Allah tabaaraka wa ta’ala telah mensifatkan manfaat dan keberkahan turunnya hujan kepada makhluknya sebagai satu nikmat pada banyak ayat dalam Al-Qur’an Al-Kariim. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala :
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ * يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”[QS. An-Nahl : 10-11].
Juga firman-Nya :
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا * لِنُحْيِيَ بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا وَنُسْقِيَهُ مِمَّا خَلَقْنَا أَنْعَامًا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرًا * وَلَقَدْ صَرَّفْنَاهُ بَيْنَهُمْ لِيَذَّكَّرُوا فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلا كُفُورًا
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat)” [QS. Al-Furqaan : 48-50].
Juga firman Allah tabaaraka wa ta’ala :
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ * وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ * رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ
“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.”[QS. Qaaf : 9-11].
Allah ta’ala menyebutkan hujan sebagai kebersihan dan rahmat, sebagaimana telah lalu penjelasannya. Allah juga menamainya dengan rizki, berdasarkan firman-Nya :
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
“Dan rizki yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya” [QS. Al-Jaatsiyyah : 5].
Al-Imam Al-Baghawiy rahimahullah berkata :
يعني الغيث الذي هو سبب أرزاق العباد.
“Yaitu hujan yang merupakan sebab diberikannya rizki seorang hamba”.
Berdasarkan penjelasan mengenai manfaat hujan dan kebaikan yang banyak darinya, maka hujan adalah sesuatu yang diberkahi (mubaarak).
Hendaknya seseorang tidak menolak turunnya hujan, sebab hujan adalah berkah. Jika pun itu ia ingin lakukan, maka yang disunnahkan adalah berdoa kepada Allah ta’ala agar hujan dialihkan ke tempat lain yang membutuhkan, sebagaimana doa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلا عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ الأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ.
“Ya Allah, berikanlah hujan di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya Allah, berikanlah hujan ke daratan tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah, dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan”.
Beberapa sunnah yang sering ditinggalkan saat musim penghujan, yang kebetulan menginspirasi setelah hujan reda.
1. Bergembira dengan turunnya hujan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ، عَنْ جَعْفَرٍ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الرِّيحِ وَالْغَيْمِ، عُرِفَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ، فَإِذَا مَطَرَتْ سُرَّ بِهِ وَذَهَبَ عَنْهُ ذَلِكَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَسَأَلْتُهُ، فَقَالَ: " إِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَكُونَ عَذَابًا سُلِّطَ عَلَى أُمَّتِي "، وَيَقُولُ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ: " رَحْمَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Bilaal, dari Ja’far bin Muhammad, dari ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, bahwasannya ia pernah mendengar ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Apabila hari mendung dan angin bertiup kencang, maka hal itu dapat diketahui dari wajah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Beliau bolak-balik ke depan dan ke belakang. Dan ketika hujan telah turun, beliau pun bergembira dan hilanglah kekhawatirannya”. ‘Aaisyah berkata : “Lalu aku bertanya tentang hal itu pada beliau. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : "Aku khawatir hal itu akan menjadi menjadi adzab yang ditimpakan kepada umatku". Ketika melihat hujan turun, beliau bersabda : "(Ini adalah) rahmat" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 889 (14)].
وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ جُرَيْجٍ، يُحَدِّثُنَا، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ عَائِشَةَ زَوْج النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ، قَالَ: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ "، قَالَتْ: وَإِذَا تَخَيَّلَتِ السَّمَاءُ تَغَيَّرَ لَوْنُهُ وَخَرَجَ وَدَخَلَ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ، فَإِذَا مَطَرَتْ سُرِّيَ عَنْهُ، فَعَرَفْتُ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ. قَالَتْ عَائِشَةُ: فَسَأَلْتُهُ، فَقَالَ: " لَعَلَّهُ يَا عَائِشَةُ كَمَا قَالَ قَوْمُ عَادٍ: فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا "
Dan telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Aku mendengar Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dari ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, dari ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : Jika angin bertiup kencang, maka Nabishallallaahu 'alaihi wa sallam berdoa : “(Alloohumma innii as-aluka khoirohaa wa khoiro maa fiihaa, wa khoiro maa ursilat bihi. Wa a’uudzubika min syarrihaa wa syarri maa fiihaa wa syarri maa ursilat bihi) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya, kebaikan yang ada di dalamnya dan kebaikan apa yang Engkau kirimkan dengannya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya, keburukan yang ada di dalamnya dan keburukan apa yang Engkau kirimkan dengannya”. ‘Aaisyah berkata : “Apabila langit gelap berawan, maka beliau akan kelihatan pucat, keluar masuk rumah, ke depan dan ke belakang. Dan jika hujan turun, beliau pun merasa gembira. Aku mengetahuinya dari raut wajah beliau. Saya menanyakan hal itu kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : "Barangkali wahai ‘Aaisyah, kalau cuaca seperti ini, aku khawatir jangan-jangan akan terjadi seperti apa yang diungkapkan oleh kaum 'Aad : 'Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami (QS. Al-Ahqaaf : 24)’ - (padahal yang sesungguhnya itu adalah adzab dari Allah ta’ala)" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 899 (15)].
2. Berdzikir atau berdoa saat hujan turun.
Yaitu membaca dzikir atau doa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: " هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, dari Maalik, dari Shaalih bin Kaisaan, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’uud, dari Zaid bin Khaalid Al-Juhhaniy, bahwasannya ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami kami shalat Shubuh di Hudaibiyyah di atas bekas-bekas hujan yang turun pada malam harinya. Ketika selesai shalat, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam (berbalik) menghadapkan ke orang-orang (makmum) dan bersabda : “Apakah kalian mengetahui apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?”. Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Allah berfirman:) ‘Pada pagi hari (Shubuh) hari ini ada di antara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Barangsiapa yang berkata: ‘Muthirnaa bi-fadllillaahi wa rohmatihi (hujan turun kepada kami karena karunia Allah dan rahmat-Nya)’, maka dia adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Dan barangsiapa yang berkata: ‘(Hujan turun disebabkan oleh) bintang ini atau itu’, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 846].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ الْمَرْوَزِيّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ، " أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ، قَالَ: اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqaatil Abul-Hasan Al-Marwaziy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah, ia berkata : telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah, dari Naafi’, dari Al-Qaasim bin Muhammad, dari ‘Aaisyah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamapabila melihat hujan turun, beliau berdoa : ‘Alloohumma shoyyiban naafi’an (Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat bagi kami)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1032].
Dalam riwayat lain :
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَيِّبًا نَافِعًا
“(Alloohummaj-‘alhu shoyyiban naafi’an) Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang bermanfaat bagi kami” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1523; shahih].
Jika hujan sangat deras hingga memberikan mafsadat, maka disunnahkan kita membaca doa :‘Alloohumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa’.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِذْ جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَحَطَ الْمَطَرُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ يَسْقِيَنَا، فَدَعَا فَمُطِرْنَا فَمَا كِدْنَا أَنْ نَصِلَ إِلَى مَنَازِلِنَا فَمَا زِلْنَا نُمْطَرُ إِلَى الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ، قَالَ: فَقَامَ ذَلِكَ الرَّجُلُ أَوْ غَيْرُهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَصْرِفَهُ عَنَّا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا، قَالَ: فَلَقَدْ رَأَيْتُ السَّحَابَ يَتَقَطَّعُ يَمِينًا وَشِمَالًا يُمْطَرُونَ وَلَا يُمْطَرُ أَهْلُ الْمَدِينَةِ "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Qataadah, dari Anas, ia berkata : “Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang berkhutbah pada hari Jum'at, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki kepada beliau dan berkata : ‘Wahai Rasulullah, hujan sudah lama tidak turun, berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan untuk kami’. Maka beliau pun berdoa sehingga turun hujan kepada kami. Hampir-hampir kami tidak bisa pulang ke rumah-rumah kami. Dan hujan terus turun hingga hari Jum'at berikutnya. Laki-laki itu atau lelaki lain berdiri dan berkata : ‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar hujan segera dialihkan dari kami’. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berdoa : ‘Alloohumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa (ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan kepada kami – sehingga membahayakan kami)”. Anas berkata : "Sungguh aku melihat awan berpencar ke kanan dan kiri, lalu hujan turun namun tidak menghujani penduduk Madinah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 969].
3. Menyingkap sebagian pakaian agar badan terkena hujan.
وحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ أَنَسٌ: " أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطَرٌ، قَالَ: فَحَسَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَوْبَهُ حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ قَالَ: " لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى "
Dan telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa : Telah mengkhabarkan kepada kami Ja’far bin Sulaimaan, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari Anas, ia berkata : “Kami pernah diguyur hujan bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyingkap pakaiannya hingga terkena hujan. Kami pun bertanya kepada beliau : ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau lakukan itu ?’. Beliau menjawab :‘Karena hujan baru saja diturunkan oleh Rabb-nya”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 898].
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْحَكَمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَبِيعَةَ، عَنِ السَّائِبِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ كَانَ إِذَا مَطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُولُ: " يَا جَارِيَةُ، أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُولُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا "
Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Hakam, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rabii’ah, dari As-Saaib bin ‘Umar, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya apabila hujan turun, Ibnu ‘Abbaas berkata : ‘Wahai pelayan, keluarkanlah pelanaku dan pakaianku”. Kemudian ia (Ibnu ‘Abbas) membaca ayat : ‘Dan Kami turunkan dari langit air yang dibekahi’ (QS. Qaaf : 9)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 1228].
Tentu saja ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing (aktivitas, kesehatan, dan yang lainnya).
4. Jika Mendengar Guruh, Membaca : Subhaanallaadzii Yusabbihur-Ra’d......
عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَمِعَ الرَّعْدَ تَرَكَ الْحَدِيثَ، وَقَالَ: سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: إِنَّ هَذَا لَوَعِيدٌ لِأَهْلِ الأَرْضِ شَدِيدٌ
Dari ‘Aamir bin ‘Abdillah bin Az-Zubair, dari ‘Abdullah bin Az-Zubair : Bahwasannya apabila mendengar guruh, ia meninggalkan pembicaraan dan kemudian berdoa : ‘Subhaanalladzii yusabbihur-ro’du bi-hamdihi wal-malaaikatu min khiifatih (Maha Suci Allah, Dzat yang guruh itu bertasbih dengan memuji-Nya, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya)". Lalu ia berkata : "Sesungguhnya ini benar-benar merupakan peringatan keras bagi penduduk bumi” [Diriwayatkan oleh Maalik dalam Al-Muwaththa’4/524-525 no. 2019; shahih].
Karena,.... banyaknya petir dan guruh merupakan tanda-tanda hari kiamat.
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُصْعَبٍ، وَقُرَّةُ بْنُ حَبِيبٍ، عَنْ عُمَارَةَ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " تَكْثُرُ الصَّوَاعِقُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ حَتَّى يُقَالَ: مَنْ صُعِقَ اللَّيْلَةَ "
Telah menceritakan kepadaku Ibraahiim bin Muhammad bin Al-Hasan : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mush’ab dan Qurrah bin Habiib, dari ‘Umaarah, dari Abu Nadlrah, dari Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Petir akan banyak terjadi di akhir jaman, hingga nanti dikatakan : ‘siapakah yang tersambar petir malam ini ?” [Diriwayatkan oleh Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamahno. 787; sanadnya shahih].
5. Perkataan Muadzdzin dalam Adzannya : Sholluuu fir-Rihaalikum.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قال: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قال: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ، عَنْ أَبِيهِ، قال: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِحُنَيْنٍ فَأَصَابَنَا مَطَرٌ فَنَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qataadah, dari Abul-Maliih, dari ayahnya, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Hunain yang ketika itu turun hujan. Lalu muadzdzin Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan : ‘sholluu fii rihaalikum” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy; no. 854; shahih].
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ، قال: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ، يَقُولُ: أَنْبَأَنَا رَجُلٌ مِنْ ثَقِيفٍ، أَنَّهُ سَمِعَ مُنَادِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِي فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ فِي السَّفَرِ، يَقُولُ: " حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru bin Diinaar, dari ‘Amru bin Aus, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami seorang laki-laki dari Tsaqiif yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar muadzdzin Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada malam hari yang hujan di waktu safar. Ia berkata : ‘Hayyaa ‘alash-sholaah, hayyaa ‘alal-falaah,sholluu fii rihaalikum” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 647; sanadnya shahih].
Atau dengan lafadh : ‘Alaa Sholluu fii Rihaalkum, alaa Sholluu fir-Rihaal’ – berdasarkan riwayat:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنِي نَافِعٌ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ، وَرِيحٍ، وَمَطَرٍ، فَقَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ: أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ، أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ، إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ، أَوْ ذَاتِ مَطَرٍ فِي السَّفَرِ، أَنْ يَقُولَ: أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair : Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Naafi’, ia berkata : “Ibnu ‘Umar pernah mengumandangkan adzan pada waktu malam yang dingin, berangin, dan hujan; maka ia mengucapkan di akhir adzannya : ‘alaa sholluu fii rihaalikum, alaa sholluu fir-rihaal (hendaknya kalian shalat di rumah-rumah kalian 2x)’. Kemudian ia melanjutkan : “Apabila malam begitu dingin atau turun hujan ketika safar, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan muadzdzin untuk mengucapkan : ‘alaa shollu fii rihaalikum” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 697 (23)].
Atau dengan lafadh : ‘Ash-Sholaatu fir-Rihaal’ – berdasarkan riwayat:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ صَاحِبُ الزِّيَادِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ، قَالَ: " خَطَبَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ فِي يَوْمٍ ذِي رَدْغٍ، فَأَمَرَ الْمُؤَذِّنَ لَمَّا بَلَغَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: قُلِ الصَّلَاةُ فِي الرِّحَالِ، فَنَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَكَأَنَّهُمْ أَنْكَرُوا، فَقَالَ: كَأَنَّكُمْ أَنْكَرْتُمْ هَذَا، إِنَّ هَذَا فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdil-Wahhaab, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid shaahibu Az-Ziyaadiy, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin Al-Haarits, ia berkata : Ibnu ‘Abbaas pernah berkhutbah kepada kami pada hari yang ketika itu turun hujan. Lalu ia memerintahkan muadzdzin ketika sampai pada bacaan ‘hayya ‘alash-shalaah’ : “Katakanlah : ‘ash-sholaatu fir-rihaal (shalat di rumah-rumah kalian)’”. Orang-orang pun saling berpandangan seakan-akan mereka mengingkarinya. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Sepertinya kalian mengingkarinya ini. Sesungguhnya hal tersebut pernah dilakukan orang yang lebih baik dariku, yaitu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya shalat Jum’at adalah kewajiban, namun aku tidak suka membuat kalian merasa susah (jika harus mendatangi shalat/masjid saat turun hujan)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 668].
Atau dengan lafadh : ‘Sholluu fii buyuutikum’ – berdasarkan riwayat:
وحَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيل، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ صَاحِبِ الزِّيَادِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ: إِذَا قُلْتَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَلَا تَقُلْ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ، قَالَ: فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ، فَقَالَ: أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا، قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي، إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ، وَالدَّحْضِ "
Dan telah menceritakan kepadaku ‘Aliy bin Hujr As-Sa’diy : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, dari ‘Abdul-Hamiid bin Az-Ziyaadiy, dari ‘Abdullah bin Al-Haarits, dari ‘Abdullah bin ‘Abbaas : Bahwasannya ia pernah berkata kepada mu’adzdzinnya ketika hari hujan : “Apabila engkau telah mengucapkan ‘asyhadu an-laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan-Rasuulullah’, maka jangan engkau ucapkan : ‘hayya ‘alash-shalaah’. Akan tetapi ucapkanlah : ‘sholluu fii buyuutikum’”. Seakan-akan orang orang mengingkarinya. Maka Ibnu ‘Abbaas berkata : “Apakah kalian heran tentangnya ?. Sungguh, hal tersebut pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Sesungguhnya shalat Jum’at adalah kewajiban, namun aku tidak suka membuat kalian keluar rumah sehingga kalian berjalan di atas tanah yang berlumpur” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 699].
Penerapannya, kalimat yang diucapkan muadzdzin tersebut terletak pada :
a. setelah bacaan hayya ‘alal-falaah di tengah adzan;
b. di akhir adzan;
c. pengganti hayya ‘alash-shalaah.
Semuanya boleh.
Faedah : Hujan menjadi sebab diberikan keringanan bagi seorang muslim tidak mendatangi shalat berjama’ah di masjid, dan melaksanakannya di rumah-rumah mereka.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar