendaraan. Dan barang siapa memperoleh sesuatu selain dari hal tersebut, berarti dia adalah orang yang khianat (korupsi).
Demikian menurut lafaz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui jalur lain dan dengan konteks yang lain pula. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مَرْوَانَ الرَّقِّي، حَدَّثَنَا الْمُعَافَى، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَير، عَنِ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ. قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ كَانَ لَنَا عَامِلا فَلْيَكْتَسِبْ زَوْجَةً، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ خَادِمٌ فَلْيَكْتَسِبْ خَادِمًا، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَسْكَنٌ فَلْيَكْتَسِبْ مَسْكَنًا". قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ: أُخْبِرْتُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ اتَّخَذَ غَيْرَ ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ، أَوْ سَارِقٌ"
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Marwan Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'afa, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Jubair ibnu Nafir, dari Al-Mustaurid ibnu Syaddad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa bekerja bagi (kepentingan) kita, hendaklah ia mencari istri; dan jika ia belum mempunyai pelayan, hendaklah ia mencari seorang pelayan; dan jika masih belum punya rumah, hendaklah ia mencari rumah. Al-Mustaurid ibnu Syaddad mengatakan pula, sahabat Abu Bakar pernah mengatakan bahwa ia pernah mendapat berita bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang mengambil selain dari itu, berarti dia adalah orang yang korupsi atau pencuri.
Guru kami (Al-Hafiz Al-Mazzi) mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Ja'far ibnu Muhammad Al-Faryabi dari Musa ibnu Marwan; hanya ia menyebutkan dari Abdur Rahman ibnu Nafir, bukan ibnu Jubair; hal ini lebih mendekati kebenaran.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيب، حَدَّثَنَا حَفْص بْنُ بشْر، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ القُمّي حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رسول الله صلى لله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لَا أعْرِفَنَّ أحَدَكُمْ يَأْتي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْملُ شَاةً لَهَا ثُغَاءٌ، فَيُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ، فَأقُولُ: لَا أمْلِكُ [لَكَ] مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُكَ. وَلَا أعْرِفَنَّ أحَدَكُمْ [يأْتِي] يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ جَمَلا لَهُ رُغَاءٌ، فَيَقُولُ: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فَأَقُولُ: لَا أمْلِكُ لَكَ مِن اللهِ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُكَ. وَلَا أعْرِفَنَّ أَحَدكمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ فَرَسًا لَهُ حَمْحَمَةٌ، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فَأَقُولُ: لَا أمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُكَ. وَلا أعْرِفَنَّ أحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ [قَشْعًا] مِنْ أدْمٍ، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فأقُولُ: لَا أمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُكَ".
ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang di hari kiamat seraya memikul seekor kambing yang mengembik, ia berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad (tolonglah daku)." Maka aku katakan, "Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, aku telah menyampaikan (risalahku) kepadamu." Dan sungguh aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat seraya memikul seekor unta yang bersuara; ia berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad." Maka aku jawab, "Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu." Dan sesungguhnya aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang di hari kiamat seraya memikul seekor kuda yang meringkik; ia berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad!" Maka kujawab, "Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu." Dan sesungguhnya aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat seraya memikul suatu bagian berupa kulit, lalu ia berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad." Maka kujawab, "Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu."
Hadis ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari para pemilik kitab-kitab sunnah.
Hadis yang lain, diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، سَمِعَ عُرْوَة يَقُولُ: أَخْبَرَنَا أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ قَالَ: اسْتَعْمَلَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلا مِنَ الأزْد يُقَالُ لَهُ: ابْنُ اللُّتْبِيَّة عَلَى الصَّدَقَةِ، فَجَاءَ فَقَالَ: هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي. فَقَامَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: "مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَجِيءُ فَيَقُولُ: هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي. أَفَلا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لَا؟ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَأْتِي أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا بِشَيْءٍ إِلا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ" ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ" ثَلاثًا.
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri yang pernah mendengar Urwah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Humaid As-Sa'idi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengangkat seorang lelaki dari kalangan Bani Azd yang dikenal dengan nama Ibnul Lutbiyyah sebagai amil (pemungut zakat). Lalu ia datang dan mengatakan, "Ini buat kalian, dan ini yang dihadiahkan kepadaku." Maka Rasulullah Saw. berdiri di atas mimbarnya, lalu bersabda: Apakah gerangan yang dilakukan oleh seorang amil yang telah kita kirimkan untuk menunaikan suatu tugas, lalu ia mengatakan, "Ini buat kalian, dan yang ini yang dihadiahkan kepadaku"? Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya, lalu menunggu apakah ia diberi hadiah ataukah tidak? Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian mengambil sesuatu darinya melainkan ia datang di hari kiamat seraya memikulnya di atas pundak. Jika yang diambil itu berupa unta, maka unta itu mengeluarkan suaranya-, atau berupa sapi, maka melenguh; atau berupa kambing, maka mengembik. Kemudian Rasulullah Saw. mengangkat kedua tangannya tinggi-ting-gi hingga kami melihat kulit ketiaknya, lalu bersabda: Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan. sebanyak tiga kali.
Hisyam ibnu Urwah menambahkan dalam riwayatnya bahwa Abu Humaid mengatakan, "Saat itu aku melihat beliau dengan kedua mataku sendiri dan mendengar sabdanya dengan kedua telingaku. Tanyakanlah oleh kalian kepada Zaid ibnu Sabit."
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui Sufyan ibnu Uyaynah. Pada lafaz yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan, "Dan tanyakanlah oleh kalian kepada Zaid ibnu Sabit." Diriwayatkan pula melalui berbagai jalur oleh Az-Zuhri, dan melalui banyak jalur dari Hisyam ibnu Urwah, keduanya meriwayatkan hadis ini dari Urwah dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاش، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ أَبِي حُمَيد أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "هَدَايا الْعُمَّالِ غُلُولٌ".
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Urwah ibnuz Zubair, dari Abu Humaid, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hadiah-hadiah yang diterima oleh para amil (petugas) adalah gulul (penggelapan).
Hadis ini termasuk hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri, predikat sanadnya daif, seakan-akan hadis ini merupakan ringkasan dari sebelumnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Isa At-Turmuzi di dalam Kitabul Ahkam.
حَدّثنا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ يَزِيدَ الأوْدَي، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شِبْل، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَل قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم إلى الْيَمَنِ، فَلَمَّا سِرْتُ أَرْسَلَ فِي أثَري فَرُددتُ، فَقَالَ: "أَتَدْرِي لِمَ بَعَثْتُ إلَيْكَ؟ لَا تُصِيبَنَّ شَيْئًا بِغَيْرِ إذْنِي فَإنَّهُ غُلُولٌ، {وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ} لِهَذَا دَعَوْتُكَ، فَامْضِ لِعَمَلِكَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Daud ibnu Yazid Al-Audi, dari Al-Mugirah ibnu Syibl, dari Qais ibnu Abu Hazim, dari Mu'az ibnu Jabal yang menceritakan: Rasulullah Saw. mengutusku ke negeri Yaman (untuk memungut zakat). Ketika aku telah berangkat, beliau Saw. mengirimkan utusannya di belakangku. Maka aku kembali, dan beliau bersabda, "Tahukah kamu, mengapa aku memanggilmu kembali? Jangan sekali-kali kamu mengambil sesuatu tanpa seizinku, karena sesungguhnya hal itu adalah gulul. Barang siapa yang berkhianat (gulul) dalam urusan ini, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Karena hal inilah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah menuju tempat tugasmu."
Hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya dari jalur ini. Dalam bab yang sama diriwayatkan pula dari Addi ibnu Umairah, Buraidah, Al-Mustaurid ibnu Syaddad, Abu Humaid, dan Ibnu Umar.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بن عُلَيَّة، حَدَّثَنَا أَبُو حَيَّانَ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ التّيْميّ، عَنْ أَبِي زُرْعَة بْنِ عُمَر بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَذَكَرَ الغُلُول فعَظَّمه وعَظَّم أَمْرَهُ، ثُمَّ قَالَ: "لا أُلْفِيَنَّ أَحَدُكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَغِثْنِي. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ أَبْلَغْتُكَ. لا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَغِثْنِي. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ أَبْلَغْتُكَ. لا أُلْفِيَنَّ أَحَدُكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ رِقَاعٌ تَخْفِقُ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَغِثْنِي، فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ أَبْلَغْتُكَ، لا أُلْفِيَنَّ أَحَدُكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ صَامِتٌ فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُكَ".
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan Yahya ibnu Sa'id At-Taimi, dari Abu Zar'ah, dari Ibnu Umar. Sedangkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Hurairah, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. berdiri di hadapan kami, lalu menyebutkan perihal gulul yang dipandang oleh beliau sebagai suatu kesalahan besar dan merupakan perkara yang berat. Kemudian beliau bersabda: Aku benar-benar akan menjumpai seseorang di antara kalian yang datang di hari kiamat, sedangkan di atas pundaknya terpikulkan unta yang mengeluarkan suaranya. Lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, tolonglah aku." Maka aku jawab, "Aku tidak mempunyai suatu wewenang pun dari Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu." Aku benar-benar akan menjumpai seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat, sedangkan di atas pundaknya terpikulkan seekor kuda yang meringkik. Lalu ia berkata, "Ya Rasulullah, tolonglah aku." Maka aku katakan, "Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu." Aku benar-benar akan menjumpai seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat, sedangkan pada pundaknya terpikulkan sejumlah harta benda, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, tolonglah aku." Maka aku jawab, "Aku tidak memiliki sesuatu wewenang pun dari Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Abu Hayyan dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، حَدَّثَنِي قَيْسٌ، عَنْ عدِيّ بْنِ عُميرَة الْكِنْدِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "يَأَيُّهَا النَّاسُ، مَنْ عَمِلَ لَنَا [مِنْكُمْ] عَمَلًا فكَتَمَنَا مِنْهُ مِخْيَطا فَمَا فَوْقَهُ فَهُوَ غُلُّ يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ" قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأنصار أسود -قال مُجَالد: هو سعيد بْنُ عُبَادَةَ -كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ. قَالَ: "وَمَا ذَاك؟ " قَالَ: سَمِعْتُكَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا. قَالَ: "وَأَنا أقُولُ ذَاكَ الْآنَ: مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئ بِقَليلِهِ وَكَثِيرِه، فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَهُ. وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَى".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Ismail ibnu Abu Khalid, telah menceritakan kepadaku Qais, dari Addi ibnu Umairah Al-Kindi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai manusia, barang siapa di antara kalian yang menangani suatu pekerjaan untuk kami, lalu ia menyembunyikan dari kami sebatang jarum dan selebihnya dari pekerjaan itu, maka hal itu merupakan gulul (penggelapan) yang kelak di hari kiamat dia akan datang membawanya. Maka berdirilah seorang lelaki yang hitam dari kalangan Ansar yang menurut Mujahid dia adalah Sa'd ibnu Ubadah, seakan-akan dia (perawi) melihatnya. Lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, terimalah dariku tugasmu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah itu?" Si lelaki itu menjawab, "Aku pernah mendengarmu bersabda anu dan anu, dan sekarang aku akan mengatakannya, 'Barang siapa yang kami angkat menjadi amil untuk menangani suatu pekerjaan, hendaklah menyerahkan seluruh hasilnya, baik banyak maupun sedikit. Maka apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu, ia boleh menerimanya; dan apa yang tidak diberikan kepadanya dari hasil itu, hendaklah ia menahan dirinya'."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Daud melalui berbagai jalur dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الفَزَاري، عَنِ ابْنِ جُرَيج، حَدَّثَنِي مَنْبُوذٌ، رَجُلٌ مِنْ آلِ أَبِي رَافِعٍ، عَنِ الْفَضْلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْعَصْرَ رُبَّما ذَهَبَ إِلَى بَنِي عَبْدِ الْأَشْهَلِ فَيَتَحَدَّثُ مَعَهُمْ حَتَّى يَنْحَدِرَ الْمَغْرِبُ قَالَ أَبُو رَافِعٍ: فَبَيْنَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْرِعًا إِلَى الْمَغْرِبِ إِذْ مَرَّ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ: "أُفٍّ لَكَ.. أُفٍّ لَكَ" مَرَّتَيْنِ، فَكَبُرَ فِي [ذَرْعِي] وَتَأَخَّرْتُ وَظَنَنْتُ أَنَّهُ يُرِيدُنِي، فَقَالَ: "مَا لَكَ؟ امْشِ" قَالَ: قلتُ: أَحْدَثْتَ حَدَثًا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَمَا ذَاكَ؟ " قُلْتُ: أفَّفْتَ بِي قَالَ: "لَا وَلَكِنْ هَذَا قَبْرُ فُلانٍ، بَعَثْتُهُ سَاعِيًا عَلَى آلِ فُلانٍ، فَغَلَّ نَمِرَة فَدُرِعَ الآنَ مِثْلَهُ مِنْ نَارٍ"
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Abu Ishaq Al-Fazzari, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Manbuz seorang lelaki dari keluarga Abu Rafi', dari Al-Fadl ibnu Abdullah ibnu Abu Rafi", dari Abu Rafi' yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. sehabis salat Asar adakalanya pergi menuju tempat Bani Abdul Asyhal, lalu beliau berbincang-bincang dengan mereka hingga waktu magrib tiba. Abu Rafi' mengatakan, ketika Rasulullah Saw. sedang berjalan dengan langkah yang cepat untuk melakukan salat Magrib, beliau me-makai jalan yang dilewati Baqi', lalu beliau bersabda, "Celakalah kamu, celakalah kamu," lalu beliau menempel pada bajuku hingga aku mundur, dan aku menduga yang beliau maksud diriku. Tetapi beliau bersabda, "Mengapa kamu?" Aku menjawab, "Apakah telah terjadi sesuatu pada dirimu, wahai Rasulullah?" Beliau bertanya, "Mengapa demikian?" Abu Rafi' berkata, "Sesungguhnya tadi engkau berkata kepadaku." Nabi Saw. menjawab: Tidak, tetapi ini adalah kuburan si Fulan. ia pernah kutugaskan untuk memungut zakat di kalangan Bani Fulan, dan ternyata ia menggelapkan sebuah baju namirah; kini dirinya memakai baju yang semisal dari api neraka.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَالِمٍ الْكُوفِيُّ الْمَفْلُوجُ -وَكَانَ بِمَكَّةَ- حَدَّثَنَا عُبَيْدة بْنُ الْأَسْوَدِ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي صَادِقٍ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ نَاجِدٍ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ الْوَبَرَةَ مِنْ جَنْبِ الْبَعِيرِ مِنَ الْمَغْنَمِ، ثُمَّ يَقُولُ: "مَا لِيَ فِيهِ إِلَّا مِثْلَ مَا لأحَدِكُمْ، إيَّاكُمْ والْغُلُولَ، فَإنَّ الْغُلُولَ خزْي عَلَى صَاحِبِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، أدُّوا الخَيْطَ والمِخْيَطَ وَمَا فَوْقَ ذَلِكَ، وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الْقَرِيب والْبَعِيدَ، فِي الْحَضَرِ والسَّفَرِ، فإنَّ الجِهَادَ بَابٌ مِنْ أبْوَابِ الْجَنَّةِ، إنَّهُ لَيُنْجِي اللهُ بِهِ مِنَ الْهَمِّ والْغَمِّ؛ وأقِيمُوا حُدُودَ اللهِ فِي الْقَرِيبِ والْبَعِيدِ، وَلا تَأْخُذُكُمْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لائمٍ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Salim Al-Kufi Al-Mafluj orang yang siqah, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnul Aswad, dari Al-Qasim ibnul Walid, dari Abu Sadiq, dari Rabi'ah ibnu Najiyah, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mencabut sehelai bulu dari punggung unta hasil ganimah, kemudian bersabda: Tiada hak bagiku dalam harta ini kecuali seperti hak yang diperoleh seseorang di antara kalian. Waspadalah kalian terhadap gulul (pengkhianatan dalam harta rampasan), karena sesungguhnya gulul itu merupakan kehinaan bagi pelakunya kelak di hari kiamat. Tunaikanlah benang dan jarummu serta barang yang lebih besar dari itu, dan berjihadlah kalian di jalan Allah, baik terhadap kaum kerabat atau orang lain, baik sedang berada di tempat maupun berada dalam perjalanan. Karena sesungguhnya jihad itu merupakan salah satu di antara pintu-pintu surga. Sesungguhnya jihad itu, dengan melaluinya Allah benar-benar menyelamatkan (pelakunya) dari kesedihan dan kesusahan. Dan tegakkanlah hukuman-hukuman had Allah, baik terhadap kaum kerabat ataupun orang lain, dan jangan kalian mundur dalam berjuang membela agama Allah hanya karena celaan orang yang mencela.
Sebagian dari hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, dari Al-Mafluj dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«رُدُّوا الْخِيَاطَ وَالْمِخْيَطَ، فَإِنَّ الْغُلُولَ عَارٌ وَنَارٌ وَشَنَارٌ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Kembalikanlah benang dan jarum, karena sesungguhnya gulul itu merupakan keaiban, neraka, dan kemaluan bagi pelakunya kelak di hari kiamat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ مُطَرِّف، عَنْ أَبِي الجَهْم، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاعِيًا ثُمَّ قَالَ: "انْطَلِقْ -أَبَا مَسْعُودٍ-لَا أُلْفِيَنَّكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَجِيءُ عَلَى ظَهْرِكَ بَعِيرٌ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ لَهُ رُغَاءٌ قَدْ غَلَلْتَهُ". قَالَ: إِذًا لَا أَنْطَلِقُ. قَالَ: إِذًا لَا أُكْرِهُكَ".
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mutarrif, dari Abul Jahm, dari Abu Mas'ud Al-Ansari yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutusnya sebagai amil zakat, kemudian beliau berpesan melalui sabdanya: Berangkatlah engkau, hai Abu Mas'ud. Semoga aku tidak menjumpai engkau di hari kiamat nanti datang, sedangkan di atas punggungmu terdapat seekor unta dari ternak unta zakat yang mengeluarkan suaranya hasil dari penggelapanmu. Ibnu Mas'ud berkata, "Kalau demikian, aku tidak akan berangkat." Nabi Saw. bersabda, "Kalau demikian, maumu aku tidak memaksamu."
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.
أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ صَالِحٍ أَنْبَأَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبَانَ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَد، عَنِ ابْنِ بُرَيدة، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إنَّ الْحَجَرَ لَيُرْمَى بِهِ [فِي] جَهَنَّمَ فَيَهْوِي سَبْعِينَ خَرَيِفًا مَا يَبْلُغُ قَعْرَهَا، وَيُؤْتَى بِالْغُلُولِ فَيُقْذَفُ مَعَهُ"، ثُمَّ يُقَالُ لَمَنْ غَلَّ ائْتِ بِهِ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ}
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Aban, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Abu Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya sebuah batu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, maka batu itu meluncur ke bawah selama tujuh puluh musim gugur (yakni tujuh puluh tahun), tetapi masih belum sampai ke dasarnya. Dan didatangkan harta yang digelapkan, lalu dilemparkan (ke neraka Jahannam) bersama batu itu. Kemudian dikatakan kepada yang menggelapkannya, "Ambillah harta itu." Yang demikian itulah yang dimaksud di dalam firman-Nya: Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. (Ali Imran: 161)
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا عِكْرِمة بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي سِمَاكٌ الحَنفي أَبُو زُميل، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ، حَدَّثَنِي عُمَر بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ: لَمَّا كَانَ يومُ خَيْبَر أَقْبَلَ نَفَر مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: فُلَانٌ شَهِيدٌ، وَفُلَانٌ شَهِيدٌ. حَتَّى أَتوْا عَلَى رَجُلٍ فَقَالُوا: فُلَانٌ شَهِيدٌ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَلا إنِّي رَأَيْتُهُ فِي النَّارِ فِي بُرْدَةٍ غَلَّهَا -أَوْ عَبَاءَةٍ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا ابْنَ الْخَطَّابِ اذْهَبْ فَنَادِ فِي النَّاسِ: إنَّه لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ". قَالَ: فَخَرَجْتُ فَنَادَيْتُ: أَلَا إِنَّهُ لَا يدخل الجنة إلا المؤمنون.
Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku Sammak Al-Hanafi Abu Zamil, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab bahwa setelah Perang Khaibar berhenti, ada segolongan sahabat yang datang menghadap Rasulullah Saw. Lalu mereka berkata, "Si Fulan mati syahid dan si Anu mati syahid," hingga sebutan mereka sampai kepada seorang lelaki yang dikatakan oleh mereka bahwa si Fulan mati syahid. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidak demikian, sesungguhnya aku melihatnya berada di dalam neraka karena baju burdah atau baju aba'ah yang digelapkannya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Pergilah kamu dan serukanlah kepada orang-orang bahwa sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin!Umar ibnul Khattab r.a. melanjutkan kisahnya, "Maka aku pergi dan kuserukan (kepada mereka) bahwa sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Turmuzi melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar dengan lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hadis lain diriwayatkan dari Umar r.a.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ: أَنَّ مُوسَى بْنَ جُبَير حَدَّثَهُ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحُبَابِ الْأَنْصَارِيَّ حَدَّثَهُ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُنَيْسٍ حَدَّثَهُ: أَنَّهُ تَذَاكَرَ هُوَ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ يَوْمًا الصَّدَقَةَ فَقَالَ: أَلَمْ تَسْمَعْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ ذَكَرَ غُلُولَ الصَّدَقَةِ: "مَنْ غَلَّ مِنْهَا بَعِيرًا أوْ شَاةً، فإنَّهُ يَحْمِلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"؟ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ: بَلَى.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, bahwa Musa ibnu Jubair pernah men¬ceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnul Habbab Al-Ansari pernah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Unais pernah menceritakan kepadanya, bahwa pada suatu hari Abdullah Ibnu Unais dan Umar Ibnul Khattab mengenang kembali saat permulaan diwajibkan zakat. Lalu Umar berkata, "Tidakkah kamu pernah mendengar sabda Rasulullah Saw. ketika menuturkan masalah gulul (pengkhianatan atau penggelapan) harta zakat, yaitu: 'Barang siapa yang menggelapkan seekor unta atau seekor kambing dari harta zakat, maka sesungguhnya kelak di hari kiamat ia bakal menggendongnya''?" Maka Abdullah ibnu Unais menjawab, "Memang aku pernah mendengarnya."
Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini melalui Amr ibnu Siwar, dari Abdullah ibnu Wahb dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم بَعَثَ سَعْدَ بْنَ عُبَادة مُصَدقًا، فقالَ: "إيَّاكَ يَا سَعْدُ أنْ تَجِيء يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِبَعِيرٍ تَحْمِلُهُ لَهُ رُغَاءٌ" قَالَ: لَا آخُذُهُ وَلَا أَجِيءُ بِهِ. فَأَعْفَاهُ.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang telah menceritakan: Bahwa Rasulullah Saw. mengutus sahabat Sa'd ibnu Ubadah untuk memungut zakat. Untuk itu beliau Saw. bersabda, "Hai Sa'd, hati-hatilah kamu, jangan sampai kamu datang pada hari kiamat nanti dengan membawa seekor unta yang bersuara." Sa'd menjawab, "Aku tidak akan mengambilnya dan tidak akan mendatangkannya." Maka Nabi Saw. tidak jadi mengutusnya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur Ubaidillah, dari Nafi' dengan lafaz yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَائِدَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّهُ كَانَ مَعَ مَسْلَمة بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ فِي أَرْضِ الرُّومِ، فوُجِد فِي مَتَاعِ رَجُلٍ غُلُول. قَالَ: فَسَأَلَ سالمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عبدُ اللَّهِ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ: "مَنْ وَجَدْتُمْ فِي مَتَاعِهِ غُلُولا فأحْرِقُوهُ": قَالَ: وَأَحْسَبُهُ قَالَ: وَاضْرِبُوهُ قَالَ: فَأَخْرَجَ متاعَه في السوق، فَوَجَد فيه مصحفا، فسأل سالم: بعهُ وَتَصَدَّقْ بِثَمَنِهِ.
telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Muhammad ibnu Zaidah, dari Salim ibnu Abdullah, bahwa ia berada di negeri Romawi bersama Maslamah ibnu Abdul Malik. Ketika Maslamah membuka barang-barang miliknya, maka ia menjumpai pada barangnya terdapat hasil gulul. Lalu Maslamah bertanya kepada Salim ibnu Abdullah mengenai hal tersebut. Kemudian Salim ibnu Abdullah mengatakan bahua ayahnya telah menceritakan sebuah hadis kepadanya. dari Umar ibnul Khattab r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang kalian jumpai pada barangnya hasil gulul, maka bakarlah barang itu -perawi menduga bahwa Umar ibnul Khattab mengatakan- dan pukullah dia oleh kalian. Salim ibnu Abdullah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Maslamah mengeluarkan barang-barangnya di pasar, dan ia menemukan sebuah mushaf di dalamnya. Ketika ia menanyakan hal tersebut kepada Salim, maka Salim berkata, "Juallah mushaf itu dan sedekahkanlah hasilnya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ali ibnul Madini, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi melalui hadis Abdul Aziz ibnu Muhammad Ad-Darawardi. Imam Abu Daud menambahkan Abu Ishaq Al-Fazzari yang keduanya meriwayatkan hadis ini dari Abu Waqid Al-Laisi As-Sagir (yaitu Saleh ibnu Muhammad ibnu Zaidah) dengan lafaz yang sama.
Menurut penilaian Ali ibnul Madini dan Imam Bukhari serta lain-lainnya, hadis ini munkar, yakni yang melalui riwayat Abi Waqid.
Imam Daruqutni mengatakan bahwa hal ini memang sahih (benar) bila dikatakan sebagai fatwa Salim semata.
Tetapi ada orang yang berpegang sesuai dengan pengertian hadis ini, seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dan teman-temannya yang mengikuti jejaknya.
Al-Umawi meriwayatkannya dari Mu'awiyah, dari Abu Ishaq, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa hukuman orang yang berbuat gulul, semua barang bawaannya dikeluarkan, kemudian dibakar berikut hasil gulul-nya.
Kemudian ia meriwayatkannya pula dari Mu'awiyah, dari Abu Ishaq, dari Usman ibnu Ata, dari ayahnya, dari Ali yang mengatakan bahwa orang yang berbuat gulul semua barang bawaannya dikumpulkan, kemudian dibakar dan dihukum dera di bawah hukuman had budak, serta tidak boleh mendapat bagian (ganimah)nya.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan jumhur ulama; mereka mengatakan bahwa barang bawaan si pelaku gulul tidak dibakar, melainkan ia dikenai hukuman ta'zir yang sesuai.
Imam Bukhari mengatakan bahwa adakalanya Rasulullah Saw. melarang menyalatkan jenazah orang yang berbuat gulul, tetapi harta benda miliknya tidak dibakar.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Jubair ibnu Malik yang menceritakan bahwa pernah diperintahkan agar semua mushaf dikumpulkan untuk diadakan perbaikan, lalu ibnu Mas'ud mengatakan: Barang siapa di antara kalian yang mampu menggelapkan sebuah mushaf, hendaklah ia menggelapkannya. Karena sesungguhnya barang siapa yang menggelapkan sesuatu, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan membawanya. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan, "Aku telah membaca dari lisan Rasulullah Saw. sebanyak tujuh puluh kali, maka apakah aku tega meninggalkan apa yang telah kuambil dari lisan Rasulullah Saw.?"
Waki' meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya, dari Syarik, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Ibrahim, ketika diperintahkan agar semua mushaf dibakar, maka sahabat ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Hai manusia, gelapkanlah mushaf. Karena sesungguhnya barang siapa yang berbuat gulul, maka kelak di hari kiamat ia akan datang dengan membawa barang yang digelapkannya. Sebaik-baik barang yang digelapkan ialah mushaf, kelak seseorang di antara kalian akan datang dengan membawanya di hari kiamat."
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Samurah ibnu Jundub yang menceritakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا غَنِمَ غَنِيمَةً أَمَرَ بِلَالًا فَيُنَادِي فِي النَّاسِ، فَيَجيئُون بِغَنَائِمِهِمْ يُخَمِّسُهُ ويُقسمه، فَجَاءَ رَجُلٌ يَوْمًا بَعْدَ النِّدَاءِ بِزِمَامٍ مِنْ شَعْرٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا كَانَ مِمَّا أَصَبْنَا مِنَ الْغَنِيمَةِ. فَقَالَ: "أسَمِعْتَ بِلالا يُنَادِي ثَلَاثًا؟ "، قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَمَا مَنَعَكَ أنْ تَجِيء بِه؟ " فَاعْتَذَرَ إِلَيْهِ، فَقَالَ: "كَلا أَنْتَ تَجِيءُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَلَنْ أقْبَلَهُ مِنْكَ"
bahwa Rasulullah Saw. apabila memperoleh ganimah, beliau memerintahkan kepada Bilal untuk menyerukan kepada orang-orang agar mengumpulkan semua ganimahnya, lalu beliau membagi lima harta rampasan tersebut, sesudah itu baru beliau membagi-bagikannya. Kemudian pada suatu hari datanglah seorang lelaki sesudah Bilal berseru (atas perintah Nabi Saw.) seraya membawa seikat kain bulu, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang kami peroleh dari ganimah." Nabi Saw. bersabda, "Apakah engkau mendengar seruan Bilal?" Hal ini beliau katakan sebanyak tiga kali. Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi Saw. bertanya, "Apa yang menghambatmu untuk datang?" Lalu lelaki itu meminta maaf kepada Nabi Saw. Tetapi Nabi Saw. bersabda: Tidak, engkau akan datang di hari kiamat dengan membawanya. Maka aku tidak akan menerimanya darimu.
========================================
Firman Allah Swt.:
أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوانَ اللَّهِ كَمَنْ باءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْواهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Apakah orang yang mengikuti keridaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Ali Imran: 162)
Maksudnya, tidak sama antara orang yang mengikuti keridaan Allah dengan mengerjakan syariat yang diperintahkan-Nya karena itu, ia berhak mendapat rida Allah dan pahala-Nya yang berlimpah, dan dilindungi dari siksaan-Nya dengan orang yang berhak mendapat murka Allah,dan murka Allah selalu menyertainya hingga ia tidak dapat menghindar lagi dari murka-Nya, tempat baginya kelak di hari kiamat adalah neraka Jahannam, sedangkan neraka Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
Ayat ini mempunyai persamaan yang banyak di dalam Al-Qur'anul Karim, antara lain ialah firman-Nya:
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّما أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمى
Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta. (Ar-Ra'd: 19)
أَفَمَنْ وَعَدْناهُ وَعْداً حَسَناً فَهُوَ لاقِيهِ كَمَنْ مَتَّعْناهُ مَتاعَ الْحَياةِ الدُّنْيا
Maka apakah orang yang kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga), lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi. (Al-Qashash: 61), hingga akhir ayat.
========================================
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ}
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah. (Ali Imran: 163)
Al-Hasan Al-Basri dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ahli kebaikan dan ahli keburukan mempunyai kedudukan yang bertingkat-tingkat.
Menurut Abu Ubaidah dan Al-Kisai, makna darajat ialah tempat-tempat tinggal, yakni tempat tinggal mereka berbeda-beda; begitu pula kedudukan mereka di dalam surga dan yang berada di dalam neraka. Seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلِكُلٍّ دَرَجاتٌ مِمَّا عَمِلُوا
Dan masing-masing orang memperoleh derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Al-An'am: 132)
Karena itulah maka dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Ali Imran: 163)
Dengan kata lain, Allah pasti akan memenuhi balasannya, Dia tidak akan berbuat aniaya terhadap mereka barang suatu kebaikan pun, dan Dia tidak akan menambahkan kepada mereka suatu keburukan pun, melainkan Dia membalas masing-masing diri sesuai dengan amal per-buatan yang telah dikerjakannya.
========================================
Firman Allah Swt.:
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164)
Yakni dari bangsa mereka sendiri agar mereka dapat berkomunikasi dengannya, bertanya kepadanya, duduk semajelis dengannya, dan menimba ilmu darinya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَمِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْها
Dan di amara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya. (Ar-Rum: 21), hingga akhir ayat.
قُلْ إِنَّما أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحى إِلَيَّ أَنَّما إِلهُكُمْ إِلهٌ واحِدٌ
Katakanlah, "Bahwa aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa.” (Fussilat: 6), hingga akhir ayat.
وَما أَرْسَلْنا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْواقِ
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kalian, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 20)
وَما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرى
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf: 109)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepada kalian rasul-rasul dari golongan kalian sendiri. (Al-An'am: 130)
Hal ini jelas lebih sangat diharapkan bila seorang rasul yang diutus kepada mereka berasal dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengannya dan merujuk kepadanya dalam memahami kalam Ilahi yang melewatinya. Karena itulah maka dalam firman berikutnya disebutkan:
{يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ}
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah. (Ali Imran: 164)
Yang dimaksud ialah Al-Qur'an.
{وَيُزَكِّيهِمْ}
dan membersihkan (jiwa) mereka. (Ali Imran: 164)
Yakni yang memerintahkan mereka kepada kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar jiwa mereka menjadi bersih dan suci dari kotoran dan najis yang dahulu di masa mereka musyrik dan Jahiliah selalu mereka lakukan.
{وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ}
dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. (Ali Imran: 164)
Yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.
{وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ}
Dan sesungguhnya sebelum itu. (Ali Imran: 164)
Maksudnya, sebelum kedatangan Rasul Saw.
{لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Ali Imran: 164)
Yakni benar-benar dalam kesesatan dan kebodohan yang nyata. Hal ini tampak jelas bagi setiap orang.
Takhtimah
Dalam tuntunan Islam seperti Al-Qur’an dan Hadits, bab demokrasi sesungguhnya memang tidak banyak dibahas dan yang menjelaskan secara rinci. Belum ditemukan pula hukum islam yang berhubungan secara langsung mengatakan tentang demokrasi sendiri itu bagaimana mestinya. Tapi, bukan berarti Islam melupakan masalah ketata-negaraan ini. Banyak ayat-ayat atau dalil-dalil yang isinya menuju masalah ini, terutama perihal musyawarah.
Suatu demokrasi selalu berkaitan dengan musyawarah. Hal ini merujuk pada keikut- sertaan rakyat dalam sistem pemerintahan. Musyawarah ini juga merupakan kaidah demokrasi yang utama.
Musyawarah ini didasarkan pada surat Ali-Imran ayat 159 ayat ini membahas tentang sebuah tindakan yang dilakukan oleh suatu kaum mengenai hal apa yang harus mereka lakukan saat diantara mereka ada sebuah perbedaan pendapat. Saat tidak ditemukan keputusan, mereka pun juga harus berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits.
Islam tidak menganut demokrasi karena demokrasi sangat berbeda dengan islam, tidak ada hukum atau ketetapan islam yang berasal dari Al-Qur’an, Hadist maupun hukum lain yang berpedoman atau diputuskan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits tersebut yang menyatakan tentang demokrasi secara langsung. Karena demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, jika rakyat sepakat maka selesailah sudah. Sedangkan islam menjalankan dan memutuskan sesuatu berdasarkan hukum dan ketetapan Al-Qur’an, Hadist, serta hukum dan ketetapan lainnya yang diputuskan manusia yang juga berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam demokrasi barat, umat memegang kekuasaan tertinggi. Tetapi dalam Islam, kekuasaan rakyat tidak bersifat mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syari’at agama yang dipeluk oleh setiap individu dari rakyat tersebut. Rakyat tidak dapat bertindak melebihi batas-batas hukum tersebut.
Demokrasi merupakan suatu bentuk kedaulatan atau kekuasaan yang subjek dan objeknya pada rakyat. Maksudnya, demokrasi berarti kedaulatan (pemerintahan) dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam mencapai suatu kesepakatan perlu dilakukan sebuah musyawarah. Al-Qur’an membahas tentang musyawarah dalam surat Ali Imran ayat 159.
Kaidah-kaidah dalam demokrasi sejatinya berhubungan dengan masalah kepemimpinan suatu kaum atau negara. Kaidah-kaidah ini merupakan sifat dan sikap atau apa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin tersebut. Di antara kaidah-kaidah itu antara lain; kesetaraan, musyawarah, mampu menjaga amanah dan adil, dll.
Kaidah dalam demokrasi yang utama adalah musyawarah. Musyawarah berkaitan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan secara berkelompok, guna mencapai suatu mufakat bagi kemaslahatan umat. Dalam musyawarah, setiap orang yang terlibat harus bersikap lembut serta mau mendengarkan anggota lainnya, sperti yang dilakukan Rasulullah SAW.
Dalam hadits, sebenarnya tidak banyak yang membahas demokrasi. Tapi banyak hadits yang menyebut tentang musyawarah, yang mana merupakan bagian dari sebuah sistem demokrasi.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar