Translate

Jumat, 18 September 2015

Birul Walidain (Berbuat Baik Untuk Orang Tua)

Diantara bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah berbuat baik (berbakti) kepada orang tua.  
Banyak ayat dalam Al-Qur’an, Allah menggandengkan perintah kepada kita untuk memenuhi hak-Nya (yakni mentauhidkan-Nya dan tidak berbuat syirik dengan-Nya), dengan perintah untuk memenuhi hak orang tua yakni dengan berbuat baik kepada orang tua.  ‎
Diantara ayat tersebut adalah dalam QS. Ann-Nisaa : 36
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak“

‎Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dalam Al-Qur’an kurang lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti surah Al-Baqarah, ayat 83, 180 dan 215, An-Nisa ayat 36, An-Na’am: 151, Isra’: 23 dan 24, Al Ahkaf: 15, Al Ankabut: 8, Luqman: 14, Ibrahim: 41, An Naml: 10 dan surah Nuh: 28. Jika melihat dari ayat-ayat tersebut, setidaknya kita bisa mengklasifikasikan ada 6 macam bentuk perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua orangtua.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23)

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi penghormatan dan pemuliaan kepada kedua orangtua. Apapun bentuk pelecehan dan sikap merendahkan orangtua maka Islam lewat pesan-pesan moralnya telah melarang dan mengharamkannya. Bahkan durhaka kepada kedua orangtua termasuk diantara dosa-dosa besar yang dilarang keras. Dengan melihat ayat di atas, terutama pada frase, “wa laa taqullahumaa ‘uff’, janganlah kamu mengatakan kepada keduanya, perkataan ‘ah’…” menunjukkan untuk bentuk pelecehan dan sikap merendahkan kedua orangtua yang paling kecil sekalipun Islam tidak luput untuk memberikan penegasan atas pelarangannya.

Imam Shadiq as bersabda, “Kalau sekiranya dalam berhubungan dengan kedua orangtua ada bentuk pelecehan yang lebih rendah dari melontarkan kata ‘ah’, niscaya Allah telah melarangnya.” (Ushul Kafi, Jilid 2, hal. 349).

Birrul Walidain berasal dari dua kata, birru dan al-walidain. Imam Nawawi ketika mensyarah Shahih Muslim memberi penjelasan, bahwa kata-kata Birru mencakup makna bersikap baik, ramah dan taat yang secara umum tercakup dalam khusnul khuluq (budi pekerti yang agung). Sedangkan, walidain mencakup kedua orangtua, termasuk kakek dan nenek. Jadi, birrul walidain adalah sikap dan perbuatan baik yang ditujukan kepada kedua orangtua, dengan memberikan penghormatan, pemuliaan, ketaatan dan senantiasa bersikap baik termasuk memberikan pemeliharaan dan penjagaan dimasa tua keduanya.

Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dalam Al-Qur’an kurang lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti surah Al-Baqarah, ayat 83, 180 dan 215, An-Nisa ayat 36, An-Na’am: 151, Isra’: 23 dan 24, Al Ahkaf: 15, Al Ankabut: 8, Luqman: 14, Ibrahim: 41, An Naml: 10 dan surah Nuh: 28. Jika melihat dari ayat-ayat tersebut, setidaknya kita bisa mengklasifikasikan ada 6 macam bentuk perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua orangtua.

Pertama, dalam bentuk perintah untuk berbuat baik dengan sebaik-baiknya, seperti dalam surah Al-Isra’ ayat 23 dan 24. Termasuk dalam hal ini, memberikan penjagaan dan pemeliharaan di hari tua keduanya dan mengucapkan kepada keduanya perkataan yang mulia.

Kedua, dalam bentuk wasiat. Allah SWT berfirman, “Dan Kami berwasiat kepada manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya.” (Qs. Al-Ankabut: 8). Begitupun pada surah Al-Ahqaf ayat 15, Allah SWT berfirman, “Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula).”

Ketiga, dalam bentuk perintah untuk bersyukur. Allah SWT berfirman, “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, karena hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14).

Keempat, perintah untuk mendo’akan kedua orangtua. Allah SWT berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Israa: 24). Mendo’akan kedua orangtua adalah tradisi para Anbiyah as. Nabi Ibrahim as dalam do’anya mengucapkan, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Begitu juga Nabi Nuh as, dalam lantunan do’anya, beliau berujar, “. Ya Tuhan-ku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku..” (Qs. Nuh: 28).

Kelima, perintah untuk berwasiat kepada kedua orangtua. Allah SWT berfirman, “Diwajibkan atas kamu, apabila (tanda-tanda) kematian telah menghampiri salah seorang di antara kamu dan ia meninggalkan harta, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah: 180).

Keenam, perintah untuk berinfaq kepada keduanya. Allah SWT berfirman, “… Setiap harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan setiap kebajikan yang kamu lakukan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Qs. Al-Baqarah: 215).

Allah SWT dalam tujuh tempat pada Al-Qur’an setelah memerintahkan untuk hanya menyembah kepada-Nya dan tidak mempersekutukannya, perintah selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orangtua. Dalam surah An-Nisa’ ayat 36 Allah SWT berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua..” Perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua orangtua, setelah perintah untuk mentauhidkanNya lainnya terdapat pada surah Al-Baqarah: 83, Al-An’am: 151, Al-Israa: 23, An-Naml: 19, Al-Ahqaaf: 15 dan surah Al-Luqman  ayat 13 dan 14. Dari ayat-ayat ini, telah sangat jelas dan terang betapa agung dan mulianya berbuat baik kepada kedua orangtua. Perintah untuk berbuat baik kepada keduanya, ditempatkan setelah perintah untuk hanya menyembah kepada-Nya. 

Berhubungan dengan ketaatan kepada kedua orangtua, Al-Qur’an hanya dalam satu hal memberikan sebuah pengecualian. Allah SWT berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka, dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lantas Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman: 15). Ketaatan seorang hamba kepada Allah adalah ketaatan mutlak, tanpa pengecualian. Sementara ketaatan kepada orangtua dengan pengecualian, selama keduanya tidak meminta untuk mempersekutukan Tuhan. Kalau kita memperhatikan ayat-ayat Allah berkenaan dengan hubungan kaum muslimin dengan kaum musyrikin, maka akan kita temukan perintah Allah untuk berlepas diri dari kaum musyrikin disampaikan secara keras dan tegas. Terutama pada ayat-ayat awal surah At-Taubah. Namun berkenaan dengan kedua orangtua, Allah SWT menyampaikan perintah secara lembut, dikatakan, kalau permintaan keduanya berkaitan dengan syirik kepada Allah, janganlah menaati keduanya. Selanjutnya ditambahkan, kekafiran dan kemusyrikan kedua orangtua tidaklah menjadi penyebab secara mutlak terputusnya hubungan dengan keduanya, namun tetap diperintahkan untuk berbuat ahsan kepada keduanya di dunia.

Perintah untuk tetap berhubungan, memuliakan, menyayangi dan berbuat baik kepada kedua orangtua meskipun keduanya kafir ataupun musyrik juga masih memiliki pengecualian ataupun persyaratan. Yakni, selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al-Mujaadilah: 22). Perintah yang lebih tegas mengenai hal ini, disampaikan oleh Allah SWT pada awal surah Al-Mumtahanah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.”  Dan selagi keduanya meskipun termasuk golongan orang-orang kafir ataupun musyrik tidak ada halangan untuk tetap berlaku adil terhadap keduanya, yakni tetap berbuat baik dan berkasih sayang kepada keduanya selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah: 8).

Apabila, kedua orangtua termasuk dari golongan orang-orang kafir ataupun musyrik, perintah Allah SWT untuk tetap mempergauli, menjalin hubungan dan berbuat baik kepada keduanya hanya sebatas di dunia ini atau sebatas keduanya masih hidup. Tidak ada hak bagi setiap orang yang beriman untuk mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtuanya di akhirat, yang meninggalnya dalam keadaan tidak berserah diri kepada Allah, tidak mengimani-Nya ataupun mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat  (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (Qs. At-Taubah: 113).

Namun, jika kedua orangtua termasuk orang-orang yang beriman, maka berbuat baik kepada keduanya tidak hanya berlaku di dunia saja, namun hatta keduanya telah meninggal dunia, perintah untuk tetap berbuat baik kepada keduanya masih terus berlaku, dan menjadi kewajiban bagi segenap kaum mukminin untuk menunaikannya. Diantara bentuk berbuat baik kepada orangtua setelah meninggalnya adalah memohonkan ampun bagi keduanya. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, mendo’akan kedua orangtua adalah juga perintah dari Allah SWT dan termasuk diantara tradisi para Anbiyah as. Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Pada hakikatnya, mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtua, bukan hanya setelah keduanya wafat, namun juga termasuk bentuk kebaikan semasa hidup keduanya, dalam keadaan dekat maupun jauh.

Satu hal yang mesti kita ingat, kebaikan hidup, keimanan ataupun kesalehan yang kita peroleh, tidak semata dari jerih upaya sendiri, kemungkinan ada kaitannya dengan do’a dan kesalehan orang-orang tua sebelum kita yang terijabah oleh Allah SWT. Sebagaimana telah diceritakan dalam Al-Qur’an mengenai do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Baqarah: 128). Ataupun secara umum disampaikan oleh Allah SWT dalam surah Al-A’raaf ayat 189, “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur."

Pada ayat lainnya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Qs. Al-Ahqaaf: 15)

Diceritakan pula, mengenai dua anak yatim piatu yang mendapat pertolongan dari Allah SWT lewat perantaraan dua nabi-Nya, Nabi Musa as dan Nabi Khidir as, karena kesalehan kedua orangtua mereka sebelumnya, “Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh,  maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." (Qs. Al-Kahfi: 82). Dari penjabaran ayat-ayat ini, kita bisa mengambil sebuah falsafah hidup, bahwa jika mendoa’kan keselamatan dan kesalehan bagi anak adalah fitrah dari orangtua, maka sebuah tuntunan nurani pula jika sebagai anak, kita tidak boleh luput dalam mendo’akan keselamatan dan memohonkan ampunan bagi kedua orangtua dan orang-orang sebelumnya.‎

Demikian juga perintah Rosulullah shallallohu alaihi wasallam untuk kita berbakti kepada orang tua sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud tatkala ia bertanya kepada Rosulullah shallallohu alaihi wasallam
أيّ العمل أفضل ؟ قال  : (( الصّلاة لوقتها )).  قال :  قلت : ثمّ أيّ ؟  قال : (( برّ الوالدين ))  قال :  ثمّ أيّ ؟  قال : (( الجهاد في سبيل الله ))
“amal apa yang paling afdhol?” Rasulullah menjawab “sholat pada waktunya”. Kemudian apa lagi? “berbakti kepada orang tua”. Kemudian apa lagi? “Jihad di jalan Allah”.
Ayat dan hadits di atas memberikan petunjuk kepada kita agar kita memperhatikan hak orang tua kita yang merupakan kewajiban kita yang harus kita laksanakan sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya dan sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih kita kepada

Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya sebatas ketika mereka masih hidup saja, tetapi berlanjut sampai keduanya meninggal. 

Diriwayatkan dari Abu Usaid Malik ibnu Rabi’ah as-Sa’idi, ia berkata, “Ketika kita duduk bersama di samping Rasulullah SAW. tiba-tiba datang seorang laki-laki dari bani Salamah dan berkata,‘Wahai Rasulullah, masih adakah amalan yang harus saya lakukan untuk berbakti kepada bapak dan ibu setelah mereka meninggal?’ Kemudian beliau menjawab,‘Ya, yaitu mengerjakan shalat untuk kedua orang tua (maksudnya mendoakan kedua orang tua atau menshalati jenazahnya), memohon ampunan atas segala dosanya, melaksanakan janji mereka setelah mereka meninggal, meneruskan tali silaturahmi yang pernah dilakukan orang tua ketika masih hidup, dan memuliakan kawan-kawannya.” (HR Abu Dawud dalam Sunan-nya dan Ahmad dalam Musnad: 3/498)

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكً قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ أَوْأَحَدُهُمَاوَأِنَّهُ لَهُـمَالَعَاقٍ فَـلَايَــزَالُ يَدْعُو لَهُـمَاوَيَـسْـتَــغْـفِـرُ لَهُـمَاحَــتَّى يَكْــتُــبَهُ اللهُ بَارًّا

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang hamba berbuat durhaka kepada orang tuanya sampai kedua orang tuanya atau salah satunya meninggal dunia. Lalu dia terus berdoa memintakan ampunan untuk kedua orang tuanya, sehingga akhirnya Allah SWT mencatatnya sebagai anak yang berbakti.”(HR Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

وَعَـنْ مَالِكٍ بْنِ زَرَارَةَ رَضِــيَ اللهُ عَـنْـهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, اِسْتِغْفَارُالْوَلَدِلِأَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ اْلَوْتِ مِنَ الْبِّرِ

Diriwayatkan dari Malik bin Zararah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Meminta ampunan yang dilakukan oleh seorang anak untuk kedua orang tuanya setelah keduanya meninggal adalah termasuk bentuk berbakti kepada orang tua.” (HR Ibnu an-Najjar)

Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.

Syari’at Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT. dengan mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya terdapat tiga ayat yang menunjukkan kewajipan yag khusus untuk berbuat baik kepada kedua orang tua:

وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا

“Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa“. (QS. An Nisa’ : 36).

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنًا‌ۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا

“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata danhendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS. Al Isra’: 23).

وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ

“Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan).”(QS. Luqman : 14).

Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.: “bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”‎

Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)‎

Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)‎

Diantara bentuk berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal :

1.  Menyelenggarakan jenazahnya
2.  membayarkan hutang-hutangnya dan nadzar yang belum ditunaikan
3.  melaksanakan wasiatnya yang tidak bertentangan dengan syariat
4.  meminta maaf dan mengembalikan hak kepada orang yang pernah dizalimi oleh orang tuanya
5.  Menghajikan dan mengumrohkan untuk orang tuanya
6.  memuliakan dan menyambung tali silaturahim kepada teman dan kerabat-kerabat ayahnya.

Dalam hadits riwayat Muslim

إنّ منْ أبرّ البرّ أنْ يصل الرجل أهل ودّ أبيه بعد يولّي

“diantara sebaik-baik berbakti kepada orangtua adalah seseorang menyambung silaturahim kepada orang yang dicintai bapaknya setelah kematianya”.

(shohihul jami’ 5960)

من أحبّ أن يصل أباه في قبره فليصل إخوان أبيه بعده

“siapa yang ingin menyambung silaturahim kepada bapaknya di dalam kuburnya, maka hendaklah dia menyambung silaturahim kepada saudara (kerabat) bapaknya setelah meninggalnya”

7.  mendoakan ampunan dan kebaikan untuk kedua orang tuanya

إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث : من ولد صالح يدعو له أو صدقة جارية من بعده أو علم ينتفع به

“jika manusia wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga, yaitu: anak yang sho9leh yang mendoakan orangtuanya, shodaqoh jariyah dan ilmu yang bermanfaat” (shohih muslim juz 4 hal 329)

Selain sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, berbakti kepada orang tua juga menjadi sebab keberkahan bagi umur dan rezki.  Sebagaiman dalam hadits riwayat bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu alihi wasallam bersabda

من احبّ أن يبسط له في رزقه وينسأ له في أثره فليصل رحمه

“Siapa yang suka untuk dibentangkan baginya rizkinya dan diberikan keberkahan dalam umurnya, maka hendaklah dia melakukan silaturahim”

Tentunya kerabat yang paling utama untuk kita bersilaturahim adalah kepada orang tua kita.
Sebagian ulama berpendapat, diantaranya Imam Nawawi. Bahwasannya dengan silaturahim, ajal atau umur seseorang akan dipanjangkan

Berbakti kepada orang tua juga akan menyebabkan terkabulnya doa sebagaimana kisah Uwais Al-Qorni dalam shahih Muslim (2542).  Dari Umar Bin Khotob dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alihi wasallam bersabda :

إنّ خيرالتابعين رجل يقال له أويس.وله والدة, وكان به بياض. فمروه فليستغفر لكم

“sungguh sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang bernama Uwais.  Dia sangat berbakti kepada ibunya.  Dulunya dia mempunyai penyakit kulit yang allah menghilangkannya kecuali sedikit.  Maka perintahkanlah kepadanya untuk memohonkan ampunan bagi kalian”

Perhatikanlah apakah yang mengangkat Uwais ini sehingga menjadi sebaik-naik tabi’in sebagaimana yang telah dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alihi wasallam.
Dengan sebab apakah sehingga Allah kabulkan doanya ketika ia berdoa agardihilangkan penyakit belangnya, sehingga Rasulullah Shallallahu alihi wasallam berkata kepada sahabatnya, hendaklah kalian memintanya tuk mohonkan ampunan untuk kalian.  Bahkan Amirul Mukminin Umar bin Khothob salah seorang sahabat mulia yang diberi kabar gembira masuk surga berkata pada Uwais, “mintakanlah ampunan untukku”, maka Uwais memintakan ampunan untuknya.  Yang menjadikan Uwais demikian adalah setelah keimanannya, berbakti kepada ibunya.

Amalan berbakti kepada kedua orang tua sebagai tawassul dalam berdoa sehingga Allah mengabulkannya.  Sebagaimana kisah dalam Shohih Bukhori dan Muslim (2743) Rasulullah Shallallahu alihi wasallambersabda :  tiga orang yang berjalan lalu kehujanan mereka berlindung dalam goa.  Kemudian meluncur batu besar dari gunung jatuh menutupi mulut goa.  Sehingga masing-masing mereka bedoa dengan wasilah amalan sholeh.  Diantaranya seorang yang berdoa dengan wasilah amalan berbaktinya kepada kedua orang tuanya.  Maka Allah menggeserkan batu yang menutupi pintu goa tersebut dengan sebab doa dari ketiga orang tersebut.

Berbakti kepada orang tua akan mendatangkan ridho Allah sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah Shallallahu alihi wasallam bersabda, :

رضاالربّ في رضا الوالد وسخط الربّ في سخط الوالد

“keridhoan Allah di dalam keridhoan orangtua dan kemurkaan Allah pada kemurkaan  orang tua”

Berbakti kepada orang tua menjadi sebab yang akan mengantarkan seseorang masuk surga.  Dari Abu hurairah, RasulullahShallallahu alihi wasallam bersabda:

(( رغم أنف، ثمّ رغم أنف، ثمّ رغم أنف)). قيل : من با رسول الله ؟ قال : (( من ادرك أبويه عند الكبر. أحدهما أو كليهما. فلم يدخل الجنّة ))

“celaka,celaka,celaka! Ditanyakan :siapa yang celaka ya Rasulullah? Beliau menjawab; “siapa yang mendapati kedua orangtuanya berusia lanjut, salah satu atau keduanya, dia tidak masuk surga” (Shohih Muslim no 2551)‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar