Translate

Rabu, 27 April 2016

Penjelasan Tentang Adab Bercinta (Jima')

Segala puji hanya milik Allah yang telah berfirman dalam Kitab-Nya,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ﴿الروم : ٢١﴾

 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Qs Ar Ruuma yat 21).

Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Junjungan kita Muhammad SAW yang telah bersabda dalam haditsnya,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُالأُمَمَ ، وفي رواية:  إِنِّى مُكَاثِرٌ الأَنْبِيَاءَيَوْمَ الْقِيَامَةِ 
(رواه أبو داود والنسائي والحاكموغيرهم)

“Nikahilah wanita yang penyayang lagi banyak anak, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Hakim, dan lainnya)

Islam telah mengatur adab-adab orang yang telah menikah dan ketika akan mengumpuli istrinya. Adab-adab ini seringkali terlupakan atau tidak diketahui oleh orang kebanyakan bahkan oleh orang yang rajin beribadah.

Wahai saudaraku seorang muslim! Ketika anda menyetubuhi isteri anda untuk mendapatkan keturunan, atau untuk menghindarkan diri dari kemaksiatan, atau untuk menghindarkan isteri anda dari perbuatan dosa… di sana terdapat pahala yang sangat besar.

Bergaul dengan istri dengan cara yang ma’ruf (baik)

Yang dimaksud di sini adalah bergaul dengan baik, tidak menyakiti, tidak menangguhkan hak istri padahal mampu, serta menampakkan wajah manis dan ceria di hadapan istri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang  paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484.

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِين

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. [QS Al Baqarah :223]

عن جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ الْيَهُودُ تَقُولُ إِذَا جَامَعَهَا مِنْ وَرَائِهَا جَاءَ الْوَلَدُ أَحْوَلَ فَنَزَلَتْ نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

Dari Jabir diriwayatkan bahwa orang yahudi beranggapan, jika seseorang bergaul dengan isterinya dari arah belakang, maka anaknya akan juling. Ayat ini turun sebagai bantahan terhadap anggapn tersebut. Hr. Al-Bukhari (194-256H)

Ada seorang shahabat menghadap Rasul SAW, mengatakan bahwa ia tidak menggauli isterinya dan tidak pula nadzar untuk itu. Rasul bersabda:

ائْتِ حَرْثَكَ أَنَّى شِئْتَ وَأَطْعِمْهَا إِذَا طَعِمْتَ وَاكْسُهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تُقَبِّحْ الْوَجْهَ وَلَا تَضْرِبْ

Gaulilah isterimu sesuai keinginanmu, berilah makan sesuai yang kamu makan, beri pakaian seperti kamu berpakaian, jangan mencampakkan wajahnya dan jangan pula memukulnya. [Hr. Abu Dawud]

Diriwayatkan dari Ibn Umar r.a, bahwa ketika syari’ah Islam turun, masyarakat terdiri dari penyembah berhala, yahudi dan nashrani. Peristiwa hijrah membawa umat dari Mekah ke Madinah. Di Madinah kaum yahudi dinggap paling berilmu, mereka punya aturan tidak boleh menggauli isteri, kecuali dengan satu cara. Sedangkan kaum Quraisy sudah biasa melakukannya dengan berfariasi. Ada seorang muhajir nikah dengan kaum anshar dan mengajak bergaul suami isteri secara fariasi, sambil duduk, berdiri, dari belakang dan dari depan. Hal ini ditolak isterinya dan dianggap perbuatan munkar. Kemudian perselisihan ini diadukan kepada Rasul SAW, maka turunlah Qs.2:223 ini. Beliau menandaskan:

نِسَاؤكُم حَرْثٌ لَكُم فَأتُوا  حَرْثَكُمْ  أنَّى شِئْتُم أيْ مُقْبِلات وَمُدْبِرَات ومُسْتَلْقِيَات يَعْنِي بِذلِكَ مَوْضِع الوَلد

 silakan apakah dari belakang, berbaring, duduk, atau berdiri asalkan pada tempat lahirnya anak.  [Hr. Abu Daud]

Isteri dilambangkan tempat bercocok tanam, yang hasil panennya dipengaruhi oleh kondisi tanah, kualitas benih, air hujan, dan sinar matahari. Kehidupan berkeluarga bagaikan bertani yang membutuhkan pemeliharaan, penggarapan secara baik. Keturunan yang akan dihasilkan pun sangat terpengaruh oleh kondisi istri, kepemimpinan suami, dan lingkungan sekitar. Hidup di dunia juga bagaikan bertani yang hasilnya dipanen di akhirat.

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. Qs.42:20

Boleh saja melakukan hubungan dengan isteri sesuai kehendak kedua belah fihak, sepanjang pada tempatnya. Hukum syari’ah tidak mengharamkan mencari keni’matan dalam bergaul suami istri, yang penting mendatangkan kebaikan dan kemanfaatan. Oleh karena itu mesti menghindari yang menimbulkan mafsadat.[6] Manfaat dan mafsadat pun bakal didapat, sesuai dengan yang diperbuat. Bila ingin hasil yang baik, maka hendaklah bercocok tanam secara baik, benih yang baik, dan di tempat yang baik pula.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasul SAW bersabda:

حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

Telah dijadikan kesenangan bagiku dari kehidupan dunia; istri, wewangian, dan dijadikannya penyejuk mata hatiku di dalam shalat. Hr. Ahmad, al-Nasa`iy, al-Thabarani, al-Bayhaqi.

Kata al-Muqadasi, sanadnya shahih. Menurut al-Hakim hadits ini memiliki derajat shahih, para rawinya memenuhi darajat al-Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkan ‎Bersenda gurau mesra dan rayuan dalam kehidupan suami istri, merupakan kebiasaan terpuji. Rasul saw. bersabda:

وَلَيْسَ مِنَ اللَّهْوِ إِلاَّ ثَلاَثٌ تَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلاَعَبَتُهُ امْرَأَتَهُ وَرَمْيُهُ بِقَوْسِه.  


Tidak ada senda gurau (yang baik) kecuali seseorang sedang melatih berkuda, bermesraan dengan isterinya dan melatih main panah. Hr. al-Turmudzi (209-279H).

Berdasar hadits ini bersenda gurau, bercengkrama dan bermain antar suami-isteri termasuk perbuatan yang terpuji. Al-Qur’an menggambarkan bahwa suami isteri itu bagaikan pakaian. Firman Allah SWT:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

“Isterimu adalah  pakaian  bagimu  dan  kamu  adalah  pakaian bagi isterimu” . Qs. 2: 187. 

Seorang suami jika beranggapan bahwa dirinya adalah pakaian isteri, maka akan berusaha untuk  memuaskan isterinya. Sang isteri pun demikian, jika beranggapan sebagai pakaian suaminya akan berusaha memberikan kepuasan pada suami. Menggunakan pakaian juga mesti tenang, tertib dan jangan sampai rusak apalagi robek. Dari segi lain, ayat tersebut mengandung makna bahwa jima’ itu milik bersama. Dirinya merupakan bagian dari yang lain. Betapa erat ikatan suami isteri  digambarkan oleh ayat tersebut. Jima’ adalah mengandung makna didikan bahwa dua sama dengan satu, satu sama dengan dua. Adapun teknik melakukan jima’, boleh saja  bervariasi, asalkan pada  farji/vagina.

Jima diusahakan bisa dicapai oleh kedua belah pihak suami isteri. Menurut Imam Al-Ghazali, jima’ yang paling berkualitas adalah jima’ yang klimaksnya bersamaan antara suami isteri. Keberhasilan tersebut sangat tergantung kepada  kerjasama kedua belah pihak. Namun jika sulit dicapai secara bersamaan, usahakanlah sang suami menahan kekuatan, jangan sampai ejakulasi sebelum istrinya mengalami orgasme. Artinya isteri bisa mendahului suaminya. Jika isteri mendahului suami, tidak akan menimbulkan masalah, sebab wanita bisa mengalaminya beberapa kali ejakulasi tiap kali  berjima’.

Suami bisa memuaskan isterinya terlebih dahulu, baru meraih kepuasan dirinya. Hal ini sebagai manifestasi dari kedudukan suami yang menjadi pemimpin dan memiliki kewibawaan. Potensi untuk itu, dimiliki seorang laki-laki. Dalam ayat waris ditandaskan:

للذكر مثل حظ الأنثيين 

Satu orang laki-laki sebanding dengan dua orang perempuan. Qs. 4: 11. 

Bila dikaji dari sudut pendidikan seks, ayat ini bisa diambil pelajaran bahwa laki-laki dapat membuat isterinya dua kali orgasmus, dalam satu kali jima’. Kaum pria juga memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan biologis dua orang isteri dalam satu kali janabat. Hal ini bisa dilakukan bila suami tidak egois, tidak  mementingkan kepuasan diri.

إذَا جَامعَ اَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيُصَدِّقْهُ ثُمَّ إِذَا قَضَى حَاجَتَهُ قَبْلَ أَنْ تَقْضِيَ حَاجَتَهَا فَلاَ يُعَجِّلْهَا حَتَّى تَقْضِيَ حَاجَتَهَا.

“Jika  seorang  suami  berjima’ dengan isterinya, hendaklah melakukan secara benar dan dengan sebaik-baiknya. Jika dia telah terdesak untuk mencapai klimaks, maka hendaklah ia  menahan  diri, jangan melepaskannya sebelum isterinya mencapai klimaks memenuhi kepuasannya”. Hr. Abi  Ya’la, (w.307).

Oleh karena itu hendaklah memenuhi etika yang dianggap baik oleh kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan syari’ah. Berlaku baik akan membawa kebaikan bagi diri. Menurut al-Sudi, ma’na ayat ini adalah

 قدموا الأجر في تجنب ما نهيتم عنه وامتثال ما أمرتم به 

(usahakan untuk mendapatkan pahala dengan menjauhi apa yang dilarang, dan memenuhi apa yang diperitahkan). 

Jika dilakukan secara benar dan baik, hubungan suami istri pun akan bernilai shadaqah yang mendatangkan pahala.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab sahihnya,

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ: ((أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ، إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ)). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ، فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا))

Dari Abu Dzarr RA bahwasanya beberapa orang sahabat nabi SAW berkata kepada beliau, “Wahai rasulullah! Orang-orang kaya telah membawa pergi semua pahala. Mereka mengerjakan shalat seperti kita shalat. Berpuasa seperti kita berpuasa. Tetapi mereka juga bersadaqah dengan kelebihan harta mereka.” Maka rasulullah bersabda, “Bukankah Allah SWT telah menjadikan bagi kalian hal-hal bisa kalian gunakan untuk sadaqah? Sesungguhnya pada satu kali tasbih (ucapan subhanallah) adalah sadaqah. Satu kali takbir (ucapan Allahu akbar) adalah sadaqah. Satu kali tahmid (ucapan al-hamdulillah) adalah sadaqah. Satu kali tahlil (ucapan laa ilaaha illallaah) adalah sadaqah. Amar makruf (mengajak kepada kebaikan) adalah sadaqah. Nahi munkar (mencegah perbuatan munkar) adalah sadaqah. Dan pada satu anggota kalian (kemaluan) ada sadaqahnya pula.” Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah! Bagaimana seseorang dari kami melampiaskan syahwat kemudian dia diberi pahala atasnya?” rasulullahSAW menjawab, “Tidakkah kalian tahu, jika ia meletakkannya pada sesuatu yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikianlah jika ia meletakkannya pada sesuatu yang halal, maka baginya ada pahala.”[HR. Muslim, no. 1006‎]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam syarah Muslim,

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَفِي بُضْع أَحَدكُمْ صَدَقَة))، يُطْلَق عَلَى الْجِمَاع، وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُبَاحَات تَصِير طَاعَات بِالنِّيَّاتِ الصَّادِقَات، فَالْجِمَاع يَكُون عِبَادَةً إِذَا نَوَى بِهِ قَضَاء حَقّ الزَّوْجَة، وَمُعَاشَرَتَهَا بِالْمَعْرُوفِ الَّذِي أَمَرَ اللَّه تَعَالَى بِهِ، أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ صَالِحٍ، أَوْ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ إِعْفَاف الزَّوْجَة.

“Sabda nabi, ‘Dan pada kemaluan kalian ada sadaqah.’ Maksudnya adalah berhubungan suamiisteri. Dan pada hadits ini ada dalil bahwa perbuatan-perbuatan mubah bisa menjadi ketaatan jika dikerjakan dengan niat yang tulus. Karena jima` bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk memenuhi hak isteri, menggaulinya dengan baik seperti diperintahkan Allah SWT, atau mencari anak shalih, atau menghindarkan kemaksiatan dari dirinya atau dari diri sang isteri. [Syarah sahih Muslim, hadits no. 1674]

Ketika Melakukan Jima` (Hubungan SuamiIsteri) Kita Harus Memperhatikan Adab-Adab Berikut Ini:

1-Tidak ada bilangan yang jelas tentang berapa kali seorang lelaki dan wanita mampu mengerjakan jima`. Tetapi banyak tidaknya jima` itu dilakukan, tergantung kepada suasana hati, kemampuan, kebutuhan, kondisi kesehatan, dan kondisi sosial.

2-Diharamkan bagi suami untuk menyetubuhi isterinya dengan mengkhayal bahwa ia sedang menyetubuhi wanita lain. Karena hal itu termasuk perbuatan zina. Dan sang isteri juga diharamkan dari hal itu.

3-Jima` boleh dilakukan pada bulan apa saja, waktu kapan saja, hari apa saja, dan pada setiap jam di waktu malam atau siang. Kecuali pada masa-masa haid, nifas, ihram, dan berpuasa.

Adapun pada malam harinya, maka hal ini diperbolehkan berdasarkan firman Allah di surat Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ

“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kalian. Mereka adalah pakaian bagi kalian, dan kalianpun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian, karena itu Allah mengampuni kalian dan memberi maaf kepada kalian. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian.”

Begitu juga ketika haid dan nifas, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al Baqarah ayat 222 :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran, oleh sebab itu jauhilah wanita di waktu haidh. Janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Tidak diperbolehkan untuk menggauli istri yang sedang haidh, hal ini berdasarkan hadits, 

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 “Barang siapa menggauli istri yang sedang haidh atau pada duburnya atau mendatangi dukun lalu mempercayainya, berarti ia mengingkari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad”(HR. Turmudzi)

Namun, suami istri tetap boleh bermesraan ketika sedang haidh asalkan tidak sampai menggauli.

Bila istri telah bersih dari haidhnya, maka suami boleh menggaulinya, tentu setelah istri mencuci farjinya, atau lebih baik lagi berwudlu atau lebih baik lagi mandi. 

Kafarah bagi suami yang menggauli istrinya ketika sedang haidh. 
Bila terdorong oleh nafsu yang tidak bisa ditahan, suami bisa saja menggauli istri ketika  haidh. Namun ia wajib membayar denda (kafarah) dengan menyedekahkan uang sebesar setengah poundsterling (mata uang Inggris), hal ini berdasarkan sabda nabi SAW, 

مَنْ أَتَى حَائِضًا فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِينَارٍ

“"Barangsiapa mendatangi (mensetubuhi) wanita haid, maka hendaklah bersedekah dengan satu dinar."(HR. Tirmidzi)

4-Sepasang suami isteri yang hendak bersetubuh dianjurkan untuk membersihkan gigi mereka. Kemudian mengharumkan mulutnya dengan parfum yang segar. Karena hal itu lebih mendorong keakraban, dekapan, dan mendatangkan kecintaan.

5-Jika seorang suami sudah menyetubuhi isterinya, kemudian ia hendak mengulangi jima` lagi, ia harus berwudhu. Sesuai sabda nabi SAW,

((إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ))

“Jika salah seorang kalian telah mendatangiisterinya, kemudian ia hendak mengulang lagi, maka hendaknya ia berwudhu.”[HR. Muslim, no. 308‎]

6-Jika keduanya hendak tidur, sementara mereka dalam keadaan junub, maka mereka harus berwudhu terlebih dulu. Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata,

((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ))

“Sesungguhnya rasulullah SAW, ketika beliau hendak tidur dalam keadaan junub, beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat sebelum berangkat tidur.”[HR. Muslim, no. 305‎]

7-Suami isteri wajib mandi besar karena jima` sebelum mengerjakan shalat. Tetapi jika mandi besarnya dilakukan sebelum tidur, maka itu lebih afdhal. Sesuai hadits Abdullah bin Qais dia berkata, saya bertanya Aisyah radhiyallahu anha,

((كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْجَنَابَةِ؟ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ، أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ؟ قَالَتْ: كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ، رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ، وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي الْأَمْرِ سَعَةً))

“Bagaimana rasulullah SAW melakukan saat kondisi junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur, ataukah tidur sebelum mandi?” Aisyah radhiyallahu anhamenjawab, “Keduanya pernah dilakukan beliau. Terkadang beliau mandi dulu kemudian tidur. Dan terkadang wudhu dulu kemudian tidur.” Maka saya berkata, “Segala puji bagi Allah, yang memberikan banyak kelonggaran dalam perkara ini.”[HR. Muslim, no. 307‎]

8-Dibolehkan bagi sepasang suami isteri untuk mandi bersama dalam satu tempat. Meski sang suami melihat tubuh isterinya dan sang isteri melihat tubuh suaminya. Aisyah radhiyallahu anha berkata,

((كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ، فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ: دَعْ لِي دَعْ لِي، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ))

“Saya dulu mandi bersama rasulullah SAW dari satu bejana antara saya dengan beliau. Beliau mendahului saya (dalam mengambil air), sampai saya berkata: Sisakan untuk saya, sisakan untu saya. Aisyah berkata: Dan keduanya dalam keadaan junub.”[HR. Muslim, no. 321]

Di bawah ini kumpulan beberapa adab yang mesti dilakukan sebelum melakukan hubungan suami isteri:

1-Merayu sang isteri dengan ucapan-ucapan yang indah sebelum melakukan hubungan bersamanya. Juga bertindak lemah lembut dan halus.

2-Meletakkan tangan pada bagian depan (ubun-ubun) kepala sang isteri. Kemudian mengucapkan doa di bawah ini seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud,

((بِسْمِ اللهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ))

“Dengan menyebut nama Allah! Ya Allah, saya memohon kepada Engkau akan kebaikannya dan kebaikan akhlaq yang Engkau cetak padanya. Dan saya berlindung kepada Engkau dari keburukannya, serta keburukan akhlaq yang Engkau cetak padanya.”[HR. Abu Dawud, no. 1845‎]

3-Ketika hendak melakukan Jima`, hendaknya mengucapkan doa di bawah ini,

((بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا))

“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari syetan, dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau karuniakan pada kami.”

Sesuai hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam sahihnya dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma. Kemudian dalam hadits itu disebutkan,

((فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا))

“Maka jika ditakdirkan dari hubungan mereka ini seorang anak, niscaya syetan tidak akan mengganggunya selamanya.”[HR. Al-Bukhari, no. 6847 dan Muslim, no. 2591‎]


Doa ini merupakan sesuatu sangat penting yang agung. Jangan sampai ia dilalaikan. Karena doa ini merupakan penyebab keshalihan seorang anak, dan menjadikannya terlindung dari gangguan syetan.

4-Hendaknya seorang suami menyetubuhi isteri pada kemaluan, dan menghindari dubur (anus). Karena menyetubuhi pada anus adalah perbuatan haram yang diancam dengan siksaan sangat keras.

5-Melakukan wudhu di antara dua jima`. Karena wudhu membuat jima` menjadi lebih giat. Tetapi mandi masih lebih afdhal.

6-Hendaknya pasangan suami isteri meniatkan persetubuhan mereka ini, untuk menghindarkan diri dari maksiat dan menjauhkannya dari terjerumus pada hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Dengan demikian maka persetubuhan itu dicatat sebagai sadaqah bagi mereka. Sebagaimana disabdakan oleh nabi SAW,

((وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ))

“Dan pada satu anggota kalian (kemaluan) ada sadaqahnya pula.”

7-Seseorang yang junub, hendaknya berwudhu sebelum tidur. Tetapi mandi tetap lebih utama, agar ia tidur dalam keadaan suci.

8-Diharamkan bagi pasangan suami isteri untuk menyebarkan rahasianya kepada orang lain saat melakukan persetubuhan.

Haram bagi suami istri membuka rahasia yang berkaitan dengan urusan  ranjang mereka.  Nabi bersabda. 

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya." (HR. Muslim)
9-Sebagaimana seorang suami juga diwajibkan menjauhi isteri dan tidak menyetubuhinya pada saat isteri sedang haid atau nifas. Karena pelakunya sangat dilaknat. Jika tetap melakukannya, ia harus beristighfar kepada Allah SWT dan bertaubat dari perbuatan yang telah dikerjakannya.

10-Seorang suami diwajibkan menggauli isteri secara makruf. Sebagaimana difirmankan Allah SWT,

{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [النساء : 19]

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisa`: 19)

11-Pasangan suami isteri harus saling mentaati, dan saling menasehati untuk berbuat taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Dan hendaknya masing-masing mereka selalu menetapi apa yang diperintahkan Allah SWT kepada mereka seperti kewajiban-kewajiban dan hak-hak kepada orang lain. Dan untuk wanita dalam sikup yang lebih khusus, dia harus mentaati suaminya sebatas kemampuan dan kebisaannya, jika ia diperintah untuk berbuat kebaikan.

Masing-masing suami dan isteri hendaknya memohon kepada Allah SWT agar mereka dikaruniai anak-anak yang shalih.

{هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ} [آل عمران : 38]

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)

{رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ} [الصافات : 100]

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaaffaat: 100)

{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا} [الفرقان : 74]

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74)

{رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ} [الأنبياء : 89]

“Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling Baik." (QS. Al-Anbiya`: 89)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar