Pada tahun 593 H./1197 M. lahir bayi mungil yang kelak masyhur akan kewaliannya. Bayi itu lahir di Afrika utara bagian ujung paling barat, tepatnya di desa Ghemaroh, negeri Maghrib al-Aqso/Maroko. Putra dari sayyid Abdullah Ini kemudian diberi nama Ali. Ia masih keturunan dari baginda nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyidina Hasan bin Sayyidina Alin bin Abi Tolib
Berikut ini nasab Abu Hasan Asy-Syadzili: Abul Hasan Ali, bin Abdullah bin Abdul Jabbar, bin Tamim, bin Hurmuz, bin Chatim, bin Qushay, bin Yusuf, bin Yusya', bin Ward, bin Ali Baththal, bin Ahmad, bin Muhammad, bin Isa, bin Idris Al Mutsanna, bin Idris, bin Abdillah, bin Muhammad Hasan Al Mutsanna, bin Hasan, bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah binti Rasulullah SAW.
Pendidikan awal Ali kecil langsung dibimbingan sendiri oleh kedua orang tuanya. Sejak itu pula sudah tampak dari dirinya budi pekerti luhur, kata-katnya fasih dan santun, memiliki cita-cita yang tinggi, dan gemar mencari ilmu. Sehinnga, tak mengherankan di umur yang relative belia, ia sudah mulai berkelana meninggalkan ayah ibu untuk rihlah menuntut ilmu.
Pertemuan dengan Nabi Khidlir AS
Setelah mengenyam pendidikan dari orang tuanya, Ali pergi menuju Tunis (sekarang ibu kota negara Tunisia, Afrika Utara). Saat itu, usianya baru menginjak 6 tahun. Setibanya di sana, ia mendapati negara tersebut sedang dilanda paceklik dan kelaparan. Banyak ditemukan mayat di tengah jalan dan pasar-pasar. Terbesitlah di hati Ali, “Andaikan saya punya uang, saya akan membeli roti untuk mereka.” Seketika itu Allah mengisi saku Ali dengan banyak uang. Ia pun bergegas membelanjakan uang tersebut. Kemudian dibagikannya kepada orang-orang yang sedang kelaparan.
Kebetulan hari itu adalah hari Jum’at. Setelah selesai dari aktifitas sosialnya, ia kemudian mencari masjid Jami’. Ia segera mengawali dengan dua raka’at tahyatul-masjid saat memasuki nya. Setelah salam, tidak disangka, di samping kanan Ali telah hadir seseorang yang tampaknya sudah menanti. Lalu Ali mengucapkan salam kepadanya. Orang itu tersenyum. “Tuan, siapa Anda?”Tanya Ali polos.” Saya Khidhir, Allah memerintahkanku untuk menemui kekasih-Nya di Tunis. Namanya Ali. Maka saya segera menemui Anda.” Jawab orang itu. Percakapan mereka belum panjang, namun shalat harus segera didirikan. Seusai shalat, ternyata nabi Khidhir telah raib entah ke mana. Tampaknya, Khidhir datang sekadar memberi tahu bahwa Ali telah terpilih sebagai kekasih Allah
Berkelana Mencari Pembimbing Jiwa
Berguru kepada Syaikh al-Baji
Setelah peristiwa itu, Ali segera menuju seseorang yang dikenal wali, yaitu Syaikh Abi Sa’id al-Baji. Ia bermaksud menanyakan tentang ihwal yang menimpanya tadi. Namun, Syaikh al-Baji sudah tahu maksud kedatangan Ali. Ia juga menyampaikan terlebih dahulu tentang apa yang hendak dicerikatan Ali kepadanya.
Setelah itu, Ali tinggal bersamana beliau. Ia belajar berbagai disiplin ilmu pengetahuan kepada Sayikh al-Baji.Ali kecil tinggal bersama syaikh al-Baji hingga beranjak dewasa. Dikarnakan sangat dekatnya Ali kepada gurnya itu, kemudian ia sering mendampingi sang guru naik haji.
Meskipun sudah bertahun-tahun menimba ilmu kepada syaikh Abi Said al-Baji, kehausan Ali muda akan ilmu makin mendahaga. Maka, ia memantapkan hati untuk meniti sebuah jalan (toriqoh) sekaligus ingin mencari wali al-Quthb sebagai pembimbing. Lalu, ia beranikan diri untuk pamit kepada gurunya dan memohon doa.
Mencari Sang Quthb
Dengan tekat yang kuat Ali muda berangkat menuju kota kelahiran Islam, Makkatul- Mukarramah. Tujuan pertamanya datang ke pusat negeri Islam ini adalah mencari wali Quthb yang akan dijadikannya sebagai pembimbing spiritual. Namun, setelah berbulan-bulan ia menetap Mekah, wali yang beliau cari tak kunjung ketemu. Hingga, pada suatu ketika, seorang ulama memberitahukan bahwa wali Quthb yang ia cari berada di Iraq.
Sesampainya di Iraq, Ali sibuk bertanya dan mencari kesana-kesini, namun tak ada seorang pun yang tahu keberadaan sang wali di negeri tersebut. Memang, setelah wafanya Syaikh Abdul Qodir al-Jailani keberadaan wali Quthb cenderung disamarkan. Sedangkan selisih antara wafatnya Syaikh Abdul Qodir al-Jailani dan kelahiran Ali asy-Syadzily terpaut 32 tahun.
Meskipun demikian, Ali muda tak patah semangat. Suatu ketika, ia mendengar tentang kewalian pemimpin tarekat Rifaiyah yang bernama Syaikh ash-Shodiq Abul Fath al-Washiti .Syaikh Abul Fath al-Washiti adalah orang yang sangat disegani dan memiliki pengikut yang sangat besar di Iraq. Segeralah Ali asy-Syadzily menemuinya dan bertanya keberadaan wali Qutbh. Mendengar penuturan Ali, syaikh Abul Fath berkata, “Kau susah payah mencari wali Quthb di Iraq, padahal beliau berada di negerimu sendiri. Pulanglah! dan temui beliau di sana”.
Disambut oleh Sang Wali
Setelah mendengar petunjuk dari Syaikh Abul Fath al-Washiti, maka Ali segera pulang untuk menemui sang Quthb. Sesampainya di Maroko, beliau kembali bertanya-tanya tentang keberadaannya. Tak lama kemudian, terdengar bahwa sang wali sedang menyendiri di dalam gua di salah satu puncak gunung Maroko. Wali itu bernama Syaikh al-‘Arif ash-Shiddiq al-Quthb al-Ghauts Abu Abdillah Abdus Salam bin Masyisy Almaghroby Alhasany.
Sesampainya di lereng gunung, Ali segera membersihkan diri. Beliau mandi di mata air lereng gunung tersebut untuk memuliakan sang wali. Saat itu, ilmu dan amalnya terasa jatuh berguguran bersamaan dengan aliran air yang membasuh tubuhnya; seakan ia terlahir kembali sebagai seorang faqir.
Syahdan, hadir di hadapannya, sesosok manusia yang tampak sudah lanjut usia. Ali terkejut dan tidak tahu dari arah mana datangnya. Namun, dari sinar wajahnya menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki derajat kesalehan dan ketakwaan yang amat luhur. Setelah uluk salam beliau mengucapkan selamat datang. “Marhaban…Ya, Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Tamim bin…” Dan seterusnya.
Syaikh Abdus Salam al-Masyisy menyebutkan nasab beliau hingga Rosulullah SAW setelah itu, Syaikh Abdus Salam al-Masyisy berkata, “Ya Ali, engkau datang kepadaku dalam keadaan faqir dari ilmu dan amalmu, maka engkau akan mengambil dariku kekayaan dunia dan akhirat.”
Dengan demikian, Ali percaya bahwa orang yang berada di hadapannya adalah orang yang dicarinya selama ini.
“Wahai anakku, puji syukur hanya bagi Allah yang telah mempertemukan kita pada hari ini. Ketahuilah wahai anakku! Sesungguhnya, sebelum engkau datang ke sini, Rosullah SAW telah memberi tahu tentang dirimu dan bahwa kamu akan datang hari ini. Selain itu, aku juga mendapat tugas untuk membingbingmu. Oleh karna itu, ketahuilah kedatanganku ke sini memang untuk menyambutmu”. Sambut Syaikh Abdus Salam al-Masyisy.
Secercah Peta Kehidupan Sang Wali Agung
Syaikh Abul Hasan asy-Syadzaili (pangilan akrab beliau) kemudian belajar dan tinggal bersama gurunya tersebut. Selama berguru kepada Syaikh Abdus Salam al-Masyisy, beliau banyak menyerap hikmah dan lanturan-lanturan, utamanya yang berkenaan dengan penjagaan hati dan pendekatan deiri kepada Allah
Namun yang terpenting dari apa yang beliau dapatkan dari sang guru adalah ijzah dan bayat suta Thoriqoh yang bemudian dikenal dengan Syadziliyah.
Setelah itu, sang guru memetakan hidup yang akan beliau jalani selanjutnya. Guru pembingbingnya itu berkata, “Wahai. Ali, pergilah ke Afrika dan tinggalah di suatu tempat yang bernama Syadzilah. Karna Allah akan memberi nama asy-Syadili untukmu.
Setelah itu, pergilah ke kota Tunis, di kota itu engkau akan disakiti oleh pihak kerajaan. Lau pindahlah ke negeri timur (Mesir), di negeri itu engkau akan memperoleh qutbâniyah (gelar wali quthb)”.
Sebelum beliau benar-benar pergi dan berpisah dengan gurunya tercinta, Syaikh Abu Hasan Asy-Syadzili meminta kepada gurunya agar memberi nasihat dan wasiat yang terakhir. Lalu sang guru berkata, “Wahai Ali, takutlah kepada Allah dan berhati-hatilah terhadap manusia.Sucikan lisanmu dari menyebut kejelekan mereka, serta sucikanlah hatimu dari condong pada mereka. Jagalah anggotamu (dari maksiat) dan kerjakanlah kewajibanmu.Dengan demikian, sungguh telah sampurna kewalianmu.”
Meraih Gelar Quthbaniyah
Mengapa asy-Syadlili?
Sesuai titah sang guru, kemudian Syaikh Abul Hasan asy-Syadlili pergi menuju Afrika dan tinggal di sebuah tempat yang bernama Syadzilah (terletak di wilayah negeri Tunisai). Di tempat inilah beliau mulai dikenal masyarakat luas hingga masyhur dengan sebutan Asy-Syadzili.
Namun, ada cerita lain yang menarik tentang penisbatan asy-Syadili kepada beliau. Suatu hari beliau bertanya tentang penisbatan tersebut. “Ya Allah, kenapa Engkau beri nama aku dengan asy-Syadili, padahal aku bukan orang Syadlilah?”. Tanya beliau. Maka dikatakanlah, “Ya Ali, Aku tidak memberi nama kepadamu dengan asy-Syadlili tapi kamu adalah asy-syâdl-lî dengan dibaca tasydîd dzâl-nya (yang jarang bagiku), yakni karena keistimewaanmu untuk menyatu mencintai-Ku dan berkhidmah kepada-Ku.”
Sesampainya di Syadilah, orang-orang menyambut beliau dengan hangat; seakan Syaikh Abul Hasan sudah dinanti-nantikan kedatangannya. Namun beliau tinggal di Syadilah tidak terlalu lama. Beliau segera bergegas menuju bukit zaghwag di luar desa Syadlilah dengan ditemani salah satu muridnya, Abu Muhammad Abdullah bin Salma Al-Habibi, untuk menyempurnakan ibadah beliau.
Selama berada di bukit, banyak keajaiban yang disaksikan oleh Al-Habibi. Ia melihat (dengan mata batin) bahwa malaikat mengerumuni Syaikh Abul Hasan asy-Syadlili bahkan sebagian dari malaikat itu ada yang berjalan dan berbincang-bincang dengan beliau. Begitu juga tak asing bagi al-Habibi menyaksikan para auliya berdatangan mengunjungi beliau.
Setelah sekian tahun di Zaghwah, beliau mendapat perintah dari Allah agar segera turun. Maka tibalah saatnya, beliau pergi ke kota Tunis seperti yang dipetakan oleh gurunya untuk menemui masyarakat.
Ujian Syaikh Abul Hasan As Syadzili
Setibanya di kota Tunis, beliau tinggal di sebuah masjid. Masyarakat pun segera berbondong-bondong mengunjungi majlis beliau. Tidak hanya masyarakat umum, kalangan alim ulama juga ikut serta menimba ilmu kepadanya, diantaranya
As Syaikh Abul Hasan Ali bin Makhluf as-Syadlili,
As Syaikh Abu Abdullah ash-Shobuni,
As Syaikh Abu Muhammad Abdul Azizi Azzaituni,
As Syaikh Abu Abdullah al-Bajj’i al-Khayyat, dan
As Syaikh Abi Abdullah al-Jarihi.
Kebesaran Syaikh Abul Hasan asy-Saydilli kemudian terdengar oleh Ibnul Barro’. Dia adalah kadi (hakim agama) agung di Tunis. Meskipin termasuk dalam jajaran fuqahâ’, namun di sisi lain dia memiliki sifat buruk. Ibnul Barro’ dengki terhadap Syaikh Abul Hasan. Ia takut jabatan dan wibawanya hilang sebab kehadiran Syaikh Abul Hasan di Tunis.
Kemudian dia datang untuk mendebat beliau, tapi tidak bisa. Ketinggian ilmu syaikh Abul Hasan dapat menjawab berbagai kemusykiran nyeleneh dari Ibul Barro’. Mulai saat itu, Ibnul Barro’ mulai melancarkan berbagai fitnah terhadap Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili kepada Sultan Abu Zakaria. Ia katakan bahwa ada orang penggiring himar dari Syadlilah yang mengaku orang mulia, banyak pengikutya, dan membuat keonaran di kota Tunis
Mendengar pengaduan tersebut, Abu Zakaria mengumpulkan para pakar fikih. Ibnul Barro’ juga hadir bersama mereka. Sedangkan sultan Zakaria berada di tempat tertutup yang tidak bisa terlihat.
Terjadilah perdebatan antara fuqahâ’ tersebut dengan Syaikh Abil Hasan As Syadzili Semua pertanyaan dari mereka dapat dijawab oleh beliau. Namun tidak sebaliknya; tak satu pun yang dapat menjawab pertanyan Syaikh Abul Hasan. Dari sana, sultan Abu Zakaria tahu bahwa Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili adalah wali besar.
Sultan berkata kepada Ibnul Barro’, “ ini adalah seorang wali besar, kamu tidak akan bisa mengalahkannya”. Namun, kedengkian Ibnul Barro’ bukannya terobati dengan peristiwa tersebut. Konon, ilmu yang dimiliki Ibnul Barrok lenyap tidak tersisa. Dan wafat dalam keadaan nista.
Suatu waktu, terbesitlah di hati Syaikh Abul Hasan asy-Syadlili untuk menunaikan ibadah haji. Beliau berseru kepada murid-muridnya untuk sementara waktu hijrah ke negeri sebelah timur. Sambil menunggu datangnya bulan haji, beliau bersama santri-santrinya bersiap-siap untuk melakukan perjalanan jauh menuju Mesir.
Dalam perjalanan ke Mesir, fitnah Ibnul Barro’ masih juga menyelimuti. Dia mengadu kepada pihak kerajaan Mesir bahwa Syaikh Abil Hasan asy-Syadlili telah membuat kekacauan di kota Tunis. Syaikh Abul Hasan tentunya akan melakukan hal yang sama kepada negeri Mesir.
Karena pengaduan tersebut, Sultan Mesir mempermasalahkan kedatangan beliau. Namun pada akhirnya, fitnah tersebut teratasi dan Syaikh Abul Hasan asy-Syadlili memaafakan kekhilafan Sultan Mesir itu.
Seusai haji, Syaikh Abul Hasan asy-Syadlili kembali ke Tunis untuk melanjutkan dakwah. Beliau membangun sebuah zawiyah (pondok) sebagai bengkel ruhani. Zawiyah tersebut semakin ramai dari hari ke hari. Tercatat bahwa ini adalah zawiyah pertama Syaikh Abul Hasan dan didirikan pada tahun 625 H./1228 M.
Menyandang Gelar Quthb
Selanjutnya, Asy-Syaikh Abu Hasan Asy-Syâdzili menanti datangnya perintah yang ke tiga. Dalam penantian itu, Syaikh Abul Hasan asy-Syadlili bermimpi ketemu Rosululloh SAW dan Rosulullah SAW berkata, “Ya Ali, sudah saatnya engkau meninngalkan negeri ini. Sekarang pergilah ke negeri Mesir. Dan ketahuilah, selama dalam perjalanan, Allah akan menganugrahkan kepadamu tujuh puluh karomah. Selain itu, kelak engkau akan mendidik empat puluh dari wali shiddiqîn.”
Dengan demikian tibalah saatnya beliau menapaki perjalanan selanjutnya sebagaimana yang dipetakan sang guru. Lalu, beliau berangkat menuju negeri Mesir. Beliau bersama rombongannya tiba di negeri piramid itu pada tanggal 15 Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Diceritakan bahwa ketika beliau menginjakkan kakinya di atas bumi Mesir, bersamaan dengan takdir AllahI untuk memanggil ruh wali Quthb di negara itu, yaitu bersamaan dengan wafatnya asy-Syaikh Hajjaj al-Aqshory, atau yang lebih terkenal dengan sebutan Qhûtuz Zamân (pimpinan Wali Mesir)
Dan saat itu pula, Allah mengangkat derajat Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili sebagai Quthb menggantikan Syaikh Hajjaj al-Aqshori
Membangun Zawiyah Syadziliyah
Sesampainya di Mesir, beliau langgsung menuju kota Iskandariah Kedatangan beliau di kota tersebut langsung disambut hangat oleh Sultan Mesir dan penduduk setempat, termasuk para Ulama negeri tersebut.
Mereka semua, dengan wajah beseri-seri menjabat tangan beliau. Perjumpaan masyarakat dengan Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili tampak seperti pertemuan keluarga yang lama terpisah. Rasa ridu yang sempat tertahan kini telah terobati.
Lantunan syair dan madah membahana, tangis kebahagiaan pun terdengar. Kegembiraan menyeluruh ke pelosok Negri keberkahan dan kemakmuran pun bertambah.
Karena rasa bahagia yang besar atas kedatangan Syaikh, sultan Mesir memberikan sebuah tempat tinggal di Iskandaria dengan nama Buruj As-sur. Tempat tinggal tersebut berada di pesisir laut tengah negeri Mesir. Di komplek beliau tinggal itu telah dibangun Masjid besar dan bilik-bilik tempat para murid beliau Uzlah dan sulûk.
Beliau juga rutin mengajar dan menyebarkan panji-panji Islam kepada masyarakat di kota Kairo, pusat kerajaan Mesir. Tampaknya, dakwah beliau disambut baik oleh masyarakat luas, tidak hanya kota Iskandaria dan Kairo. Hari demi hari, pengajian beliau terus dibanjiri oleh para penuntut ilmu dan peniti jalan ilahi. Begitu juga Thoriqoh Syadziliyah yang sebelumnya hanya diikuti oleh penduduk setempat, mulai menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Berjuang dengan Pedang
Dikisahkan, saat itu raja Prancis LOUIS IX memimpin tentara salib untuk membasmi kaum muslimin sekaligus menghanguskan ajaran Islam dari muka bumi.
Ia hendak menaklukkan seluruh jazirah Arab di bawah telapak kakinya.
Maka asy-Syekh Abul Hasan asy-Syadzili yang saat itu telah berusia 60 tahun lebih dan sudah dalam keadaan hilang penglihatan, tidak ketinggalan berjuang bersama pejuang lainnya. Selain Syaikh Abul Hasan, tidak sedikit dari Ulama termuka saat itu yang juga ikut membantu berjuang, diantaranya
Syaikh Izzuddin bin Abbdussalam,
Syaikh Majduddin bin Taqiyuddin Ali bin Wahab al-Qusyairi, dan
Syaikh Majduddin al-Ikhmimi.
Beliau dan para pejuang lainnya berpeluh darah di siang hari namun tetap berselimut dzikir pada malamnya. Maka dengan kegigihan dan doa, kaum muslimin meraih kemenangan pada bulan Dzul Hijjah tahun 655 H/1257 M. Dan Raja LOUIS IX serta para panglimanya berhasil ditangkap dan ditahan.
Sebelum kemenangan itu, beliau memimpikan Rasulullah SAW dalam mimpinya Rasulullah SAW berpesan kepada beliau supaya memperigati Sultan agar tidak mengangkat pemimpin yang zalim. Rasulullah SAW juga menyampaikan bahwa kemenangan ada di pihak muslimin. Lalu Syaikh Abu Hasan mengabarkan mimpi tersebut. Baru kemudian mimpi Syaikh menjadi nyata setelah setelah sultan mengganti para pejabat yang zalim.
Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili Alhasany
1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini :
Pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat.
Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga :
Pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar.
Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt.
Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia.
Setiap karomah (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak.
Karomah itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari karomah.
Yang diberi karomah hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu.
Wasiat dan Nasihat Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
• Jika Kasyaf bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al Qur’an dan Sunah. Katakana pada dirimu : Sesungguhnya Allah swt menjamin keselamatan saya dalam kitabnya dan sunah Rasulnya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al Qur’an dan Sunah terlebih dahulu.
• Kembalilah dari menentang Allah swt, maka engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah sesuai dengan rukun-rukun Syara’, maka engkau menjadi Ahli Sunah. Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju kesejatian.
• Jika engkau menginginkan bagian dari anugerah para wali, berpalinglah dari manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada Allah swt dengan cara yang benar dan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah.
• Seandainya kalian mengajukan permohonan kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu; sedangkan Qutub Qulub Al Makki mewariskan cahaya kepada kalian.
• Ketuklah pintu zikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt melalui kontemplasi, menjauhkan diri segala hal selain Allah swt. Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki kekayaan rohani. Tuntaskan lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong orang-orang saleh.
• Manakala zikir terasa berat di lisanmu, sementara pintu kontemplasi tertutup, ketahuilah bahwa hal itu semata-mata karena dosa-dosamu atau kemunafikan dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali bertobat, memperbaiki diri, hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan ikhlas beramal.
Karomah Assyaikh Abul Hasan As syadzili
Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan 'Ali Asy Syadzili ra adalah seorang yang dianugerahi karomah yang sangat banyak, tidak ada yang bisa menghitung karomahnya kecuali Allah SWT. Dan sebagian dari karomah beliau antara lain adalah :
Allah SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga seandainya seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis ilmu-ilmu beliau) mereka akan lelah dan letih, sedangkan ilmu beliau belum habis.
Beliau adalah sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya dari sejak usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan orang-orang yang kelaparan pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang berasal dari alam ghoib (uang pemberian Allah secara langsung kepada beliau.
Beliau didatangi Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkan “wilayatul adzimah” kepada beliau (menjadi seorang wali yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau baru berusia enam tahun.
Beliau bisa mengetahui batin isi hati manusia
Beliau pernah berbicara dengan malaikat dihadapan murid-muridnya
Beliau menjaga murid-muridnya meskipun di tempat yang jauh
Beliau mampu memperlihatkan/menampakkan ka’bah dari negara Mesir
Beliau tidak pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga wafatnya beliau. Sehingga beliau berkata : Apabila Awal Puasa ramadhan jatuh pada hari Ahad maka Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 29, Awal Puasa pada hari Senin Lailatul Qodarnya malam 21, Awal puasa pada hari Selasa Lailatul Qodarnya malam 27, Awal puasa pada hari Rabu Lailatul Qodarnya malam 19, awal puasa pada hari Kamis Lailatul Qodarnya malam 25, awal puasa pada hari jum’at maka Lailatul Qodarnya pada malam 17, sedangkan bila awal puasa pada hari Sabtu maka Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 23.
Barang siapa yang meninggal dan dikubur sama dengan hari meninggal dan dikuburkannya beliau, maka Allah akan mengampuni seluruh dosanya
Doa Beliau Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)
Beliau tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari Rasulullah saw selama 40 tahun (artinya beliau selalu berjumpa dengan Rasulullah selama 40 tahun)
Beliau dibukakan (oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk kedalam thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata memandang. Hal ini berlaku bagi orang yang langsung baiat kepada beliau dan juga bagi orang sesudah masa beliau sampai dengan akhir zaman. Dan seluruh murid-muridnya (pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari neraka. Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra sungguh telah digembirakan diberi karunia, barang siapa yang melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa hormat tidak akan mendapatkan celaka.
Beliau menjadi sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan syafaat di akhirat)
Beliau berdo’a kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah telah mengabulkan Do’a beliau tersebut. Maka dari itu wali Qutub sesudah masa beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan pengikut beliau.
Syaikh Abul Abbas Al Mursi ra berkata : “Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana yang bersifat umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari bencana tersebut sebab karomah syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra".
Syaikh Syamsudin. Muhammad Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah di karuniai kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh yang lainnya :
a. Pengikut thoriqoh Syadziliyah telah dipilih di lauhil mahfudz
b. Pengikut thgoriqoh syadziliyah apabila jadzab/majdub akan cepat kembali seperti sedia kala.
c. Seluruh Wali Qutub yang diangkat sesudah masa syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan diambil dari golongan ahli thoriqoh Sadziliyah.
Apabila beliau mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka hijab.
Rasulullah saw memberikan izin bagi orang yang berdo’a Kepada Allah SWT dengan bertawasul kepada Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili Alhasany
Isyarat Kepergian Sang Wali Agung
Kesadaran beliau akan usia yang kian menua, memanggil hati untuk berkunjung ke Mekah guna melaksanakan ibadah haji. Beliau juga bermaksud mengajak keluarga, kerabat, dan murid-muridnya untuk menyertai.
Sebelum keberangkatan, beliau sudah merasa bahwa dirinya akan segera dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Perasaan itu beliau ungkapkan dengan isyarat. Ketika rombongan hendak berangkat, Syaikh memerintah mereka untuk membawa peralatan menggali. Para rombongan merasa janggal, namun mereka tetap memenuhi perintah beliau. Saat itu ada salah satu rombongan yang memberanikan diri bertanya. Beliau menjawab, “Ya, siapa tahu diantara kita ada yang meniggal di tengah perjalan “.
Wasiat Sang Imam
Di tengah perjalan, beliau dan rombongannya berhenti untuk istirahat. Tepatnya di kota Idzaab, suatu gurun di tepi pantai laut merah kota Khumaistaroh. Pemberhentian tersebut atas aba-aba Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili.Alhasany
Dalam istirahatnya, beliau memberi wasiat kepada keluarga, kerabat, dan murid-muridnya. Salah satu wasiatnya, beliau berkata “Wahai. Anak-anakku perintahlah putra-putramu untuk menghafal Hizib Bahar. Karena, ketahuilah bahwa di dalamnya mengandung Ismul-Lâh al-a’zham“.
Beliau juga berwasiat kepada murid-muridnya jika Syaikh Abul Hasan meninggal, maka yang menggantikannya sebagai mursyid Thoriqoh Syadziliyah adalah Abul Abbas Ahmad Bin Umar al-Mursy. Tercatat dalam sejarah bahwa Syekh Abul Abbas Achmad bin Umar al-Mursy adalah salah satu dari murid Saikh Abul Hasan asy-Syadzili yang menduduki maqâm tertinggi di tarekat Syadziliyah
Detik Kewafatan
Setelah beliau memberi tausyiyah (sebagai tanda wasiat beliau), dan pesan-pesan terakhir pada mereka, beliau kemudian melanjutkannya dengan mengerjakan sholat Isya’. Beliau sholat dengan penuh khusyuk dan anteng (Bhs.jawa).
Setelah mengerjakan shalat Isya’ dan shalat sunnah, beliau berbaring dengan menghadapkan wajah kepada Allah (tawajjuh). Syaikh Abul Hasan tidak henti-hentinya berdzikir. Terkadang sangat nyaring, hingga terdengar oleh para murid dan sahabatnya.
Dalam detik-detik tersebut, Syaikh Abul Hasan juga tidak henti-hentinya memanggil nama Tuhannya. “Ilâhi… Ilâhi…” (wahai Tuhanku. wahai Tuhanku). Dan kadang beliau melanjutkannya dengan mengucapkkan, “Allâhummah matâ yakûnu al-liqâ’ ?” (Ya.. Allah. Kapan kiranya hamba bisa bertemu).
Ketika malam telah sampai di penghujung, yaitu mejelang terbitnya fajar sodik, suasana terasa sunyi. Dzikir yang beliau ucapkan sudah tidak lagi terdengar. Syekh Abul Hasan yang berada di dalam tenda tidak tidak lagi mengeluarkan suara. Hal itu membuat putranya asy-Syaikh Abu Abdullah Muhammad Syarouddin As syadzili merasa tidak nyaman. Lalu beliau bergegas pergi ke hujrân (kamar) sang ayah untuk melihat keadaannya.
Setelah mendapatinya, beliau menggerak-gerakkan tubuh Syaikh Abul Hasan dengan halus. Innâ lil-Lâhi wa innâ ilaihi râjiun. Syaikh Syarafuddin terkejut dan tersentak. Beliau mendapat ayahandanya telah pulang kehadirat Allah Beliau, Syaikh Al-Imam al-Quthb al-Ghauts Abul Hasan asy-Syadzili Alhasany diangkat oleh Allah ketika beliau berusia 63 tahun, sama dengan datuknya, Rasulullah SAW
Makam yang Penuh Berkah
Kepergian Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili Alhasany membuat umat Islam sedunia kehilangan, utamnya keluarga, sahabat, dan para muridnya. Air mata mengalir tanpa terasa terus membasahi pipi rombongan. Mereka menggenggam kesabaran sesuai dengan anjuran sang guru untuk selalu sabar dalam menghadapi musibah. Rombongan tersebut kemudian memandikan dan mengkafani jasad beliau.
Ribuan manusia terus berduyun-duyun tiada henti datang untuk bertakziyah. Meski matahari telah meninggi, justru semakin banyak masyarakat, ulama, siddiqin, dan para auliya’ yang mensholati jenazah Syaikh Abul Hasan. Termasuk diantara adalah qâdhil-qudhât, Syaikh al-Wali Bahruddin bin Jama’ah. Hadir pula di antara mereka pangeran dan pejabat kerajaan Mesir. Kehadiran meraka semua, tiada lain adalah untuk menghormati kepergian sang imam menuju rahmatul-Lâh.
Bahkan, setelah jasad beliau dikebumikan, makam beliau tidak pernah sepi dari para penziarah. Sampai saat ini pun, keramaian tersebut masih terus menyelimuti. Kaum muslimin dari berbagai penjuru negeri terus berdatangan untuk mengharap berkah.
Thoriqoh Syadziliyah adalah warisan utama Kanjeng Syaikh Abul Hasan As Syadzili yang masih ada sampe sekarang dari generasi-generasi dan berbagai cabang Syadziliyah pun berdiri di Afrika dan telah masuk di berbagai penjuru di bumi ini.
Di Indonesia pun banyak kemursyidan Syadziliyah yang tersebar di berbagai daerah .
Diantaranya yang di pimpin oleh Ro'is 'Am Thoriqotul Muktabaroh anNahdziyah Al Habib Muhammad Luthfi Al bin Yahya.pekalongan
Serta di Ponpes Al Kahfi dan Al Falah Somalangu Kebumen dan berbagai tempat lain di Indonesia
semoga ada manfaatnya dan kita tau tentang sejarah para kekasih ALLOH.
Ok kawan, top, bisa kirimi saya kita barencong asal Aceh, jika ada
BalasHapus