Wahai Sahabat!!! Sesungguhnya kita diwajibkan berbuat baik kepada kedua orang tua kita. Dan perintah untuk birrul walidain ini lebih ditekankan oleh Alloh Subhanahu Wata'ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا (24)
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepadamu agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu, maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ucapan “ah” dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai Rabb-ku, sayangilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24).
Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya sebatas ketika mereka masih hidup saja, tetapi berlanjut sampai keduanya meninggal.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا،
قُلْتُ: ثُمَّ أيٌّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فيِ سَبِيْلِ اللهِ
“Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala? Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat pada waktunya.” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya, “kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Jihad di jalan jalan Allah.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, II/9 Fat-h dan Muslim, no. 85).
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكً قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ أَوْأَحَدُهُمَاوَأِنَّهُ لَهُـمَالَعَاقٍ فَـلَايَــزَالُ يَدْعُو لَهُـمَاوَيَـسْـتَــغْـفِـرُ لَهُـمَاحَــتَّى يَكْــتُــبَهُ اللهُ بَارًّا
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang hamba berbuat durhaka kepada orang tuanya sampai kedua orang tuanya atau salah satunya meninggal dunia. Lalu dia terus berdoa memintakan ampunan untuk kedua orang tuanya, sehingga akhirnya Allah SWT mencatatnya sebagai anak yang berbakti.” (HR Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
وَعَـنْ مَالِكٍ بْنِ زَرَارَةَ رَضِــيَ اللهُ عَـنْـهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, اِسْتِغْفَارُالْوَلَدِلِأَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ اْلَوْتِ مِنَ الْبِّرِ
Diriwayatkan dari Malik bin Zararah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Meminta ampunan yang dilakukan oleh seorang anak untuk kedua orang tuanya setelah keduanya meninggal adalah termasuk bentuk berbakti kepada orang tua.” (HR Ibnu an-Najjar)
Apabila seorang muslim hendak melakukan berbagai macam amal ketaatan sesuai dengan kemampuannya, maka hendaklah ia mendahulukan amalan-amalan yang paling utama untuk dikerjakan, di antaranya adalah birrul walidain. Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya akan menjadi sebab datangnya kecintaan Allah kepadanya. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa birrul walidain harus didahulukan dari pada jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sholat termasuk ibadah yang tidak dapat ditegaskan kecuali berdasarkan dalil yang shahih. Sepanjang ilmu yang kami ketahui, tidak ada dalil yang menunjukkan (tentang disyariatkannya) shalat birrul walidain,dan hanya dawuh dari para Hukama' (ahli hikmah) sekalipun birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) termasuk perintah wajib dalam agama Islam.
Namun ada dalil hadits berikut,
نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِيْ سَلَمَةَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيْ أَبُرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: نَعَمْ اَلصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَاْلإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحْمِ اَلَّتِي لاَ تُوْصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيْقَيْهِمَا
Dari Abu Usaid, Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, dia berkata, “Tatkala kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah, seraya dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, adakah kebaikan yang dapat saya lakukan untuk kedua orang tua saya setelah keduanya meninggal dunia?’ Beliau menjawab, ‘Ya, shalat (doa) untuk keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, menyambung tali persaudaraan keduanya dan memuliakan handai taulan kedua orang tua.’”
Hadis ini dhaif (lemah). Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 35), Abu Daud (no. 5142), Ibnu Majah (no. 3664), Ahmad (3/497 dan 498), Ibnu Hibban (no. 418) dari jalan Abdur Rahman bin Sulaiman dari Asid bin Ali bin Ubaid As-Sa’idi dari ayahnya (Ali bin Ubaid) dari Malik bin Rabi’ah.
عن ابي أسيد - بضم الهمزة وفتح السين - مالك بن ربيعة الساعدي رضي الله عنه قال : بين نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم اذ جاءه رجل من بني سلمة فقال : يارسول الله هل بقي من بر أبوي شيئ أبرهما به بعد موتهما ؟ فقال : "نعم الصلاة عليهما والاستغفار لهما وانفاذ عهدهما من بعدهما وصلة الرحم التي لاتوصل الابهما واكرام صديقهما " رواه ابو داود
Abu Usaid Malik bin Rabi'ah al-Saa'idy ra berkata, "Ketika kami duduk-duduk di samping Nabi Muhammad saw, tiba-tiba datang seorang lelaki dari Bani Salimah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, masihkah tersisa dari bakti kepada kedua orang tua saya sesuatu yang bisa saya lakukan untuk keduanya setelah mereka mati?'. Nabi menjawab, 'Ya, yaitu dengan cara 1. salat baginya, 2. memintakan ampunan baginya, 3. melanjutkan komitmennya, 4. bersilaturrahim yang tidak tersambung kecuali dengannya, dan 5. menghormati teman-teman baikya."
Hadis riwayat Abi Dawud
Kandungan Hadis
Berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) adalah keharusan bagi seorang anak. Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan "ridlollohi fi ridlolwalidain", rido Allah swt dalam rido kedua orang tua. Artinya keridoan ayah ibu memiliki peran penting dalam mendapatkan rido Allah swt. Untuk mendapatkan keridoan dari ayah ibu caranya hanya dengan berbakti kepadanya.
Ketika masih hidup, berbakti kepada kedua orang tua adalah dengan menuruti nasihatnya dan menjalankan perintahnya -tentu saja selama tidak bertentangan dengan syariat, bertutur kata yang santun, dan bersikap yang sopan.
Dari hadis di atas, Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada umatnya bahwa meskipun sudah berbakti kepada ayah ibu semasa hidupnya, bukan berarti sudah selesai tugas dan kewajiban berbaktinya. Malah bagi anak yang tidak berbakti di saat hidup, masih ada kesempatan baginya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya yang sudah meninggal.
Caranya adalah, pertama shalat baginya. Pengertian salat secara bahasa adaldoa, sementara dalam istilah hukum fikih didefinisikan dengan aqwalun wa af'alun muftatahtun bit takbir mukhtatamatun bit taslim, yaitu bacaan dan gerakan yang diawali dengan takbiratul ihrom dan diakhiri dengan salam.
Dari hadis inilah timbul perbedaan ulama dalam memahami maksud Nabi Muhammad saw tentang salat baginya,apakah salat dalam arti mendoakan atau salat secara istilah. Para fuqoha' (ulama ahli fikh) berpendapat mendoakan, sementara para hukama' (ulama ahli hikmah) menafsiri dengan salat secara istilah. Versi hukama' salat ini diberi nama solat birrul walidain dengan cara sebagai berikut: 1) salat dua rakaat dengan niat solat sunah birrul walidain, 2) dilakukan pada malam Kamis antara Maghrib dan Isya, 3) dalam setiap rakaat, setelah fatihah, membaca ayat kursi dan mu'awidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas) masing-masing 5 kali, 4) setelah salat membaca istighfar dan salawat masing-masing 15 kali, 5) menghadiahkan pahala tersebut untuk ayah ibu yang sudah meninggal.(Dari kitab Khazinatul Asror hal 29)
Munculnya perbedaan ini berawal dari pertentangan ulama ushul fikh tentang apakah sebuah kata itu bermakna lughowi atau isthilahi. Pendapat yang diunggulkan adalah apabila kata itu terdapat dalam nash (al-Quran dan Hadis) yang berkaitan dengan hukum, maka bermakna isthilahi kecuali ada qorinah (petunjuk) yang dapat mengalihkan ke makna lughowi. Salah satu contohnya adalah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah ra, Nabi masuk ke rumahku dan bertanya, "Apakah kamu punya makanan?" Aku menjawab "Tidak ada." Nabi berkata, "Idzan ana shoimun (kalau begitu aku berpuasa)". Secara bahasa shiyam bermakna mengekang diri dari apapun, baik makanan maupun kata-kata, baik sepanjang hari maupun kurang atau lebih dari itu. Sementara dalam pengertian istilah adalah mengekang diri dari makanan, minuman dan bersetubuh sejak terbit fajar (Subuh) sampai terbenam matahari (Maghrib). Dalam hadis ini para ulama fuqaha memahami kata shoim bermakna isthilahi, artinya Nabi saw berpuasa tidak makan, minum dan bersetubuh sampai terbenam matahari. Berdasarkan hadis inilah niat puasa sunah boleh dilakukan sebelum zawal (Dhuhur), tanpa harus tabyit (berniat di malam hari).
Sedangkan dalam hadis di atas, parafuqaha memahami kata as sholah 'alaihima secara bahasa, yaitu doa, bukan secara istilah. Qorinahnya adalah tidak ditemukannya hadis yang menjelaskan bahwa Nabi saw pernah melakukan solat birrul walidain. Kita tahu bahwa kedua orang Nabi saw wafat ketika Nabi saw masih usia belia. Nabi saw tidak berkesempatan berbakti kepada ayah ibunya pada saat masih hidup. Kalau saja yang dimaksud adalah pengertian istilah, tentu Nabi saw orang pertama yang rutin melakukannya. Dan pasti akan ditemukan banyak hadis yang menceritakan keistikomahan Nabi saw menjalankan solat birrul walidain. Karena itu tidak ditemukan dalam kitab fikh yang menerangkan tentang salat sunah birrul walidain. Namun jika tata cara salat birrul walidain dilakukan dengan niat sunah mutlaq, maka para fuqaha' pun tidak mempersoalkan.
Kedua, memintakan ampunan baginya. Ini yang menjadi pertimbangan parahukama sehingga memahami assolah alaihima secara istilah. Karena kalau diartikan secara lughowi maka memiliki pengertian yang sama. Bukankah memintakan ampunan itu adalah doa? Berarti cara pertama dan kedua sama, yaitu berdoa untuk kedua orang tua. Sementara para fuqaha tidak mempermasalahkan, karena dalam tata bahasa Arab ada istilah athful khos alal 'am. Cara pertama mendoakan secara umum, misalnya dilapangkan kuburannya, diamankan dari siksa kubur, ditinggikan derajatnya di sisi Allah, dan lain-lain. Sedangkan cara kedua khusus mendoakan untuk diampuni dosa-dosanya.
Tata cara sholat sunnah “Birrul Walidain”
Niat
Niat sholat sunnah “Birrul Walidain” adalah :
أُصَلّىِ سُنَةً بِرِّ الْوَالِدَيْنِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالىَ
“Usolli sunnatan birrul walidain rok’ataini lillahi ta’ala”
Dilaksanakan pada petang Rabu malam Kamis setelah sholat Magrib atau sebelum sholat Isya
Bacaan yang dibaca dalam sholat sunnah “Birrul Walidain” adalah
Doa Iftitah
Al-Fatihah
Ayat Qursy ( اَللهُ لَا اِلَهَ اِلَّا هُوَ … ) 5 kali
Al-Falaq 5 kali
An-Nas 5 kali
Membaca doa sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرَة (15 كالي)
*NB:
Surat yang dibaca pada rokaat yang pertama dan kedua sama.
Referensi tata cara sholat birril walidain adalah kitab Khozainul asror (Hadits)
Setelah salam hendaknya membaca istighfar sebanyak 15 kali, lalu membaca shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebanyak 15 kali kemudian berdoa kepada Allah agar pahala shalat, istighfar dan shalawat yang dibaca disampaikan pahalanya sebagai hadiah terindah buat kedua orang tua yang telah meninggal.
اللهم أوصل ثوابها لوالدي
Allahumma Aushil Stawabaha Li walidayya
Artinya: Ya Allah, sampaikan pahala tersebut buat kedua orang tuaku.
Keutamaan shalat Birrul Walidain dinyatakan:
قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَلاَهَا فَقَدْ أَذَى حُقُوْقَ وَالِدَيْهِ عَلَيْهِ وَاَتَمَّ بِرَّهُمَا
“Abu Hurairoh ra. berkata, dari Nabi Saw. saw bahwasanya Beliau bersabda : Barangsiapa yang melaksanakan shalat tersebut maka dia telah melaksanakan hak pada orang tuanya dan sempurnalah kebaikan terhadap kedua orang tuanya.
Ada juga doa yang sering dibaca oleh para Hukama' untuk menjadi anak yang shalih serta berbakti kepada orang tua:
Doa Birrul Walidain yang disusun oleh Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Abil Hib Al-Hadhrami At-Tarimi
(للعارف بالله الشيخ محمد بن أحمد بن أبي الحب الحضرمي التريمي)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، وَاَفْضَلُ الصَّلاَةِ وَاَتَمُّ التَّسْلِيْمِ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَليٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
Bismillahir rahmaanir rahiim, wa afdhalush shalati wa atammut tasliimi alaa sayidinaa Muhammadin wa ‘alaa alihi wa shahbihi ajma’iin
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Shalawat dan salam yang paling afdlol semoga tercurahkan pada Sayyidina Muhammad, beserta keluarga, dan para sahabatnya.
أَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِشُكْرِ الْوَالِدَيْنِ وَالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمَا، وَحَثَّناَ عَلَى اغْتِنَامِ بِرِّ هِمَا وَاصْطِنَاعِ الْمَعْرُوْفِ لَدَيْهِمَا، وَنَدَبْنَآ إِلىٰ خَفْضِ الْجَنَاحِ مِنَ الرَّحْمَةِ لَهُمَا إِعْظَامًا وَّإِكْبَارًا، وَوَصَّانَا بِالتَّرَحُّمِ عَلَيْهِمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَاراً..
Alhamdulillaahil-ladzii amaronaa bisyukril waalidaini wal-ihsaani ilahimaa, Wa hats-tsanaa ‘alaghtinaami birrihimaa wash-thinaa’il ma’ruufi ladainimaa, Wa nadabanaa ilaa khofdhil-janaahi minar-rohmati lahumaa i’zhooman wa ikbaaroo, Wa aushoonaa bit-tarohhumi ‘alaihimaa kamaa robbayaanaa shighooroo
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memerintahkan kami untuk bersyukur dan berbuat baik kepada kedua orang tua, yang telah mendorong kami untuk meraih kemuliaan berbakti dan berbuat baik di hadapan mereka, yang telah menganjurkan kami untuk merendahkan diri kepada mereka dengan penuh kasih sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, serta mewasiatkan kami untuk memohonkan kasih sayang Allah bagi mereka sebagaimana mereka mendidik dan membimbing kami sewaktu kecil.
اَللّٰهُمَّ فَارْحَمْ وَالِدِيْنَا، اَللّٰهُمَّ فَارْحَمْ وَالِدِيْنَا، اَللّٰهُمَّ فَارْحَمْ وَالِدِيْنَا، وَاغْفِرْ لَهُمْ، وَارْضَ عَنْهُمْ رِضًا تُحِلُّ بِهِ عَلَيْهِمْ جَوَامِعَ رِضْوَانِكَ، وَتُحِلُّهُمْ بِهِ دَارَ كَرَامَتِكَ وَأَمَانِكَ، وَمَوَاطِنَ عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ، وَاَدِرَّ بِهِ عَلَيْهِمْ لَطَآئِفَ بِرِّكَ وَإِحْسَانِكَ ..
Alloohumma far-ham waalidiinaa (3x) waghfirlahum warhamhum, Wardho’anhum ridhon tuhillu bihi’alaihim jawaami’a ridhwaanik, Wa mawaathina ‘afwika wa ghufroonik, Watuhilluhum bihi daaro karoomatika wa amaanik, Wa adirro bihi ‘alaihim lathoo’ifa birrika wa ihsaanik
Ya Allah, sayangilah kedua orang tua kami.Ya Allah, sayangilah kedua orang tua kami. Ya Allah, sayangilah kedua orang tua kami. Ampuni, rahmati, dan ridhoilah mereka dengan keridhoan yang mengantarkan mereka pada semua jenis keridhaan-Mu, membawa mereka ke tempat-tempat yang mendatangkan maaf dan ampunan-Mu, serta meletakan mereka di negeri yang mulia dan aman (surga), kemudian hidangkanlah kepada mereka berbagai kebaikan dan kedermawaan-Mu.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ مَغْفِرَةً جَامِعَةً تَمْحُوْ بِهَا سَالِفَ أَوْزَارِهِمْ، وَسَيِّءَ إِصْرَارِهِمْ، وَارْحَمْهُمْ رَحْمَةً تُنِيْرُ لَهُمْ بِهَا الْمَضْجَعَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ، وَتُؤَمِّنُهُمْ بِهَا يَوْمَ الْفَزَعِ عِنْدَ نُشُوْرِهِمْ ..
Allahummaghfir lahum maghfirotan jaami’atan, Tamhuu bihaa saalifa auzaarihim wa sayyi’a ishroorihim, Warhamhum rohmatan tuniiru lahum bihal-madhji’a fii qubuurihim, Watu’minuhum bihaa yaumal-faza’I ‘inda nusyuurihim
Ya Allah, ampunilah mereka dengan pengampuan menyeluruh yang menghapus dosa-dosa mereka terdahulu dan keburukan yang selalu mereka lakukan, dan rahmatilah mereka dengan rahmat yang mampu menerangi pembaringan mereka di dalam kubur, serta menyelamatkan mereka pada saat kebangkitan di hari yang menakutkan.
اَللّٰهُمَّ تَحَنَّنْ عَلىٰ ضَعْفِهِمْ كَمَا كَانُوْا عَلىٰ ضَعْفِنَا مُتَحَنِّنِيْنَ، وَارْحَمِ انْقِطَاعَهُمْ إِلَيْكَ كَمَا كَانُوْا لَنَا فِيْ حَالِ انْقِطَاعِنَا إِلَيْهِمْ رَاحِمِيْنَ، وَتَعَطَّفْ عَلَيْهِمْ كَمَا كَانُوْا عَلَيْنَا فِيْ حَالِ صِغَرِنَا مُتَعَطِّفِيْنَ، اَللّٰهُمَّ احْفَظْ لَهُمْ ذٰلِكَ الْوُدَّ الَّذِيْ أَشْرَبْتَهُ قُلُوْبَهُمْ، وَالْحَنَانَةَ الَّتِيْ مَلَأْتَ بِهَا صُدُوْرَهُمْ، وَاللُّطْفَ الَّذِيْ شَغَلْتَ بِهِ جَوَارِحَهُمْ، وَاشْكُرْ لَهُمْ ذٰلِكَ الْجِهَادَ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ فِيْنَا مُجَاهِدِيْنَ، وَلَا تُضَيِّعْ لَهُمْ ذٰلِكَ الْاِجْتِهَادَ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ فِيْنَا مُجْتَهِدِيْنَ، وَجَازِهِمْ عَلىٰ ذٰلِكَ السَّعْيِ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ فِيْنَا سَاعِيْنَ، وَالرَّعْيَ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ لَنَا رَاعِيْنَ، أَفْضَلَ مَاجٰزَيْتَ بِهِ السُّعَاةَ الْمُصْلِحِيْنَ، وَالرُّعَاةَ النَّاصِحِيْنَ ..
Allahumma tahannan ‘alaa dho’ifihim kamaa kaanuu ‘alaa dho’finaa mutahanniniin, Warhamin-qithoo’ihim ilaika kamaa kaanuu fii haalin qithoo’inaa ilaihim roohimin, Wata’aththof ‘alaihim kamaa kaanuu ‘alainaa fii haali shighorinaa muta’aththifiin, Allaahummah-fazh lahum dzaalikal-wuddal-ladzii asyrobtahu quluubahum, Wal-hanaanatal-latii mala’ta bihaa shuduurohum, Wal-luthfal-ladzii syagholta bihi jawaarihahum, Wasykur lahum dzaalikal-jihaadal-ladzii kaanuu fiinaa mujaahidiin, Walaa tudhoyyi’ lahum dzaalikal-ijtihaadal-ladzii kaanu fiinaa mujtahidiin, Wajaazihim ‘alaa dzaalikas-sa’yil-ladzii kaanuu fiinaa saa’iin, Warro’yil-ladzii kaanuu lanaa roo’iin, Afdhola maa jazaita bihis-su’aatal-mushlihiin, War-ru’aatan-naashihiin
Ya Allah, sayangilah (maklumilah) kelemahan mereka sebagaimana mereka dahulu menyayangi (memaklumi) kelemahan kami, dan hargailah usaha mereka untuk beribadah kepada-Mu sepanjang waktu sebagaiman mereka dahulu juga menghargai usaha kami untuk berbakti kepada mereka sepanjang masa, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sewaktu kami kecil. Ya Allah, peliharalah rasa cinta yang Engkau letakan dalam hati mereka, kasih sayang yang Engkau penuhi dada mereka dengannya, dan kelembutan yang Engkau sibukkan anggota tubuh mereka dengannya. Karuniailah mereka dengan pahala atas perjuangan mereka dahulu dalam mendidik kami, jangan sia-siakan perjuangan mereka tersebut. Balaslah usaha mereka untuk menghidupi dan memelihara kami dengan sebaik-baik balasan yang Engkau berikan kepada mereka yang suka berbuat baik dan memberi nasihat.
اَللّٰهُمَّ بِرَّ هُمْ أَضْعَافَ مَا كَانُوْا يَبُرُّوْنَنَا، وَانْظُرْ إِلَيْهِمْ بِعَيْنِ الرَّحْمَةِ كَمَا كَانُوْا يَنْظُرُوْنَنَا ..
Allaahumma barrohum adh’aafa maa kaanuu yabarruunanaa
Ya Allah, berbuat baiklah kepada mereka dengan kebaikan yang jauh lebih banyak dari semua kebaikan mereka kepada kami, dan pandanglah mereka dengan pandangan kasih sebagaimana dahulu mereka memandang kami.
اَللّٰهُمَّ هَبْ لَهُمْ مَا ضَيَّعُوْا مِنْ حَقِّ رُبُوْبِيَّتِكَ بِمَا اشْتَغَلُوْا بِهِ مِنْ حَقِّ تَرْبِيَّتِنَا، وَتَجَاوَزْ عَنْهُمْ مَا قَصَّرُوْا فِيْهِ مِنْ حَقِّ خِدْمَتِكَ بِمَا آثَرُوْنَا بِهِ فِيْ حَقِّ خِدْمَتِنَا، وَاعْفُ عَنْهُمْ مَا ارْتَكَبُوْا مِنَ الشُّبُهَاتِ مِنْ أَجْلِ مَا اكْتَسَبُوْا مِنْ أَجْلِنَا، وَلَا تُؤَاخِذْهُمْ بِمَا دَعَتْهُمْ إِلَيْهِ الْحَمِيَّةُ مِنَ الْهَوٰى لِمَا غَلَبَ عَلىٰ قُلُوْبِهِمْ مِنْ مَحَبَّتِنَا، اَللّٰهُمَّ وَتَحَمَّلْ عَنْهُمُ الظُّلُمَاتِ الَّتِي ارْتَكَبُوْهَا فِيْمَا اجْتَرَحُوْا لَنَا وَسَعَوْا عَلَيْنَا، وَالْطُفْ بِهِمْ فِيْ مَضَاجِعِ الْبِلىٰ لُطْفًا يَّزِيْدُ عَلىٰ لُطْفِهِمْ فِيْ أَيَّامِ حَيَاتِهِمْ بِنَا ..
Allaahumma barrohum adh’aafa maa kaanuu yabarruunanaa, Wanzhur ilaihim bi’ainir-rohmati kamaa kaanuu yanzhuruunanaa, Allaahumma hablahum maa dhoyya’uu min haqqi rubuubiyyatika, Bimasy-tagholuu bihi fii haqqi tarbiyatinaa, Watajaawaz ‘anhum maa qoshshoruu fihii min haqqi khidmatika, Bimaa aatsaruunaa fiihi min haqqi khidmatinaa, Wa’fu’anhum martakabuu minasy-syubuhaati min ajli maktasabuu min ajlinaa, Walaa tu’aakhidz-hum bimaa da’at-hum ilaihil-hamiyyatu minal-hawaa, Limaa gholaba ‘alaa quluubbihim min mahabbatinaa, Watahammal ‘anhumuzh-zhulamaatil-latir-takabuuhaa, Fimaj-tarohuu lanaa wa sa’au ‘alainaa, Wal-thuf bihim madhooji’il-bilaa luthfan yaaziidu, ‘alaa luthfihim fii ayyaami hayaatihim binaa
Ya Allah, berilah mereka pahala beribadah kepada-Mu yang tidak sempat mereka lakukan karena sibuk mendidik kami, dan maafkanlah segala kekurangan mereka dalam mengabdi kepada-Mu karena sibuk melayani kami, dan ampunilah mereka atas hal-hal syubhat yang mereka lakukan demi menghidupi kami, dan jangan siksa mereka karena rasa cinta mereka kepada kami yang menggelora, dan selesaikanlah permasalahan-permasalahan mereka dengan sesama manusia yang mereka lakukan demi menghidupi kami, dan bersikap lembutlah kepada mereka dipembaringan kubur dengan kelembutan yang melebihi sikap lembut mereka kepada kami di masa hidup mereka dahulu.
اَللّٰهُمَّ وَمَا هَدَيْتَنَا لَهُ مِنَ الطَّاعَاتِ، وَيَسَّرْتَهُ لَنَا مِنَ الْحَسَنَاتِ، وَوَفَّقْتَنَالَهُ مِنَ الْقُرُبَاتِ، فَنَسْأَلُكَ اللّٰهُمَّ أَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ مِنْهَا حَظًّا وَّنَصِيْبًا، وَمَا اقْتَرَفْنَاهُ مِنَ السَّيِّئاَتِ، وَاكْتَسَبْنَاهُ مِن الْخَطِيْئَاتِ، وَتَحَمَّلْنَاهُ مِنَ التَّبِعَاتِ، فَلَا تُلْحِقْ بِهِمْ مِنَّا بِذٰلِكَ حَوْبًا، وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْهِمْ مِنْ ذُنُوْبِنَا ذُنُوْبًا ..
Allaahumma wamaa hadaitanaa lahu minath-thoo’aat, Wa yassartahu lanaa minal-hasanaat, Wawafaqqtanaa lahu minal-qurubaat, Fa nas-alukallaahumma antaj’ala lahum minhaa hazhzhon wa nashiiba, Wamaqtarofnaahu minas-sayyi’aat, Waktasabnaahu minal-khothii’aat, Wa tahammalnaahu minat-tabi’aat, Falaa tulhiqhum minnaa bidzaalika huubaa, Walaa tahmil ‘alaihim min dzunuubinaa dzunuubaa
Ya Allah, atas setiap ketaatan yang Engkau hidayahkan kepada kami, kebaikan yang Engkau mudahkan kami untuk melakukannya, dan amal saleh yang Engkau beri kami taufik untuk mengerjakannya, kami mohon Engkau beri mereka pahala pula, dan jika ada keburukan yang kami lakukan, kesalahan yang kami perbuat, dan permasalahan dengan sesama manusia yang harus kami pertanggungjawabkan, jangan Engkau bebani mereka dengannya dan jangan tambahkan dosa kami ke dalam catatan dosa mereka.
اَللّٰهُمَّ وَكَمَا سَرَرْتَهُمْ بِنَا فِي الْحَيَاةِ، فَسُرَّهُمْ بِنَا بَعْدَ الْوَفَاةِ (ثَلَاثًا)..
Allaahumma wakamaa sarortahum binaa fil-hayaati, Fasurrohum binaa ba’dal-wafaah (3x)
Ya Allah, sebagaimana Engkau senangkan mereka dengan kami semasa hidup, maka senangkan pula mereka dengan kami setelah mati. (3x)
اَللّٰهُمَّ وَلَا تُبْلِغْهُمْ مِنْ أَخْبَارِنَا مَا يَسُوْءُهُمْ، وَلَا تُحَمِّلْهُمْ مِنْ أَوْزَارِنَا مَايَنُوْءُهُمْ، وَلَا تُخْزِهِمْ بِنَا فِيْ عَسْكَرِ الْأَمْوَاتِ بِمَا نُحْدِثُ مِنَ الْمُخْزِيَاتِ وَنَأْتِيْ مِنَ الْمُنْكَرَاتِ، وَسُرَّ أَرْوَاحَهُمْ بِأَعْمَالِنَا فِيْ مُلْتَقَى الْأَرْوَاحِ، إِذَا سُرَّ أَهْلُ الصَّلَاحِ بِأَبْنَآءِ الصَّلَاحِ، وَلَا تُقِفْهُمْ بِسَبَبِنَا عَلىٰ مَوْقِفِ افْتِضَاحٍ بِمَا نَجْتَرِحُ مِنْ سُوْءِ الْاِجْتِرَاحِ ..
Allaahumma walaa tuballigh-hum min akhbaarinaa maa yasuu’uhum, Walaa tuhammilhum min auzaarinaa maa yanuu’uhum, Walaa tukhzihim binaa fii ‘askaril-amwaat, Bimaa nuhditsu minal-mukhziyaati wana’tii minal-mukaroot, Wasurro arwaahahum bi a’amaalinaa fii multaqol arwaah, Idzaa surro ahlush-sholaahi bi abnaa ‘ish-sholaah, Walaa tuwaqqifhum minnaa ‘alaa mauqifil-iftidhooh, Bimaa najtarihu min suu’il-ijtirooh
Ya Allah, jangan sampaikan berita-berita tentang diri kami yang akan membuat mereka kecewa, dan jangan bebankan kesalahan kami kepada mereka, dan jangan hinakan mereka di hadapan orang-orang yang sudah meninggal dunia dengan perbuatan-perbuatan hina dan mungkar yang kami lakukan, dan senangkanlah ruh mereka dengan amal-amal baik kami di tempat pertemuan para arwah, ketika orang-orang yang saleh bergembira dengan putra-putra mereka, dan jangan jadikan mereka ternoda oleh perbuatan-perbuatan buruk yang kami lakukan.
اَللّٰهُمَّ وَمَا تَلَوْنَا مِنْ تِلَاوَةٍ فَزَكَّيْتَهَا، وَمَا صَلَّيْنَا مِنْ صَلَاةٍ فَتَقَبَّلْتَهَا، وَمَا تَصَدَّقْنَا مِنْ صَدَقَةٍ فَنَمَّـيْتَهَا، وَمَا عَمِلْنَا مِنْ أَعْمَالٍ صَالِحَةٍ فَرَضِيْتَهَا، فَنَسْأَلُكَ اللّٰهُمَّ أَنْ تَجْعَلَ حَظَّهُمْ مِنْهَآ أَكْبَرَ مِنْ حُظُوْظِنَا ، وَقِسْمَهُمْ مِنْهَآ أَجْزَلَ مِنْ أَقْسَامِنَا، وَسَهْمَهُمْ مِنْ ثَوَابِهَآ أَوْفَرَ مِنْ سِهَامِنَا، فَإِنَّكَ وَصَّيْتَنَا بِبِرِّهِمْ، وَنَدَبْتَنَآ إِلىٰ شُكْرِهِمْ، وَأَنْتَ أَوْلىٰ بِالْبِرِّ مِنَ الْبَآرِّيْنَ، وَأَحَقُّ بِالْوَصْلِ مِنَ الْمَأْمُوْرِيْنَ ..
Allaahumma wamaa talaunaa min tilaawatin fazakkaitahaa, Wamaa shollainaa min sholaatin fataqobbaltahaa, Wamaa ‘amilnaa min a‘maalin shoolihatin farodhiitahaa, Wamaa tashoddaqnaa min shodaqotin fanammaitahaa, Fa nas’alukallaahumma an taj’ala hazhzhohum minhaa akbaro min huzhuuzhinaa, Waqosmahum minhaa ajzala min aqsaaminaa, Wasahmahum min tsawaabihaa aufaro min sihaaminaa, Fa’innaka washshoitanaa bibirrihim wanadabtanaa ilaa syukrihim, Wa anta aulaa bil-birri minal-baariin, Wa ahaqqu bil washli minal ma’muurin
Ya Allah, bagi setiap ayat suci yang kami baca, shalat kami yang Engkau terima, amal saleh kami yang Engkau ridhai, serta sedekah kami yang Engkau lipatgandakan pahalanya, tolong ya Allah, berilah mereka bagian yang lebih banyak dari bagian kami, dan pahala yang jauh lebih besar dari pahala kami sebab Engkaulah yang mewasiatkan agar kami berbakti dan berbuat baik kepada mereka. Sesungguhnya, Engkaulah yang lebih pantas untuk berbuat baik kepada mereka dari semua yang berbakti kepada orang tuanya, dan Engkaulah yang lebih berhak untuk melakukan kebajikan tersebut daripada mereka yang Engkau perintahkan.
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا لَهُمْ قُرَّةَ أَعْيُنٍ يَّوْمَ يَقُوْمُ الْأَشْهَادِ، وَأَسْمِعْهُمْ مِنَّآ أَطْيَبَ النِّدَآءِ يَوْمَ التَّنَادِ، وَاجْعَلْهُمْ بِنَا مِنْ أَغْبَطِ الْآبَآءِ بِالْأَوْلَادِ (ثَلَاثًا).. حَتَّى تَجْمَعَنَا وَإِيَّاهُمْ وَالْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ دَارِ كَرَامَتِكَ، وَمُسْتَقَرِّ رَحْمَتِكَ، وَمَحَلِّ أَوْلِيَآئِكَ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَحَسُنَ أُولَـٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفٰى بِاللهِ عَلِيْمًا ..
Allaahummaj’alnaa lahum qurrota a’yunin yauma yaquumul asyhaad, Wa asmi’hum minnaa ath-yaban nidaa’i yaumat-tanaad, Waj’al hum binaa min aghbathil-aabaa’i bil-aulaad, Hatta tajma’anaa wa iyyaahum wal-muslimiina jamii’aa, Fii daari karoomatika wa mustaqorri rohmatika wa mahalli auliyyaa’ik, Ma’al-ladziina an’amta ‘alaihim minan-nabiyyiina washshidiiqiin, Wasy-syuhadaa’i wash-shaalihiin, Wa hasuna ulaa’ika rofiiqoo, Dzaalikal fadhlu minallaahi wa kafaa billaahi ‘aliimaa
Ya Allah, jadikanlah kami penyejuk hati mereka di hari para saksi berdiri sebagai saksi, dan perdengarkanlah kepada mereka sebaik-baik seruan ketika sang penyeru berseru, dan jadikanlah mereka sebagai ayah yang merasa paling senang dengan anak-anaknya, (3x). Kemudian pertemukanlah kami dengan mereka dan seluruh kaum muslimin di negeri yang mulia, di tempat curahan rahmat-Mu, dan kediaman para wali-Mu bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan sholihin. Merekalah sebaik-baik teman. Itulah karunia Allah dan cukuplah Allah sebagai Dzat Yang Maha Mengetahui.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّايَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ …
Subhaana robbika robbil-‘izzati ‘ammaa yashifuun, Wa salaamun ‘alal-mursaliin, Wal-hamdu lillaahi robbil-‘aalamiin, Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa aalihi wa shohbihi wa sallam
Maha Suci Allah, Tuhan Yang Perkasa, Mulia dan Agung dari segala tuduhan-tuduhan yang tidak layak dan patut bagi-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam Allah selalu tercurah kepada Sayyidina Muhammad beserta keluarga dan para sahabat beliau.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Terimakasih ilmunya...Tabarrakallah feekum
BalasHapus