Translate

Sabtu, 01 September 2018

Mimisan Ketika Menjalankan Sholat

Mimisan atau epistaksis merupakan perdarahan dari rongga hidung, sering dijumpai pada anak-anak dan sebagian besar akan berhenti spontan atau berhenti dengan tindakan (misalnya dengan penekanan hidung). Meskipun demikian, ada pula kasus yang berat sehiungga perlu penanganan segera, agar tidak berakibat fatal. Dari asal sumber perdarahan, mimisan ada 2 macam ; yaitu pertama, berasal dari bagian depan hidung (epistaksis anterior) yang sering ditemui pada anak-anak, biasanya ringan dan mudah diatasi. Yang kedua, berasal dari bagian belakang hidung (epistaksis posterior), sering dijumpai pada usia lanjut akibat tekanan darah yang tinggi atau penyumbatan pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan seperti ini biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

Adapun penyebab perdarahan hidung ini di antaranya:

A.Sebab Lokal (lokasi di hidung)
1. Trauma : bersin, mengorek hidung, terpukul, iritasi gas, adanya benda asing
2. Infeksi : radang di hidung dan sekitarnya (sinus)
3. Tumor / kanker hidung
4. Kelainan kongenital

B. Sebab Sistemik (kelainan lain dalam tubuh)
1. Penyakit jantung dan pembuluh darah : tekanan darah yang tinggi , arteriosklerosis
2. Kelainan darah : ITP, hemofilia, leukemia
3. Penyakit infeksi : Influensa, tifus, morbili, demam berdarah
4. Adanya perubahan tekanan atmosfir
5. Kelainan endokrin misalnya pada saat menarche(haid pertama), kehamilan, menopause.

Penyebab lain mimisan adalah alergi. Mimisan yang disebabkan alergi biasanya disertai dengan pilek kental yang lama dan batuk berdahak, serta napas berbau. Kondisi ini biasa terjadi pada anak usia 4 tahun ke atas.

Lalu bagaimana hukum mimisan atau darah yang keluar dari hidung saat shalat berlangsung, apakah membatalkan shalat? Jika darah mimisan itu mengenai pakaian yang digunakan untuk shalat, bagaimana pula hukumnya?

Menjawab masalah ini haruslah dilihat dulu, apakah mimisan dapat membatalkan wudhu karena setiap yang membatalkan wudhu, sudah pasti membatalkan shalat. Keluarnya darah dari hidung menurut madzhab Syafi’i dan Maliki tidaklah membatalkan wudhu. Imam Nawawi menegaskan bahwa darah yang keluar selain dari dua jalan qubul dan dubur, tidaklah membatalkan wudhu seperti darah yang keluar karena bekam, muntah, atau mimisan baik sedikit maupun banyak tidaklah membatalkan wudhu.

Bahkan menurut Imam Baghawi, pendapat tersebut merupakan pendapat mayoritas sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tabi’in. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, pada dasarnya orang yang telah berwudhu berada dalam kondisi suci, maka jika menyatakan wudhunya batal tentu membutuhkan dalil.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ( مَنْ أَصَابَهُ قَيْءٌ أَوْ رُعَافٌ أَوْ قَلَسٌ أَوْ مَذْيٌ فَلْيَنْصَرِفْ فَلْيَتَوَضَّأْ ثُمَّ لِيَبْنِ عَلَى صَلَاتِهِ وَهُوَ فِي ذَلِكَ لَا يَتَكَلَّمُ ) أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَ ه وَضَعَّفَهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah dari hidung (mimisan) atau mengeluarkan dahak atau mengeluarkan madzi maka hendaklah ia berwudlu lalu meneruskan sisa shalatnya namun selama itu ia tidak berbicara" Diriwayatkan oleh Ibnu Majah namun dianggap lemah oleh Ahmad dan lain-lain [Dhoif, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1221) dalam Iqoomatu ash-Sholaah, bab Maa Jaa a fil Binaa ala ash Sholaah. Dan didhoifkan oleh al-Albani dalam Dhoiif Ibnu Majah no 225]

حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ وَهُوَ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَمْدَانِيُّ الْكُوفِيُّ وَإِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ حَدَّثَنَا وَقَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَعِيشَ بْنِ الْوَلِيدِ الْمَخْزُومِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاءَ فَأَفْطَرَ فَتَوَضَّأَ فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ صَدَقَ أَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضُوءَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى و قَالَ إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ مَعْدَانُ بْنُ طَلْحَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَابْنُ أَبِي طَلْحَةَ أَصَحُّ قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رَأَى غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ مِنْ التَّابِعِينَ الْوُضُوءَ مِنْ الْقَيْءِ وَالرُّعَافِ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَقَ و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لَيْسَ فِي الْقَيْءِ وَالرُّعَافِ وُضُوءٌ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَقَدْ جَوَّدَ حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ هَذَا الْحَدِيثَ وَحَدِيثُ حُسَيْنٍ أَصَحُّ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ وَرَوَى مَعْمَرٌ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ فَأَخْطَأَ فِيهِ فَقَالَ عَنْ يَعِيشَ بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ الْأَوْزَاعِيَّ وَقَالَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ وَإِنَّمَا هُوَ مَعْدَانُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah bin Abu As Safar (yaitu) Ahmad bin Abdullah Al Hamdani Al Kufi. Dan Ishaq bin Manshur berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah, Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami Abdu Ashshamad bin Abdul Warits berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Husain Al Mu'allim dari Yahya bin Abu Katsir berkata; telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin 'Amru Al Auza'i dari Ya'isy Ibnul Walid Al Makhzumi dari Bapaknya dariMa'dan bin Abu Thalhah dari Abu Darda` bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam muntah, lalu beliau berbuka dan berwudlu. Abu Darda' berkata; "Lalu aku bertemu dengan Tsauban di masjid Damaskus, aku kabarkan hal itu kepadanya, maka ia pun berkata, "Benar, bahkan akulah yang menuangkan air wudlu kepada beliau." Abu Isa berkata; Ishaq bin Manshur berkata; "Ma'dan bin Thalhah." Abu Isa berkata; "Sedangkan Ibnu Abu Thalhah lebih shahih." Abu Isa berkata; "Tidak hanya satu orang ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tabi'in yang berpendapat bahwa seseorang itu harus berwudlu karena muntah atau darah (mimisan). Pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq." Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang tidak harus berwudlu karena muntah atau mimisan. Pendapat ini diambil oleh Malik dan Syafi'. Husain Al Mu'allim menganggap bahwa hadits ini baik. Dan hadits Husain adalah hadits yang paling baik dalam bab ini. Ma'mar meriwayatkan hadits ini dari Yahya bin Abu Katsir, namun ia salah di dalamnya. Ia berkata; "Dari Ya`isy Ibnul Walid, dari Khalid bin Ma'dan, dari Abu Darda`, dan ia tidak menyebutkan di dalamnya nama Al Auza'i. Ia menyebutkan dari Khalid bin Ma'dan, padahal ia adalah Ma'dan bin Abu Thalhah."

فائدة : قال في التحفة : ولو رعف في الصلاة ولم يصبه إلا القليل لم يقطعها ، وإن كثر نزوله على منفصل عنه ، فإن كثر ما أصابه لزمه قطعها ولو جمعة ، وإن رعف قبلها واستمر فإن رجى انقطاعه والوقت متسع انتظره وإلا تحفظ كالسلس اهـ.

Faidah: Mushannif berkata dalam kitab Tuhfah: “Andai seseorang mimisan didalam shalat, dan darah yang keluar hanya sedikit, maka tidak membatalkan shalatnya. Apabila darah yang keluar banyak hingga mengenai bagian badan yang lain. Apabila darah yang mengenai bagian badan lain sangat banyak, maka seseorang yang sedang shalat itu harus membatalkan shalatnya meski dia sedang shalat jumat. Bila mimisan keluar sebelum shalat dan keluar terus, namun dimungkinkan mimisan berhenti dan waktu shalat masih cukup, maka dianjurkan untuk ditunggu hingga berhenti, apabila tidak mungkin ditunggu hingga berhenti, maka hidung disumpal saat shalat sebagaimana orang yang beser. (Bughyat al Musytarsyidin Halaman 53)

ولو رعف في الصلاة لم تبطل و إن لوث بدنه مالم يكثر

"Keluar darah dari hidung/mimisan pada waktu shalat tidak membatalkan shalat sekalipun mengenai anggota badan. Dengan sarat darah yang keluar tidak banyak." (Kitab Busyral karim juz 1 hal 91)

Wallohul waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar