Translate

Minggu, 07 Februari 2021

Legenda Keris Condong Campur

 

Condong Campur adalah salah satu keris pusaka milik Kerajaan Majapahit yang banyak disebut dalam legenda dan folklor. Keris ini dikenal dengan nama Kanjeng Kyai Condong Campur.

Salah satu kisah tentang keris yang terkenal yang pernah ada di tanah Jawa ini adalah kisah tentang keris Kyai Condong Campur. Keris ini penuh misteri karena tidak diketahui secara jelas Mpu pembuatnya dan bagaimana pula ujud dapur-nya

Keris Kyai Condong Campur ini konon dibuat oleh seratus empu dari berbagai daerah di jaman Prabu Brawijaya V di akhir masa kejayaan kerajaan Majapahit. Bahan yang dipergunakan untuk membuat keris ini pun juga diambil dari berbagai daerah di Majapahit.

Konon, dari percampuran bahan dan pekerjaan para mpu yang berjumlah seratus itu malah menjadikan keris Kyai Condong Campur itu sebagai keris yang bersifat jahat kekuatannya. Keris ini menebarkan bencana dan kematian di Majapahit.

Keris Kyai Sabuk Inten yang berusaha menghalangi kejahatan Kyai Condong Campur pun gagal. Kalah dan bagian ujungnya ada yang rusak.

Baru setelah keris Kyai Sengkelat turun tangan, keris Kyai Condong Campur bisa dikalahkan. Keris Kyai Condong Campur yang kalah itu akhirnya melesat pergi dan berubah menjadi lintang kemukus.

Dalam dunia keris muncul mitos dan legenda yang mengatakan adanya pertengkaran antara beberapa keris. Keris Sabuk Inten yang merasa terancam dengan adanya keris Condong Campur akhirnya memerangi Condong Campur. Dalam pertikaian tersebut, Sabuk Inten kalah. Sedangkan keris Sengkelat yang juga merasa sangat tertekan oleh kondisi ini akhirnya memerangi Condong Campur hingga akhirnya Condong Campur kalah dan melesat ke angkasa menjadi Lintang Kemukus(komet atau bintang berekor), dan mengancam akan kembali ke bumi setiap 500 tahun untuk membuat huru hara, yang dalam bahasa Jawa disebut ontran-ontran.

Pada jaman sekarang, memang masih ditemukan bahkan diperjual-belikan keris yang ber-dapur  Condong Campur. Ujud keris ber-dapur Condong Campur ini ada yang beupa keris lurus dan ada pula yang mengatakan keris ber-luk atau berlekuk-lekuk. Tidak jelas mana yang benar-benar asli dapur-nya.

Dapat dipahami adanya perbedaan tentang dapur dari keris Condong Campur ini. Kisah sejarah pembuatannya di jaman Majapahit dan bagaimana ujud aslinya juga tak diketahui koq... hehehe!

Filosofi Sejarah Condong Campur

Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu.

Ketika Kerajaan Majapahit sudah menjapai masa kejayaannya, terjadi banyak sekali perbedaan (heterogenitas di negeri itu. Heteroginitas ini menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat,baik dari aspek agama, budaya, kasta, dsb. Paling tidak ada 2 golongan yang memiliki perbedaan pandangan sangat tajam pada masa itu, yaitu:

Golongan pertama, yaitu golongan pemilik modal, pedagang dan pejabat.

Golongan kedua, yaitu golongan masyarakat bawah yang kecewa dengan kondisi yang mereka alami, seperti keterpurukan nasib, tekanan hidup dan penindasan.

Dalam dunia keris, golongan pertama di atas dapat diibaratkan dengan keris dengan dapur Sabuk Inten. Sabuk berarti ikat pinggang. Sedangkan Inten berarti intan atau permata. Dengan demikian, Sabuk Inten memvisualisasikan golongan pemilik modal yang bergelimang harta benda.

Golongan kedua yang disebutkan di atas adalah masyarakat kelas bawah yang kecewa, marah, terhadap keadaan. Dalam bahasa Jawa, perasaan mereka disebut sengkel atine atau jengkel hatinya. Dalam dunia keris, kondisi ini identik dengan keris dengan dapur Sengkelat, yang namanya diambil dari kata sengkel atine.

Dengan adanya perbedaan tersebut, diupayakan adanya persatuan dan pembauran (condong campur) antar golongan. Tetapi yang kemudian terjadi hanyalah pembauran semu di permukaan saja. Padahal sesungguhnya tidak terjadi pembauran dalam kehidupan masyarakat. Tidak berhasilnya upaya pembauran ini sesungguhnya disebabkan ketidakinginan para pemilik modal untuk melakukan pembauran tersebut dan khawatir akan terganggunya kepentingan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar