Translate

Senin, 12 Januari 2015

Kyai Ageng Enis


Saat ini sangat jarang generasi muda kita mengenal tokoh bernama Ki Ageng Enis ini. Bahkan masyarakat di mana beliau pernah hidup ,banyak yang tidak paham di mana letak makam beliau. Jika diberikan petunjuk makam yang terletak di Masjid Laweyan ( Ada yang menyebut Langgar Merdeka ? ) Masjid tertua di Kota Solo, orang masih mengernyitkan dahi karena Masjid tertua itupun tidak dikenal oleh sebagian masyarakat Solo.

Padahal sejarah Kerajaan Mataram Islam yang menjadi cikal “Tree Kingdom” yaitu Kasunanan Surokarto Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat bermula dari Ki Ageng Enis.

Ki Ageng Enis (Sunan Lawean / Achmad Anisrulloh) dalah keturunan langsung atau putra dari Ki Ageng Selo (Abdurrohman). Ki Ageng Selo sendiri terkenal dengan legenda menangkap petirnya yang masih sering kita dengar di cerita rakyat ketika Zaman Demak.  Ki Ageng Enis dikenal sebagai Ulama pada jamannya. Beliau mengabdi kepada Sultan Pajang Hadiwijoyo (Joko Tingkir) dan diberikan tanah perdikan di Laweyan yang kemudian menjadi cikal Masjid Laweyan.

Masjid Laweyan sendiri konon dahulu merupakan sebuah Pura Agama Hindu milik Ki Ageng Beluk. Laweyan pada era Kerajaan Pajang masih dihuni oleh mayoritas warga beragama Hindu. Setelah sekian waktu  Ki Ageng Enis tinggal di Laweyan, Ki Ageng Beluk tertarik masuk Islam dan menyerahkan Pura-nya untuk dijadikan masjid. Jadilah wilayah Masjid Laweyan ini menjadi pusat penyebaran Agama Islam pada waktu itu. Ki Ageng Beluk pun ikut membantu Perjuangan Sunan Lawean dari sebelum Pajang Berdiri Sebagai Kerajaan.

Panembahan Senopati Raja Mataram Islam pertama, ketika kecil hidup di Laweyan yaitu di Kampung Lor Pasar sehingga beliau sering disebut dengan Mas Ngabehi Loring Pasar. Lalu apakah Panembahan Senopati dan Ki Ageng Enis hidup dalam jaman yang sama?

Jawabannya adalah benar, karena Panembahan Senopati adalah Putra dari Ki Ageng Pemanahan  dan cucu dari Ki Ageng Enis. Konon kesaktian dan ilmu agama Panembahan Senopati atau Danang Sutowijoyo adalah hasil dari didikan Ki Ageng Enis yang karena kesaktiannya mendapat julukan Ki Ageng Luwih.

Luwih dalam hal ini bermakna linuwih atau sangat sakti. Ki Ageng Enis sangat dihormati oleh masyarakatnya karena selain mempunyai kesaktian tinggi juga dikenal sebagai Ulama yang alim bijaksana. Banyak para pejabat Pajang yang belajar di PADEPOKAN Lawean serta banyak Santri Dari Monco Prodjo yang Nyantri Di Lawean pada Zaman itu.Masa hidupnya Kyai Ageng dihabiskan di masjid untuk beribadah.

Ketika terjadi pemberontakan Raden Mas Garendi (Sunan Kuning) terhadap Pakubuwono II, Masjid Laweyan menjadi tempat pelarian Pakubuwono II dan sekaligus menjadi tempat tirakat beliau memohon kepada Allah SWT untuk dapat merebut Kartosuro kembali.

Ketika pemberontakan bisa dipadamkan, Pakubuwono II membuat gerbang khusus untuk dilalui beliau jika akan berziarah ke Makam Ki Ageng Enis. Namun gerbang ini hanya dipakai satu kali karena satu tahun setelah pembuatannya Pakubuwono II meninggal. Jenazah Pakubuwono dimakamkan di komplek makam Ki Ageng Enis maka komplek makam ini sering disebut dengan Astana Laweyan. Beberapa waktu kemudian makam Pakubuwono II dipindahkan di Pajimatan Makam Raja Mataram Imogiri.

Jika berziarah di Laweyan , lokasinya dekat dengan Kampung Batik Laweyan dan MuseumSamanhudi. Makam terletak disebelah Masjid Laweyan. Untuk masuk ke dalam sebaiknya lewat juru kunci makam karena  komplek mempunyai tiga gerbang dimana gerbang ke-dua biasanya terkunci.

Komplek makam Astana Laweyan ini merupkan komplek makam tua yang sudah berumur 500 tahun lebih. Di sekitar makam terdapat pohon-pohon yang disebut pohon nagasari yang bermakna sebagai pelindung makam (Konon dijaga oleh para naga).

Makam yang bersebelahan langsung dengan makam Ki Ageng Enis adalah Nyi Ageng Pandanaran dan Nyi Ageng Pati. Ki Ageng Enis diperkirakan berdakwah pada sekitar Tahun 1550M Beliau masih keturunan dari Brawijaya V Raja Majapahit terakhir. Kyai Ageng Enis bin Kyai Ageng Selo bin Kyai Ageng Getas Pandowo bin Kyai Ageng Bondan Kejawan bin Prabu Browidjoyo.
Sementara Kyai Ageng Abdullah Getas Pandowo bin Dewi Nawang Sih binti Kyai Ageng Tarub (sayid Nur Rohmat /Kidang Telangkas) bin Syaikh Maghriby.

Jadi tidak di ragukan lagi tokoh sesepuh dan pendiri Mataram Itu para Ulama Agung Pada zamannya serta para tokoh yang berperan pada masa Walisongo membantu mengokohkan Kesultanan Demak Bintoro dengan Ilmu kesaktian dan Agama yang kuat. Pada masa Demak Kyai Ageng Getas Pandowo berperan Aktif sebagai utusan Walisongo dalam perundingan di Mojopahit serta sebagai Imam Masjid Agung dan Juru paningrat (guru keluarga Istana) .

Dalam cerita rakyat setempat konon kerangka dan mahkota Brawijaya V ikut dikuburkan dalam satu liang di Makam Ki Ageng Enis.Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar