Translate

Minggu, 03 Mei 2020

Sejarah Perjuangan Datuk Baiuzzaman Surbakti

Datuk Badiuzzaman Surbakti adalah orang Karo yang beragama Islam. Berperang dan berjuang melawan kompeni selama 23 tahun (1872-1895). Politik perjuangan Datuk Badiuzzaman Surbakti dikenal dengan sebutan “Perang Sunggal.” Namun,  sangat disayangkan nama beliau tidak pernah disebut secara lisan dan tertulis sebagai pahlawan nasional penumpas keji kejahatan kompeni.

Padahal, kompeni sendiri mencatat betapa hebat “Perang Sunggal” sehingga membuat kewalahan, habis akal, habis bekal, dan habis-habisan.

Kini, barangkali satu-satunya jejak untuk menelusuri biografi Datuk Badiuzzaman Surbakti dimulai dari Masjid Raya Datuk Badiuzzaman Surbakti Jalan PDAM Sunggal No. 1 Medan. Masjid Raya Datuk Badiuzzaman dibangun tahun 1885 (1306 Hijriah). Jadi, lebih tua Masjid Raya Datuk daripada Masjid Raya Al-Mashun.

Nama asli Datuk Badiuzzaman Surbakti adalah Datuk Sri Diraja Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti. Lahir di Kerajaan Sunggal yang kala itu bernama Serbanyaman, sekarang menjadi Kecamatan Medan Sunggal. Ayah Datuk Badiuzzaman adalah Datuk Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti, seorang Raja Sunggal yang termahsyur dan ibunya bernama Tengku Kemala Inasun Bahorok.

Ketika Datuk Abdullah Ahmad Surbakti (ayah dari Datuk Badiuzzaman Surbakti) meninggal dunia pada tahun 1857. Kala itu, usia Datuk Badiuzzaman Surbakti berusia 12 tahun.

Dalam perjalanan hidup, Datuk Badiuzzaman Surbakti menikah dengan Ajang Olong Besar Hamparan Perak. Dikaruniai tujuh orang anak, lima anak laki-laki dan dua anak perempuan. Anak laki-laki Datuk Badiuzzaman bernama Datuk Muhammad Mahir Surbakti, Datuk Muhammad Lazim Surbakti, Datuk Muhammad Darus Surbakti, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Muhammad Alif, Amah atau Olong Beru Surbakti, dan Aja Ngah Haji Surbakti.

Sebagai Raja Sunggal VII, Datuk Badiuzzaman Surbakti berhasil menyatukan hati dan jiwa masyarakat Karo, Melayu, Aceh, dan Gayo. 
Perjuangan Datuk Badiuzzaman Surbakti mengusir penjajah Belanda tidak dilakukan sendirian melainkan secara “berjamaah” bersama-sama dengan Datuk Sulung Barat Surbakti, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Muhammad Jalil Surbakti, Datuk Muhmmad Dini Surbakti.
Sebab-musabab pecah perang dengan kompeni Belanda karena Datuk Badiuzzaman Surbakti tidak tahan melihat penderitaan rakyat Sunggal yang teraniaya gara-gara pencaplokan lahan subur pertanian yang akan digunakan untuk perkebunan tembakau.

Adapun teknik dan strategi perang yang diterapkan oleh Datuk Badiuzzaman dan pasukan adalah pola gerilya, militan, dan menghindari kontak langsung. Bukan karena takut tetapi memilih cara cerdik mengingat persenjataan kompeni jauh lebih hebat. Aksi perusakan sabotase di sejumlah tangsi kompeni dengan cara membakar dan membubuhkan stempel musuh berngi (musuh malam) adalah hal lazim yang dilakukan Datuk Badiuzzaman dan pasukan Kerajaan Sunggal.
Semasa Datuk Badiuzzaman Surbakti (Raja Sunggal VII) menjadi pemimpin. Ia membangun sebuah  masjid untuk tempat beribadah dan bermusyawarah. Masjid inilah yang konon katanya terbuat dari putih telur dicampur pasir sungai karena pada saat itu semen dilarang oleh Belanda masuk ke teritori Sunggal.

Riwayat Pembangunan Masjid

Masjid Badiuzzaman Surbakti di bangun pada tahun 1885 Masehi atau tahun 1306 Hijriah yang berlokasi di Jalan PDAM Sunggal No. 1 Medan. Datuk Badiuzzaman Surbakti memiliki nama asli yaitu Datuk Sri Diraja Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti. Lahir dalam asuhan lingkungan istana kerajaan karena ayah beliau adalah seorang Raja Sunggal yang bernama Datuk Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti. Sedangkan ibunya bernama Tengku Kemala Inasun Bahorok.

Beliau ditinggal oleh ayahnya saat usia 12 tahun, dan kisah hidupnya Datuk Badiuzzaman Surbakti menikahi seorang perempuan bernama Ajang Olong Besar Hamparan Perak, dan dikarunia 7 anak, 5 laki-laki dan 2 perempuan. Datuk Badiuzzaman Surbakti adalah Raja Sunggal ke VII dengan piawainya dalam memerintah rakyatnya dengan mempersatukan jiwa dan hati rakyat Karo, melayu, Aceh dan Gayo.

Perjuangannya dalam mengusir penjajah dilakukan dengan cara berjamaah bersama dengan tokoh tokoh pada waktu itu yaitu Datuk Sulung Barat Surbakti, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Muhammad Jalil Surbakti, Datuk Muhmmad Dini Surbakti. Strategi perang gerilya, militan, dan menghindari kontak langsung adalah yang diterapkan oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti.

Pada perjalanan peperangan melawan Belanda Datuk Badiuzzaman Surbakti membangun sebuah masjid selain berfungsi untuk ibadah, masjid tersebut sebagai tempat musyawarah. Material yang unik digunakan dalam pembangunan masjid ini, yaitu menggunakan putih telur dan pasir.

Masjid Badiuzzaman Surbakti memiliki arsitektur sederhana seperti atap masjid yang berbentuk limas, jumlah jendela masjid yang tiap sisisnya berjumlah empat. Dan yang unik mimbar yang ada di masjid ini adalah mimbar yang dulu digunakan sejak dulu hingga sekarang dalam kondisi utuh dan terawat. Kekokohan bangunan juga menjadi hal unik karena tanpa menggunakan semen dan putih telur sebagai pengganti semen mampu mempertahankan bangunan hingga sekarang.

Di sekitar Masjid Raya Badiuzzaman Surbakti terdapat kuburan kerabat lain dari keluarga Kerajaan Sunggal. Kecuali, makam dari Datuk Badiuzzaman Surbakti. Di sinilah yang membuat mata rantai sejarah Kerajaan Sunggal terputus dan gelap tidak ketahuan lagi rimbanya. Padahal Perang Sunggal 23 tahun (1872-1895) termasuk perang terlama di antara yang lain seperti perang Imam Bonjol dan Diponegoro.

Kisah heroik Datuk Badiuzzaman Surbakti harusnya terus dikaji dan ditulis ulang. Kalau perlu difilmkan, dibukukan atau dibikin komik supaya generasi muda mengetahui bahwa di Kota Medan Sunggal pernah berdiri kerajaan Sunggal dipimpin oleh Raja Sunggal VII Datuk Badiuzzaman Surbakti.

Raja sekaligus seorang pemimpin hebat yang dapat menyatukan hati dan jiwa masyarakat Karo, Melayu, Aceh, dan Gayo.

Sejarah perlawanan terhadap Belanda

Pada bulan Desember 1871 Datuk Badiuzzaman Surbakti memimpin rapat rahasia di sebuah kebun lada, untuk mengantisipasi pengambilan tanah-tanah rakyat yang telah dimiliki/diusahai selama berabad-abad secara turun temurun oleh Maskapai Perkebunan De Rotterdam dan pasca ditandatanganinya Perjanjian Traktat Sumatera .Rapat melibatkan :

a) Rakyat Sunggal terdiri dari Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti Raja Sunggal Serbanyaman),Datuk Sulong Barat Surbakti (Komandan Lasykar),Datuk Mohd.Jalil Surbakti dan Datuk Mohd.Dini Surbakti (Penasihat).
b) Nabung Surbakti sebagai Komandan pasukan Karo yang didatangkan dari daerah pegunungan.
c) Tuanku Hasym mewakili Panglima Nyak Makam sebagai Komandan Lasykar Aceh, Alas Gayo. (Datuk Sunggal mempunyai hubungan yang erat dengan Tanah Alas Gayo dimana leluhur mereka Sirsir/Sesser Surbakti pernah mengadakan pengembaraan dan membuat perkampungan di Tanah Alas Gayo di Lingga Raja).

Pada rapat itu dihasilkan keputusan :

Sunggal, Karo dan Aceh sepakat untuk membina persatuan dan kesatuan dan segala perselisihan yang dilakukan Belanda dengan politik pecah belahnya harus dilenyapkan.
Sunggal, Karo dan Aceh sepakat menentang Belanda serta mempertahankan setiap jengkal tanah warisan leluhur untuk masyarakat.
Sunggal, Karo dan Aceh secara bersama-sama mengusir setiap penjajah yang menjajah daerahnya.
(H.Biak Ersada Ginting : Sejarah Perjuangan Suku Karo Dan Dari Perang Medan Area Hingga Sipirok Area, Penerbit Ravi Bina thn 2002)

Sebagai realisasi dari rapat tersebut ia membentuk suatu badan yang berfungsi sebagai penyusunan bantuan perang dipusatkan di Kampung Gajah/Sitelu Kuru Tanah Karo. Badan ini bekerja untuk mengumpulkan anggota-anggota pasukan perang yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai ilmu yang kuat dengan kebathinan yang tinggi serta keperluan lainnya. Badan ini dipimpin oleh Datuk Mohd.Dini (Kecil) Surbakti dengan mendudukkan wakilnya silih berganti di tanah Karo. Badan ini bertanggung jawab kepada Raja Urung Sunggal Serbanyaman. Sebagai bentuk partisipasi masyarakat terhadap perjuangan tersebut maka setiap rumah tangga di Sunggal memberikan sumbangan wang dari 2 sampai 10 dollar yang digunakan untuk tujuan persiapan pertahanan.

(“In Soenggal is van elk huisgezin een heffing in geld gedaan,van 2 tot 10 dollars met het doel om zich weerbaar te maken”). (Residen Riau,Schiff,kepada GG.No.1184/1 tanggal 7 Mei 1872).

Dia memerintahkan kepada komandan pasukan dan pejuang rakyat Sunggal untuk menempatkan Pernyataan Perang yang menurut adat Karo dinamakan “Musuh Berngin” kepada mereka yang berpihak kepada Sultan Deli dan Belanda akan dibakar.

Hasutan Sultan Deli untuk merenggangkan hubungannya dengan Datuk Mohd.Jalil Surbakti dan Datuk Mohd.Dini (Kecil) Surbakti uwak dan pamannya tidak berhasil.

(“….. dat het hoofd van Sunggal Sri Dirajaonder den invloed staat van zekeren Datoek Ketjil en broeder Dt.Djalil diazich,hoezeer reeds bejaard,naar niets anders steven dan naar onafhankelijkheid van deli en van naburige Langkat”)

Seorang Cina pedagang candu mata-mata Belanda bernama Anton ditangkap oleh Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti,setelah beberapa lama kemudian dilepaskan dari pasungan dan dilarang masuk ke Sunggal menjual candu kepada rakyat. (Polititiek Verslag Resident Riouw 5 Pebruari 1873).

Sejak 15 Mei 1872 Datuk Badiuzzaman Surbakti memimpin rakyat Sunggal dengan mengangkat senjata melawan penjajahan Belanda dengan kekuatan pejuang bersenjata sebanyak 1500 orang. Pada 17 Mei 1872 pasukan Sunggal berhasil menewaskan Angelink dan Schoon serdadu Belanda,melukai beberapa orang termasuk Letnan Lange Komandan Marinir. Pada tanggal 24 juni 1872 pasukan Datuk Sulong Barat meluluh lantakkan pasukan Belanda di Sapo Uruk dan Tanduk Banua, sedangkan pada tanggal 27 Juni pasukan infantry pimpinan Kapten Koops dan artileri dibawah komandannya Van De Meurs diserang kaum gerilyawan seorang tewas dan beberapa orang luka parah. Van De Meurs segera memerintahkan seluruh pasukan meninggalkan benteng dan berusaha sendiri-sendiri menyelamatkan diri menuju kebon Enterprise. (T.Luckman Sinar SH: Perang Sunggal, Percetakan Perwira II Medan,1996)

Untuk memutus hubungan koordinasi antara Datuk Badiuzzaman Surbakti dengan komandan pasukan dan pejuang di daerah Timbang Langkat dan daerah hutan pegunungan maka Asisten Residen Siak ,Locker de Bruijne menetapkan Datuk Badiuzzaman Surbakti menjadi tahanan kota di Labuhan Deli, dan menekannya untuk menyerahkan gerilyawan pejuang rakyat Sunggal kepada Belanda namun strategi Belanda tersebut tidak berhasil. Datuk Badiuzzaman tetap tidak mau menyerahkan mereka kepada Belanda. (Assisten Resident Siak Locker de Bruijne kepada Residen Riau 26 Mei 1872).

Pada tanggal 30 Juni 1872 kaum gerilyawan berhasil mengusir Belanda di Sapo Uruk,menyerang kebun Enterprise dengan jatuhnya korban dari pihak Belanda dan Cina dimana mereka meninggalkan barang bebannya di tengah jalan. Tanggal 8 Juli 1872 Belanda mengungsikan para keluarga kulit putih karena diserang Lasykar Perang Sunggal di Perkebunan Padang Bulan, Paya Bakung dan Geserverance ke Labuhan untuk dinaikkan ke kapal Banka (F.A.W. Jeeger:”De Expeditie naar Deli,hal 348).

Pada tanggal 10 Juli 1872 datang bantuan pasukan Belanda yang dipimpin Letkol van Hombracht mengambil alih kepemimpinan Kapten Koops di kebun Enterprise Kampung Lalang, pasukan ini mendapat serangan Lasykar Sunggal jatuh korban di pihak Belanda dan Letkol van Hombracht luka parah. Tanggal 20 Agustus 1872 Belanda terpukul mundur di Rimbun. Pimpinan diambil alih Mayor van Stuwe dengan kekuatan 350 orang terdiri dari 1 detasemen artileri, 3 kompi infanteri termasuk 14 orang perwira. Pasukan ini mendapat perlawanan dahsyat di sepanjang Lau Margo oleh Lasykar Sunggal.

Dari keterangan resmi Departemen Pertahanan Hindia Belanda pada tanggal 4 November 1872, pada tahun 1872 saja telah terjadi korban tewas di pihak Belanda sebanyak 31 orang (serdadu Eropa 27 orang Angkatan Darat, 1 orang Angkatan Laut dan Bumiputra 3 orang), luka-luka sebanyak 592 orang (serdadu Eropa angkatan Darat 320 orang, 2orang Angkatan Laut dan Bumiputra Angkatan Darat 270 orang) belum termasuk korban dikalangan prajurit Laskar Sultan Deli dan Laskar Pangeran Langkat, penunjuk jalan dan kuli-kuli. (Krijgsbedrijven van het Rechter half 11 de Batalion Infantrie in het Rijk van den Sultan van Deli van den 11 den Juli tot den 6 den November 1872:Militair Spectator,3e serie,19e deel 1874 hal.265-266).

Uwak,paman dan sepupu Datuk Badizzaman Surbakti (Datuk Mohd.Jalil Surbakti, Datuk Mohd.Dini (Kecil) Surbakti dan Datuk Sulong Barat Surbakti dibuang dan ditahan di Cilacap dengan Besluit Gubernur Jenderal Belanda tertanggal 25 Juni 1873 Nomor 16. Pada tanggal 6 September 1874 Datuk Mohd.Jalil meninggal di Cilacap disusul adiknya Datuk Mohd Dini (Kecil) Surbakti pada tanggal 7 Agustus 1876. (Surat Direktur Pemerintahan Dalam Negeri kepada G.G. No.8462 tanggal 14 Agustus 1876).

Setelah ditangkap dan dibuangnya Datuk Mohd.Jalil Surbakti, Datuk Mohd.Dini Surbakti dan Datuk Sulong Barat Surbakti ke Cilacap, Datuk Badiuzzaman Surbakti mengubah pola perjuangan dari penyerangan secara langsung kepada serdadu Belanda menjadi penyerangan dengan cara membakar bangsal-bangsal perkebunan Belanda dan maskapai perkebunan asing, dengan maksud menimbulkan rasa tidak aman bagi tuan kebun dan keluarganya, menghentikan kegiatan produksi dan ekspansi areal.

Pimpinan penyerangan dan pembakaran bangsal-bangsal tersebut diserahkan kepada adik kandungnya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti. Sosialisasi strategi ini dilakukan melalui rapat-rapat rahasia yang dilakukan di berbagai tempat termasuk di Kampung Pagar Batu yang dihadiri oleh pemuka masyarakat dan tokoh Lasykar Sunggal sejak tanggal 24 Oktober 1872.

Dalam bulan April 1873 Belanda terpaksa menempatkan pasukannya di kampong Lau Margo, Sei Bahilong, Namu Terasi, Sungai Siput, Gedong Johor dan di Padang Bulan, serta di kampung Sunggal sendiri. Didalam rapat besar antara Assisten Residen Siak bersama Sultan Deli dan Datuk-Datuk Empat Suku, oleh Assisten Residen Belanda terang-terangan diperingatkan kepada Datuk Badiuzzaman Surbakti, jika masih ada gangguan kamtibmas diwilayahnya maka yang paling bertanggung jawab adalah dia, terlebih setelah Sultan Dagang utusan Sultan Deli tidak diketahui kemana lagi rimbanya. (Surat Assisten Residen Siak Locker de Bruijne kepada Residen Riau tanggal 9 November 1872,Nomor LaE4).

Di Deli sendiri selain pembakaran bangsal-bangsal tembakau. Datuk Badiuzzaman Surbakti juga berhasil menggerakkan rakyatnya, sehingga petani tidak bersedia menjual beras kepada Belanda akibatnya Belanda terpaksa mengimpor beras dari Ranggoon. Pada tahun 1886 timbullah gerakan pengacauan di perkebunan (onderneming). Beheerder perkebunan beserta anak-anak dan istri mereka dibeberapa tempat mati terbunuh. Yang lainnya menjadi panik dan ketakutan dan merasa keselamatannya tidak terjamin lagi. Gerakan ini semakin meluas dan secara serentak di perkebunan milik Belanda dan maskapai perkebunan asing pembakaran bangsal dengan ranjau ini mengakibatkan tidak satupun bangsal dapat diselamatkan. (W.H.Schadee:Greschiednis van Sumatra Ooskust,Deel II).

Untuk memecah hubungan orang Karo dan Melayu Sunggal, Pemerintah Belanda menyokong memasukkan Zending Kristen dari Netherland ke Tanah Karo dan Deli Hulu, kemudian menciptakan pula kontelir khusus untuk urusan Batak dan membendung pengaruh Melayu/Islam. Politik pecah belah ini tidak berhasil malah makin mengeratkan hubungan antara orang Melayu, Karo dan Batak yang bertekad untuk membebaskan daerahnya dari penjajahan.(T.Luckman Sinar :Perang Sunggal Percetakan Perwira II tahun 1996).

Dari hasil dokumen intelijen yang diperoleh Belanda melalui penyusupan penghianat-penghianat di Kerajaan Sunggal pada tahun 1894 diketahui bahwa pimpinan tertinggi gerakan pembunuhan dan pembakaran bangsal-bangsal perkebunan sejak 1872 s/d 1895 adalah Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti. (T.Luckman Sinar : Perang Sunggal Percetakan Perwira II tahun 1996).

Pada tahun 1894 Belanda menawarkan perundingan dengan Datuk Badiuzzaman Surbakti untuk mencari jalan keluar mengatasi kemelut di Sunggal selama beberapa minggu dengan menemui Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta. Tawaran tersebut diterima dengan hati yang bersih mengingat usia perang sudah hampir ¼ abad. Setelah berangkat ke Betawi bersama adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Mahmud (sekretaris) dan ajudannya Daim ternyata mereka tidak dipertemukan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, malah disuruh minta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan yang tentu saja ditolak olehnya, bagi Datuk Sunggal dan rakyatnya sampai matipun mereka tidak mau jongkok-jongkok dan minta ampun kepada Belanda karena itu kepantangan nenek moyangnya.

Pada tanggal 20 Januari 1895 dengan Besluit Gubernur Jenderal Belanda Nomor 3 mereka dihukum buang seumur hidup setelah sebelumnya ditahan di penjara Bengkalis. Datuk Badiuzzaman Surbakti dibuang Ke Cianjur dan adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti dibuang ke Banyumas.Setelah kabar itu sampai ke Sunggal rakyat Sunggal berkabung selama 3 bulan menunjukkan hormat dan kesetiaan mereka kepada para pejuang rakyat itu.

Massa yang berkabung itu dapat dilihat setidaknya di masjid dan tempat peribadatan lainnya dimana mereka mendoakan pejuang rakyat itu. Karena pertempuran sudah agak mereda, maka Belanda menyatakan Perang Sunggal telah selesai tuntas tahun 1896, padahal kaum grilyawan masih beraksi. Nabung Surbakti mengerahkan seluruh pasukannya menghantam serdadu Belanda di Taluk Banua dan menyabung nyawa di Tanah Karo, dia gugur oleh peluru musuh pada tanggal 14 Agustus 1915 dan hingga kini bermakam di Kampung Kuala, Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo. (H.Biak Ersada Ginting : Sejarah perjuangan Suku Karo Dan Dari Perang Medan Area Hingga Sipirok Area,Penerbit Ravi Bina Cetakan I).

Datuk Badiuzzaman Surbakti 2/3 hidupnya sampai akhir khayatnya telah menggagas, memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata bersama rakyat Sunggal, suku Karo, Gayo, Aceh dan suku lainnya dalam mempertahankan wilayah atau tanah Sunggal dari penjajahan Belanda, ia juga memiliki konsistensi sikap dan perjuangan serta jiwa dan semangat Nasionalisme yang tinggi, ini dibuktikannya bersama pejuang Perang Sunggal yang lain mereka tidak pernah menyerah kepada Belanda tetapi ditangkap dan dibuang sampai akhir hayatnya.


Kebenaran sejarah haruslah dapat diungkapkan dengan jelas, adil dan jujur. Perang Sunggal 1872 s/d 1895 ini dapat dijadikan sebagai salah satu peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang heroik dan penuh keberanian dalam menentang penjajahan Belanda. Pengetahuan yang memadai dapat memberikan pemahaman yang benar tentang peristiwa sejarah itu. Dari semua itu diharapkan muncul penghargaan objektif dan sebaik-baiknya terhadap para pejuang secara nasional, maka selayaknyalah Datuk Badiuzzaman Surbakti diangkat dan disahkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar