Translate

Jumat, 15 April 2016

Penjelasan Sholawat Ibrohimiyah

Shalawat Ibrahimiyah merupakan shalawat yang ma'tsur berasal dari Rasulullah, karena memang ada hadits shahih yang meriwayatkan tentang shalawat tersebut. Selain itu, shalawat Ibrahimiyah juga merupakan shalawat yang sangat utama karena digunakan dan diamalkan dalam setiap shalat baik itu shalat fardhu maupun shalat sunnah. 

Berikut ini teks dari shalawat Ibrahimiyah selengkapnya:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Artinya: "Duhai Allah, bershalawatlah kepada kanjeng Nabi Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana engkau telah bershalawat kepaada kanjeng nabi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Dan berkatilah kanjeng nabi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati kanjeng nabi Ibrahim dan keluarga nabi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah bagi seluruh alam."

Penjelasan:

Dalam kitab Afdhalush Shalawat 'alaa Sayyidis Saadaat dijelaskan sebagai berikut:

هذه الصلاة هي أكمل صيغ الصلوات على النبي صلى الله عليه وسلم المأثورة وغيرها ولذلك خصوا بها الصلاة للاتفاق على صحة حديثها فقد رواه مالك في الموطأ والبخاري ومسلم في صحيحهما وأبو داود والترمذي والنسائي

Artinya: "Shalawat ini merupakan sighat shalawat yang paling sempurna kepada kanjeng Rasul Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, baik yang datang dari kanjeng nabi ataupun dari para ulama. Karena itu para ulama mengkhususkan dan mengistimewakan shalawat Ibrahimiyah ini karena adanya ittifaq atau kesepakatan atas keshahihan hadits tentangnya. Sungguh, imam Malik telah meriwayatkan shalawat tersebut dalam kitab al-Muwaththa', Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahihnya, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasai (juga meriwayatkannya)."

Kitab Afhdhalush Shalawat juga menjelaskan mengenai perkataan Al-Hafidz Al-Iraqi dan al-Hafidz As-Sakhawi yang menyatakan bahwasanya hadits ini telah disepakati tentang keshahihannya. Dalam kitabAfdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Saadaatdisebutkan sebagai berikut:

وقال الحافظ العراقي والحافظ السخاوي أنه متفق عليه ذكر ذلك الشيخ في شرح دلائل الخيرات وغيره وقد ورد في ألفاظها روايات هذه إحداها وهي رواية الإمام البيهقي وجماعة كما في شرح الدلائل للفاسي

Artinya: "Al-Hafidz al-Iraqi dan al-Hafidz as-Sakhawi menyatakan bahwasanya hadits ini telah disepakati tentang keshahihannya. Demikianlah Syaikh telah menyebutkan dalam kitab Syarah Dalail al-Khairat dan dalam kitab lainnya. Lafadz shalawat ini diriwayatkan dalam beberapa jalur dan lafadz ini adalah salah satu di antaranya, yaitu yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan beberapa imam Hadits lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Syarhud Dalaail oleh Al-Fasi."

Khasiat Shalawat Ibrahimiyah:

Dalam kitab Afdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Saadaat disebutkan mengenai khasiat shalawat Ibrahimiyah sebagai berikut:

Pertama, mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dalam kitab Afdhalush Shalawat disebutkan sebagai berikut:

وقال الشيخ أحمد الصاوي روى البخاري في كتبه أنه صلى الله عليه وسلم قال: مَنْ قَالَ هَذِهِ الصَّلاَةَ شَهِدْتُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالشَّهَادَةِ وَشَفَعْتُ لَهُ. وهو حديث حسن ورجاله رجال الصحيح

Artinya: "Syaikh Ahmad ash-Shawi telah berkata, "Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam beberapa kitabnya bahwasanya kanjeng nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa membaca shalawat Ibrahimiyah ini maka aku akan memberikan kesaksian untuknya besok pada hari kiamat dan aku akan memberikan syafaat pertolongan kepadanya." Hadits ini berderajat hasan dan para perawinya adalah perawi yang shahih. 

Kedua, berpeluang untuk bertemu dengan kanjeng Rasul Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam mimpi. Dalam kitab Afdhalush Shalawat 'alaa Sayyidis Saadaat dijelaskan sebagai berikut:

وذكر بعضهم أن قراءتها ألف مرة توجب رؤية النبي صلى الله عليه وسلم

Artinya: "....Sebagian ulama menyatakan bahwasanya membaca shalawat Ibrahimiyah ini sebanyak 1000 x pasti akan bermimpi bertemu kanjeng nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam."

Demikianlah sedikit diantara sekian banyak khasiat mengamalkan shalawat Ibrahimiyah.  Semoga bermanfaat.


Dalam kitab Afdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Saadaat dijelaskan, bahwa salah satu sighat shalawat nabi yang paling komprehensif adalah sighat shalawat berikut ini:


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ وَذُرِّيَّتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ عِبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى {لِ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ وَذُرِّيَّتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ كَمَا يَلِيقُ بِعَظِيمِ شَرَفِهِ وَكَمَالِهِ وَرِضَاكَ عَنْهُ وَمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى لَهُ دَائِماً أَبَداً بِعَدَدِ مَعْلُومَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ وَرِضَا نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ أَفْضَلَ صَلاَةٍ وَأَكْمَلَهَا وَأَتَمَّهَا كُلَّمَا ذَكَرَكَ وَذَكَرَهُ الْذَّاكِرُونَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرَكَ وَذِكْرِهِ الْغَافِلُونَ وَسَلِّمْ تَسْلَيماً كَذَلِكَ وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ

Artinya: "Ya Allah, bershalawatlah kepada kanjeng nabi Muhammad, hamba dan utusanMu, seorang nabi yang ummi, dan kepada keluarga kanjeng nabi Muhammad, istri-istrinya yang merupakan ummahatil mu'minin, dzuriyah beliau, dan juga ahli bait beliau. Sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada nabiyullah Ibrahim dan kepada keluarga nabiyullah Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Pemurah bagi seluruh Alam. Dan berkatilah kanjeng nabi Muhammad, hamba dan utusanMu, sang pembawa berita yang ummi, beserta keluarga Muhammad, istri-istrinya, yang merupakan ummahatil mu'minin, keturunannya, dan ahli bait nya, sebagaimana engkau memberkati nabiyullah Ibrahim beserta keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Pemurah bagi seluruh alam; sesuai dengan keagungan, kesempurnaan, kerelaan, kasih sayang dan kesenanganMu paanya untuk selama-lamanya sebanyak hitungan yang ada dalam pengetahuanMu, seluas firmanMu, sekehendak keagunganMu, dan seberat arsy Mu, dengan shalawat yang paling utama, paling holistik dan paling menyeluruh, setiap kali ada orang-orang yang mengingatMu dan melupakannya. Dan percikkanlah kedamaian yang sempurna untuk mereka semua sebagaimana kami juga mengharapkannya."

Penjelasan:

Dalam kitab Afdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Saadaat karya Sayyidi Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani dijelaskan smengenai keutamaan shalawat di atas sebagai berikut:

 ذكر هذه الصلاة العلامة ابن حجر الهيثمي في كتابه الجوهر المنظم ثم قال جمعت فيها بين الكيفيات الواردة جميعها بل وبين كيفيات أخر استنبطها جماعة وزعم كل منهم أن كيفيته أفضل الكيفيات لجمعها الوارد وقد بينت في الدر المنضود أن تلك الكيفية جمعت ذلك كله وزادت عليه بزيادات كثيرة بليغة فعليك بالإكثار منها أمام الوجه الشريف بل ومطلقاً لأنك حينئذٍ تكون آتياً بجميع الكيفيات الواردة في صلاة التشهد وزيادات ا.ه

Artinya: "Al-'Allamah Ibnu Hajar al-Haitsami telah menjelaskan shalawat ini dalam kitab beliau berjudul al-Jauhar al-Munadzam, beliau berkata, "Dalam shalawat ini saya menyatukan keseluruhan bentuk shalawat yang datang dari kanjeng nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, bahkan di antara bentuk-bentuk shalawat yang digubah oleh para ulama. Masing-masing mereka mengakui bahwa cara atau bentuk shalawat ini adalah bentuk shalawat yang paling utama karena merangkum seluruhan riwayat yang ada. Dan saya telah menjelaskan daam kitab ad-Durr al-Mandhud bahwasanya shalawat ini adalah shalawat yang paling komprehensif karena mencakup keseluruhan bentuk shalawat yang ma'tsur dengan ditambah beberapa yang mendalam. Oleh karena itu seyogyanya anda memperbanyak diri mengamalkan shalawat untuk nabi Muhammad yang mulia, bahkan juga untuk segala tujuan, karena dengan membacanya berarti anda telah mengamalkan keseluruhan bentuk shalawat yang ma'tsur di dalam shalat, dengan ditambah beberapa point penting."

Demikianlah sedikit penjelasan mengenai shalawat ini, semoga bermanfaat.

Pemakaian kalimat Sa‎yyidina dalam Sholawat 

Diantara shalawat yang telah saya bahas adalah Shalawat Ibrahimiyah beserta Khasiatnya. Namun kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, "Bolehkah memberikan tambahan kata Sayyidina pada shalawat Ibrahimiyah, mengingat hadits yang meriwayatkan tentang shalawat tersebut tidak menggunakan lafal "sayyidina" ? Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, saya tidak akan memberikan pendapat saya secara pribadi akan tetapi akan saya ambilkan dari al-Quran dan pendapat para ulama besar yang tentunya sudah terbukti kualitas keilmuan, keulamaan dan kehebatannya. Dan berikut ini penjelasan dari al-Quran dan pendapat dari para ulama, Syaikh, dan para Imam yang mulia.

Pertama, Penjelasan dalam al-Quran. Dalam al-Quran terdapat perintah yang secara tegas memerintahkan umat islam untuk mengagungkan rasulullah dan memanggilnya dengan panggilan penuh penghormatan. Allah berfirman dalam al-Quran:
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
Artinya: “Janganlah kalian memanggil Rasul (Muhammad) seperti kalian memanggil sesama orang diantara kalian”. (QS.An-Nur : 63). 

Dalam kitab Al-Iklil Fi Istinbathit-TanzilImam Suyuthi mengatakan: Dengan turunnya ayat tersebut Allah melarang ummat Islam menyebut beliau Shollallaah ‘alaih wa sallam atau memanggil beliau hanya dengan namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan Ya Rasulullah atau Ya Nabiyullah. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan demikian itu tetap berlaku, kendati beliau telah wafat.

Kedua, Pendapat Imam Ramli dalam kitab Syarhu al-Minhaj. Sebagaimana dijelaskan dalam Afdhalush Shalawat, beliau menjelaskan sebagai berikut:

قال الإمام الشمس الرملي في شرح المنهاج الأفضل الإتيان بلفظ السيادة لأن فيه الإتيان بما أمرنا به وزيادة الأخبار بالواقع الذي هو الأدب فهو أفضل من تركه. وأما حديث لا تسيدوني في الصلاة فباطل لا أصل له. كما قاله بعض متأخري الحفاظ

Artinya: "Imam Ramli dalam kitab Syarhu al-Minhaj berkata, "Yang lebih utama adalah menyertakan lafadz siyadah, karena di dalamnya terkandung pemenuhan terhadap apa yang diperintahkan dan menambah penjelasan sesuai kenyataan yang merupakan tatakrama, dan tatakrama lebih baik dilakukan daripada ditinggalkan. Adapun hadits yang menyatakan, "Janganlah menambahkan lafadz sayyidina untuk (menyebut nama)ku di dalam shalat, adlah hadist palsu, karena tidak ada dasarnya. Demikianlah para ulama ahli hadits mutaakhirin memberikan pernyataannya."

Ketiga, Pendapat Imam Ahmad Ibn Hajar. Sebagaimana dijelaskan dalam Afdhalush Shalawat bahwasanya Imam Ahmad Ibn Hajar memberikan penjelasan terkait penggunaan lafal sayyidina dalam kitabnya al-Jauhar al-Munazhzham sebagai berikut:

وقال الإمام أحمد بن حجر في الجوهر المنظم وزيادة سيدنا قبل محمد لا بأس به بل هي الأدب في حقه صلى الله عليه وسلم ولو في الصلاة أي الفريضة

Artinya: "Imam Ahmad ibn Hajar telah menyatakan dalam kitabnya yang berjudul Al-Jauhar al-Munazhzham bahwasanya menambahkan lafadz sayyidina sebelum lafadz Muhammad tidak ada salahnya, bahkan itu merupakan tatakrama memperlakukan Rasulullah shallallahu 'Alaihi wa Sallam sekalipun di dalam shalat fardhu."

Keempat, Pendapat Imam Ibn Athaillah. Ibnu ‘Athaillah dalam kitabnya, Miftahul-Falah mengenai pembicaraannya soal sholawat Nabi mewanti-wanti pembacanya sebagai berikut: “Hendak- nya anda berhati-hati jangan sampai meninggalkan lafadzsayyidina dalam bersholawat, karena didalam lafadz itu terdapat rahasia yang tampak jelas bagi orang yang selalu mengamalkannya”.

Kelima, Penjelasan dari sahabat Ibnu Mas'ud Radhiyallaahu 'Anhu. Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan kepada orang-orang yang menuntut ilmu kepadanya:“Apabila kalian mengucapkan shalawat Nabi hendaklah kalian mengucapkan shalawat dengan sebaik-baiknya. Kalian tidak tahu bahwa sholawat itu akan disampaikan kepada beliau Shollallaah ‘alaih wa sallam, karena itu ucapkanlah : ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu, rahmat-Mu dan berkah-Mu kepada Sayyidul-Mursalin (pemimpin para Nabi dan Rasulullah) dan Imamul-Muttaqin (Panutan orang-orang bertakwa)”

Keenam, Pendapat Al-Allamah Al-Bajuri. Asy-Syaikh al-‘Allamah al-Bajuri dalam kitab Hasyiah al-Bajuri, menuliskan sebagai berikut:
 
الأوْلَى ذِكْرُ السِّيَادَةِ لأَنّ الأفْضَلَ سُلُوْكُ الأدَبِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ الأوْلَى تَرْكُ السّيَادَةِ إقْتِصَارًا عَلَى الوَارِدِ، وَالمُعْتَمَدُ الأوَّلُ، وَحَدِيْثُ لاَ تُسَوِّدُوْنِي فِي صَلاتِكُمْ بِالوَاوِ لاَ بِاليَاءِ بَاطِلٌ

Artinya:

“Yang lebih utama adalah mengucapkan kata “Sayyid”, karena yang lebih afdlal adalah menjalankan adab. Hal ini berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa lebih utama meninggalkan kata “Sayyid” dengan alasan mencukupkan di atas yang warid saja. Dan pendapat mu’tamad adalah pendapat yang pertama. Adapun hadits “La Tusawwiduni Fi Shalatikum”, yang seharusnya dengan “waw” (Tusawwiduni) bukan dengan “ya” (Tusayyiduni) adalah hadits yang batil”(Hasyiah al-Bajuri, jilid 1, halaman 156). 

Ketujuh, Pendapat Ibnu Hajar Al-Haitami.Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:

وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ


Artinya:

“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dla'if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.

Hadits “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” secara tegas digolongkan sebagai hadits palsu atau hadits Maudlu’ karena di dalamnya terdapat kesalahan kaidah kebahasaan yang seringkali distilahkan dengan al-Lahn yang artinya, terdapat kalimat yang ditinjau dari gramatika bahasa Arab adalah sesuatu yang aneh dan asing. Perhatikan kata “Tusayyiduni”. Di dalam bahasa Arab, dasar kata “Sayyid” adalah berasal dari kata “Saada, Yasuudu”, bukan “Saada, Yasiidu”. Dengan demikian bentuk fi’il Muta'addi atau kata kerja yang membutuhkan kepada objek dari “Saada, Yasuudu” ini adalah “Sawwada, Yusawwidu”, dan bukan “Sayyada, Yusayyidu”. Dengan kata lain, -seandainya hadits di atas benar adanya-, maka bukan dengan kata “La Tasayyiduni”, tapi harus dengan kata “La Tusawwiduni”. Inilah yang dimaksud dengan al-Lahn. Sudah barang tentu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak akan pernah menggunakan al-Lahn semacam ini, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan seorang Arab yang sangat fasih (Afshah al-‘Arab).  Bahkan dalam pendapat sebagian ulama, mengucapkan kata “Sayyidina” di depan nama Rasulullah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat lebih utama dari pada tidak memakainya. Karena tambahan kata tersebut termasuk penghormatan dan adab terhadap Rasulullah. Dan pendapat ini dinilai sebagai pendapat mu’tamad. 
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar