Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan aturan dan hukum bagi alam raya ini. Ia tunduk dan patuh pada hukum tersebut. Di antaranya hujan, ia berjalan sesuai dengan aturan Allah Ta'ala dan kehendak-Nya. Jika Dia menghendaki turun untuk membasahi bumi, maka turunlah ia. Sebaliknya, jika menahan maka tak satu tetespun yang akan turun.
Sebagai muslim, kita meyakini dengan benar bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di antaranya hujan, ia tidak akan turun kecuali dengan perintah Allah Ta'ala. Jadi, turun dan tidaknya hujan itu dengan kehendak dan perintah Allah'Azza wa Jalla. Dia berfirman,
أَمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
"Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?" (QS. Al-Naml: 60)
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa hanya Dia-lah yang menciptakan langit berikut apa yang ada di dalamnya berupa matahari, bulan, bintang, dan malaikat; Dia semata juga yang telah menciptakan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya seperti gunung, langit, sungai, pepohonan, binatang,dan sebagainya. Dia juga menjelaskan, Dia yang menurunkan hujan dari langit untuk manusia, yang dengan hujan itu Allah menumbuhkan kebun-kebun yang indah karena banyaknya pepohonan dan buah-buahan yang beraneka ragam. Padahal kalau bukan karena pemberian hujan dari Allah tersebut, pepohonan tak akan pernah ada. Tidak ada yang melakukan semua itu kecuali Dia. Oleh karenanya, Dia semata yang berhak disembah, karena Dialah Tuhan sebenarnya. Sedangkan sesembahan kepada selain-Nya, adalah sesembahan yang batil.
Allah Ta'ala berfirman tentang proses perjalanan hujan, bahwa Dia semata yang melakukannya:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ
"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al-Nuur: 43)
Hujan merupakan nikmat yang besar dari Allah Ta'ala. Semua makhluk membutuhkannya, tidak terkecuali manusia. Nikmat ini, -sebagaimana yang diterangkan Allah- menjadi sumber kehidupan semua makhluk.
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
"Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al-Anbiya': 30)
Dan sesungguhnya nikmat itu akan langgeng bersama syukur. Bahkan Allah akan menambah nikmat-nikmat-Nya untuk orang yang bersyukur. Allah Ta'ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu." (QS. Al-Ibrahim: 7)
Perhatikan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya, dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
"Sesungguhnya Allah sangat Ridha kepada seorang hamba yang menikmati satu makanan lalu ia memuji Allah (bersyukur) atas makanan itu, dan meneguk minuman lalu ia memuji Allah (bersyukur) atasnya." (HR. Muslim dan al-Tirmidzi)
Dan syukur itu dengan menggunakan nikmat-nikmat Allah untuk taat dan patuh kepada-Nya. Belum cukup hanya dengan mumuji-Nya, lalu menelantarkan perintah dan syariat-Nya, menerjang larangan dan tidak menghindarinya. Maka jika yang terjadi demikian, nikmat itu akan diangkat dan berganti dengan siksa.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"." (QS. Al-Ibrahim: 7)
Menurut imam Ibnu Katsir rahimahullah, "Jika kamu bersyukur atas nikmat-Ku kepadamu, pasti Aku akan tambah dari nikmat itu untukmu." {dan jika kalian kufur}, maksudnya: kalian mengufuri nikmat-nikmat, menyembunyikan dan mengingkarinya { maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih } dan itu dengan diangkatnya nikmat itu dari mereka dan menyiksa mereka atas kekufuran terhadap nikmat-nikmat tadi."
Sesungguhnya hujan itu nikmat dari Allah dan termasuk rizki bagi hamba-hamba-Nya. Nikmat Allah tidak akan diangkat kecuali disebabkan dosa. Nikmat itu tidak akan kembali kecuali dengan taubat dan taat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
"Sesungguhnya seorang hamba dihalangi rizkinya disebabkan dosa yang menimpanya." (HR. Ahmad dari hadits Tsauban Radhiyallahu 'Anhu; dihassankan al-Iraqi sebagaimana yang terdapat dalam Al-Zawaid milik al-Bushiri (1/161) dan dishahihkan oleh al-Arnauth)
Jadi sangat jelas, kemarau yang panjang di negeri kita ini disebabkan dosa-dosa penduduknya. Sehingga ditahannya hujan menyebabkan banyak masyarakat menderita, kesulitan dapat air bersih, bahkan sebagiannya dengan terpaksa menggunakan air kotor untuk mencuci, mandi, masak, dan minum. Gagal panen juga menghantui di beberapa daerah, sehingga kemiskinan dan kelaparan mengancam. Bahkan di beberapa tempat dikabarkan sudah banyak yang terpaksa mengonsumsi nasi aking (bekas), dan itupun dengan susah payah didapatkan.
Dosa Penyebab Kemarau
Dari penjelasan di atas, dosa menyebabkan diangkatnya nikmat, di antaranya hujan. Karena itu, kita harus sadar bahwa kemarau, kekeringan, gagal panen, kesulitan air bersih – semua ini- akibat dari dosa-dosa kita, penduduk Indonesia. Di antara dosa-dosa tersebut, ditunjukkan oleh hadits yang dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berdiri di hadapan kami lalu bersabda:
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
"Wahai sekalian Muhajirin, lima perkara apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah dari kalian menjumpainya:
1- Tidaklah merebak perbuatan keji (seperti zina, homo seksual, pembunuhan, perampokan, judi, mabok, konsumsi obat-obatan terlarang dan lainnya) di suatu kaum sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan merebak di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un (semacam kolera) dan kelaparan yang tidak pernah ada ada pada generasi sebelumnya.
2- Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan disiksa dengan paceklik panjang, susahnya penghidupan, dan kezaliman penguasa atas mereka.
3- Tidaklah mereka menahan membayar zakat kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka. Dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
4- Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan janji Rasul-Nya, kecuali akan Allah jadikan musuh mereka (dari kalangan kuffar) menguasai mereka, lalu ia merampas sebagian kekayaan yang mereka miliki.
5- Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) berhukum dengan selain Kitabullah dan menyeleksi apa-apa yang Allah turunkan (syariat Islam), kecuali Allah timpakan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih)."
Negeri kita memang kaya alamnya, tapi juga kaya kemaksiatannya. Kalau kita jujur, kemaksiatan-kemaksiatan dalam hadits di atas, semuanya ada di sini. Misalnya zina dan homoseksual sudah dilakukan secara terang-terangan. Tidak jarang kita lihat pelaku homo seksual atau lesbian tidak malu-malu lagi menunjukkan aksi bejatnya, Bahkan, tidak sedikit yang mengkampanyekannya.
Mengurangi timbangan dan takaran yang menjadi sebab peceklik panjang juga begitu. Hampir di setiap pasar ditemukan. Alasan yang sering dilontarkan, "kalau tidak begini kita tak dapat untung." Seolah ini menjadi pembenar perbuatan yang Allah haramkan.
Penyakit bakhil dengan menahan zakat dan tidak mengeluarkannya menjadi satu problem yang belum terselesaikan. Bahkan menurut Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), potensi zakat secara nasional yang diperkirakan mencapai Rp100 triliun per tahun. Namun zakat yang terkumpul oleh Baznas masih sangat kecil, kurang dari 2 persennya. Padahal zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam yang lima, sesudah syahdatain dan shalat. Merupakan kewajiban yang jelas perintahnya dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma'. Sedangkan siapa yang mengingkari hukum wajibnya ia menjadi kafir, keluar dari Islam.
Melanggar janji Allah berupa menegakkan tauhid juga diingkari. Padahal bagi setiap insan, itu sudah diikrarkan saat dia berada di alam ruh, ketika berada dalam rahim ibu yang mengandungnya. Pelanggaran janji juga terdapat dalam pembukaan UUD 45, di dalamnya disebutkan pengakuan bahwa kemerdekaan negeri ini atas anugerah dan rahmat dari Allah Ta'ala. Yang seharusnya pengakuan menumbuhkan ketundukkan kepada syariat-Nya. Tapi yg terjadi syariat Allah ditolak dan ditelantarkan.
Pemimpin negeri ini yang tidak menerapkan syariat Islam sudah kita ketahui bersama. Bahkan, terlihat anti dengannya. Buktinya, syariat diperangi dan dimusuhi. Penyeru tegaknya syariat Allah di bumi-Nya ini dianggap sebagai ancaman sehingga harus dihabisi, sehingga sebagiannya diintimidasi, dipenjara, dibunuh, dan dirusak nama baiknya. Akibatnya, keberkahan diangkat dari negeri yang subur ini, perpecahan dan permusuhan yang melahirkan konflik berdarah terus lahir.
Maksiat lainnya yang menjadi sumber bencana adalah tersebarnya riba. Hampir sulit orang terlepas dari riba, kalaulah tidak memakannya maka ia terkena debunya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Padahal Allah sudah mengancam, jika tersebar riba di suatu masyarakat Allah akan memerangi mereka. Bentuknya, dengan bencana gempa, tsunami, gunung meletus, kemarau panjang, ditahannya hujan, dililit hutang, dijajah musuh dalam berbagai bidang seperti ekonomi, budaya, dan kebijakan politik. Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu." (QS. Al-Baqarah: 278-279)
Dan siapakah di antara kita yang kuat menghadapi perang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala?. Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla pernah menghancurkan suatu umat dengan suara menggelegar dari Malaikat, pernah juga Allah mengirimkan angin topan sehingga memporak-porandakan satu negeri, kadang juga memerintahkan kepada air untuk membanjir sehingga menenggelamkan suatu daerah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Tidaklah ada suatu kaum yang tersebar riba di dalamnya kecuali akan ditimpakan kepada mereka paceklik yang panjang." (HR. Ahmad)
Istighfar Saat Kemarau Panjang
Solusi dari musibah dan bencana di atas adalah kembali kepada Allah dengan tunduk dan patuh pada hukum-hukum-Nya, melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang dilarang oleh-Nya. Menghalalkan yang telah Allah halalkan dan mengharamkan apa yang diharamkannya. Menegakkan syariat-Nya di bumi yang telah diciptakan oleh-Nya dan diamanahkan kepada kita untuk mengelolanya. Lalu bertaubat dari berbagai dosa dan kesalahan, dan memperbanyak istighfar.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
"Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?" (QS. Nuuh: 10-13)
Dengan memperbanyak istighfar Allah akan menurunkan hujan, menganugerahkan keturunan yang baik, anak shalih, rizki halal dan banyak. Sesungguhnya taubat dan istighfar itu menjadi cara terbaik untuk mendapatkan curahan nikmat dan hujan, serta menghindarkan dari bencana dan musibah.
Selanjutnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kita saat terjadi kemarau dan paceklik panjang yang hujan tak kunjung datang dengan Shalat Istisqa'. Yakni shalat yang dikerjakan untuk meminta hujan. Yang dalam pelaksanaannya menampakkan kehinaan diri, kesengsaraan, dan sangat butuh kepada Allah Ta'ala. Dan Alhamdulillah, shalat itu sudah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin. Dan bagi daerah yang belum juga kunjung turun hujan, sebaiknya segera ditegakkan shalat istisqa' ini. Dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, memaafkan kesalahan kita, serta mengangkat musibah paceklik dari negeri kita.
Dalil Shalat Istisqo
Allah SWT berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا(10)يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا(11)وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا(12)
Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, –sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun–,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS. Nuh: 10-12)
Dari Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu dia berkata:
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar untuk melaksanakan shalat istisqa’, beliau lalu berdoa dengan menghadap ke arah kiblat sambil membalikkan kain selendangnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya pada kedua rakaat itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1025 dan Muslim no. 894)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
شَكَا النَّاسُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُحُوطَ الْمَطَرِ فَأَمَرَ بِمِنْبَرٍ فَوُضِعَ لَهُ فِي الْمُصَلَّى وَوَعَدَ النَّاسَ يَوْمًا يَخْرُجُونَ فِيهِ قَالَتْ عَائِشَةُ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَدَا حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَكَبَّرَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَمِدَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ قَالَ: إِنَّكُمْ شَكَوْتُمْ جَدْبَ دِيَارِكُمْ وَاسْتِئْخَارَ الْمَطَرِ عَنْ إِبَّانِ زَمَانِهِ عَنْكُمْ وَقَدْ أَمَرَكُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تَدْعُوهُ وَوَعَدَكُمْ أَنْ يَسْتَجِيبَ لَكُمْ ثُمَّ قَالَ:
{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ }
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ. ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمْ يَزَلْ فِي الرَّفْعِ حَتَّى بَدَا بَيَاضُ إِبِطَيْهِ ثُمَّ حَوَّلَ إِلَى النَّاسِ ظَهْرَهُ وَقَلَبَ أَوْ حَوَّلَ رِدَاءَهُ وَهُوَ رَافِعٌ يَدَيْهِ. ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ وَنَزَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَأَنْشَأَ اللَّهُ سَحَابَةً فَرَعَدَتْ وَبَرَقَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ بِإِذْنِ اللَّهِ فَلَمْ يَأْتِ مَسْجِدَهُ حَتَّى سَالَتْ السُّيُولُ فَلَمَّا رَأَى سُرْعَتَهُمْ إِلَى الْكِنِّ ضَحِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنِّي عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Orang-orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang musim kemarau yang panjang, maka beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat shalat (tanah lapang), lalu beliau berjanji kepada orang-orang untuk bertemu pada suatu hari yang telah ditentukan.” Aisyah berkata, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau duduk di mimbar, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dan memuji Allah Azza wa Jalla, lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku tentang kegersangan negeri kalian dan keterlambatan turunnya hujan dari musimnya, padahal Allah Azza Wa Jalla telah memerintahkan kalian agar kalian memohon kepada-Nya dan Dia berjanji akan mengabulkan doa kalian.” Kemudian beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. (QS. Al-Fatihah: 2-4). LAA ILAHA ILLALLAHU YAF’ALU MAA YURIID. ALLAHUMMA ANTALLAHU LAA ILAHA ILLA ANTAL GHANIYYU WA NAHNUL FUQARA`. ANZIL ALAINAL GHAITSA WAJ’AL MAA ANZALTA LANAA QUWWATAN WA BALAGHAN ILAA HIIN (Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia, Dia melakukan apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan).” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, dan senantiasa mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau. Kemudian beliau membalikkan punggungnya membelakangi orang-orang dan merubah posisi selendangnya, sedangkan beliau masih mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau menghadap ke orang-orang, lalu beliau turun dari mimbar dan shalat dua raka’at. Seketika itu Allah mendatangkan awan yang di sertai dengan gemuruh dan kilat. Maka turunlah hujan dengan izin Allah, beliau tidak kembali menuju masjid sampai air bah mengalir (di sekitarnya). Ketika beliau melihat orang-orang berdesak-desakan mencari tempat berteduh, beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya, lalu bersabda: “Aku bersaksi bahwa Allah adalah Maha kuasa atas segala sesuatu dan aku adalah hamba dan rasul-Nya.” (HR. Abu Daud no. 1173)
َعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( خَرَجَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مُتَوَاضِعًا, مُتَبَذِّلًا, مُتَخَشِّعًا, مُتَرَسِّلًا, مُتَضَرِّعًا, فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ, كَمَا يُصَلِّي فِي اَلْعِيدِ, لَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَأَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ
Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam keluar dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyu’, tenang, berdoa kepada Allah, lalu beliau shalat dua rakaat seperti pada shalat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti pada shalat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti khutbahmu ini. Riwayat Imam Lima dan dinilai shahih oleh Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban
عن أَنَسِ بْنَ مَالِكٍ يَذْكُرُ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ وِجَاهَ الْمِنْبَرِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا قَالَ أَنَسُ وَلاَ وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلاَ قَزَعَةً وَلاَ شَيْئًا وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلاَ دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ قَالَ وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ ( البخاري )
Dari Anas bin Malik RA menyebutkan bahwa ada seorang lelaki pada hari Jum’at masuk dari pintu menuju mimbar. Sedang Rasulullah SAW berkhutbah. Dia menemui rasul SAW sambil berdiri dan berkata: wahai Rasulullah SAW telah musnah binatang ternak dan sumber mata air sudah tidak mengalir. Mohonlah pada Allah agar menurunkan air untuk kami. Berkata Anas: Maka Rasulullah SAW mengangkat kedua tangan ke langit dan berdoa: Ya Allah turunkan bagi kami hujan 3x. Berkata Anas RA Demi Allah pada saat kami tidak melihat di langit mendung, gumpalan awan atau apapun. Dan sebelumnya di antara rumah kami dan gunung tidak ada penghalang untuk melihatnya”. Berkata Anas RA, “Maka muncullah di belakangnya mendung seperti lingkaran. Dan ketika sampai di tengah, menyebar dan turunlah hujan.” Anas RA berkata: “Maka kami tidak melihat matahari selama enam hari”. Kemudian muncul lagi lelaki tersebut dari arah pintu yang sama pada Jum’at sesudahnya dan Rasul SAW sedang khutbah. Dia menghadap Rasul saw sambil berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah SAW harta-harta hancur dan sungai-sungai penuh, berdoalah kepada Allah agar menghentikannya. Maka Rasulullah SAW mengangkat tangan dan berdoa Ya Allah berilah hujan sekeliling kami bukan adzab bagi kami, jatuh pada tanah, gunung-gunung, pegunungan, bukit-bukit, danau- danau dan tempat tumbuh pepohonan” (HR. Bukhari)
الْوَلِيدُ بْنُ عُقْبَةَ وَهُوَ أَمِيرُ الْمَدِينَةِ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَسْأَلُهُ عَنْ اسْتِسْقَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُتَبَذِّلًا مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى فَلَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ وَلَكِنْ لَمْ يَزَلْ فِي الدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّكْبِيرِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا كَانَ يُصَلِّي فِي الْعِيدِ
Al Walid bin Uqbah seorang gubernur Madinah mengutusku kepada Ibnu Abbas untuk menanyakan tentang shalat ististqa'nya Rasulullah saw., saya punmendatanginya, dia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw. keluar rumah dengan penuhketundukan, tawadlu' dan kerendahansehingga tiba di tempat shalat, beliau tidak berkhutbah seperti khutbah kalian ini, akantetepi beliau tidak henti hentinya berdo'a,merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka'at seperti ketika shalat Ied(HR. Tirmidzi, hadits no. 512 dan dikuatkan oleh Muslim, hadits no. 1486).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar