Translate

Kamis, 27 September 2018

Menyingsingkan Kain Dan Mengikat Rambut Saat Sholat

Menggulung kemeja lengan panjang termasuk urusan duniawi, sehingga hukum asalnya boleh, selama tidak ada larangan dari Allah dan RasulNya. Dan -sepanjang pengetahuan kami- tidak ada larangan terhadap perbuatan tersebut.

Sebagian ulama tidak membolehkan menggulung (melipat) pakaian pada saat shalat berdasarkan hadits sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعْرَ

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintah (oleh Allah) untuk bersujud pada tujuh tulang, yaitu pada dahi –dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk dengan tangannya pada hidung beliau-, dua (telapak) tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua telapak kaki. Dan kami tidak (boleh) menahan pakaian dan rambut”. [HR Bukhari, no. 812; Muslim, no. 490; dan lain-lain].

Melipat pakaian maksudnya : menggabungkan dan mengumpulkannya. Sedangkan melipat rambut maksudnya : menjalinnya.

Larangan melipat pakaian dan rambut di dalam hadits di atas ada dua illah ( sebab ) yang mendasarinya :

[1]. Melipat keduanya ketika “sedang” sholat. Ini akan menyibukkan seorang dari sholatnya sehingga merusak kekhusyukkannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Malik –rohimahullah-.

[2]. Melipat keduanya ketika “akan” sholat. Hal ini menghalangi pakaian dan rambut untuk ikut sujud ketika sholat.

Dua hal di atas telah ditetapkan dan dijadikan landasan hukum oleh jumhur ulama’. Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hambali –rohimahullah- berkata :

وأكثر العلماء على الكراهة في الحالين، ومنهم: إلاوزاعي والليث وأبو حنيفة والشافعي، وقد سبق عن جماعة من الصحابة ما يدل عليه، منهم: عمر وعثمان وابن مسعود وحذيفة وابن عباس وأبو رافع وغيرهم.

“Mayoritas ulama’ berpendapat akan dimakruhkannya hal ini pada dua keadaan di atas. Diantara mereka : Al-Auza’i, Al-Laits, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i,  dan telah mendahului ( dalam pendapat ini ) sekelompok dari para sahabat yang menunjukkan akan hal ini, diantara mereka : Umar, Utsman, Ibnu Mas’ud, Hudzaifah, Ibnu Abbas Abu Rofi’ dan selain mereka”. [ Fathul Bari karya Ibnu Rajab –rohimahullah- : 7/271 ].

Dan yang tampak, melipat celana panjang ke atas ketika akan sholat sebagaimana dilakukan oleh sebagian muslimin, termasuk dalam makna hadits di atas.

Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan: “Menahan pakaian, yaitu: menghimpunnya dan mengumpulkannya dari menyebar”. [an Nihayah fii Gharibul Hadits].

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan tentang sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dan kami tidak (boleh) menahan pakaian dan rambut” dengan mengatakan: “Yang dimaksudkan bahwa dia (orang yang shalat) tidak mengumpulkan pakaiannya dan rambutnya di dalam shalat. Dan zhahirnya menunjukkan, larangan itu dalam keadaan shalat. Ad Dawudi condong kepada pendapat ini. Dan penyusun (Imam Bukhari) membuat bab setelah ini ‘Bab: Tidak boleh (orang yang shalat) menahan pakaiannya di waktu shalat’.”, ini menguatkan (pendapat Dawudi) itu. Tetapi al Qadhi ‘Iyadh membantahnya, bahwa itu menyelisihi pendapat jumhur (mayoritas ulama). Mereka tidak menyukai hal itu bagi orang shalat, sama saja, apakah orang yang shalat itu melakukannya (yaitu menahan pakaian) di waktu shalat, atau sebelum memasuki shalat. Dan mereka (para ulama) sepakat, bahwa hal itu tidak merusakkan shalat. Tetapi Ibnul Mundzir meriwayatkan kewajiban mengulangi (shalat) dari al Hasan”. [Fathul Bari, syarh hadits no. 809].

Termasuk “menahan pakaian” adalah menyingsingkan celana panjang atau lengan baju.

وَحَكَى ابْنُ الْمُنْذِرُ الِاعَادَةُ فِيْهِ عَنِ الْحَسَنِ الْبَصَرِي ثُمَّ مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ الْجُمْهُوْرِ أَنَّ النَّهْيَ لِكُلِّ مَنْ صَلَّي كَذَلِكَ سَوَاءٌ تَعَمَّدَهُ لِلصَّلَاةِ أَمْ كَانَ كَذَلِكَ قَبْلَهَا لِمَعْنَى آخَرٍ وَصَلَّي عَلَى حَالِهِ بِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ

Sedangkan Ibnul Mundzir menceritakan dari al-Hasan al-Bashri bahwa wajibnya mengulangi shalat. Kemudian, menurut madzhab kami (madzhab Syafi’i) dan madzhab jumhur bahwa larangan itu berlaku mutlak bagi orang yang shalat dalam keadaan seperti itu, sama saja apakah dia sengaja melakukannya untuk shalat atau dia telah melakukan sebelumnya untuk maksud lain sehingga ia shalat dalam kondisi seperti itu, padahal tidak dalam keadaan mendesak.

 وَقَالَ مَالِكٌ النَهْيُ مُخْتَصٌّ بِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ لِلصَّلَاةِ والاَوَّلُ الَذِى يَقْتَضِيْهِ اطْلَاقُ الْاَحَادِيْثُ الصَّحِيْحَةُ وَهُوَ ظَاهِرُ المَنْقُوْلُ عَنِ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ

Imam Malik berkata, “Larangan itu hanya khusus bagi orang yang menyengaja melakukannya untuk shalat.” Pendapat yang lebih utama adalah yang menghukuminya secara muthlak sebagaimana keumuman hadits-hadits shalih. Dan inilah pendapat yang lebih kuat yang dinukil dari para sahabat.” (al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab, Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain an-Nawawi ad-Dimasyqiy, 4/98)

Zakariya al-Anshari rahimahumullah berkata,

وَيُكْرَهُ لِلْمُصَلِّي ضَمُّ شَعْرِهِ وَثِيَابِهِ في سُجُودِهِ أو غَيْرِهِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ لِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ أُمِرْت أَنْ أَسْجُدَ على سَبْعَةِ أَعْظُمٍ وَلَا أَكُفَّ ثَوْبًا وَلَا شَعْرًا.

Bagi orang yang shalat dimakruhkan menggulung rambut dan pakaiannya ketika hendak sujud atau kondisi yang lainnya tanpa ada kebutuhan. Hal ini karena terdapat hadits shahihain “Aku diperintah untuk sujud dengan tujuh anggota badan, tidak menahan rambut, tidak pula menahan pakaian”. (Asna al-Mathalib fi syarhi Raudhi at-Thalib, Zakaria al-Anshari, 1/ 163)

Muhammad bin Abdullah al-Kharasyi al-Maliki rahimahumullah berkata,

يُكْرَهُ لِلْمُصَلِّي تَشْمِيرُ كُمِّهِ وَضَمُّهُ لِأَنَّ فِي ذَلِكَ ضَرْبًا مِنْ تَرْكِ الْخُشُوعِ وَأَوْلَى ذَيْلُهُ عَنْ السَّاقِ وَمِثْلُهُ إذَا صَلَّى مُحْتَزِمًا أَوْ جَمَعَ شَعْرَهُ وَهَذَا إذَا فَعَلَهُ لِأَجْلِ الصَّلَاةِ

Dimakruhkan bagi orang yang shalat untuk menggulung dan melipat pakaiannya. Terutama menggulung atau melipat ujung pakaian sampai ke betis jika itu dilakukan karena hendak melaksanakan shalat. Sebab itu dapat menghilangkan kekhusyukan.

أَمَّا لَوْ كَانَ ذَلِكَ لِبَاسُهُ أَوْ كَانَ لِأَجْلِ شُغْلٍ فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَصَلَّى بِهِ فَلَا كَرَاهَةَ فِيهِ قَالَهُ ابْنُ يُونُسَ.

Namun jika pakaiannya memang sudah tergulung atau terlipat karena ada kepentingan tertentu harus dilipat hingga datang waktu shalat, maka ketika ia shalat dalam kondisi pakaiannya tergulung atau terlipat tidaklah dimakruhkan, ini adalah pendapat Ibnu Yunus. (Syarhu Mukhtashar Khalil lil Kharasyi, Muhammad bin Abdullah al-Kharasyi, 3/ 222)

Imam Nawawi rahimahullah- berkata,

اتفق العلماء علي النهي عن الصلاة وثوبه مشمرا وكمه أو نحوه أو ورأسه معقوص أو مردود شعره تحت عمامته أو نحو ذلك فكل هذا مكروه باتفاق العلماء وهي كراهة تنزيه فلو صلى كذلك فقد ارتكب الكراهة وصلاته صحيحة

"Para ulama telah sepakat tentang terlarangnya melakukan shalat sedang pakaian atau lengannya tersingsingkan. Larangan menyingsingkan pakaian adalah larangan makruh tanzih. Kalau dia shalat dalam keadaan seperti itu, berarti dia telah memperburuk shalatnya, meskipun shalatnya tetap sah.".

Lewat penjelasan diatas kita ketahui bahwa hukum shalat dalam keadaan pakaian atau rambut tergulung hukumnya makruh tanzih (makruh yang ringan).

Walau pun dinilai hanya Makruh namun melipat rambut dan pakaian ketika shalat tetap boleh diingkari, hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam satu riwayat:

عن عبد الله بن عباس أنه رأى عبد الله بن الحارث يصلى ورأسه معقوص من ورائه فقام فجعل يحله فلما انصرف أقبل إلى ابن عباس فقال ما لك ورأسى فقال إنى سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إنما مثل هذا مثل الذى يصلى وهو مكتوف

Dari Abdullah bin ‘Abbas Radliyallahu ‘Anhuma , sesungguhnya beliau pernah melihat Abdullah bin al-Harits sedang shalat dalam keadaan rambutnya Ma’qush (dilipat ke bagian akar rambut) dari bagian belakangnya, maka Abdullah bin Abbas berdiri dan mengurai rambutnya abdullah bin al-harits, dan manakala ia telah selesai dari shalatnya ia pun menghampiri Abdullah bin Abbas seraya berkata: “ada apa engkau dengan rambutku?” Abdullah bin Abbas menjawab: “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya seperti yang (kamu lakukan) ini seperti orang yang shalat dalam keadaan Maktuf.(yaitu rambutnya yang panjang dibawa ke bagaian atas dibawah imamah atau peci).

[Hadits riwayat Imam Muslim Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim No. 1101 / al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Bin Hajjaj/ 3-4/Hal.432/Cet. Darul Makrifah/Tahun 2001.M/1422.H.]

Imam an-Nawawy Rahimahullah memberikan keterangan atas riwayat Abdullah bin Abbas di atas dan beliau berkata:

فيه الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وأن ذلك لا يؤخر إذ لم يؤخره بن عباس رضي الله عنهما حتى يفرغ من الصلاة وأن المكروه ينكر كما ينكر المحرم

“Di dalam hadits ini ada anjuran amar makruf nahi munkar dan hal itu boleh diundur karena Ibnu Abbas Radliyallahu ‘Anhuma tidak mengundurkannya sampai ia (abdullah bin al-harits) selesai dari shalatnya, dan sesungguhnya yang Makruh boleh diingkari sebagaimana diingkarinya sesuatu yang diharamkan.”

[al-Minhaj Sharh Shahih Muslim ibnul Hajjaj 3-4/432./Cet. ke-2 Darul-Makrifah Tahun 2001.M/1422.H]

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar