Setan adalah musuh manusia paling nyata sejak zaman Nabi Adam AS, yang akan terus menggoda anak cucu Adam hingga kiamat datang, mereka selalu mengembuskan bisikan dan rayuannya ke dalam dada manusia. Tidak ada orang yang sanggup menghalau godaan setan, kecuali orang yang beriman dan selalu memohon perlindungan Allah SWT.
Diterangkan, bahwa setan itu membujuk dan merayu manusia melalui hembusan dan darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Rasulullah SAW memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan, dan pengaruh sihir yang dilakukan oleh orang-orang jahat.
Sihir memang ada kenyataannya dan berpengaruh terhadap diri manusia, sebab timbulnya kebencian diantara suami istri dan perpisahan antara keduanya sebagaimana dinyatakan Al-Qur’an tidak lain adalah pengaruh sihir. Kalau seandainya sihir itu tidak dapat berpengaruh tentu Al-Qur’an tidak menganjurkan untuk berlindung diri kepada Allah dari kejahatan perempuan-perempuan tukang sihir yang menghembus simpul-simpul, maka kami percaya bahwa sihir dapat berpengaruh dan dapat membahayakan manusia, tetapi pengaruh dan bahayanya itu tidak akan mengenai seseorang kecuali dengan izin Allah.
Sihir sebenarnya tidak dikenal melainkan dikalangan kaum Yahudi. Sejarah timbulnya sihir sejak kelahiran mereka. Merekalah orang-orang yang melemparkan kitab Allah lalu mempelajari ilmu sihir dan berusaha merusak akal dan aqidah manusia dengan sihir, sulap dan penyesatan. Ini satu bukti bahwa orang Yahudi itu sumber segala keburukan, dan sumber segala fitnah sebagaimana digambarkan dalam al-Qur`an:
“Setiap mereka menyalakan api peperangan, maka Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi sedang Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (Qs. Al-Maidah/5:64)
Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi. Mereka mendapatkan banyak cobaan dan bencana dari umatnya sendiri. Ada di antara mereka yang dibunuh, dipukuli, ditahan (disandera), ada juga yang biasa diejek. Jadi bukanlah suatu bid’ah jika ada Nabi yang diuji oleh umatnya, dengan izin Allah meski tidak menghendakinya, dengan macam-macam ujian seperti juga suatu macam sihir.
Sebagaimana nabi Muhammad pun pernah diuji dengan dilempari kotoran ketika sedang melakukan sujud, dan lain-lain cobaan dan bencana. Semua itu tidak mengurangi kredibilitas yang dimilikinya, tidak pula menimbulkan cela. Justru hal itu dapat meningguikan derajat dan kemuliannya di sisi Allah.
Masalah hadits yang menyatakan bahwa Nabi pernah tersihir pun direspon oleh para ulama dengan berbagai argument yang mereka kemukakan. Sebagian menganggap hadits ini shahih, sebagian yang lain menganggap hadits ini dlaif. Lalu bagaimana dengan sifat dalam diri Nabi yang “ma’shum??? Apakah Nabi memang benar-benar tersihir atau malah sebaliknya? Beliau tetap dijaga oleh Allah…
Melalui tulisan ini, penulis mencoba menguak sedikit problematika tentang kasus tersihirnya nabi yang di kalangan para ulama mendapat sorotan ‘agak tajam’ dari mereka. Dan apa hikmah dari kejadian itu semua. Oleh karena itu, Mari kita menelusuri hadits ini bersama-sama.
Sekilas tentang sihir
Secara etimologis (lughah), sihir berarti ,mampu dan memalingkan seseorang dari arah hidupnya. Sedang secara terminologi adalah perkataan dan perbuatan yang memperlihatkan hal-hal istimewa dan ajaib, serta luar biasa. Seperti mukjizat dan keramat.
Yang harus dicermati adalah bahwa menjadi seorang Nabi bukan berarti kebal terhadap senjata tajam, terbebas dari setan dan tidak terpengaruh gangguan apapun. Meskipun beliau menjadi Nabi dan bertugas menjadi wakil Tuhan di bumi, akan tetapi beliau masih tetap sebagai manusia biasa yang tetap berada dalam pengaruh hukum alam. Bisa sakit, terluka, tergoda oleh setan, dan bahkan bisa meninggal. Hanya saja kebenaran yang disampaikan itulah yang tetap terjaga dan terpelihara kemurniannya oleh Allah.
Hadis tentang tersihirnya Nabi (HR. Bukhari No. 4059)
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا عِيسَى، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: سُحِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ اللَّيْثُ: كَتَبَ إِلَيَّ هِشَامٌ أَنَّهُ سَمِعَهُ وَوَعَاهُ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشةَ قَالَتْ:سُحِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى كَانَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا يَفْعَلُهُ، حَتَّى كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ دَعَا وَدَعَا، ثُمَّ قَالَ: " أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا فِيهِ شِفَائِي، أَتَانِي رَجُلاَنِ: فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: وَمَنْ طَبَّهُ؟ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الأَعْصَمِ، قَالَ: فِيمَا ذَا، قَالَ: فِي مُشُطٍ وَمُشَاقَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ، قَالَ فَأَيْنَ هُوَ؟ قَالَ: فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ " فَخَرَجَ إِلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لِعَائِشَةَ حِينَ رَجَعَ: «نَخْلُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ» فَقُلْتُ اسْتَخْرَجْتَهُ؟ فَقَالَ: «لاَ، أَمَّا أَنَا فَقَدْ شَفَانِي اللَّهُ، وَخَشِيتُ أَنْ يُثِيرَ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا» ثُمَّ دُفِنَتِ البِئْر (رواه البخاري)
“Telah berkata kepada kami Ibrahim bin Musa telah diceritakan ‘Isa dari Hisyam dari Bapaknya dari ‘Aisyah r.ha berkata: “Nabi SAW. telah disihir.” Kemudian al-Laits berkata: “Hisyam menulis surat kepadaku, bahwasanya dia mendengarnya, dan menganggapnya dari bapaknya dari ‘Aisyah r.ha berkata: “Nabi SAW. telah disihir hingga terbayang oleh beliau seolah-olah berbuat sesuatu padahal tidak. Hingga pada suatu hari beliau memanggil-manggil kemudian bersabda: ‘Apakah kamu menyadari bahwa Allah telah memutuskan tentang kesembuhanku ?’ telah datang kepadaku dua orang pemuda, salah satunya duduk di dekat kepalaku dan yang satunya lagi duduk di dekat kakiku. Kemudian salah seorang dari mereka berkata: “Sakit apa orang ini ?” Temannya menjawab: “Ia terkena sihir.” Temannya bertanya lagi: “Siapa yang menyihirnya ?” Yang satu menjawab: “Labid bin al-A’sham.” Yang satu bertanya lagi: “Dengan cara apa ?” Dijawab: “Dengan cara melalui sisir, rambut yang rontok saat disisir dan putik kembang kurma jantan.” Berkata yang satu lagi: “Sekarang sihir itu diletakkan dimana ?” Yang lain menjawab: “Di sumur Dzarwan.” Maka Nabi SAW. pergi mendatangi tempat tersebut kemudian kembali dan berkata kepada ‘Aisyah setelah kembali, “Putik kurmanya bagaikan kepala-kepala syaitan.” Aku bertanya: “Apakah baginda telah keluarkan ?” Tidak, karena Allah telah menyembuhkan aku. Namun aku khawatir bekasnya itu dapat mempengaruhi manusia maka sumur itu aku timbun.” (HR. al-Bukhari)
Kualitas sanad hadits ini shahih, karena diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya. Semua perawi hadits dinilai tsiqah. Dengan pendekatan kritik sanad, hadits ini dinilai valid. Karenanya, berdasarkan zahir hadits kita pahami bahwa Nabi pernah terkena sihir.
Hadits Mutabi’ dan Syahid
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَحَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، حَتَّى كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَلَا يَفْعَلُهُ، قَالَتْ: حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ كَانَ ذَاتَ لَيْلَةٍ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا، ثُمَّ دَعَا، ثُمَّ قَالَ: " يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟ جَاءَنِي رَجُلَانِ، فَجَلَسَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي، وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلِي فَقَالَ: الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلِي أَوِ الَّذِي عِنْدَ رِجْلِي لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي مَا وَجَعُ الرَّجُلِ قَالَ: مَطْبُوبٌ. قَالَ: مَنْ طَبَّهُ قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ. قَالَ: فِي أَيِّ شَيْءٍ؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ، وَمُشَاطَةٍ، وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ. قَالَ: وَأَيْنَ هُوَ؟ قَالَ: فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ " قَالَتْ: فَأَتَاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: «وَاللَّهِ يَا عَائِشَةُ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ، وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ» قَالَتْ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ؟ قَالَ: «لَا، أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللَّهُ، وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ مِنْهُ شَرًّا» فَأَمَرَ بِهَا فَدُفِنَتْ (رواه ابن ماجه)
HR. Muslim 4059
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: سَحَرَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ، يُقَالُ لَهُ: لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ: قَالَتْ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ، وَمَا يَفْعَلُهُ، حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ، أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ، دَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا، ثُمَّ دَعَا، ثُمَّ قَالَ: " يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟ جَاءَنِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ، فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ، أَوِ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي: مَا وَجَعُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: مَنْ طَبَّهُ؟ قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، قَالَ: فِي أَيِّ شَيْءٍ؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ، قَالَ: وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ، قَالَ: فَأَيْنَ هُوَ؟ قَالَ: فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ " قَالَتْ: فَأَتَاهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، ثُمَّ قَالَ: «يَا عَائِشَةُ وَاللهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ، وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ» قَالَتْ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ؟ قَالَ: «لَا أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللهُ، وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا، فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ» (رواه مسلم)
Hukum Hadits Dari Segi Sanad
Dari rantaian sanad yang telah dipaparkan dalam teks hadits, penilaian jarh wa at-ta’dil para perawi, yaitu:
Ø ‘Aisyah bint Abu Bakar
menurut Ibn Hajar : Sahabat”Tsiqoh”
Menurut Ibn Hatim : Tsiqoh
Ø ‘Urwah ibn Zubair ibn al-‘Awam
menurut Ibn Hajar : Tsiqoh
menurut muhammad ibn sa’ad : Tsiqoh
Ø Hisyam ibn ‘Urwah ibn Zubair
menurut Ibn Hajar : Tsiqoh faqih
menurut Ya’qub ibn Syaibah : Tsiqoh tsabat
Ø ‘Isa ibn Yunus ibn Abi Ishaq as-Sabi’i
menurut Ibn Hajar : Tsiqoh Ma’mun
menurut hambal ibn Ishaq : Tsiqoh
Ø Ibrahim Ibn Musa ibn Yazid ibn Zadan
menurut Ibn Hajar : Tsiqoh Hafidz
menurut imam Nasa’i : Tsiqoh
Apabila melihat jarh wa at-ta’dil para perawi, maka dapat disimpulkan bahwa hadits tersebut jika dinilai dari segi sanad, yaitu: Shahih.
Dari bagan di atas, jelaslah bahwa Hadis ini terpercaya ruwwat-nya. Dan dalam ketersambungannya hadis ini termasuk yang marfu’ muttashil. Sedang kwalitas hadis secara keseluruhan sanad,juga menunjukkan bahwa hadis ini shahih dan memenuhi syarat untuk dikaji lebih lanjut.
Penjelasan hadis
Kata سحر digunakan untuk menyebut perbuatan menyihir sebagaimana sihir yang kita kenal selama ini. Sihir sebagai suatu perbuatan yang ditujukan untuk mencelakai dan merugikan orang lain menggunakan kekuatan gaib termasuk kekuatan yang berasal dari setan.
Sedangkan kata طب dan مطبوب yang digunakan oleh dua orang malaikat itu merupakan kinayah bagi perbuatan dan akibat (korban) perbuatan sihir. Dalam lisan al-arab disebutkan bahwa سحر disebut طبkarena sihir tersebut dapat disembuhkan sehingga orang yang terkena sihir (مسحور) disebut dengan مطبوب (orang yang sakit/yang sedang diobati).
Dengan perintah allah swt, Jibril menggunakan kata mathbub dan tidak menggunakan kata mashur. Padahal katamashur itu banyak digunakan dalam al-Qur’an. Kata mathbub sendiri diambil sebagai isim maf’ul dari kata thabba yang berarti ‘alaja atau dawa (mengobati). Jadi yuthabibi artinya yu’aliju atau yudawy“mengobati”. Dan thabib adalah mu’alij ataumudawy “dokter yang mengobati”. Maksud penggunaan kata tersebut (mathbub) untuk menegaskan bahwa ada sihir yang dapat digunakan untuk mengobati (bi-anna min al-sihr al-‘ilaj) atau yang paling jelas bahwa sihir dapat diobati. Bahkan bukan hal yang mustahil dan tidak sulit bagi Allah untuk melenyapkan atau menghilangkan segala rasa sakit dan bekas sihir apa pun dari orang yang terkena sihir.
Cerita di atas adalah sejarah, dimana Nabi saw. pernah terkena sihir, pelakunya adalah Labid bin al-A'sham, seorang Yahudi dari kelompok Bani Zuraiq. Orang-orang Yahudi bersekongkol dengan Labid, salah seorang tukang sihir Yahudi yang terkenal untuk makar kepada Muhammad dengan imbalan tiga dinar. Kemudian Labid mengerjakannya melalui beberapa helai rambut yang rontok karena tersisir, yang menurut riwayat, rambut itu diperoleh dari seorang budak perempuan yang pergi ke rumah Nabi saw dan membuat buhul pada rambut tersebut sebagai sihir, lalu diletakkan di sumur Dzarwan. Kemudian Nabi mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat. Dalam riwayat lain disebutkan nama Ali dan beberapa sahabat lain. Kemudian sihir itu dikeluarkan lalu Nabi membacakan Mu’awwidzatain pada buhul-buhul tersebut. Nabi terlepas dari pengaruh sihir itu sebagaimana digambarkan Nabi laksana terlepas dari berbagai ikatan.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah ketika menjelaskan kedudukan hadits sihir menjelaskan: “Hadits ini Tsabit (Shahih) menurut para ahli ilmu dalam bidang hadits, mereka telah menerimanya dan tidak berselisih tentang keshahihannya. walaupun banyak kalangan ahli kalam dan selainnya yang membantahnya, mengingkari dengan keras bahkan menganggapnya dusta sebagian mereka ada yang menulis karangan khusus tentang hal ini dan menuduh Hisyam (bin Urwah) sebagai penyebab (lemahnya) dan yang maksimal (cercaan terhadap Hisyam bahwa mereka) menuduh Hisyam telah keliru dan tersamarkan hadits ini atasnya,padahal sedikitpun dirinya tidak demikian. Lalu (mereka) berkata: ”Karena Nabi saw tidak mungkin terkena sihir, sebab hal itu akan membenarkan perkataan kaum kuffar.
Semua yang mereka katakan tersebut tertolak menurut ahli ilmu.Sesungguhnya Hisyam termasuk perawi yang paling tsiqah dan berilmu, tidak seorangpun dari kalangan Imam mencela-nya yang mengakibatkan tertolaknya hadits (yang diriwayatkannya). Apa pula urusan ahli kalam ikut-ikutan membicarakan hal ini? Telah diriwayatkan pula dari selain Hisyam dari ‘Aisyah dan telah sepakat pemilik dua Shahih (Bukhari dan Muslim) dalam menshahihkan hadits ini tidak seorangpun dari kalangan ahli Hadits dan Fiqih yang menolaknya. Kisah ini Masyhur bagi ahli tafsir, sunan, hadits,sejarah dan fuqaha’. Mereka lebih alim tentang keadaan Rasulullah dan kesahariannya daripada ahli kalam.
Lalu Mengatakan: “Sihir yang menimpa beliau adalah sejenis penyakit dari penyakit-penyakit yang muncul, kemudian Allah swt menyembuhkannya. Hal tersebut bukan merupakan kekurangan (bagi Rasul) dan tidak ada celaan sedikitpun padanya, sesungguhnya penyakit boleh menimpa para nabi, demikian pula pingsan. Sungguh Nabi pernah pingsan ketika sakit,pernah terjatuh hingga terluka kaki beliau dan tergores kulitnya.Ini termasuk bala’ (cobaan) yang dengannya Allah mengangkat derajat beliau serta dengannya Rasulullah mendapat keutamaannya. Adapun cobaan paling berat yang di rasakan oleh para Nabi adalah cobaan yang mereka terima dari umatnya dari berbagai macam ujian, berupa pembunuhan dan pemukulan, celaan dan penahanan. Maka bukanlah suatu hal yang baru Jika Rasulullah mendapatkan ujian dari sebagian musuh-musuhnya dengan sejenis sihir, sebagaimana Beliau telah di uji dengan lemparan panah dari musuhnya lalu panah tersebut melukai Beliau. Rasulullah juga pernah di uji dengan diletakannya kotoran di atas punggung Beliau tatkala sujud, dan selain itu.hal ini tidak menunjukan kekurangan dan aib atas mereka (para nabi), bahkan menunjukan kesempurnaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah subahanahu wata’ala.
Abu Fadhl ‘Iyyadh bin Musa bin “Iyyadh al Yahshubi , yang Masyhur dengan nama ”al Qadhi bin ‘Iyyadh“. Beliau mengatakan dalam kitabnya ” Asy-Syifa’ “, ketika menjawab syubhat orang-orang yang meragukan hadits tentang tersihirnya Nabi. “Ketahuilah -semoga Allah memberi taufik kepada kami dan kalian- bahwa hadits ini adalah hadits yang shahih yang di sepakati keshahih-annya. Kaum mulhid (atheis) telah mencerca hadits ini dan hal itu semakin menguatkan kerendahan akal mereka juga pengkaburan (al-haq) dari Orang-orang yang semisal dengan mereka untuk membuat keraguan dalam syari’at. Sungguh Allah telah mensucikan syari’at serta nabi-Nya dari sesuatu yang mengaburkan perkaranya (berupa wahyu). Sihir yang di maksud disini hanyalah sejenis penyakit yang timbul, maka Boleh menimpa Beliau sebagaimana berbagai jenis penyakit lain yang tidak mungkin di ingkari, dan hal itu tidaklah merusak kenabian Beliau.
Adapun yang terdapat dalam riwayat bahwa dikhayalkan kepada Beliau telah melakukan sesuatu padahal tidak melakukannya, maka ini tidaklah merusak sediktpun apa yang Beliau sampaikan, Beliau syari’atkan, atau merusak kejujurannya sebab dalil telah jelas dan mayoritas Ulama telah bersepakat bahwa Beliau adalah ma’shum. Hal ini Hanyalah kejadian yang mungkin saja muncul dalam perkara duniawi-yang Beliau tidak di utus karena (urusan dunia) dan tidak ada keutamaan padanya sehingga selama di dunia, bisa saja Beliau tertimpa berbagai penyakit halnya manusia lain. Maka bukanlah suatu hal yang mustahil lantas di khayalkan kepada Beliau beberapa urusan yang pada hakekatnya tidak ada. Akhirnya,Beliau pun terbebas darinya dan kembali seperti sedia kala.
Telah ditafsirkan juga bahwa perkara yang di khayalkan tersebut –dalam hadits yang lain-dari kalimat” sehingga dikhayalkan kepada Beliau telah mendatangi istrinya padahal Beliau tidak mendatanginya.” Sufyan mengatakan : “Tidak ada khabar lain yang di nukilkan dari Beliau selain dari yang telah di khabarkan –Sufyan– bahwa Beliau ingin melakukannya dan ternyata beliau tidak melakukannya, namun itu hanyalah bersifat goresan hati dan khayalan.
Adapula yang mengatakan, “Yang dimaksud dalam hadits ini adalah Beliau membayangkan sesuatu bahwa beliau melakukannya namun ternyata tidak melakukannya. Namun itu adalah khayalan yang Beliau sendiri tidak meyakini kebenarannya. Maka semua keyakinan Beliautetaplah benar dan apa yang Beliau ucapkan tetaplah terjaga.
Inilah yang ditemukan dari jawaban para Ulama tentang Hadits ini dengan tambahan penjelasan tentang makna perkataan mereka serta terhadap beberapa isyarat yang mereka sebutkan dan setiap jawaban tersebut memuaskan. Namun telah nampak bagiku penakwilan yang terdapat dalam hadits ini -yang lebih jelas dan lebih selamat dari celaan orang-orang yang sesat- yang dapat kita petik dari hadits itu sendiri.
Disinilah letak perbedaan visi, bagi umat Islam kejadian seperti itu adalah sangat manusiawi, sebagaimana yang dialami oleh para Nabi lainnya, semua itu tidak terkait dengan cacatnya kewahyuan. Maha benar Allah ketika menyifati Nabi Muhammad saw. saat menyampaikan syari'at Islam dalam firman-Nya surat al-Najm: 2-4
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
"Temanmu (Muhammad) tidak akan sesat dan tidak akan keliru dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya".
Kemudian Beliau menyebutkan beberapa riwayat dan lafadz hadits ini, lalu melanjutkan: Dari kandungan riwayat-riwayat tersebut jelaslah bahwa sihir itu hanya menimpa zhahirnya Beliau dan jasadnya, bukan hati, keyakinan dan akalnya. Dan hal itu hanya memberikan pengaruh pada penglihatan, mencegah dari menetubuhi istri dan makan beliau sehingga tubuhnya lemas dan menyebabkan sakit. Maka makna perkataan “………dibayangkan kepada Beliau mendatangi istrinya, namun tatkala Beliau telah mendekatinya sihir tersebut mempengaruhi tubuhnya (menjadi lemah) sehingga Beliau tidak mampu melakukannya, sebagaimana sesuatu yang menimpa secara tiba-tiba sehingga melemahkan Beliau.
Adapun perkataan Aisyah, “……..dan di khayalkan kepada Beliau bahwa Beliau melakukan sesuatu dalam penglihatannya, sebagimana yang di sebutkan dalam hadits:” Bahwa Beliau menyangka akan mampu melihat seseorang dari orang lain, lalu yang ternyata tidak seperti yang beliau bayangkan, karena apa yang menimpa pandangannya menyebabkan (tubuh Beliau) menjadi lemah - bukan sesuatu yang merusak pikirannya.
Al Imam Al-Maziri Mengatakan: “Sebagian ahli Bid’ah telah mengingkari hadits ini dan menyangka hadits tersebut merendahkan kedudukan Nabi dan membuat keragu-raguan padanya, lalu mereka berkata: “segala sesuatu yang mengantarkan kepada (keraguan) tersebut maka itu bathil. Mereka menyangka bahwa terjadinya hal tersebut pada Beliau dapat menghilangkan kepercayaan terhadap syari’at yang dibawa, sebab ada kemungkinan dengan kejadian ini dikhayalkan kepada beliau telah melihat Jibril padahal Jibril tidak ada disana, dan menyangka telah di wahyukan sesuatu, padahal tidak ada wahyu yang turun kepadanya, semua ini tertolak sebab dalil telah nyata menunjukan kejujuran Nabi terhadap apa yang disampaikannya dari Allah dan terpeliharanya penyampaian Beliau. Berbagai mu’jizat menjadi saksi kejujuran Beliau maka beranggapan terhadap sesuatu yang telah terdapat dalil yang menyelisihi yang hal tersebut; adalah suatu kebatilan. Adapun yang berhubungan dengan sebagian perkara dunia yang Beliau pun tertimpa apa yang menimpa manusia lainnya seperti berbagai penyakit, maka bukan hal yang mustahil pula di khayalkan kepada Beliau urusan dunia yang pada hakekatnya tidak ada, dalam keadaan Beliau tetap terpelihara darinya dalam perkara agama.”
Sebagian ulama’ (Al Muhallab) berkata: Terjaganya Nabi dari para syaithon tidaklah mencegah kehendak mereka untuk menggangu Beliau. Telah disebutkan dalam “al-Shahih” bahwa syaitan ingin merusak shalat Rasulullah maka Allah menyelamatkannya dari syaithan tersebut. Demikian pula sihir yang mendatangkan kemudharatan kepadanya tidaklah mengurangi sedikitpun apa yang beliau sampaikan (dalam urusan agama), namun ini termasuk jenis kemudharatan berbagai penyakit apa yang beliau alami berupa kelemahan untuk berbicara, ketidakmampuan melakukan sebagian perbuatan, atau terjadinya sesuatu yang membayangkan serta tidak berkepanjangan, tetapi segera sirna dan Allah membatalkan tipu daya para syaithan.
Rasulullah adalah seorang manusia, dapat menimpa Beliau apa-apa yang menimpa manusia lainnya dari berbagai penyakit, sikap melampaui batas sebagian manusia terhadapnya dan tindak kedzaliman mereka terhadap Beliau sebagaimana manusia yang lainnya. Demikian pula hal - hal lain yang berhubungan dengan perkara dunia yang Beliau tertimpa sesuatu penyakit atau sikap melampaui batas orang lain terhadapnya -dengan sihir misalnya- yang dengan sebab itu Beliau membayangkan sesuatu urusan dunia yang hakekatnya tidak ada. Dibayangkan kepada Beliau menyetubuhi istrinya padahal tidak melakukannya, atau Beliau memiliki kekuatan untuk menyetubuhinya, namun tatkala mendekati salah seorang dari mereka, tiba-tiba muncul kelemahan dan hilang kekuatan beliau untuk melakukannya. Tetapi musibah yang menimpa Beliau penyakit, atau sihir tersebut tidaklah mempengaruhi penerimaan wahyu dari Allah swt dan tidak berhubungan dengan apa yang beliau sampaikan dari Allah swt kepada umatnya, karena telah tegaknya berbagai dalil dari Al Qur’an dan sunnah dan kesepakatan para pendahulu umat ini yang menunjukan kemaksumannya (terpeliaharanya). Beliau dalam menerima wahyu, menyampaikan, dan semua yang berhubungan dengan perkara-perkara agama. Dan sihir adalah sejenis penyakit yang menimpa Beliau.
Firman-Nya pula dalam surat al-Hajj: 52
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آَيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52)
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul-pun dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syetanpun memasuk-kan godaan-godaan terhadap keinginan itu, melainkan Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayatnya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Dalam surat al-Kahfi: 110
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
"Sesungguh-nya aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, namun yang kusampai-kan hanyalah wahyu yang diwahyukan Allah kepadaku".
Seputar Hadits tentang tersihirnya Nabi: “Ini benar adanya, terdapat dalam hadits yang shahih dan hal itu terjadi di madinah. Tatkala wahyu telah turun (secara berangsur) dan telah tegak tonggak risalah (yang beliau sampaikan), telah tampak berbagai tanda kenabian Beliau dan kebenaran risalahnya, serta Allah menolong Nabi-Nya mengalahkan kaum musyrikin dan menghinakan mereka; seorang dari Yahudi yang bernama Labid bin Al-A’sham ingin mengganggu Beliau. Dia pun membuat simpul sihir pada sisir, rontokan rambut, dan mayang kurma jantan sehingga di bayangkan kepada beliau melakukan sesuatu terhadap keluarganya padahal ternyata tidak melakukannya. Namun tetap -walhamdulillah- akalnya, perasaannya, dan pemahamannya terhadap Beliau beritakan kepada manusia tidaklah terganggu. Beliau tetap memberitakan kepada manusia kebenaran yang telah Allah swt wahyukan kepadanya, namun beliau merasakan sesuatu yang memberikan sebagian pengaruh dalam hubungannya dengan Istrinya, sebagaimana yang di katakan Aisyah bahwa di bayangkan kepada beliau melakukan sesuatu bersama keluarganya di rumah dan ternyata tidak melakukannya.
Diutuslah (sebagian sahabat) untuk mengeluarkan (simpul sihir) dari sumur milik salah seorang Anshar tersebut dan melenyapkan (pengaruh sihir)-nya. Akhirnya hilanglah pengaruh tersebut-segala puji bagi Allah. Surat al-Mu’awwidzatain (al Falaq dan An-Nas), Lalu Beliau membacanya. Maka hilanglah setiap gangguan tersebut.Rasulullah bersabda: “tidak ada seorang yang ber-ta’awwudz yang menandingi keduanya”.
Dan (hal itu) tidaklah mengakibatkan sesuatu yang memudharatkan manusia, atau merusak risalah atau wahyu yang Beliau bawa. Allah telah memeliharanya dari manusia atas sesuatu yang mencegah terhalanginya risalah yang Beliau bawa, atau tercegah dari menyampaikannya.
Adapun yang menimpa para rasul berupa jenis-jenis gangguan, Beliau pun tidak terpelihara darinya, hal itu pun menimpa Rasulullah. Diantaranya juga, terlukanya Beliau pada perang Uhuhd, kepala Beliau di Pukul dengan alat pelindung kepala hingga sebagian besinya masuk kedalam dua pipi Beliau, serta terjatuh pada sebagian lubang yang terdapat di sana. Dan mereka (Rasulullah dan para sahabat) telah disempitkan kehidupannya sewaktu di Makkah, Beliau mengalami sesuatu yang telah menimpa para rasul sebelumnya. Inilah Sunatullah, dengannya Allah mengangkat derajat Beliau meninggikan kedudukannya, dan melipatgandakan kebaikan-kebaikannya.Namun Allah senantiasa memelihara Beliau dari sisi bahwa meraka tidak mampu membunuhnya, dan tidak mampu mencegahnya menyampaikan risalah. Tidak satupun yang mampu menghalagi apa saja yang wajib beliau sampaikan, sungguh Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, mudah-mudahan shalawat dan salam Allah subahanahu wata’ala senantiasa tercurah atas Beliau.
Dari semua riwayat tampak bahwa sihir yang dilakukan oleh Yahudi kepada Nabi tersebut termasuk jenis sihir yang paling jahat, dengan maksud membunuh Nabi, sebagaimana dimaklumi dari sekian macam sihir itu memang ada yang tujuannya untuk membunuh, akan tetapi Allah menjaga Nabi dari makar mereka, sehingga sihir itu menjadi jenis sihir yang paling ringan, yakni sekedar ketidakberdayaan Nabi untuk menggauli istrinya sendiri, jenis sihir inilah yang lazim disebut al-rabth.
Terjadinya sakit pada diri Nabi yang disebabkan sihir di atas tidak akan merusak status kenabian, karena penyakit tersebut hanya terkait urusan keduniaan, sehingga penyakit yang menimpa Nabi tersebut sama seperti penyakit-penyakit lain yang hanya menimpa pada bagian jasmaniah, seperti pandangan mata seakan menggauli dan memanggil-manggil isteri padahal tidak, hanya sebatas itu.
Peristiwa seperti ini juga pernah dialami oleh Musa ketika berhadapan dengan tukang-tukang sihir Fir'aun, ketika itu terbayang oleh Musa lantaran sihir mereka seakan-akan tongkat mereka merayap dengan cepat, kemudian Allah memberikan keteguhan hati kepada Musa. Dalam firman Allah disebutkan, "Kami berkata: janganlah takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul atau menang. Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka perbuat, Sesungguhnya apa yang mereka perbuat adalah tipu daya tukang sihir, dan tidak akan menang tukang sihir itu".
Larangan melakukan sihir
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ(رواه البخاري )
Dalam hadis di atas dapat diketahui bahwa sahabat bertanya kepada Rasul perihal larangannya untuk menjauhi tujuh dosa besar. Kemudian Rasul menjawab: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan cara yang benar, riba, memakan harta kekayaan anak yatim. Lari dari medan perang dan menuduh wanita mukminah yang lalai berbuat zina.
Secara jelas sihir yang dimaksud adalah dikategorikan sebagai dosa besar. Hal itulah yang menimbulkan daya rusak dan efek negatif yang besar terhadap raga manusia, misalnya melenyapkan nyawa seseorang, bercerai berainya suami istri, tertutupnya kebenaran dengan kebathilan, dan lain-lain.
Sihir adalah termasuk dosa besar yang sangat diancam oleh syariat Islam. Al-Quran telah mempertalikan orang yang mengerjakan sihir atau orang yang mengajar yang lain daripada hal pekerjaan sihir itu dengan pekerjaan syaitan yang terkutuk. Ini kerana syaitan itu membuatkan kehidupan manusia menjadi kucar-kacir dan menarik manusia untuk berpaling daripada takdir Tuhan. Orang yang berjaya mensihirkan orang lain akan merasa senang hati terhadap penderitaan orang yang disihirnya, dan akan bercita-cita supaya penderitaan itu berterusan sehingga membawa mati, padahal Allah dan Rasul-Nya melarang cita-cita yang buruk terhadap sesama manusia.
Pekerjaan sihir itu selalunya bergantung kepada syaitan dan jin, yakni makhluk-makhluk terkutuk Allah, dan orang yang membuat sihir itu meletakkan sepenuh keyakinannya kepada makhluk jahat itu sehingga sampai ke peringkat penyembahan. Semua amalan ini adalah syirik, dan syirik itu adalah adik-beradik kufur. Oleh sebab itulah Allah swt menetapkan tempat orang-orang yang mengerjakan sihir dan yang bergantung kepada sihir dalam neraka jika mereka tidak segera bertaubat sebelum mati. Lantaran itu, hendaklah kita berhati-hati daripada perbuatan ini dan tidak menceburkan diri ke dalam golongan orang-orang yang membuat sihir ini.
Hal tersebut dijalankan oleh orang yang hanya untuk memenuhi ambisi nafsu setan. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah: 102
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut; sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu). Sebab itu, janganlah kamu kafir." Mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat; dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS Al-Baqoroh Ayat 102)
Hukuman bagi penyihir
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ لَا نَعْرِفُهُ مَرْفُوعًا إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْمَكِّيُّ يُضَعَّفُ فِي الْحَدِيثِ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْعَبْدِيُّ الْبَصْرِيُّ قَالَ وَكِيعٌ هُوَ ثِقَةٌ وَيُرْوَى عَنْ الْحَسَنِ أَيْضًا وَالصَّحِيحُ عَنْ جُنْدَبٍ مَوْقُوفٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ و قَالَ الشَّافِعِيُّ إِنَّمَا يُقْتَلُ السَّاحِرُ إِذَا كَانَ يَعْمَلُ فِي سِحْرِهِ مَا يَبْلُغُ بِهِ الْكُفْرَ فَإِذَا عَمِلَ عَمَلًا دُونَ الْكُفْرِ فَلَمْ نَرَ عَلَيْهِ قَتْلًا.(رواه الترمذي )
Adapun hukuman terhadap tukang sihir itu adalah bunuh disebabkan dia telah kufur kepada Allah, atau cenderung kepada kekufuran. Sedangkan Nabi s.a.w. dengan tegasnya telah bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar.” Oleh itu setiap orang mestilah takut kepada Allah dan janganlah memasuki sesuatu yang akan merugikan dirinya, baik di dunia mahupun akhirat.
Ancaman daripada melakukan sihir jelas terbukti berdasarkan hadis riwayat al-Tirmizi. Sabda Rasulullah s.a.w. bermaksud: “Hukuman terhadap ahli sihir adalah dipenggal (lehernya) dengan pedang.” Tetapi pada setengah riwayat mengatakan bahawa kata-kata ini sebenarnya daripada ucapan Jundub.
Dan daripada Bujalah bin Abdah, dia mengatakan: “Telah sampai kepada kami (surat) perintah daripada Saidina Umar r.a. setahun sebelum kewafatannya menyuruh kami membunuh setiap tukang sihir baik lelaki maupun wanita.”
Indikasi yang menonjol dan sangat menentukan adalah besarnya hukuman yang diberikan kepada pelakunya, hukuman mati. Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam tidak gegabah menetapkan hukuman mati kepada seseorang kecuali ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar, membunuh orang lain tanpa alasan benar.
Sihir pada hadis di atas dimaknai dengan santet. Para sahabat memiliki aturan dan syarat tersendiri untuk memperlakukan hukuman terhadap para tukang sihir. Sebagaimana yang dikatakan oleh Qadi Iyad: Malik berkata bahwa Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari banyak sahabat dan tabiin. Mereka mengatakan bahwa mereka membunuh penyihir apabila penyihir itu membunuh orang dengan sihir atau dengan pengakuan penyihir bahwa orang tersebut karena sihir yang dilakukannya. Apabila orang tersebut meninggal karena sihirnya akan tetapi ia tidak berniat membunuhnya, maka ia dikenakan diyat dan kafarah. Dan yang lain berpendapat bahwa pembunuhan dengan sihir tidak bisa dibuktikan dengan saksi melainkan harus dengan pengakuan penyihir.
5 golongan orang yang tidak masuk surga
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ سَعْدٍ الطَّائِيِّ عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ خَمْسٍ مُدْمِنُ خَمْرٍ وَلَا مُؤْمِنٌ بِسِحْرٍ وَلَا قَاطِعُ رَحِمٍ وَلَا كَاهِنٌ وَلَا مَنَّانٌ (رواه احمد)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari riwayat Abi Sa’id al-Khudri ini Nabi bersabda: lima jenis golongan orang yang tidak masuk surga. Peminum khamr, orang yang mempercayai sihir, orang yang memutuskan hubungan silaturrahmi, tukang tenun/ramal dan orang yang menyebut-nyebut kebaikan yang telah dilakukannya.
Dilihat dari zahir kalimat, hadis ini bertentangan dengan hadis yang berkenaan dengan tersihirnya Nabi. Akan tetapi setelah diteliti lebih lanjut ternyata hadis ini tidak bertentangan dengan hadis manapun.
Al-Zahabi berkata: Sihir itu adalah termasuk dosa besar yang sangat diancam oleh syariat Islam. Al-Quran telah mempertalikan orang yang mengerjakan sihir atau orang yang mengajar yang lain daripada hal pekerjaan sihir itu dengan pekerjaan syaitan yang terkutuk. Ini kerana syaitan itu membuatkan kehidupan manusia menjadi kucar-kacir dan menarik manusia untuk berpaling daripada takdir Tuhan. Orang yang berjaya mensihirkan orang lain akan merasa senang hati terhadap penderitaan orang yang disihirnya, dan akan bercita-cita supaya penderitaan itu berterusan sehingga membawa mati, padahal Allah dan Rasul-Nya melarang cita-cita yang buruk terhadap sesama manusia. Oleh sebab itulah Allah s.w.t. menetapkan tempat orang-orang yang mengerjakan sihir dan yang bergantung kepada sihir dalam neraka jika mereka tidak segera bertaubat sebelum mati. Lantaran itu, hendaklah kita berhati-hati daripada perbuatan ini dan tidak menceburkan diri ke dalam golongan orang-orang yang membuat sihir ini.
Berikut ini doa yang bisa kita baca setiap saat agar kita terhindari dari sihir dan santet.
أَعُوذُبِكَ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ وَذَرَأَ وَبَرَأَ وَمِنْشَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمِنْ شَرِّمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَمِنْ شَرِّ فِتَنِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ
إِلَّا طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ
“Aku berlindung dengan kalimah-kalimah Allah yang sempurna yang tidak dapat ditembusi oleh orang baik ataupun jahat, daripada segala kejahatan yang Dia ciptakan, Dia tanamkan dan Dia adakan, serta kejahatan yang turun daripada langit dan yang naik kepadanya dan dari kejahatan yang ditanamkan dalam bumi dan yang keluar darinya daripada kejahatan malam dan siang, kejahatan setiap yang datang melainkan yang datang dengan kebaikan, wahai Yang Maha Pemurah”
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar