Kabupaten Magetan dibawah pimpinan Bupati Yoso Negoro mengalami kehidupan yang tenang, semakin lama semakin ramai dan berkembang. Beliau sangat bijaksana dan berpandangan jauh. Mataram sebagai tanah kelahirannya tidak rela dijajah oleh kompeni Belanda. Beliau banyak mencurahkan perhatiannya pada kesejahteraan rakyat dan keamanan daerah Magetan. Beberapa tahun kemudian Magetan dilanda bencana alam kekurangan bahan makanan. Sehingga banyak timbul perampokan-perampokan. Kerena meluasnya berandal yang sulit diatasi, maka beliau memberanikan diri mohon bantuan ke pusat pemerintahan Mataram. Dari bantuan Mataram ini akhirnya situasi bisa diatasi dan keamanan daerah pulih kembali. Tidak lama kemudian beliau wafat, beliau beserta istrinya dimakamkan di makam Setono Gedong di desa Tambran Kecamatan Magetan.
Membicarakan sejarah Kabupaten Magetan, tak lengkap bila tidak mengenal siapa yang pernah memimpinya atau menjadi bupati Kabupaten Magetan
Dibawah ini adalah nama-nama Bupati yang pernah menjabat menjadi bupati di Kabupaten Magetan, yaitu:
1. Raden Tumenggung Yosonegoro(1675 – 1703)
Raden Tumenggung Yosonegoro (R.T. Yosonegoro) adalah Bupati Magetan pertama, yang menjabat dari tahun 1675-1703. Beliau lahir dengan nama kecil Basah Bibit atau Basah Gondokusumo dan merupakan cucu dari Raden Basah Suryaningrat.
R.T. Yosonegoro diwisuda sebagai penguasa wilayah Magetan pada tanggal 12 Oktober 1675, sekaligus tanggal tersebut menjadi tanggal lahir resmi Kabupaten Magetan.
Bupati Yosonegoro wafat pada tahun 1703 dan bersama mendiang istrinya dimakamkan di makam Setono Gedong di Desa Tambran Kecamatan Magetan.
2. Raden Ronggo Galih Tirtokusumo (1703 – 1709)
3. Raden Mangunrono(1709 – 1730)
4. Raden Tumenggung Citrodiwirjo (1730 – 1743)
5. Raden Arja Sumaningrat(1743 – 1755)
6. Kanjeng Kyai Adipati Poerwadiningrat (1755 – 1790)
Kanjeng Kyai Adipati Poerwadiningrat (K.K.A. Poerwadiningrat) adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1755 hingga tahun 1790. K.K.A. Poerwadiningrat adalah putra dari Raden Tumenggung Sasrawinata yaitu Bupati Pasuruan dan keturunan dari Panembahan Cakraningrat I. yang wafat pada tahun 1630 di Kamal yang kemudian dimakamkan di Astana Hermata Madura. Tugas beliau yang pertama adalah mengamankan daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, lebih tepatnya daerah Magetan jangan sampai terkena kekacauan akibat perang saudara di pusat pemerintahan Mataram. Sebelum menjabat Bupati Magetan beliau adalah seorang Tumenggung yang menjabat Bupati di Kertosono. Setelah beliau wafat dimakamkan di makam Desa Pacalan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan.
Pemerintahan Kabupaten Magetan dibawah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menjadi tentram dan wilayah pemerintahan menjadi daerah mancanegara dari Mataram. Beliau berkesimpulan bahwa para raja Mataram didalam batinnya tidak senang kepada Belanda, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Kebencian terhadap kompeni dikaitkan dengan pemberontakan terus menerus terhadap pusat pemerintahan yang berada dibawah pengaruh Belanda. Beliau anti kepada Belanda, namun mengingat kemempuan yang ada dan melihat kejadian-kejadian yang dialami pemerintahan Mataram, maka beliau lebih memusatkan perhatian kepada kesejahteraan rakyat Magetan. Sampai beliau wafat, Magetan dalam keadaan aman. Kehidupan rakyat tentram walaupun Mataram mengalami kekisruhan akibat perang saudara yang disebut sebagai suksesi oorlog oleh para ahli sejarah. Jenazah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat dimakamkan di tanah bekas perdikan desa Pacalan Kecamatan Plaosan. Sedangkan makam Nyai Mas Purwodiningrat terletak di bekas perdikan desa Pakuncen wilayah Kertosono. Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menurunkan dua orang putri yaitu :
· Pertama, Putri Sepuh Gusti Kanjeng Ratu Kedaton garwo dalem Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II.
· Kedua, Putri Anom Gusti Kanjeng Ratu Anom, garwo dalem Pangeran Paku Alam yang kemudian disebut Gusti Kanjeng Paku Alam I.
7. Raden Tumenggung Sosrodipuro(1790 – 1825)
8. Raden Tumenggung Sosrowinoto (1825 – 1837)
Raden Tumenggung Sosrowinoto adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1825 hingga tahun 1837. Pada masa bupati ini, tanggal 4 Juli 1830 atau 13 Sura 1758 tahun Je, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengadakan pertemuan bupati se-wilayah Mancanegara Wetan di desa Sepreh, Kabupaten Ngawi. Pertemuan itu mengharuskan semua bupati Mancanegara Wetan harus menolak kekuasaan Sultan Yogyakarta dan Susuhunan Surakarta dan harus tunduk kepada pemerintah Belanda di Batavia. Sejak tahun 1830 tersebut, kabupaten Magetan menjadi daerah jajahan Belanda dan dipecah menjadi 7 daerah kabupaten (tahun pemecahan tidak jelas), yaitu
– Kabupaten Magetan I (kota) bupati R.T. Sosrowinata
– Kabupaten Magetan II (Plaosan) bupati R.T. Purwawinata
– Kabupaten Magetan III (Panekan) bupati R.T. Sastradipura
– Kabupaten Magetan IV (Goranggareng Genengan) bupati R.T. Sosroprawira yang berasal dari Madura
– Kabupaten Magetan V (Goranggareng Ngadirejo) bupati R.T. Sastradirja
– Kabupaten Maospati bupati R.T. Yudaprawira
– Kabupaten Purwodadi bupati R. Ngabehi Mangunprawira
Pada tahun 1837 Kabupaten Magetan II dan Magetan III dihapuskan dan dijadikan satu dengan Kabupaten Magetan I. Pada tahun 1866 Kabupaten Goranggareng dihapuskan. Pada tahun 1870 kabupaten Purwodadi dihapuskan. Berturut-turut yang menjabat Bupati di Purwodadi adalah :
· R. Ng. Mangunprawiro alias R. Ng. Mangunnagara
· R. T. Ranadirja
· R. T. Sumodilaga
· R. T. Surakusumo
· R. M. T. Sasranegara (1856-1870)
Pada tahun 1880 Kabupaten Maospati dihapuskan.
Sesudah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat, yang menjabat Bupati Magetan di antaranya adalah Raden Tumenggung Sasradipura, masih kerabat Sultan Hamengkubuwono II dan ketentraman Magetan semakin terganggu akibat perang saudara di pusat pemerintahan Mataram. Dan pada tahun 1742 Raden Mas Garendi (cucu Sunan Mas) menyerbu keraton Kartosuro sehingga Paku Buwono II meloloskan diri ke Magetan lewat Tawangmangu dan menuju Ponorogo (Jawa Timur).
Pada masa pangeran Mangku Bumi (saudara dari Paku Buwono II) memberontak pemerintahan Mataram di bawah Paku Buwono II, maka dengan campur tangan kompeni Belanda, perselisihan ini diakhiri dengan diadakannya perjanjian Gianti pada tanggal 13 Desember 1755. Adapun hasil dari perjanjian Gianti adalah Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian yaitu :
· Mataram dengan ibu kota Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Pangeran Mangkubumi, menyatakan diri sebagai Susuhunan Ing Mataram, bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tanggal 11 Desember 1749. Dan selanjutnya daerah ini disebut Kasultanan.
· Mataram dengan ibu kota Surakarta di bawah Paku Buwono III (putra Paku Buwono II). Dan selanjutnya daerah ini disebut Kasunanan.
9. Raden Mas Arja Kartonagoro(1837 – 1852)
Raden Mas Arja Kartonagoro adalah bupati Kabupaten Magetan yang menjabat dari tahun 1837 hingga tahun 1852. Sebelumnya beliau adalah bupati Mojokerto. Putri tunggal beliau menikah dengan Raden Mas Arja Surohadiningrat (putra bupati Ponorogo, Raden Mas Arja Surohadiningrat II.
10. Raden Mas Arja Hadipati Surohadiningrat III (1852 – 1887)
11. Raden M.T. Adiwinoto(1887 – 1912), R.M.T. Kertonegoro (1889)
12. Raden M.T. Surohadinegoro (1912 – 1938), R.A. Arjohadiwinoto (1919)
13. Raden Mas Tumenggung Soerjo(1938 – 1943)
Ario Soerjo Lahir 9 Juli1895
Magetan
Meninggal 10 September 1948 (umur 53)
Bago, Kedunggalar, Ngawi
Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (biasa dikenal dengan nama Gubernur Soerjo); Magetan, 9 Juli 1895 – Bago, Kedunggalar, Ngawi, 10 September 1948) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia adalah gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga tahun 1948. Sebelumnya, ia menjabat Bupati di Kabupaten Magetan dari tahun 1938 hingga tahun 1943. Ia adalah menantu Raden Mas Arja Hadiwinoto. Setelah menjabat bupati Magetan, ia menjabat Su Cho Kan Bojonegoro pada tahun 1943.
RM Suryo membuat perjanjian gencatan senjata dengan komandan pasukan Inggris Brigadir Jendral Mallaby di Surabaya pada tanggal 26 Oktober 1945. Namun tetap saja meletus pertempuran tiga hari di Surabaya 28-30 Oktober yang membuat Inggris terdesak. Presiden Sukarno memutuskan datang ke Surabaya untuk mendamaikan kedua pihak.
Gencatan senjata yang disepakati tidak diketahui sepebuhnya oleh para pejuang pribumi. Tetap saja terjadi kontak senjata yang menewaskan Mallaby. Hal ini menyulut kemarahan pasukan Inggris. Komandan pasukan yang bernama Jenderal Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya supaya menyerahkan semua senjata paling tanggal 9 November 1945, atau keesokan harinya Surabaya akan dihancurkan.
Menanggapi ultimatum tersebut, Presiden Sukarno menyerahkan sepenuhnya keputusan di tangan pemerintah Jawa Timur, yaitu menolak atau menyerah. Gubernur Suryo dengan tegas berpidato di RRI bahwa Arek-Arek Suroboyo akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan.
Maka meletuslah pertempuran besar antara rakyat Jawa Timur melawan Inggris di Surabaya yang dimulai tanggal 10 November 1945. Selama tiga minggu pertempuran terjadi di mana Surabaya akhirnya menjadi kota mati. Gubernur Suryo termasuk golongan yang terakhir meninggalkan Surabaya untuk kemudian membangun pemerintahan darurat di Mojokerto.
Tanggal 10 September 1948, mobil RM Suryo dicegat pemberontak anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di di tengah hutan Peleng, Kedunggalar, Ngawi. Dua perwira polisi yang lewat dengan mobil ikut ditangkap. Ke 3 orang lalu ditelanjangi, diseret ke dalam hutan dan dibunuh. Mayat ke 3 orang ditemukan keesokan harinya oleh seorang pencari kayu bakar.
R. M. T. Soerjo dimakamkan di makam Sasono Mulyo, Sawahan, Kabupaten Magetan. Sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang jasa-jasanya terletak di Kecamatan Kedunggalar kabupaten Ngawi.
14. Raden Mas Arja Tjokrodiprojo (1943 – 1945)
15. Dokter Sajidiman(1945 – 1946)
16. Sudibjo (1946 – 1949)
Sudibjo adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1945 hingga tahun 1949, pada masa perjuangan kemerdekaan. Pada masa pemerintahan beliau, terjadi Madiun Affair dimana bupati dan banyak tokoh masyarakat Magetan ditangkap dan dipenjara oleh pemberontak PKI.Selama seminggu PKI berkuasa di Magetan.Kemudian pada akhir bulan September 1948, Pasukan Siliwangi dipimpin Letkol Sadikin dan Mayor Acmad Wiranatakusumah memasuki wilayah Magetan dan memulai operasi pembersihan dan penangkapan pemberontak di wilayah Magetan – Madiun.
17. Raden Kodrat Samadikoen(1949 – 1950)
Raden Kodrat Samadikoen adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1949 hingga tahun 1950, pada masa perjuangan kemerdekaan dan berkecamuknya agresi militer Belanda tahun 1949. Pada pertengahan Februari 1949, bupati Raden Kodrat Samadikoen beserta beberapa pejabat pemerintah kabupaten lainnya ditangkap oleh Belanda di Desa Sambirobyong, Kecamatan Magetan. Karena penangkapan ini, pemerintahan resmi kabupaten vakum.Dan akhirnya terbentuk pemerintahan darurat sipil oleh Sub Teritorium Militer di Madiun.
18. Mas Soehardjo (1950)
Mas Soehardjo adalah Bupati Magetan yang menjabat tahun 1950,dan sebelumnya menjabat sebagai patih Kabupaten Magetan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah RI Pusat membentuk secara resmi daerah-daerah kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tanggal 8 Agustus 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, di propinsi ini ditetapkan 29 kabupaten termasuk Kabupaten Magetan. Setelah jabatan bupati di Magetan berakhir, Mas Soehardjo kemudian diangkat sebagai Bupati Sampang, Madura.
19. Mas Siraturahmi(1950 – 1952)
Mas Siraturahmi adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1950 hingga tahun 1952.Pada masa jabatan beliau, pembangunan fisik di wilayah Magetan di antaranya adalah perbaikan jembatan dan gedung penting yang dibumihanguskan pada saat Agresi Militer Belanda.Pada tahun 1951, pasar kota Magetan selesai dibangun. Juga beberapa gedung kantor pemerintahan daerah.
20. M. Machmud Notonindito (1952 – 1960)
M. Machmud Notonindito adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1952 hingga tahun 1960, menggantikan bupati sebelumnya Mas Siraturahmi yang diangkat sebagai residen di Bondowoso. M. Machmud Notonindito sebelumnya adalah Sekretaris Karesidenan Madiun dan dilantik sebagai Bupati Magetan pada tanggal 1 Agustus 1952.
Berdasarkan hasil Pemilu 1955, jumlah anggota DPRD Magetan (berdasarkan UU No. 19 tahun 1956) adalah 35 orang, terdiri dari wakil Partai Komunis Indonesia (PKI) 18 orang,wakil PNI 9 orang, wakil NU 4 orang, wakil Masyumi 3 orang dan 1 orang dari wakil perseorangan yaitu Dachlan. Anggota DPRD ini dilantik pada 21 Desember 1957 oleh Residen Madiun bertempat di Balai Pemerintah Daerah.
21. Soebandi Sastrosoetomo (1960 – 1965)
Soebandi Sastrosoetomo adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1960 hingga tahun 1965. Soebandi Sastrosoetomo merupakan Bupati yang berasal dari PKI, dan sebelumnya adalah Kepala Dinas Pembangunan Usaha Tani (DPUT) Madiun. Dilantik sebagai bupati pada 5 Februari 1960. Dengan adanya peristiwa Gerakan 30 September di Jakarta, masa jabatan bupati ini ikut berakhir.
22. Raden Mochamad Dirjowinoto(1965 – 1968)
Raden Mochamad Dirjowinoto adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1965 hingga tahun 1968, menandai dimulainya masuknya militer Indonesia di pemerintahan sipil daerah setelah Gerakan 30 September.
23. Boediman (1968 – 1973)
24. Djajadi(1973 – 1978)
Djajadi adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1973 hingga tahun 1978. Dilantik pada 1 Mei 1973 dan sebelumnya menjabat sebagai Komandan Wing III KOPASGAT KODAU IV Surabaya dengan pangkat Letkol PAS. Pada 13 Mei 1978 Djajadi mengakhiri masa jabatannya dan kemudian ditunjuk menjadi Bupati Madiun.
25. Drs. Bambang Koesbandono (1978 – 1983)
Drs. Bambang Koesbandono adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1978 hingga tahun 1983. Bambang Koesbandono sebelumnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten Tuban.
26. Drg. H.M. Sihabudin (1983 – 1988)
Drg. H.M. Sihabudin adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1983 hingga tahun 1988. Mohammad Sihabudin dilantik sebagai bupati pada 13 Mei 1983, sebelumnya berkarier sebagai dokter militer di Rumah Sakit Angkatan Udara di Bandara Iswahyudi.
27. Drs. Soedharmono (1988 – 1998)
28. Soenarto
29. Saleh Mulyono
30. Sumantri
Daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.
Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.
Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.
Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.
Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad.
Terimakasih
BalasHapusTepung ikan untuk pakan ternak ayam dengan kaya protein yang cukup berkualitas dengan memiliki kandungan mineral dalam membuat pakan ternak. Caranya dengan mengkunjungi htpps https://tajenonline.live
BalasHapusSudah bisa membaca artikel selanjutnya. Yuk langsung kunjungi situs kami.
Bagikan info ini kepada penggemar ternak ayam...