Translate

Kamis, 17 September 2015

Amalan Yang Di Sunah kan Pada Malam Dan Hari Jum'at

Dalam pergaulan sehari-hari di kantor, atau melalui sosial media spt facebook, twitter ataupun via BBM, sering kita dengar atau kita jumpai istilah “Sunnah Rasul” pada malam Jum’at. Bahkan tiap malam Jum’at pasti ada status di BB teman kita ataupun status facebook yang menyebut tentang “Sunnah Rasul” tersebut . 

Definisi yang benar tentang Sunnah Rasul (Sunnaturrasul) dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah Saw menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut Sunnatullah.
Namun istilah Sunnah Rasul yang mutawatir (populer) di malam Jum’at adalah penghalusan dari hubungan suami istri. Boleh jadi bbarangkali karena di Indonesia, hal-hal yang terkait dg sex cukup tabu dibicarakan secara terbuka, karena akan dianggap vulgar, maka digunakan istilah sunnah Rasul sbg pengganti). 

Ada satu lagi yang sering kita dengar dari Ustadz, yang juga dianggap hadits mutawatir, yaitu : 

“Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam, red) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.” 

Saya berusaha mencari-cari riwayat yang katanya hadist di atas, namun belum saya temukan dalam Kitab manapun. Saya akhirnya pada satu kesimpulan bahwa hadits sunnah Rasul pada malam Jum’at tersebut apalagi sama dengan membunuh 100 Yahudi adalah sama sekali bukan hadist alias karangan orang2 yang gak jelas. 

Ada cerita yang saya terima, bahwa pernah ada ulama ahli hadits kita yang menelitii sanad hadits berhubungan suami istri malam Jum’at sama dengan membunuh 10 atau 100 Yahudi tersebut , dan walhasil sanadnya berhenti pada seorang Habib di Jawa Tengah, tidak nyambung ke sahabat, apalagi ke Rasul Saw. Jadi jelas itu sama sekali bukan Hadist. 

Jadi, Anda tidak akan menemukan satu-pun hadits ttg Rasul Saw berhubungan suami istri pada malam2 tertentu, termasuk malam Jum’at. ‎

Malam dan hari Jum’at adalah hari yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan dalam ajaran Islam. Begitu banyak keutamaan yang bisa diraih setiap muslim dalam “hari raya” mingguan tersebut. Namun, sayang keistimewaan dan keberkahan itu seringkali kita lewatkan begitu saja. Bahkan, ada saudara-saudara kita yang menganggap bahwa hari Jum’at atau malam Jum’at adalah waktu angker dan keramat. Anggapan tersebut sangat tidak berdasar dan keliru.
Nah, tulisan sederhana dan praktis ini mengajak dan menuntun Anda, kaum muslimin untuk kembali mengistimewakan malam Jum’at dengan amalan-amalan dahsyat yang dituntunkan Rasulullah saw. Dikatakan dahsyat karena mempertimbangkan keutamaan waktu Jum’at itu sendiri dan keutamaan amalan tersebut. Sehingga malam dan hari Jum’at bisa kita hidupkan dan “meriahkan” dengan amalan-amalan dahsyat tersebut. Harapannya, tidak lain adalah ampunan, rahmat, lindungan, dan anugerah Allah selalu terguyurkan kepada kita.
Dalam tulisan kali kami akan memberikan pembahasan mengenai amalan-amalan istimewa pada malam dan hari Jum’at yang penuh berkah yang bisa dimanfaatkan oleh setiap muslim sebagai tabungan pahala baginya di hari kiamat yang hanya bermanfaat amalan.
Pertama; Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan berpuasa
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai dimakruhkannya mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan jika puasa tersebut adalah puasa yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti berpapasan dengan puasa Daud, puasa Arofah atau puasa sunnah lainnya, pen), ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, berpapasan dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya. Maka pengecualian puasa ini tidak mengapa jika bertepatan dengan hari Jum’at dengan alasan hadits ini.”
Demikian pula hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Janganlah salah seorang kalian puasa di hari Jum’at kecuali (bersama) sehari sebelumnya atau setelahnya.” (Muttafaqun‘alaih)

Adapun hikmah dilarangnya puasa pada hari Jum’at karena pada hari itu disyariatkan memperbanyak ibadah, yaitu zikir, doa, tilawah al-Qur’an, dan shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, seseorang dianjurkan tidak berpuasa agar bisa menopang terlaksananya amalan-amalan tersebut dengan semangat dan tanpa kebosanan.

Hal ini sama dengan jamaah haji yang wukuf di Padang Arafah yang disunnahkan tidak berpuasa karena hikmah tersebut. Ada pula ulama yang menyebutkan hikmah yang lain, yaitu karena hari Jum’at adalah hari raya, dan pada hari raya tidak boleh berpuasa.
Demikian pula di antara hikmahnya adalah untuk menyelisihi orang-orang Yahudi karena mereka mengkhususkan hari raya mereka untuk puasa. Wallahu a’lam. (Diringkas dari kitab Ahaditsul Jumu’ah hlm. 47-48)

Ke 2; Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan
Sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى الثَّانِيَةِ ( هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.”
Catatan: Maksud membaca surat As Sajdah adalah membaca suratnya bukan memaksudkan untuk mengkhususkan ketika itu dengan surat yang ada ayat sajdahnya sebagaimana hal ini disalahpahami oleh sebagian orang. Sehingga tidak perlu mencari surat-surat lain yang terdapat ayat sajdah dan dibaca ketika Shalat Shubuh pada hari Jum’at. Ini sungguh salah dalam memahami hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Cukup perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai nasehat,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhuma, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca dalam shalat Fajar (Shubuh) hari Jum'at: Aliif Laam Miim Tanziil (Surat al-Sajdah) pada rakaat pertama dan pada rakaat kedua membaca Surat al-Insan." (HR. Bukhari dan Muslim serta yang lainnya)
Ke 3; Memperbanyak sholawat Nabi di hari Jum’at
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً
“Perbanyaklah shalawat kepadaku  pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.”
Disunnahkan memperbanyak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Hal ini berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku."
Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim)
Ke 4; Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua jum’at”‎. Dalam lafazh lainnya dikatakan,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ.
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).” (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim)
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من قرأ سورة الكهف كما أنزلت ، كانت له نورا يوم القيامة من مقامه إلى مكة ، ومن قرأ عشر آيات من آخرها ثم خرج الدجال لم يسلط عليه ، ومن توضأ ثم قال : سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك كتب في رق ، ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan mendapatkan cahaya dari tempat ia berdiri hingga Mekkah. Barangsiapa membaca 10 akhir ayatnya, kemudian keluar Dajjal, maka ia tidak akan dikuasai. Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia ucapkan: Subhanakallahumma wa bi hamdika laa ilaha illa anta, astagh-firuka wa atuubu ilaik (Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan bertaubat pada-Mu), maka akan dicatat baginya dikertas dan dicetak sehingga tidak akan luntur hingga hari kiamat.”
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al Kahfi, bisa dilakukan pada malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.
Ke 5; Memperbanyak do’a di hari Jum’at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at lalu ia bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut.
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.
Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai”‎. Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar”‎. Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.
Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.
Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.
Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.
Ke 6; Melaksanakan shalat Jum'at bagi laki-laki muslim, merdeka, mukallaf, dan tinggal di negerinya. Atas mereka shalat Jum'at hukumnya wajib. Sementara bagi budak, wanita, anak kecil dan musafir, maka shalat Jum'at tidak wajib atas mereka. Namun, jika mereka menghadirinya, maka tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya. Dan kewajiban menghadiri shalat Jum'at menjadi gugur disebabkan beberapa sebab, di antaranya sakit dan rasa takut. (Lihat: Syarh al-Mumti': 5/7-24)
Ke 7; Mandi besar pada hari Jum'at juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau bersabda,
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)
Ke 8; Memakai minyak wangi, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbagusnya merupakan adab menghadiri shalat Jum'at yang kudu diperhatikan oleh seorang muslim. Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad)
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ
"Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya (jika ada)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ke 9; Disunnahkan berangkat lebih pagi (lebih awal) saat menghadiri shalat Jum'at. Sunnah ini hamper-hampir saja mati dan tidak pernah terlihat lagi.
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Muttafaqun 'alaih)
dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Apabila hari Jum'at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ke 10;  Saat menunggu imam datang, seorang muslim yang menghadiri shalat jum'at dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan shalat, dzikir, wirid ataupun membaca Al-Qur'an.
Ke 11; Wajib mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama, tidak boleh sibuk sendiri sehingga tidak memperhatikannya. Akibatnya, Jum'atannya akan sia-sia.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaqun 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Makna laghauta, menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . . makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.”
Dalam hadits lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
"Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim)
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, "dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."
laghauta : yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.
Ke 12; Pada saat masuk masjid, didapati imam sudah naik mimbar menyampaikan khutbah, maka tetap disunnahkan untuk shalat dua rakaat yang ringan sebelum ia duduk. Hal ini didasarkan kepada hadits Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, yang menceritakan: Bahwa Sulaik al-Ghathafani datang ke masjid pada hari Jum'at saat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah. Sulaik langsung duduk, maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jika salah seorang kalian mendatangi shalat Jum'at, dan (mendapati) imam sedang khutbah, maka hendaknya ia shalat dua rakaat lalu baru duduk." (HR. Muslim)
Ke 13; Jika sudah selesai melaksanakan shalat Jum'at, disunnahkan mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Di sebagian riwayat disebutkan, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam shalat sesudah Jum'at sebanyak dua rakaat, (Muttafaq' alaih). Dan terdapat dalam riwayat lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada orang yang melaksanakan shalat sesudah Jum'at sebanyak empat rakaat, (HR. Muslim)
Ishaq rahimahullah berkata, "Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan jika melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat."
Abu Bakar al-Atsram berkata, "Kedua-duanya boleh." (al-Hadaiq, Ibnul Jauzsi: 2/183)
"Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan jika melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat."
Ke 14;  Memperbanyak doa di penghujung hari Jum'at, karena termasuk waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat). (Muttafaqun 'Alaih)
Semoga Bermanfaat.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar