Translate

Rabu, 13 April 2016

Penjelasan Tentang Hukum Ghoror

Perkembangan bisnis kontemporer demikian pesat, yang menjadi tujuan adalah mendapatkan keuntungan materi semata. Parameter agama dikesampingkan, yang menjadi ukuran adalah mendulang materi sebanyak-banyaknya. Ini merupakan ciri khas peradaban kapitalis ribawi yang memuja materi. Tidak mengherankan bila dalam praktek bisnis dalam bingkai ideologi kapitalis serba bebas nilai. Spekulasi, riba, manipulasi supply and demand serta berbagai kegiatan yang dilarang dalam Islam menjadi hal yang wajar.

Jual beli yang penuh berkah adalah jual beli yang di dalamnya memperhatikan aturan Islam. Inilah jual beli yang akan mendatangkan barokah dan kemudahan rizki dari Allah SWT. Sebaliknya jual beli yang terlarang hanya akan mendatangkan bencana demi bencana. Setelah kita mengetahui beberapa barang yang haram diperdagangkan dan beberapa aturan dalam jual beli, selanjutnya kita patut mengenal bentuk transaksi jual beli yang Islam larang. Diantara jual beli yang diharamkan dalam Islam adalah gharar. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“ Rasulullah Saw melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar”.

Dalam masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena banyak permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur taruhan di dalamnya. Imam Nawawi mengatakan : “Larangan jual beli gharar merupakan pokok penting dari kitab jual-beli. Oleh karena itu Imam Muslim menempatkannya di depan. Permasalahan yang masuk dalam jual-beli jenis ini sangat banyak, dan tidak terhitung”. Dan adapun isu hukum yang timbul dari pada hadist tersebut ialah tentang definisi atau maksud gharar yang dilarang dalam hadist ini. Jika dikaji karya-karya fiqh klasik tentang makna gharar, boleh dikatakan terdapat berbagai definisi dari pada para fuqaha’ tentang konsep gharar. Dan dalam makalah ini pemakalah akan menyajikan pembahasan tentang hadist yang disebutkan di atas. Baik itu dari segi makna gharar itu sendiri, maupun pentafsiran gharar itu sendirin dari hadist tersebut menurut para pakarnya.

Pengertian Gharar

Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah al-khathr  yang artinya pertaruhan. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-‘aqibah). Sedangkan menurut Syaikh as-Sa’di, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Sehingga dari penjelasan ini, dapat diambil pengertian, bahwasanya yang dimaksud jual beli gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan, atau perjudian. Gharar secara bahasa berarti khatar (resiko, berbahaya), dan tahgrir berarti melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan gharrara binafsihi wa malihi taghriran berarti ‘aradahuma lilhalakah min ghairi an ya’rif (jika seseorang melibatkan diri dan hartanya dalam wilayah gharar maka itu berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Lafal gharar dari segi tata bahasa merupakan isim (kata benda).

Gharar dibatasi dengan sesuatu yang majhul (tidak diketahui), dan tidak termasuk di dalamnya unsur keraguan dalam pencapaiannya. Definisi ini adalah pendapat murni mazhab Dhahiri. Ibn Haz mengatakan “ unsur gharar dalam transaksi bisnis jual beli adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh pembeli apa yang ia beli dan penjual apa yang ia jual. Kombinasi antar kedua pendapat tersebut di atas, yaitu gharar meliputi dalam hal yang tidak diketahui pencapaiannya dan juga atas sesuatu yang majhul(tidak diketahui). Contoh dari definisi ini adalah yang dipaparkan oleh Imam Sarkhasi: “ gharar adalah sesuatu yang akibatnya tidak dapat diprediksi. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fiqh.
Hukum Gharar

Jual beli gharar dilarang dalam Islam. Adapun dalil-dalilnya sebagai berikut:

Pertama: Firman Allah:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Qs. al- Baqarah : 188)

Kedua: Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Qs. an-Nisa : 29)

Ketiga: firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (Qs. al- Maidah: 90)

Keempat: Hadits Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah ( dengan melempar batu ) dan jual beli gharar.” (HR Muslim)

Hikmah Larangan Jual Beli Gharar

Diantara hikmah larangan jual beli gharar adalah untuk menjaga harta orang lain dan menghindari perselisihan dan permusuhan yang muncul akibat adanya penipuan dan pertaruhan.

Jenis-jenis Gharar

Bila ditinjau pada terjadinya jual-beli, gharar terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual-beli habal al-habalah (jual-beli tahunan), yakni menjual buah-buahan dalam transaksi selama sekian tahun. Buah-buahan tersebut belum ada, atau menjual buah yang belum tumbuh sempurna (belum layak dikonsumsi).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual-beli dengan sistem kontrak tahunan, yakni membeli (hasil) pohon selama beberapa tahun, sebagaimana dalam hadits yang berbunyi,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ وَالْمُعَاوَمَةِ وَالْمُخَابَرَةِ قَالَ أَحَدُهُمَا بَيْعُ السِّنِينَ هِيَ الْمُعَاوَمَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli muhaqalah, muzabanah, mu’awamah, dan mukhabarah. Salah seorang dari keduanya menyatakan, ‘Jual-beli dengan sistem kontrak tahunan adalah mu’awamah.’ ” (Hr. Muslim)

Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan,

كَانَ النَّاسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَبَايَعُونَ الثِّمَارَ فَإِذَا جَدَّ النَّاسُ وَحَضَرَ تَقَاضِيهِمْ قَالَ الْمُبْتَاعُ إِنَّهُ أَصَابَ الثَّمَرَ الدُّمَانُ أَصَابَهُ مُرَاضٌ أَصَابَهُ قُشَامٌ عَاهَاتٌ يَحْتَجُّونَ بِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا كَثُرَتْ عِنْدَهُ الْخُصُومَةُ فِي ذَلِكَ فَإِمَّا لَا فَلَا تَتَبَايَعُوا حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُ الثَّمَرِ

“Masyarakat di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan jual-beli buah-buahan. Kalau datang masa panen dan datang para pembeli yang telah membayar buah-buahan itu, para petani berkata, ‘Tanaman kami terkena diman , terkena penyakit, terkena qusyam , dan berbagai hama lain.’ Maka, ketika mendengar berbagai polemik yang terjadi dalam hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bila tidak, jangan kalian menjualnya sebelum buah-buahan itu layak dikonsumsi (tampak kepantasannya).
Demikianlah, dengan melarang jual-beli ini, Islam memutus kemungkinan terjadinya kerusakan dan pertikaian. Dengan cara itu pula, Islam memutuskan berbagai faktor yang dapat menjerumuskan umat ini ke dalam kebencian dan permusuhan dalam kasus jual-beli tersebut.

2. Jual-beli barang yang tidak jelas (majhul) 

- Mutlak, seperti pernyataan seseorang, “Saya jual barang ini dengan harga seribu rupiah”, padahal barangnya tidak diketahui secara jelas; atau 
- Jenisnya, seperti ucapan seseorang, “Aku jual mobilku kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas; atau 
- Tidak jelas ukurannya, seperti ucapan seseorang, “Aku jual kepadamu tanah seharga lima puluh juta,”namun ukuran tanahnya tidak diketahui.

Bentuk-bentuk Jual Beli Gharar

Ada tiga macam bentuk jual beli gharar:

Bentuk Pertama: Jual Beli Gharar yang Dilarang

Bentuk pertama ini terdiri dari tiga macam sebagaimana disebutkan Ibnu Taimiyah di dalam al-Fatawa al-Kubra (4/18) :

وَأَمَّا الْغَرَرُ، فَإِنَّهُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ: الْمَعْدُومُ، كَحَبَلِ الْحَبَلَةِ، وَاللَّبَنُ، وَالْمَعْجُوزُ عَنْ تَسْلِيمِهِ: كَالْآبِقِ، وَالْمَجْهُولِ الْمُطْلَقِ، أَوْ الْمُعَيَّنِ الْمَجْهُولِ جِنْسُهُ، أَوْ قَدْرُهُ

“Adapun al-Gharar, dibagi menjadi tiga: (pertama) jual beli yang tidak ada barangnya, seperti menjual anak binatang yang masih dalam kandungan, dan susunya, (kedua): jual beli barang yang tidak bisa diserahterimakan, seperti budak yang lari dari tuannya,(ketiga): jual beli barang yang tidak diketahui hakikatnya sama sekali atau bisa diketahui tapi tidak jelas jenisnya atau kadarnya “(Adil al-‘Azzazi di dalam  Tamam al-Minnah (3/305) juga menyebutkan hal yang sama)

Berikut ini rincian dari tiga macam jual beli gharar yang dilarang:

Pertama: Gharar karena barangnya belum ada (al-ma'dum).

Contoh dari jual beli al-ma’dum adalah apa yang terdapat dalam hadist Ibnu Umarradhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata :

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ

“Nabi shollallahu ‘alaihi wa  sallam melarang menjual anak dari anak yang berada dalam perut unta”. (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua: Gharar karena barangnya tidak bisa diserahterimakan ( al-ma’juz ‘an taslimihi )  Seperti menjual budak yang kabur, burung di udara, ikan di laut, mobil yang dicuri, barang yang masih dalam pengiriman,

Ketiga: Gharar karena ketidakjelasan (al-jahalah) pada barang, harga dan akad jual belinya.

Contoh ketidakjelasan pada barang yang akan dibeli, adalah apa yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu) dan jual beli gharar.” (HR Muslim)

Contoh jual beli al-hashah adalah ketika seseorang ingin membeli tanah, maka penjual mengatakan: “Lemparlah kerikil ini, sejauh engkau melempar, maka itu adalah tanah milikmu dengan harga sekian.”

Termasuk dalam katagori ini adalah apa yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudriradhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata :

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُنَابَذَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ

“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melarang dari Al-Munabadzah dan Al-Mulamasah”. (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Munabadzah adalah seorang penjual berkata kepada pembeli: “Kalau saya lempar barang ini kepadamu maka wajib untuk dibeli”

Al-Mulamasah adalah seorang penjual berkata kepada pembeli: “Apa saja yang kamu sentuh maka harus dibeli”

Termasuk dalam katagori ini juga adalah apa yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوْ صَلاَحُهَا

“ Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam melarang  jual beli buah pohon sampai nampak baiknya (HR Bukhari dan Muslim)

Termasuk dalam katagori ini adalah Asuransi Konvensional, karena di dalamnya ada ketidakjelasan tentang keuntungan yang akan diterima keduabelah pihak, baik perusahaan asuransi maupun konsumen. Sebagi contoh, jika seseorang membayar premi asuransi kecelakaan ketika mau naik pesawat terbang. Akad seperti ini mengandung gharar atau spekulatif atau ketidakjelasan, apakah penumpang tersebut akan selamat atau tidak, jika dia selamat maka uang premi yang ia bayarkan ke perusahaan asuransi akan hangus, sebaliknya jika dia celaka, maka pihak perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dengan membayar sejumlah uang dalam jumlah yang besar kepada korban atau keluarganya.

Bentuk Kedua: Gharar Yang Diperbolehkan

Jual beli gharar yang diperbolehkan ada empat macam: (pertama) jika barang tersebut sebagai pelengkap, atau (kedua) jika ghararnya sedikit, atau (ketiga) masyarakat memaklumi hal tersebut karena dianggap sesuatu yang remeh, (keempat) mereka memang membutuhkan transaksi tersebut.

Imam Nawawi menjelaskan hal tersebut di dalam Syarh Shahih Muslim (5/144):

“Kadang sebagian gharar diperbolehkan dalam transaksi jual beli, karena hal itu memang dibutuhkan (masyarakat), seperti seseorang tidak mengetahui tentang kwalitas pondasi rumah (yang dibelinya), begitu juga tidak mengetahui kadar air susu pada kambing yang hamil.  Hal – hal seperti ini dibolehkan di dalam jual beli, karena pondasi (yang tidak tampak) diikutkan (hitungannya) pada kondisi bangunan rumah yang tampak, dan memang harus begitu, karena pondasi tersebut memang tidak bisa dilihat. Begitu juga yang terdapat dalam kandungan kambing dan susunya.“ (lihat juga Ibnu Hajar di dalamFathu al-Bari, Kitab: al-Buyu’, Bab: Bai’ al-Gharar)

Beberapa contoh gharar lain yang diperbolehkan  :

Menyewakan rumahnya selama sebulan. Ini dibolehkan walaupun  satu bulan kadang 28, 29, 30 bahkan 31 hari. 
Membeli hewan yang sedang mengandung dengan adanya kemungkinan yang dikandung hanya seekor atau lebih, jantan atau betina, kalau lahir sempurna atau cacat.
Masuk toilet dengan membayar Rp. 2000,- padahal tidak diketahui jumlah air yang digunakan
Naik kendaran angkutan umum atau busway dengan membayar sejumlah uang yang sama, padahal masing-masing penumpang tujuannya berbeda-beda.
Jual beli dengan gharar semacam ini dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Berkata Imam Nawawi di dalam al- Majmu’ Syarhu  al-Muhadzab, (9/311):

“Menurut kesepakatan ulama, semua yang disebut di atas diperbolehkan. Para ulama juga menukil ijma’ tentang bolehnya menjual barang-barang yang mengandung ghararyang sedikit.”   

Ibnu Qayyim di dalam Zadu al-Ma’ad (5/727) juga mengatakan: “Tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli.“ (Lihat juga Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa al-Kubra: 4/ 18)

Bentuk Ketiga: Gharar yang Masih Diperselisihkan

Gharar yang masih diperselisihkan adalah gharar yang berada di tengah–tengah antara yang diharamkan dan yang dibolehkan, sehingga para ulama berselisih pendapat di dalamnya. Hal ini dikarenakan perbedaaan mereka di dalam menentukan apakah gharar tersebut sedikit atau banyak, apakah dibutuhkan masyarakat atau tidak, apakah sebagai pelengkap atau barang inti

Contoh gharar dalam bentuk ketiga ini adalah menjual wortel, kacang tanah, bawang, kentang dan yang sejenis yang masih berada di dalam tanah. Sebagian ulama tidak membolehkannya seperti Imam Syafi’I, tetapi sebagian yang lain membolehkannya seperti Imam Malik, IbnuTaimiyah (Majmu Fatawa: 29/33), Ibnu Qayyim (Zadu al-Ma’ad:5/728) .

Penulis cenderung mendukung pendapat yang membolehkan tetapi dengan syarat bahwa penjual dan pembeli sama- sama mempunyai ilmu tentang barang-barang yang dijual tersebut, seperti apabila keduanya adalah petani yang mengetahui kwalitas wortel, bawang, kentang yang berada di dalam tanah dengan melihat kwalitas daunnya atau batangnya atau dengan cara yang lain. Ini seperti halnya seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan dengan hanya melihat wajah dan kedua telapak tangannya. Walaupun ini masuk dalam katagori gharar, karena laki-laki yang melamar tidak melihat anggota badan yang tertutup dari perempuan yang dilamar, tetapi paling tidak, wajah dan kedua telapak tangan, biasanya sudah mewakili apa yang tertutup dan tidak bisa dilihat. ‎

MACAM-MACAM GHARAR

Bisnis gharar dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama; gharar pada shighot transaksi (akad), kedua; gharar pada  mahalul aqad (obyek aqad), yaitu komoditi dan harganya.

Gharar pada shighot yaitu bahwa aqad terjadi dengan kriteria yang mengandung unsur gharar. Gharar bentuk ini berhubungan langsung dengan aqad bukan dengan komoditi. Misalnya, jika seseorang mengatakan pada temannya,” Saya jual rumahku padamu seharga Rp.250.000.000,  Jika ada orang yang akan menjual tanahnya kepadaku ”. Dan berkata temannya, “ Saya terima”. Maka disini ada unsur gharar terkait aqad, karena akhirnya tidak diketahui apakah kedua pedagang dan pembeli itu akan terjadi transaksi jual beli atau tidak. Maka jumhur ulama mengharamkan bentuk bisnis seperti ini.  Unsur gharar pada jenis bisnis ini karena kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui apakah hal yang disyaratkan terpenuhi atau tidak, sehingga tidak mengetahui apakah jual-beli ini jadi atau tidak. Juga tidak jelas dari segi waktunya, kapan transaksi tersebut terjadi. Begitu juga dari segi suka atau tidak suka, terkadang pembeli pada saat itu ingin membeli, tetapi pada waktu yang lain sudah tidak suka dan membutuhkan lagi.

Kedua, gharar dari sisi obyek aqad, bentuk ini lebih buruk lagi karena tidak jelas komoditi dan harga, jenis, sifat dan ukurannyanya. Jika salah satu dari keempat hal tadi tidak diketahui maka sudah termasuk gharar. Contoh, tidak jelas komoditi; saya jual barang padamu sepuluh juta. Contoh tidak mengetahui jenis; saya jual beras (tanpa menyebutkan jenisnya) seharga 50 ribu. Contoh, tidak mengetahui sifatnya; saya jual padamu beras (tanpa menyebutkan sifat atau kualitas) seharga seratus ribu. Contoh, tidak mengetahui beratnya; saya jual padamu beras (tanpa menyebutkan berat). Tetapi jika komoditinya terlihat, maka menurut madzhab Hanafi boleh menjualnya tanpa menyebutkan 4 hal tersebut.   Contah lain, menjual binatang yang masih dalam perut induknya, menjual hasil bumi yang masih diperut bumi dan tidak kelihatan, seperti kentang, bawang, ubi dll. Madzhab Hanafi membolehkan jual-beli seperti ini dengan syarat adanya hak melihat dan hak memilih  (jadi atau tidaknya) jika sudah dipanen.

GHARAR PADA  AQAD

Bisnis yang mengandung gharar pada aqad banyak  sekali, di bawah ini beberapa conotohnya:

Bay’atani Fi Bay’ah ( Dua Akad Penjualan  dalam satu jual beli)
Bisnis dengan sistem bisnis ini  diharamkan berdasarkan hadits rasulullah saw. :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ض قَالَ { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ وَلِأَبِي دَاوُد

“ Dari Abu Hurairah  ra. berkata, Rasulullah saw. melarang dua aqad  dalam satu jual beli” (HR Ahmad, Nasa’I, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Abu Dawud)

Para ulama sepakat mengharamkan bentuk jual beli ini, namun berbeda pendapat dalam menafsirkan atau menjelaskan bentuk jual beli seperti ini.  Dan yang di haramkan oleh jumhur ulama adalah jika dalam satu aqad mengandung dua penjualan, seperti saya jual barang ini seribu kontan dan seribu dua ratus kredit dalam waktu satu tahun. Lalu pembeli mengatakan saya terima, tanpa menjelaskan bahwa dia membeli yang kontan atau yang kredit. Kemudian keduanya berpisah. Maka inilah cara yang diharamkan sebagaimana hadits diatas. Tafsir kedua yang diharamkan seperti saya jual rumahku padamu dengan syarat engkau menjual mobilmu padaku”.

Adapun jika penjual mengatakan saya jual barang ini satu juta kontan, dan satu juta dua ratus ribu kredit dalam  waktu setahun. Kemudian pembeli memilih salah satunya, maka dibolehkan oleh para ulama.

Sebab larangan disini adalah gharar pada aqad, karena tidak tahu jenis aqad mana yang diambil. Sedangkan pada bentuk tafsir kedua tidak tahu apakah akad terjadi atau tidak. Maka keduanya mengandung gharar.

Bayul ‘Urbun

Bay’ul Urbun atau Urban adalah uang muka yang hangus akibat tidak jadi membeli barang. Jika jadi membeli maka uang muka tersebut menjadi sebagian pembayaran. Hadits terkait dengan bay’ul urbun adalah:

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَالَ : { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ }

 

Dari Amru Bin Syu’aib berkata, “ Rasulullah saw melarang bayul Urban” (HR Malik)

Jumhur ulama mengharamkan jual beli seperti ini karena ada unsur gharar tetapi imam Ahmad dan ulama yang lain membolehkannya. Jalan tengahnya maka penjual dapat mengambil sebagian uang muka sebagai konpensasi atas kerugian waktu dll yang ia lakukan, dan ini dilakukan setelah pemberitahuan.

Bay’ul Hashoh, Mulamasah dan Munabadzah

Bay’ul Hashoh, Mulamasah dan Munabadzah diharamkan berdasarkan hadits Nabi saw:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

" Dari abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah saw melarang bay’ul hashoh dan bay’ul gharar” (HR Muslim)

Diantara bentuk gharar pada transaksi adalah: Ba’yul Hashoh yaitu kedua penjual dan pembeli sepakat untuk transaksi berdasarkan batu yang dilempar, atau batu tersebut diletakkan pada komoditi. Bay’ul Mulamasah, yaitu jika calon pembeli memegang komoditi tersebut, maka wajib membelinya. Bay’ul Munabadzah, yaitu jika dagangan tersebut dilemparkan pada seseorang atau diletakkan pada seseorang maka ia wajib membelinya. Para ulama mengharamkan jenis bisnis  tersebut, karena sama dengan qimar atau judi.

GHARAR PADA OBYEK AQAD

Bisnis yang mengandung gharar pada obyek aqad sangat banyak, dibawah ini beberapa bisnis yang mengandung gharar pada obyek aqad baik komoditi maupun harganya.

Bayul Ma’dum

Para ulama mengharamkan bay’ul ma’dum yaitu ketika terjadi aqad tidak ada komoditinya dan keberadaannya tidak jelas pada waktu yang akan datang. Maka bisnis ini batil. Beberapa contoh Bay’ul ma’dum menjual anak binatang pada binatang yang belum ketahuan hamil, menjual buah pada pohon buah yang belum ketahuan tumbuh buahnya. Adapun Salam dan Istishna dibolehkan oleh para ulama karena tidak termasuk bay’ul madum dan tidak menimbulkan gharar.

Dalam bentuk bisnis modern ada yang disebut Future Trading atau dalam Arab Bay’ul Asyaa Mustaqbalah bahasa fiqihnya adalah Ba’yul Ma’dum dimana mayoritas fuqaha mengaharamkan. Tetapi pendapat yang kuat adalah bisnis seperti ini asalnya halal, menjadi haram jika mengandung unsur gharar. Bisnis ini menjadi boleh jika memiliki kualifikasi bisnis Salam. Salam atau Salaf adalah bisnis dengan komoditinya belum ada tetapi memiliki kualifikasi jelas dengan harga tunai. Disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas, berkata : “Rasulullah Saw. Datang ke Madinah dan penduduknya melakukan transaksi Salaf (Salam)  pada tanaman setahun dan dua tahun. Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa melakukan salaf pada tanaman, maka lakukanlah dengan takaran yang diketahui, timbangan yang dikethui dan waktu yang diketahui” (Muttafaqun ‘alaihi).

Future Trading atau Future Komoditi, yaitu; jual beli dengan pembayaran harga yang disepakati secara tunai, sedang penyerahan barangnya ditangguhkan pada waktu yang dijanjikan oleh penjual dan disetujui pembeli (jatuh tempo). Dalam akad Salam harga sudah final/tetap, tidak dikenal padanya penambahan, kenaikan ataupun penurunan.

Dalam Future Trading disamping ada orang yang motivasinya membeli barang, tetapi banyak juga yang motivasinya bukan membeli barang tetapi melihat fluktuasi harga. Saat harga barang tinggi maka ia melepas surat tanda kepemilikan barang, dan jika harga rendah maka ia tahan. Dan begitulah berpindah-pindah dari satu orang ke-orang lain menjual surat berharga tersebut tanpa mengetahui barangnya. Unsur penambahan/kenaikan harga atau  penurunan/pengurangan harga setelah transaksi dan pembayaran dilunasi disebut capital again. Unsur penambahan atau pengurangan ini mengandung karakter gambling (maysir), baik perusahaan yang untung atau merugi, hukum maysir/qimar adalah haram.

Jelasnya, dalam future trading target pembeli adalah bergambling (qimar/maysir) dengan naik turunnya harga barang yang ditentukan oleh pasar, dan bukan barang itu sendiri yang menjadi target pembeli. Kemudian, hal yang tidak diterima pula oleh Syariat adalah pembeli menjual kembali barang yang belum ia terima kepada pembeli  kedua atau orang lain.

Bisnis Future Trading dan Bursa Komoditi mengandung banyak sekali cacat secara Syariah. Diantaranya penjual tidak disyaratkan memiliki barang tersebut, tetapi cukup dengan komitmen menyerahkan komoditi tersebut pada waktu tertentu, jika diminta pembeli. Bisnis ini juga tidak mensyaratkan memberikan harga semuanya secara tunai sebagaimana bisnis Salam, tetapi hanya membayar sebagaian saja, misalnya 20 %. Oleh karena itu Future Trading  tidak memenuhi syarat bisnis Salam.

Bisnis Komoditi  yang Tidak Dimiliki

Diantara bentuk bisnis yang berkembang sekarang adalah menjual barang yang tidak dimilikinya.

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

“Janganlah engkau menjual apa yang tidak ada padamu !” (HR. Abu Dawud No. 3503).

Fiqih Islam melarang orang menjual barang yang tidak dimilikinya saat transaksi. Disebutkan dalam Khasyiah Ibnu Abidin:” Diantara syarat bisnis adalah komoditinya dimiliki sendiri oleh penjual saat menjual. Dan tidak sah menjual komoditi yang tidak dimiliki, sekalipun akan dimiliki setelah itu” (Nailul Authar). Berkata Ibnu Qudamah:” Kami tidak melihat masalah (pengharaman ini) diperselisihkan oleh ulama” (Al-Mughni 4/206).

Alasan atau illat pengharaman ini adalah karena terdapat gharar yang jelas dimana komoditi yang dijual tidak dapat diterima saat transaksi. Fiqih Islam mengecualikan bisnis Salam karena terdapat hadits yang membolehkannya dan tidak terdapat unsur gharar, juga karena spefikasinya telah disebutkan secara jelas.  Dan jatuh tempo yang dijanjikan komoditi tersebut ada.

Money Game

Gharar dapat masuk pada semua usaha dan bisnis modern, sehingga umat Islam ketika akan terjun ke bidang usaha harus menguasai ilmunya. Jangan sampai terperosok pada sesuatu yang diharamkan Allah. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. Berkeliling ke pasar dan memukul sebagian pedagang dengan rotan dan berkata:” Tidak boleh berbisnis di pasar kami kecuali yang memahami. Jika tidak, maka ia akan makan riba’ secara sukarela atau tidak “. Rasulullah Saw. Bersabda:” Mencari harta yang halal adalah wajib bagi setiap muslim” (HR At-Thabrani).

Diantara bentuk bisnis yang diharamkan adalah money game. Money Game sebenarnya lebih dekat pada maisir dari pada bisnis. Namun yang sebenarnya adalah manipulasi dalam bisnis, karena  yang terjadi hanyalah putaran dana atau arisan berantai tanpa ada komoditinya. Kalaupun komoditi tersebut ada, tidak sesuai dengan size dan atau besaran putaran dananya.  Dalam berbisnis harus mengikuti standar umum dan tidak boleh hanya bersandar pada tsiqoh (percaya) tanpa mengetahui akad, komoditi dan bentuk bisnis yang dilakukan. Dan seorang muslim tidak boleh mengambil keuntungan dari usaha yang tidak jelas atau mengandung unsur jahalah. Karena jahalah bagian dari gharar dalam binis  yang diharamkan Allah. Allah Swt berfirman, artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”(QS ‘Abasa 24).

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar:


  1. KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
    dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor togel.nya yang AKI
    berikan 4D angka [] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
    dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
    ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
    allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
    kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
    sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka main togel
    yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi AKI ALIH,,di no 082---> 313 ---> 669 ---> 888
    insya allah anda bisa seperti saya…menang togel 2750 JUTA , wassalam.


    dijamin 100% jebol saya sudah buktikan...sendiri....


    Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini !!!!


    1"Dikejar-kejar hutang

    2"Selaluh kalah dalam bermain togel

    3"Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel


    4"Anda udah kemana-mana tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat


    5"Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya
    tapi tidak ada satupun yang berhasil..



    KLIK DISINI 4d 5d 6d




    Solusi yang tepat jangan anda putus asah... AKI ALIH akan membantu
    anda semua dengan Angka ritual/GHOIB:
    butuh angka togel 2D ,3D, 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin
    100% jebol
    Apabila ada waktu
    silahkan Hub: AKI ALIH DI NO: 082---> 313 ---> 669 ---> 888


    ANGKA RITUAL: TOTO/MAGNUM 4D/5D/6D


    ANGKA RITUAL: HONGKONG 2D/3D/4D/



    ANGKA RITUAL; KUDA LARI 2D/3D/4D/



    ANGKA RITUAL; SINGAPUR 2D/3D/4D/



    ANGKA RITUAL; TAIWAN,THAILAND



    ANGKA RITUAL: SIDNEY 2D/3D/4D





    BalasHapus