Translate

Jumat, 18 Maret 2016

Penjelasan Tentang Hukum Rajam Bagi Pezina

Saat ini kita hidup dalam zaman era globalisasi yang amat sangat terbuka terjadi hampir di seluruh dunia serta tekhnologi semakin canggih. Tetapi kebanyakan orang menggunakan tekhnologi yang semakin canggih ini di gunakan untuk hal-hal yang tidak sadar akan adanya orang atau pihak lain yang dirugikan bahkan sangat berpengaruh bagi anak masa depan atau generasi penerus bangsa di masa yang akan datang, seperti sekarang adanya internet yang sangat mudah untuk di akses oleh semua orng bahkan anak-anak kecil sudah mengenal apa itu internet. Oleh karena itu pengawasan orang tua sangat di perlukan untuk membimbing anaknya supaya tidak terjerumus ke jalan yang salah atau pergaulan yang tidak di sukai oleh masyarakat yang semakin terbuka dan setiap orng mudah untuk bergabung atu menirunya. 

Bahkan karena terlalu terbukanya pergaulan dalam masyarakat, nilai-nilai agama pun mulai ditinggalkan. Lihat saja sekarang, dengan mudah kita dapat menemukan berbagai kemaksiatan di sekitar kita. Bahkan hal-hal yang menjurus pada perbuatan zina terpampang di sekitar kita.

Anak-anak muda zaman sekarang seakan-akan berlomba dalam hal ini. Begitu banyak gadis-gadis yang mempertontonkan kemolekan tubuhnya secara bebas, hubungan dengan lawan jenis yang melewati batas, dan banyak lagi hal-hal yang membuat perzinahan seakan-akan menjadi sesuatu yang wajar-wajar saja. Ditambah lagi dengan lemahnya iman dan ilmu agama yang dimiliki, membuat perzinaan semakin merajalela.

Padahal, jelas-jelas islam telah melarang kita untuk melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja kita sudah tidak boleh. Tentunya perintah untuk tidak mendekati dan melakukan perbuatan zina bukanlah tanpa sebab. Perbuatan zina merupakan sebuah perbuatan yang keji, yang dapat mendatangkan kemudharatan bukan hanya kepada pelakunya, namun juga kepada orang lain.

Memahami Islam hendaknya juga menjadikan Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai rujukan dan pedoman hidup. Sebagaimana yang pasti yang kita yakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan Rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membawa Syariat Islam yang hanif dan menjadi pedoman bagi umat manusia agar tidak tersesat. Didalam hadits kita akan banyak menemukan bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menerapkan hukum rajam bagi para pelaku zina, dan perbuatan Nabi ini tentu merupakan syariat yang patut untuk ditaati dan diamalkan.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa’: 59)

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Q.S. Ali-Imran: 132)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (Q.S. Muhammad: 33)

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.” (Q.S. Ali-Imran:32)

Didalam ayat-ayat tersebut sangat jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mentaati Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam hal ini Rasulullah mensyariatkan hukum razam bagi para pelaku zina muhshan, maka umat Islam haruslah taat terhadap ketentuan yang telah Rasulullah contohkan ini berdasarkan perintah ayat-ayat diatas.

Firman Alloh Subhanahu Wata'ala 

سُورَةٌ أَنزلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنزلْنَا فِيهَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (1) الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (2) 

(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kalian selalu mengingatinya. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. [An-Nur 1-2]

Firman Allah Swt. yang mengatakan bahwa 'ini adalah suatu surat yang Kami turunkan' mengandung pengertian yang mengisyaratkan perhatian Allah Swt. kepada surat ini, tetapi bukan berarti surat-surat lainnya tidak diperhatikan-Nya.

{وَفَرَّضْنَاهَا}

dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya (An-Nur: 1)

Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna ayat ialah Kami telah menjelaskan halal, haram, perintah, larangan, dan batasan-batasan (hukum) di dalamnya.

Imam Bukhari mengatakan bahwa orang yang membacanya dengan bacaan Faradnaha, maka artinya, 'Kami wajibkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya kepada kalian, juga kepada orang-orang yang sesudah kalian'.

{وَأَنزلْنَا فِيهَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ}

dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas. (An-Nur: 1)

Yaitu ayat-ayat yang jelas dan gamblang maknanya.
{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}

agar kalian selalu mengingatnya.  (An-Nur: 1)

Kemudian Allah Swt. berfirman:

{الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ}

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera. (An-Nur: 2)

Yakni ayat yang mulia ini di dalamnya terkandung hukum had bagi orang yang berzina. Para ulama membahas masalah ini dengan pembahasan yang terinci berikut segala perbedaan pendapat di kalangan mereka. Akan tetapi pada kesimpulannya pezina itu adakalanya seorang yang belum pernah menikah dan adakalanya seorang yang muhsan(yakni orang yang pernah melakukan persetubuhan dalam ikatan nikah yang sahih sedangkan dia telah akil balig).

Jika seseorang belum pernah menikah, lalu melakukan zina, maka hukuman had-nya seratus kali dera, seperti yang disebutkan oleh ayat yang mulia ini. Dan sebagai hukuman tambahannya ialah dibuang selama satu tahun jauh dari negerinya, menurut pendapat jumhur ulama. Lain halnya dengan pendapat Imam Abu Hanifah ‎rahimahullah; ia berpendapat bahwa hukuman pengasingan ini sepenuhnya diserahkan kepada imam. Dengan kata lain, jika imam melihat bahwa si pelaku zina harus diasingkan, maka ia boleh melakukannya; dan jika ia melihat bahwa pelaku zina tidak perlu diasingkan, maka ia boleh melakukannya.

Alasan jumhur ulama dalam masalah ini ialah sebuah hadis yang telah ditetapkan di dalam kita Sahihain melalui riwayat Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Abu Hurairah dan Zaid ibnu Khalid Al-Juhani tentang kisah dua orang Badui yang datang menghadap kepada Rasulullah Saw.

Salah seorang mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini pernah menjadi pekerja orang ini, dan ternyata anak laki-lakiku ini berbuat zina dengan istrinya. Maka aku tebus anak laki-lakiku ini darinya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak perempuan. Kemudian aku bertanya kepada orang-orang yang 'alim, maka mereka mengatakan bahwa anakku dikenai hukuman seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan istri orang ini dikenai hukuman rajam."
Maka Rasulullah Saw. menjawab:

"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللَّهِ: الْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ رَدٌّ عَلَيْكَ، وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وتغريبُ عَامٍ. وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ -لِرَجُلٍ مِنْ أَسْلَمَ -إِلَى امْرَأَةِ هَذَا، فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا"

Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sungguh aku akan melakukan peradilan di antara kamu berdua dengan berdasarkan Kitabullah. Budak perempuan dan ternak kambingmu dikembalikan kepadamu, dan anak laki-lakimu dikenai hukuman seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun. Sekarang pergilah kamu, hai Unais -seorang lekuki dari Bani Aslam yang ada di majelis itu-kepada istri lelaki ini. (Tanyailah dia) jika dia mengaku, maka hukum rajamlah dia.

Maka Unais berangkat menemui istri lelaki Badui itu dan menanyainya. Akhirnya wanita itu mengakui perbuatannya, lalu ia dihukum rajam (dengan dilempari batu-batu sebesar genggaman tangan hingga mati).

Di dalam hadis ini terkandung dalil yang menunjukkan adanya hukuman pengasingan selama satu tahun bagi pezina yang belum pernah kawin sesudah menjalani hukuman dera sebanyak seratus kali. Jika dia adalah seorang muhsan(yakni seorang yang pernah melakukan persetubuhan dalam nikah yang sahih, sedang dia merdeka, akil dan balig), maka hukumannya adalah dirajam dengan batu.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Imam Malik. Ia mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud; Ibnu Abbas pernah mengatakan kepadanya bahwa Khalifah Umar pada suatu hari berdiri di atas mimbarnya, lalu mengucapkan puji dan sanjungan kepada Allah Swt., kemudian mengatakan:

أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا النَّاسُ، فَإِنَّ اللَّهَ بَعَثَ مُحَمَّدًا بِالْحَقِّ، وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ الْكِتَابَ، فَكَانَ فِيمَا أَنْزَلَ عَلَيْهِ آيَةُ الرَّجْمِ، فَقَرَأْنَاهَا وَوَعَيْناها، وَرَجمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجمْنا بَعْدَهُ، فَأَخْشَى أَنْ يُطَولَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُولَ قَائِلٌ: لَا نَجِدُ آيَةَ الرَّجْمِ فِي كِتَابِ اللَّهِ، فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ قَدْ أَنْزَلَهَا اللَّهُ، فَالرَّجْمُ فِي كِتَابِ اللَّهِ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى، إِذَا أُحْصِنَ، مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ، إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ، أَوِ الْحَبَلُ، أَوْ الِاعْتِرَافُ.

Amma Ba'du. Hai manusia, sesungguhnya Allah Swt. telah mengutus Muhammad Saw. dengan hak dan menurunkan kepadanya Al-Qur’an. Maka di antara yang diturunkan kepada­nya ialah ayat rajam, lalu kami membacanya dan menghafalnya. Rasulullah Saw. telah memberlakukan hukuman rajam dan kami pun memberlakukannya pula sesudah beliau tiada. Aku merasa khawatir dengan berlalunya masa pada manusia, lalu ada seseorang yang mengatakan bahwa kami tidak menemukan ayat rajam di dalam Kitabullah. Akhirnya mereka sesat karena meninggalkan suatu perintah fardu yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Hukum rajam benar ada di dalam Kitabullah ditujukan kepada orang yang berbuat zina bila ia telah muhsan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan kesaksian telah ditegakkan terhadapnya atau terjadi kandungan atau pengakuan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Malik secara panjang lebar. Sedangkan yang kami kemukakan ini merupakan petikan dari sebagiannya yang di dalamnya terkandung dalil yang kita maksudkan.
Dari Abu Nujaid ‘Imran bin Al Hushain Al Khuza’i, ia berkata,
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهِىَ حُبْلَى مِنَ الزِّنَى فَقَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَىَّ فَدَعَا نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلِيَّهَا فَقَالَ « أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ فَائْتِنِى بِهَا ». فَفَعَلَ فَأَمَرَ بِهَا نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا فَقَالَ لَهُ عُمَرُ تُصَلِّى عَلَيْهَا يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَقَدْ زَنَتْ فَقَالَ « لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ تَعَالَى »
Ada seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan ia dalam keadaan hamil karena zina. Wanita ini lalu berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, aku telah melakukan sesuatu yang perbuatan tersebut layak mendapati hukuman rajam. Laksanakanlah hukuman had atas diriku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memanggil wali wanita tersebut lalu beliau berkata pada walinya, “Berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila ia telah melahirkan (kandungannya), maka datanglah padaku (dengan membawa dirinya).”
Wanita tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, beliau meminta wanita tersebut dipanggil dan diikat pakaiannya dengan erat (agar tidak terbuka auratnya ketika menjalani hukuman rajam, -pen). Kemudian saat itu diperintah untuk dilaksanakan hukuman rajam. Setelah matinya wanita tersebut, beliau menyolatkannya. ‘Umar pun mengatakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau menyolatkan dirinya, wahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?” Beliau bersabda, “Wanita ini telah bertaubat dengan taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibagi kepada 70 orang dari penduduk Madinah maka itu bisa mencukupi mereka. Apakah engkau dapati taubat yang lebih baik dari seseorang mengorbankan jiwanya karena Allah Ta’ala?” (HR. Muslim no. 1696).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Wanita tersebut termasuk sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi orang sholih pun masih ada kemungkinan untuk terjerumus dalam zina.
2- Zina termasuk dosa besar.
3- Hukuman rajam dijalani dengan melempar batu hingga mati, batu di sini tidaklah terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Hukuman raja mini dikenakan pada muhshon, yaitu orang yang sudah menikah lantas berzina.
4- Orang yang dikenai hukuman raja mini atas hikmah dari Allah tidaklah diperintahkan dipenggal dengan pedang. Namun ia dilempari batu sehingga ia bisa merasakan siksa sebagai timbal balik dari kelezatan zina yang haram yang telah ia rasakan. Karena orang yang berzina telah merasakan kelezatan yang haram dengan seluruh badannya, jadi jasadnya disiksa sekadar dengan nikmat haram yang ia rasakan.
5- Boleh seseorang mengakui dirinya telah berzina pada penguasa untuk membersihkan dosanya dengan menjalani hukuman had, bukan untuk maksud menyebarkan aibnya. Jika seseorang ingin menyebarkan aibnya sendiri bahwa ia telah menzinai orang lain, maka dosa ini tidak dimaafkan. Dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990).
6- Apakah seseorang harus melaporkan tindakan zinanya pada penguasa sehingga mendapat hukuman had atau ia sebaiknya menyembunyikannya sembari bertaubat?

Dalam hal ini ada beberapa rincian;

Rincian pertama: jika seseorang yang berzina dapat melakukan taubat nashuha (taubat yang tulus), ia betul-betul menyesali dosanya dan bertekad tidak akan melakukannya lagi, maka lebih baik ia tidak pergi pada penguasa untuk melaporkan tindakan zina yang telah ia lakukan dan ia melakukan taubat secara sembunyi-sembunyi. Moga Allah menerima taubatnya.

Rincian kedua: jika seseorang sulit melakukan taubat nashuha, ia takut terjerumus lagi dalam dosa yang sama, maka lebih baik ia mengakui perbuatan zinanya dengan melapor pada penguasa atau pada qodhi (hakim), lantas ia dikenai hukuman had.
7- Wanita hamil tidak dikenai hukuman had sampai ia melahirkan kandungannya. Jika hukuman cambuk dilaksanakan bagi orang yang belum menikah lantas berzina, maka menunggu sampai wanita itu suci dari nifasnya. Bila hukuman rajam dijalankan maka menunggu sampai kebutuhan susu pada anak tersebut sudah tercukupi walau dengan penyusuan pada wanita lain.
8- Hukuman dunia bisa menghapuskan dosa orang yang berbuat maksiat asal disertai dengan taubat dan penyesalan.
وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا

“Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (An-Nisaa’:16)

Ibnu Abbas berkata,

كان الحكم كذلك، حتى أنزل الله سورة النور فنسخها بالجلد، أو الرجم.
وكذا رُوي عن عِكْرِمة، وسَعيد بن جُبَيْر، والحسن، وعَطاء الخُراساني، وأبي صالح، وقتادة، وزيد بن أسلم، والضحاك: أنها منسوخة. وهو أمر متفق عليه.

“Yakni dengan mencaci maki, mempermalukan, dan memukul dengan sandal. Hukum demikian terus berlanjut hingga Allah menasakhnya (Menghapusnya) dengan hukum cambuk dan rajam.”  (Tafsir Ibnu Katsir (2/233)
Hukum razam bagi para pelaku zina memang pernah diterapkan dizaman para Nabi-nabi terdahulu sebelum kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.  Walaupun demikian, bukan berarti hukuman razam yang diberlakukan bagi para pelaku zina muhshan pada masa Nabi dan hari ini mengambil atau merujuk pada kitab-kitab terdahulu, namun tetap merujuk kepada ketentuan hukum yang berlaku pada Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber yang sempurna dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

 نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ

“Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.” (Ali Imran: 3)

Sebagai bukti bahwa Rasulullah menerapkan syariat berdasarkan petunjuk Kitabullah (wahyu) ialah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا مُجَالِدٌ عَنِ الشَّعْبِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أَهْلِ الْكُتُبِ فَقَرَأَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ فَقَالَ أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِيِِِِ

Telah bercerita kepada kami Suraij bin An-Nu’man berkata; telah bercerita kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Mujalid dari Asy-Sya’bi dari Jabir bin Abdullah ‘Umar bin khatab menemui Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: ”Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khottob?. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebatilan lalu kalian membenarkannya?. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku.” (H.R. Ahmad No. 15156 (23/349)
Rasulullah Saw. pernah memerintahkan agar dilakukan hukum rajam terhadap seorang wanita istri seorang lelaki yang mempekerjakan seorang buruh, lalu buruh itu berbuat zina dengan si istri. Rasulullah Saw. pernah pula melakukan hukum rajam terhadap Ma'iz dan seorang wanita dari Bani Gamidiyah.

Para perawi tersebut tidak menukil dari Rasulullah Saw. bahwa beliau mendera mereka yang berbuat zina sebelum dirajam. Sesungguhnya semua hadis sahih yang saling memperkuat satu sama lainnya dengan berbagai lafaz mengatakan bahwa Rasulullah Saw. hanya merajam mereka, dan tidak disebutkan dalam hadis-hadis tersebut adanya hukuman dera. Karena itulah maka hal ini dijadikan pegangan oleh pendapat jumhur ulama; dan berpegangan kepada dalil ini pula berpendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafii.

Imam Ahmad berpendapat, diwajibkan penggabungan dua jenis sangsi hukuman terhadap pezina muhsan antara hukuman dera karena berlandaskan sunnah dan hukuman rajam karena berlandaskan sunnah. Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ketika dihadapkan kepadanya seorang wanita yang bernama Sirajah yang telah berbuat zina, sedangkan dia telah muhsan, maka Ali r.a. menderanya pada hari Kamis dan merajamnya pada hari Jumat. Lalu Ali r.a. berkata: Saya menderanya berdasarkan (hukum) Kitabullah dan merajamnya berdasarkan (hukum) sunnah Rasulullah Saw.

Imam Ahmad, para pemilik kitab sunnah yang empat orang, dan Imam Muslim telah meriwayatkan melalui Qatadah, dari Al-Hasan, dari Hattan ibnu Abdullah Ar-Raqqasyi, dari Ubadah ibnus Samit yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"خُذُوا عَنِّي، خُذُوا عَنِّي، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا البِكْر بالبِكْر، جَلْد مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ، جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ"

Terimalah keputusanku, terimalah keputusanku, sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi mereka (kaum wanita) jalan keluar; orang yang belum pernah kawin (yang berzina) dengan orang yang belum pernah kawin didera seratus kali dan diasingkan satu tahun, dan orang yang sudah kawin (yang berzina) dengan orang yang sudah kawin didera seratus kali dan dirajam.

Terakhir saya bawakan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar kita senantiasa waspada terhadap orang-orang jahil yang tidak kredibel didalam masalah agama, namun terkesan sok paling pintar didalam menyuarakan masalah agama.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (H.R. Ibnu Majah)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
    dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor togel.nya yang AKI
    berikan 4D/ angka [] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
    dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
    ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
    allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
    kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
    sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka main togel
    yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi AKI ALIH,,di no

    082---> 313 ---> 669---> 888

    insya allah anda bisa seperti saya…menang togel 2750 JUTA , wassalam.


    dijamin 100% jebol saya sudah buktikan...sendiri....


    Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini !!!!


    1"Dikejar-kejar hutang

    2"Selaluh kalah dalam bermain togel

    3"Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel


    4"Anda udah kemana-mana tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat


    5"Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya
    tapi tidak ada satupun yang berhasil..




    KLIK DISINI 4d 5d 6d





    Solusi yang tepat jangan anda putus asah... AKI ALIH akan membantu
    anda semua dengan Angka ritual/GHOIB:
    butuh angka togel 2D/ ,3D/, 4D/ 5D/ 6D/ SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin
    100% jebol
    Apabila ada waktu

    silahkan Hub: AKI ALIH DI NO: 082---> 313 ---> 669---> 888

    ANGKA RITUAL: TOTO/MAGNUM 4D/5D/6D/


    ANGKA RITUAL: HONGKONG 2D/3D/4D/6D/



    ANGKA RITUAL; KUDA LARI 2D/3D/4D/6D/



    ANGKA RITUAL; SINGAPUR 2D/3D/4D/ 6D/



    ANGKA RITUAL; TAIWAN,THAILAND



    ANGKA RITUAL: SIDNEY 2D/3D/4D 6D/







    BalasHapus