Di antara keyakinan di dalam agama Islam yang tidak dapat diganggu gugat adalah bahwa nabi Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Qurasyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah kepada seluruh bangsa di dunia, dari kalangan jin dan manusia. Dan bahwa beliau adalah penutup seluruh para nabi dan rasul, tidak ada lagi nabi dan rasul setelah beliau. Maka barangsiapa mengaku sebagai nabi atau rasul, pembawa syari’at baru atau tanpa syari’at baru, setelah nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau membenarkan pengakuan seseorang sebagai nabi, sesungguhnya ikatan Islam telah lepas dari dirinya.
Diriwayatkan
وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي .
“Sesungguhnya akan ada tiga puluh orang pendusta di tengah umatku. Mereka semua mengaku nabi. Padahal, aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud (3710), At-Tirmidzi (2145), Ibnu Majah (3942), Ahmad (21361), Al-Baihaqi dalam Dala`il An-Nubuwwah (2901), Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’ (249), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (8509), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (7361), dan Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin (2623); dari Tsauban bin Bujdud RA. At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.” Al-Hakim berkata, “Hadits ini shahih menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim, namun mereka berdua tidak mengeluarkannya.” Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam Tahqiq Misykat Al-Mashabih (5406), Shahih Sunan Abi Dawud (4252), Shahih Sunan At-Tirmidzi (2219), dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir (2654).
Dengan matan sedikit berbeda, hadits tentang akan munculnya nabi palsu juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3340), Muslim (7526), At-Tirmidzi (2144), Ahmad (6930), dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (199); dari Abu Hurairah RA.
Ats-Tsauriy berkata : Diriwayatkan dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab, ia berkata :
لَمَّا قَدِمَ وَفْدُ بُزَاخَةَ - اَسَدٌ وَ غَطَفَانُ - عَلَى اَبِي بَكْرٍ يَسْأَلُوْنَهُ الصُّلْحَ، خَيَّرَهُمْ اَبُوْ بَكْرٍ بَيْنَ حَرْبٍ مُجْلِيَةٍ اَوْ حِطَّةٍ مُخْزِيَةٍ، فَقَالُوْا: يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ اَمَّا اْلحَرْبُ اْلمُجْلِيَةُ فَقَدْ عَرَفْنَاهَا، فَمَا اْلحِطَّةُ اْلمُخْزِيَةُ ؟ قَالَ: تُؤْخَذُ مِنْكُمُ اْلحَلْقَةُ وَ اْلكُرَاعُ وَ تَتْرُكُوْنَ اَقْوَامًا يَتَّبِعُوْنَ اَذْنَابَ اْلاِبِلِ حَتَّى يَرَى اللهُ خَلِيْفَةَ نَبِيّهِ وَ اْلمُؤْمِنِيْنَ اَمْرًا يُعَذّرُوْنَكُمْ بِهِ، وَ تُؤَدُّوْنَ مَا اَصَبْتُمْ مِنَّا، وَ لاَ نُؤَدّيْ مَا اَصَبْنَا مِنْكُمْ، و تَشْهَدُوْنَ اَنَّ قَتْلاَنَا فِي اْلجَنَّةِ وَ اَنَّ قَتْلاَكُمْ فِي النَّارِ، وَ تَدُوْنَ قَتْلاَنَا وَ لاَ نَدِي قَتْلاَكُمْ. البداية و النهاية.6: 711
Ketika utusan Buzakhah datang, yaitu Bani Asad dan Ghathafaan kepada Abu Bakar meminta perdamaian, maka Abu Bakar memberikan kepada mereka dua pilihan. Pilihan pertama, peperangan yang mengusir, atau pilihan kedua, perdamaian yang menghinakan. Mereka bertanya, "Wahai Khalifah Rasulullah, adapun peperangan yang mengusir, kami sudah paham, lalu apa yang dimaksud dari perdamaian yang menghinakan ?".Beliau berkata, "Akan diambil dari kalian seluruh tanah kalian, kemudian kalian biarkan orang-orang lain membajak sawah ladang kalian, sehingga Allah mmperlihatkan kepada khalifah nabi-Nya dan kaum mu'minin perkara yang dapat memberikan keringanan bagi kalian, Kemudian kalian wajib membayar apa yang kalian dapatkan dari kami, dan kami tidak membayar dari apa yang kami dapatkan dari kalian. Kalian harus bersaksi bahwa orang yang terbunuh dari kami masuk surga dan orang yang terbunuh dari kalian masuk neraka. Kalian harus membayar denda terhadap orang-orang yang terbunuh dari kami, tetapi kami tidak membayar denda dari orang yang terbunuh dari kalian. Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 711]
'Umar berkata, "Adapun perkataanmu "Kalian membayar diyat (denda) terhadap orang kami yang terbunuh", itu tidak sesuai bagi mereka, sebab tentara kita terbunuh dalam rangka menjalankan perintah Allah. Oleh karena itu tidak ada diyatnya”. Pada awwalnya 'Umar tidak setuju dengan pendapat Abu Bakar itu, namun akhirnya ia mengatakan, "Benar pendapatmu".
Kisah Ummu Ziml
Di dalam kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, Ibnu Katsir menyebutkan sebagai berikut :
كَانَ قَدِ اجْتَمَعَ طَائِفَةٌ كَثِيْرَةٌ مِنَ اْلفَلاَلِ يَوْمَ بُزَاخَةَ مِنْ اَصْحَابِ طُلَيْحَةَ مِنْ بَنِي غَطَفَانَ فَاجْتَمَعُوْا اِلَى امْرَأَةِ يُقَالُ لَهَا: اُمُّ زِمْلٍ (سَلْمَى بِنْتُ مَلِكِ بْنِ حُذَيْفَةَ) وَ كَانَتْ مِنْ سَيّدَاتِ اْلعَرَبِ، كَاُمّهَا اُمّ قِرْفَةَ، وَ كَانَ يَضْرِبُ بِاُمّهَا اْلمَثَلُ فِي الشَّرَفِ لِكَثْرَةِ اَوْلاَدِهَا وَ عِزَّةِ قَبِيْلَتِهَا وَ بَيْتِهَا، فَلَمَّا اجْتَمَعُوْا اِلَيْهَا ذَمَرَتْهُمْ لِقِتَالِ خَالِدٍ، فَهَاجَوْا لِذلِكَ، وَ نَاشَبَ اِلَيْهِمْ اخَرُوْنَ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ وَ طَيّئٍ وَ هَوَازِنَ و اَسَدٍ، فَصَارُوْا جَيْشًا كَثِيْفًا وَ تَفَحَّلَ اَمْرُ هذِهِ اْلمَرْأَةِ، فَلَمَّا سَمِعَ بِهِمْ خَالِدُ بْنُ اْلوَلِيْدِ سَارَ اِلَيْهِمْ، وَ اقْتَتَلُوْا قِتَالاً شَدِيْدًا وَ هِيَ رَاكِبَةٌ عَلَى جَمَلِ اُمّهَا الَّذِيْ كَانَ يُقَالُ لَهُ مَنْ يَمَسَّ جَمَلَهَا فَلَهُ مِائَةٌ مِنَ اْلاِبِلِ وَ ذلِكَ لِعِزّهَا، فَهَزَمَهُمْ خَالِدٌ وَ عَقَرَ جَمَلَهَا وَ قَتَلَهَا وَ بَعَثَ بِاْلفَتْحِ اِلَى الصّدّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. البداية و النهاية 6: 711
Para pengikut Thulaihah dari Bani Ghathafaan telah berkumpul di bawah pimpinan seorang wanita yang bernama Ummu Ziml Salma binti Malik bin Hudzaifah (di suatu tempat yang disebut Dhafar). Wanita ini termasuk bangsawan Arab, ibunya bernama Qirfah, beliau sangat terkenal dengan kemuliaannya. Ketika orang-orang tersebut berkumpul di sekelilingnya, ia memberikan semangat dan dorongan agar mereka menyerang Khalid. Maka semangat mereka menjadi bangkit, apalagi setelah bergabungnya Banu Sulaim, Thayyi', Hawazin dan Bani Asad bersama mereka. Terkumpullah pada mereka pasukan yang banyak, dan semakin kokoh pula kedudukan wanita ini.
Ketika Khalid mendengar berita ini, ia segera berangkat menuju mereka. Maka terjadilah pertempuran yang hebat. Wanita itu mengendarai unta ibunya, yang konon katanya, "Barangsiapa bisa menyentuh unta jantan ini, ia akan mendapatkan seratus unta". Yang demikian itu disebabkan kemuliaannya. Namun Khalid berhasil mengalahkan mereka dan berhasil menyembelih unta tersebut, dan membunuh wanita itu. Setelah itu Khalid mengirim utusan untuk membawa berita gembira kemenangan ini kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 711]
Ketika banyak orang yang murtad dari Islam, penduduk Bani Tamim berbeda-beda pendapatnya. Sebagian dari mereka ada yang murtad dan enggan membayar zakat, sebagian lainnya masih tetap membayar zakat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dan ada pula yang berdiam diri, tidak mengambil sikap, sambil melihat situasi. Dalam kondisi yang demikian, datanglah Sajaah binti Haarits bin Suwaid bin 'Uqfan At-Taghlibiyah dari Al-Jaziirah, ia dari kalangan Nashrani 'Arab yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Ia didukung oleh para pengikutnya dan orang-orang yang bergabung dengan pasukannya, dan mereka sepakat untuk menyerang Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.
Ketika melewati negeri Bani Tamim, dia mengajak Bani Tamim untuk bergabung dengannya. Ternyata banyak dari kalangan awwam mengikuti ajakannya. Diantara mereka adalah Malik bin Nuwairah At-Tamimi, 'Utharid bin Hajib dan sekelompok pembesar Bani Tamim. Sementara itu di sisi lain sebagian Bani Tamim tidak mau mengikuti seruannya. Kemudian mereka sepakat agar tidak terjadi peperangan diantara mereka. Namun ketika Malik bin Nuwairah akan meninggalkan Sajaah, ia memalingkan keinginannya dan memberikan semangat kepada Sajaah untuk menaklukkan Bani Yarbu'. Akhirnya mereka sepakat untuk memerangi banyak orang.
Mereka bertanya, "Siapa yang pertama kali kita perangi ?". Maka Sajaah menjawab dengan sajaknya :
Siapkan pasukan berkuda,
Bersiap-siaplah untuk merampas,
Kemudian serbulah Rabbab
Sebab mereka tidak memiliki perlindungan
Setelah itu Bani Tamim berhasil merubah keputusan Sajaah. Kemudian Sajaah dan pasukannya berangkat ke Yamamah untuk memerangi Musailimah bin Habib Al-Kadzdzaab. Namun kaumnya segan terhadap Musailimah, karena mereka mendengar tentang kekuasaannya yang besar. Kaumnya berkata, "(Musailimah itu) kekuasaannya sangat besar dan kuat". Sajaah berkata kepada kaumnya, "Hendaklah kalian pergi ke Yamamah dan pukullah genderang perang seperti pukulan merpati, sesungguhnya peperangan pasti terjadi dan kalian tidak akan mendapat cela setelah itu". Maka mereka bersiap-siap untuk memerangi Musailimah.
Ketika Musailimah mendengar keberangkatan mereka menuju negerinya, dia merasa takut terhadap wanita itu yang akan merampas negerinya. Apalagi dia sedang sibuk bersiap-siap memerangi Tsumamah bin Utsal, ditambah lagi Tsumamah dibantu 'Ikrimah bin Abu Jahl dengan seluruh tentara kaum muslimin yang pada waktu itu mereka sedang singgah di dekat negerinya menunggu kedatangan Khalid bin Walid.
Maka Musailimah segera mengirim utusan kepada Sajaah meminta perlindungan kepadanya dan berjanji akan memberikan separo dari hasil bumi yang dahulu untuk orang Quraisy jika dia mengurungkan niatnya. Bahkan dia mengirim surat kepadanya untuk bertemu dengannya di tengah-tengah kaumnya, lalu Musailimah segera menemuinya dengan membawa empat puluh orang penunggang kuda, mereka bertemu dalam satu kemah. Ketika keduanya bertemu dan Musailimah menawarkan padanya separo dari hasil bumi, maka Sajaah langsung menerima tawaran tersebut.
Musailimah berkata, "Allah akan mendengar orang yang mendengar, dan akan memberikan baginya kebaikan dengan ambisinya, urusannya pasti akan berjalan dengan lancar”. Setelah itu Sajaah berkata, "Aku bersaksi bahwa kamu adalah seorang Nabi". Kemudian Musailimah bertanya, "Maukah kamu aku nikahi, dan dengan itu kita akan memiliki seluruh harta 'Arab ?". Sajaah menjawab, "Ya, aku mau". Kemudian Sajaah tinggal bersama Musailimah tiga hari, setelah itu dia kembali kepada kaumnya.
Kaumnya bertanya kepada Sajaah, "Apa mahar pernikahanmu ?". Dia menjawab, "Musailimah tidak memberikan mahar padaku sedikitpun". Mereka berkata, "Alangkah jeleknya seorang wanita terhormat seperti dirimu dinikahi tanpa mahar", lalu Sajaah mengirim utusan kepada Musailimah untuk meminta maharnya. Musailimah berkata kepadanya, "Kirimkan padaku seorang muadzdzin kalian". Lalu Sajaah mengirimkan muadzdzin, yaitu Syabat bin Rib'iy. Musailimah berkata kepadanya, "Serukan di tengah-tengah kaummu bahwa Musailimah bin Habib utusan Allah telah mengurangi dua shalat yang diajarkan Muhammad kepada kalian, yaitu shalat Shubuh dan 'Isyak. Itulah mahar dari Musailimah untuk Sajaah".
Setelah itu Sajaah kembali ke negerinya, yang demikian itu ketika ia mendengar bahwa tentara Khalid telah mendekat ke negeri Yamamah. Dia kembali ke Al-Jaziirah setelah memungut separo hasil bumi Yamamah dari Musailimah. Setelah itu dia menetap di tengah-tengah kaumnya, yakni Bani Taghlib, hingga zaman Mu'awiyah RA. Dan terakhir Mu'awiyah mengusir mereka pada tahun jama'ah, (yakni tahun 40 Hijriyah). [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 714]
Kisah Terbunuhnya Musailamah
Di dalam tarikh Al-Bidaayah wan Nihaayah disebutkan sebagai berikut :
ثُمَّ تَذَامَرَ الصَّحَابَةُ بَيْنَهُمْ وَ قَالَ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ: بِئْسَ مَا عَوّدْتُمْ اَقْرَانُكُمْ، وَ نَادَوْا مِنْ كُلّ جَانِبٍ: اَخْلِصْنَا يَا خَالِدُ، فَخَلَصَتْ ثُلَّةٌ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ اْلاَنْصَارِ
Situasi semakin genting, lalu para shahabat saling memberi semangat, Tsabit bin Qais bin Syammas menyerukan, “Alangkah jelek perbuatan kalian terhadap rekan-rekan kalian”. Ia mulai menyeru ke setiap penjuru, “Bantulah kami wahai Khalid”. Lalu sebagian dari kaum Muhajirin dan Anshar berdatangan membantu.
وَ حَمَى الْبَرَاءُ بْنُ مَعْرُوْرٍ، وَ كَانَ اِذَا رَأَى الْحَرْبَ أَخَذَتْهُ الْعِرْوَاءُ فَيَجْلِسُ عَلَى ظَهْرِ الرّحَالِ حَتَّى يَبُوْلَ فِي سَرَاوِيْلِهِ، ثُمَّ يَثُوْرُ كَمَا يَثُوْرُ اْلاَسَدُ. وَ قَاتَلَتْ بَنُوْ حَنِيْفَةَ قِتَالاً لَمْ يَعْهَدْ مِثْلُهُ.وَجَعَلَتِ الصَّحَابَةُ يَتَوَاصَوْنَ بَيْنَهُمْ وَ يَقُوْلُوْنَ: يَا اَصْحَابَ سُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ، بَطَلَ السّحْرُ الْيَوْمَ. وَ حَفَرَ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ لِقَدَمَيْهِ فِي اْلاَرْضِ اِلَى اَنْصَافِ سَاقَيْهِ، وَ هُوَ حَامِلُ لِوَاءِ اْلاَنْصَارِ بَعْدَ مَا تَحَنَّطَ وَ تَكَفَّنَ، فَلَمْ يَزَلْ ثَابِتًا حَتَّى قُتِلَ هُنَاكَ
Disebutkan bahwa Al-Baraa’ bin Ma’rur jika melihat peperangan bergejolak, semangatnya terbakar, dirinya bergetar hebat, lalu ia duduk di atas punggung kendaraannya hingga terkencing-kencing dalam celananya. Kemudian ia menyerang laksana singa. Dan kaum Bani Hanifah pada waktu itu berperang luar biasa. Para shahabat saling berpesan satu dengan lainnya dan saling berkata, “Wahai penghafal surat Al-Baqarah, hari ini sihir akan hancur”. Adapun Tsabit bin Qais telah mengubur kedua kakinya ke dalam lubang hingga pertengahan kedua betisnya, sambil membawa panji Anshar setelah memakai minyak wangi dan kain kafan, dia tetap tegar di tempat itu hingga akhirnya terbunuh di tempat tersebut.
وَقَالَ الْمُهَاجِرُوْنَ لِسَالِمٍ مَوْلَى اَبِي حُذَيْفَةَ: اَ تَخْشَى اَنْ نُؤْتَى مِنْ قِبَلِكَ؟ فَقَالَ: بِئْسَ حَامِلُ اْلقُرْآنِ اَنَا اِذًا، وَ قَالَ زَيْدُ بْنُ الْخَطَّابِ: اَيُّهَا النَّاسُ عَضُّوْا عَلَى اَضْرَاسِكُمْ وَ اضْرِبُوْا فِي عَدُوّكُمْ وَ امْضُوْا قَدَمًا، وَ قَالَ: وَ اللهِ لاَ اَتَكَلَّمُ حَتَّى يَهْزِمَهُمُ اللهُ اَوْ اَلْقَى اللهَ فَاُكَلّمَهُ بِحُجَّتِي، فَقُتِلَ شَهِيْدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Orang-orang Muhajirin berkata kepada Salim Maula Abu Hudzaifah, “Apakah engkau tidak takut jika musuh berhasil menjebol pertahananmu ?”. Dia menjawab, “Kalau hal itu terjadi, alangkah buruk diriku sebagai pembawa Al-Qur’an”.
Zaid bin Al-Khaththab berkata, “Wahai saudara-saudaraku sekalian, gigitlah dengan geraham kalian, dan bunuhlah musuh-musuh kalian, majulah dan seranglah !”. Ia juga berkata, “Demi Allah, aku bersumpah tidak akan berbicara hingga Allah mengalahkan mereka atau sehingga aku bertemu dengan-Nya dan akan aku sampaikan hujjahku !”. Akhirnya ia terbunuh sebagai syahid, semoga Allah meridlainya.
وَ قَالَ اَبُوْ حُذَيْفَةَ: يَا اَهْلَ اْلقُرْآنِ زَيّنُوْا اْلقُرْآنَ بِالْفِعَالِ، وَ حَمَلَ فِيْهِمْ حَتَّى اَبْعَدَهُمْ وَ اُصِيْبَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. وَ حَمَلَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ حَتَّى جَاوَزَهُمْ، وَسَارَ لِجِبَالِ مُسَيْلِمَةَ وَ جَعَلَ يَتَرَقَّبُ اَنْ يَصِلَ اِلَيْهِ فَيَقْتُلُهُ، ثُمَّ رَجَعَ ثُمَّ وَقَفَ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ وَ دَعَا الْبَرَازَ، وَ قَالَ: اَنَا ابْنُ الْوَلِيْدِ الْعَوْدِ، اَنَا ابْنُ عَامِرٍ وَ زَيْدٍ، ثُمَّ نَادَى بِشِعَارِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَكَانَ شِعَارُهُمْ يَوْمَئِذٍ يَا مُحَمَّدَاهْ، وَ جَعَلَ لاَ يَبْرُزُ لَهُمْ اَحَدٌ اِلاَّ قَتَلَهُ، وَ لاَ يَدْنُوْ مِنْهُ شَيْءٌ اِلاَّ اَكَلَهُ
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai ahlil Qur’an, hiasilah Al-Qur’an dengan perbuatan kalian”. Kemudian dia menyerbu musuh hingga masuk ke dalam, dan akhirnya iapun terbunuh, semoga Allah meridlainya.
Khalid bin Walid menyerbu ke tempat musuh hingga melewati mereka, dia terus berjalan sambil mencari tendanya Musailimah, kemudian dia kembali dan berdiri diantara dua pasukan sambil menantang untuk perang tanding , ia berteriak, “Aku adalah putra Al-Walid Al-‘Aud, aku Ibnu ‘Amir dan Zaid”. Kemudian ia memanggil dengan syi’ar kaum muslimin, yang ketika itu adalah, “Ya Muhammadaah”. Setiap kali ada yang maju melayaninya pasti akan terbunuh olehnya, dan tidaklah seorang musuh yang mendekat kecuali pasti akan dihabisinya.
وَدَارَتْ رَحَى الْمُسْلِمِيْنَ ثُمَّ اقْتَرَبَ مِنْ مُسَيْلِمَةَ فَعَرَضَ عَلَيْهِ النّصْفَ وَ الرُّجُوْعَ اِلىَ الْحَقّ، فَجَعَلَ شَيْطَانُ مُسَيْلِمَةَ يُلَوّي عُنُقَهُ، لاَ يَقْبَلُ مِنْهُ شَيْئًا، وَكُلَّمَا اَرَادَ مُسَيْلِمَةُ يُقَارِبُ مِنَ اْلاَمْرِ صَرَفَهُ عَنْهُ شَيْطَانُهُ،
Dan bergantilah situasi dan kaum muslimin menguasai keadaan, kemudian Khalid bin Walid mendekati Musailimah, menawarkan kepadanya separo (bumi Yamamah) dan kembali kepada kebenaran, lalu syaithannya Musailimah menggelengkan lehernya, tidak mau menerima apapun darinya. Setiap kali Musailimah ingin menerima tawaran Khalid, maka syaithannya Musailimah memalingkannya.
فَانْصَرَفَ عَنْهُ خَالِدٌ وَ قَدْ مَيَّزَ خَالِدٌ الْمُهَاجِرِيْنَ مِنَ اْلاَنْصَارِ مِنَ اْلاَعْرَابِ، وَ كُلُّ بَنِيْ اَبٍ عَلَى رَايَتِهِمْ، يُقَاتِلُوْنَ تَحْتَهَا، حَتَّى يَعْرِفَ النَّاسُ مِنْ اَيْنَ يُؤْتُوْنَ، وَ صَبَرَتِ الصَّحَابَةُ فِي هذَا الْمَوْطِنِ صَبْرًا لَمْ يَعْهَدْ مِثْلُهُ، وَلَمْ يَزَالُوْا يَتَقَدَّمُوْنَ اِلَى نُحُوْرِ عَدُوّهِمْ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِمْ، وَ وَلَّى الْكُفَّارُ اْلاَدْبَارَ، وَاتَّبَعُوْهُمْ يَقْتُلُوْنَ فِي اَقْفَائِهِمْ وَ يَضَعُوْنَ السُّيُوْفَ فِي رِقَابِهِمْ حَيْثُ شَاءُوْا، حَتَّى اَلْجَأُوْهُمْ اِلَى حَدِيْقَةِ الْمَوْتِ،
Kemudian Khalid kembali, dan ia telah memisah-misahkan antara kaum Muhajirin, kaum Anshar, dan orang-orang ‘Arab. Dan tiap-tiap qabilah masing-masing membawa panji dan berperang di bawah panji mereka. Dengan cara itu orang-orang bisa mengetahui dari mana mereka itu datang. Pada peperangan ini tampak keuletan dan keshabaran para shahabat yang tiada tandingannya. Mereka terus menerus maju ke arah musuh hingga Allah menaklukkan musuh dan orang kafir lari tunggang langgang. Kaum muslimin terus mengejar mereka dan menebas leher-leher mereka, dan mengayunkan pedang menurut yang mereka kehendaki. Hingga akhirnya orang kafir terdesak sampai kepada kebun kematian (hadiqatul maut).
وَ قَدْ اَشَارَ عَلَيْهِمْ مُحَكَّمُ الْيَمَامَةُ وَ هُوَ مُحَكَّمُ بْنُ الطُّفَيْلِ لَعَنَهُ اللهُ بِدُخُوْلِهَا فَدَخَلُوْهَا وَ فِيْهَا عَدُوُّ اللهِ مُسَيْلِمَةُ لَعَنَهُ اللهُ. وَ اَدْرَكَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ اَبِي بَكْرٍ مُحَكَّمَ بْنَ الطُّفَيْلِ فَرَمَاهُ بِسَهْمٍ فِي عُنُقِهِ وَ هُوَ يَخْطُبُ فَقَتَلَهُ، وَ اَغْلَقَتْ بَنُوْ حَنِيْفَةَ الْحَدِيْقَةَ عَلَيْهِمْ، وَ اَحَاطَ بِهِمُ الصَّحَابَةُ.
Pemimpin Yamamah, Muhakkam bin thufail, semoga Allah mela’natnya, telah memberi isyarat agar mereka masuk ke dalam kebun, maka masuklah seluruhnya ke dalam kebun yang di dalamnya terdapat Musailimah Al-Kadzdzab musuh Allah. ‘Abdur Rahman bin Abu Bakar melihat Muhakkam bin Thufail, lalu memanahnya dengan anak panah yang menghunjam tepat di lehernya hingga tewas saat sedang berpidato di depan kaumnya. Setelah seluruhnya masuk, Bani Hanifah mengunci pintu kebun tersebut, sementara di luar para shahabat telah mengepung mereka.
وَ قَالَ الْبَرَاءُ بْنُ مَالِكٍ: يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِيْنَ اَلْقُوْنِيْ عَلَيْهِمْ فِي الْحَدِيْقَةِ، فَاحْتَمَلُوْهُ فَوْقَ الْجُحَفِ وَ رَفَعُوْهَا بِالرّمَاحِ حَتَّى اَلْقَوْهُ عَلَيْهِمْ مِنْ فَوْقِ سُوْرِهَا، فَلَمْ يَزَلْ يُقَاتِلُهُمْ دُوْنَ بَابِهَا حَتَّى فَتَحَهُ، وَدَخَلَ الْمُسْلِمُوْنَ الْحَدِيْقَةَ مِنْ حِيْطَانِهَا وَ اَبْوَابِهَا يَقْتُلُوْنَ مَنْ فِيْهَا مِنَ الْمُرْتَدَّةِ مِنْ اَهْلِ الْيَمَامَةِ، حَتَّى خَلَصُوْا اِلىَ مُسَيْلِمَةَ لَعَنَهُ اللهُ، وَ اِذَا هُوَ وَاقِفٌ فِي ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَاَنَّهُ جَمَلٌ اَوْرَقُ، وَ هُوَ يُرِيْدُ يَتَسَانَدُ لاَ يَعْقِلُ مِنَ الْغَيْظِ. وَ كَانَ اِذَا اعْتَرَاهُ شَيْطَانُهُ اَزْبَدَ حَتَّى يَخْرُجَ الزَّبَدُ مِنْ شِدْقَيْهِ، فَتَقَدَّمَ اِلَيْهِ وَحْشِيُّ بْنُ حَرْبٍ مَوْلَى جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، قَاتِلُ حَمْزَةَ، فَرَمَاهُ بِحَرْبَتِهِ فَاَصَابَهُ وَ خَرَجَتْ مِنَ الْجَانِبِ اْلآخَرِ، وَ سَارَعَ اِلَيْهِ اَبُوْ دُجَّانَةَ سِمَاكُ بْنُ خَرَشَةَ، فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ فَسَقَطَ، فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنَ الْقَصْرِ: وَا اَمِيْرَ اْلوَضَاءَةِ، قَتَلَهُ الْعَبْدُ اْلاَسْوَدُ،
Baraa’ bin Malik kemudian berkata, “Wahai kaum muslimin, lemparkan aku ke dalam kebun !”. Lalu mereka membawanya ke atas tameng besi, dan mengangkatnya dengan beberapa tombak, lalu mereka lemparkan beramai-ramai hingga melewati pagar kebun tersebut. Baraa’ bin Malik terus bertempur di dekat pintu sehingga ia berhasil membuka pintunya. Akhirnya kaum muslimin berhasil masuk ke dalam kebun, baik dari pintunya maupun dari dindingnya, membunuh orang-orang murtad penduduk Yamamah yang berada di dalamnya. Hingga akhirnya mereka sampai ke tempat Musailimah yang terla’nat itu. Waktu itu dia sedang berdiri di salah satu pagar kebun yang berlubang, seolah-olah dia seekor unta jantan abu-abu yang gagah. Dia ingin bersandar dalam keadaan tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena kemarahannya yang memuncak. Biasanya, jika syaithannya datang, maka dia akan mengeluarkan buih dari mulutnya. Lalu Wahsyi bin Harb Maula Jubair bin Muth’im (pembunuh Hamzah) datang mendekatinya dan dengan cepat ia melemparkan tombaknya ke arah Musailimah tepat mengenai dadanya hingga tembus ke belakang. Dengan cepat Abu Dujanah Simak bin Kharasyah datang dan menebasnya dengan pedangnya hingga Musailimah terjatuh. Perempuan dari dalam istana menjerit, “Aduhai malangnya nasib pemimpin kita, dia dibunuh oleh budak hitam” [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 717-718]
Wahsyiy menceritakan sehubungan dengan terbunuhnya Musailimah Al-Kadzdzaab ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut :
فَلَمَّا قُبِضَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَخَرَجَ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ، قُلْتُ: لاَخْرُجَنَّ اِلَى مُسَيْلِمَةَ لَعَلّي اَقْتُلُهُ فَاُكَافِئَ بِهِ حَمْزَةَ. قَالَ: فَخَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ فَكَانَ مِنْ اَمْرِهِ مَا كَانَ، قَالَ: فَاِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِي ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَاَنَّهُ جَمَلٌ اَوْرَقُ ثَائِرُ الرَّأْسِ. قَالَ: فَرَمَيْتُهُ بِحَرْبَتِي فَاَضَعُهَا بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ. قَالَ: وَ وَثَبَ اِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ اْلاَنْصَارِ فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ عَلَى هَامَتِهِ. البخارى 5: 37
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka muncullah Musailimah Al-Kadzdzaab. Aku berkata, "Aku akan berusaha mencari Musailimah, semoga aku dapat membunuhnya untuk menebus kesalahanku karena telah membunuh Hamzah, "lalu aku keluar bersama orang-orang yang akan memerangi Musailimah. Sebuah kesempatan yang kutunggu-tunggu. Tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki berdiri di salah satu dinding yang berlubang, seolah-olah ia unta abu-abu yang berambut kusut." Wahsyi melanjutkan ceritanya, "Lalu aku lempar dengan tombakku hingga tepat mengenai di tengah-tengah dadanya sampai tembus ke belakang". Wahsyi berkata, "Lalu seorang laki-laki Anshar menyerangnya dan memenggal kepalanya dengan pedang”. [HR. Bukhari juz 5, hal. 37]
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar