Translate

Kamis, 22 Januari 2015

Bacan sebagai salah satu Kesultanan Di Maluku

Akhir akhir ini kita semua mengenal Nama Bacan hanya jenis batu mulia yang di jual belikan di berbagai daerah dan berbagai bentuknya. Tanpa kita mencari Bacan itu sebenarnya apa dan kok batu tersebut dinamakan dengan nama itu. 
Ada baiknya kita mengetahui jejak sejarah masa lalu di wilayah Pulau Bacan kabupaten Halmahera tersebut. 

Sejarah Kabupaten Halmahera Selatan berawal dari sejarah tentang  “Jazirat al-Mulk”yaitu nama kepulauan di ufuk timur bagian utara dari kepulauan Indonesia. Istilah“Jazirat al-Mulk” yang diberikan para saudagar Arab ini mempunyai arti: negeri raja-raja. Selain itu, dikenal juga, istilah“Jazirah tuil Jabal Mulku“ dengan Pulau Halmahera sebagai pulau induk dari di kawasan ini.

Dari kata Muluk dan Mulku inilah yang kemudian menjadi Moluco menurut ucapan dan ortografi orang Portugis, Moluken menurut orang Belanda dan terakhir orang Indonesia sendiri disebut Maluku.

Catatan sejarah tentang “Jazirah tuil Jabal Mulku“ berlanjut dengan kemunculan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku) yang terdiri atas:

1. Kesultanan Bacan
2. Kesultanan Jailolo
3. Kesultanan Tidore
4. Kesultanan Ternate

Bacan,arti harfiahnya adalah:(mem-) baca.  Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku. 

Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski berada di Maluku, wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua. Banyak kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang berada di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.

Sultan Ternate yaitu Sultan Musaffar Syah menyatakan bahwa makna dari“ bacan” atau “membaca” adalah memasukkan sesuatu, atau usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memasukkan sesuatu ke dalam otaknya untuk menjadipengetahuan. Makna tersebut tidak bisa dilepaskan juga dengan tugas dan fungsi Sultan

Bacan dalam Kesultanan Moloku Kie Raha yaitu: memasok logistik. Bacan dalam beberapa manuskrip sejarah sering juga ditulis sebagai Bachian, Bachanatau Batjan; dan diduga sudah eksis sejak tahun 1322. Kesultanan Bacan berpusat di Pulau Bacan. Wilayah Kesultanan Bacan pada saat jayanya cukup luas, yaitu dari Maluku hingga ke wilayah Papua.Banyak kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain berada di bawah administrasi pemerintahan Kesultanan Bacan pada masa jayanya.

Pengaruh bangsa Eropa pertama di Pulau Bacan diawali oleh Portugis yang kemudian membangun benteng pada tahun1 558. Bernevald Fort adalah benteng Portugis yang masih utuh berdiri di Pulau Bacan sampai sekarang. Pada tahun16 09 benteng ini diambil alih oleh VOC
yang menandai awal penguasaan Hindia Belanda di Pulau Bacan. Pada tahun1 889 sistemmo narki Kesultanan Bacan diganti dengan sistem kepemerintahan di bawah kontrol Hindia Belanda.

Pulau Bacan tidak hanya mempunyai peran dalam produksi cengkeh dan pala pada masa itu, akan tetapi juga menjadi pusat kontrol atas produksi dan distribusi cengkeh dan  paladi Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Halmahera.

Awal Mula Kerajaan Bacan
Berbeda dengan Ternate dan Tidore yang banyak menghiasi rekaman-rekaman kesejarahan, Bacan tidak banyak memiliki catatan historis. tidak pernah menulis secara rinci mengenai Bacan, dibandingkan ketika menulis tentang Ternate atau Tidore. Bahkan, ilustrasi Valentijn tentang Makian dan Jailolo jauh lebih rinci dari pada Bacan dalam buku tersebut. 

Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan adalah orang Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya.

Menurut perkiraan, Kerajaan Bacan didirikan pada 1322. Tidak jelas bagaimana proses pembentukannya, tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh menjadi kerajaan.

Raja pertama Bacan, menurut hikayat Bacan, adalah Said Muhammad Bakir, atau Said Husin, yang berkuasa di gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertakhta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik.
Raja pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertakhta di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.

Mata Rantai Penguasa Bacan
Kronik Bacan menyebutkan bahwa Sida Hasan naik takhta menggantikan ayahnya Muhammad Hasan.

Pada masa Sida Hasanlah terjadi evakuasi ke Bacan. Orang-orang Makian yang dievakuasi ke Bacan menempati kawasan Dolik, Talimau dan Imbu-imbu.

Raja yang berkuasa di Bacan setelah itu adalah Zainal Abidin. Kronik Bacan tidak menjelaskan kapan Sida
Hasan maupun Zainal Abidin berkuasa.

Kemungkinan besar eksis raja atau raja-raja tertentu sebagai mata rantai yang hilang antara masa Sida Hasan dan Zainal Abidin, karena Sida Hasan dikabarkan bertakhta pada 1343,
sementara Zainal Abidin pada 1522. Dan hanya tercatat bahwa Zainal Abidin memiliki dua putera, masing-masing Kaicil Bolatu dan Kaicil Kuliba. Kaicil Bolatu dikatakan memerintah Negeri Besi (Makian). 

Ketika Zainal Abidin wafat, Bolatu kembali ke Kasiruta dan menjadi raja di sana dengan gelar Bayanu Sirullah, sementara Kuliba kembali ke Negeri Besi dan menjalankan
pemerintahan di sana. Tetapi, pemerintahannya dirasakan kurang baik oleh rakyat dan, karena itu, mereka pindah ke Tidore serta diterima kerajaan tersebut.
Bayanu Sirullah kemudian digantikan oleh Sultan Alauddin I, dan setelah itu tampuk Kesultanan Bacan dipegang Sultan Muhammad Ali, ayah angkat Sultan Babullah dari Ternate.

Pemerintahan Muhammad Ali kemudian dilanjutkan Sultan Alauddin II (1660-1706). Sultan Awaluddin I dan II dikenal sebagai "Sultan Dubo-dubo", lantaran memiliki postur tubuh yang Jangkung.

Pada masa pemerintahan Alauddin II, Ternate mengembalikan seluruh pulau Makian kepada Bacan. Alauddin II lalu mengangkat adiknya, Kaicil Musa, untuk menjalankan pemerintahan Kesultanan Bacan di Makian

Tetapi, pada masa Alauddin II ini juga terjadi skandal yang menghebohkan: penjualan pulau Obi oleh Sultan Bacan kepada Kompeni seharga 800 ringgit.

Dikabarkan bawah Alauddin II pernah berkunjung ke Ambon bersama Kapita Lautnya.
Pada 25 Februari 1660, Sultan Alauddin II bersama Kapita Laut Panunusa menumpang dua juanga dan mendarat di Hila, Ambon. Di sini Alauddin II bertemu dengan Salahakan Ternate yang ditempatkan di Ambon serta penguasa Kompeni, Huistart.
Ketika Alauddin II wafat, para bobato Kesultanan Bacan mengangkat Kaicil Musa sebagai penggantinya. Sultan Bacan ini bergelar Sultan Malikiddin. Pemerintahan Makian yang ditinggalkan Kaicil Musa, karena pengangkatannya sebagai Sultan Bacan, diserahkan kepada Kaicil Tojimlila, yang kemudian wafat di pulau tersebut.

Setelah Sultan Malikiddin meninggal dunia, ia digantikan Kaicil Kie, yang ketika bertakhta menyandang gelar Sultan Nasruddin. Nasruddin mengangkat Kaicil Lewan untuk memerintah Makian. Tetapi, masa pemerintahan Kaicil Lewan merupakan masa pemerintahan Kesultanan Bacan yang terakhir di Makian. 

Sejak saat itu, Makian dianeksasi Ternate dan kekuasaan Bacan tidak pernah lagi kembali ke sana.
Sumber lainnya menyebutkan bahwa setelah Sultan Alauddin II wafat, ia digantikan kakaknya Sultan Musom, yang kemudian digantikan oleh puteranya Mansur. Sultan Mansur dinobatkan pada 19 Juli 1683. Ia adalah seorang sultan yang cerdas dan memiliki kekuatan fisik yang luar biasa. 
Ia juga memiliki keterampilan pandai emas yang dimanfaatkan untuk membuat perhiasan emas perak bagi Kesultanan Bacan. Pemerintahannya dijalankan dengan ketat, dan ia berupaya mendidik rakyatnya untuk tidak bermalas-malasan.
Sultan Mansur digantikan adiknya Musom, yang sebelumnya menjabat sebagai Jogugu (1709). 

Ketika bertakhta, Musom berusia 50 tahun. Tetapi, kualitas pribadi Musom berbeda dari Mansur. Ia tidak secerdas Mansur serta berperangai pemarah dan pendendam. Pada masa pemerintahannya berjangkit wabah cacar yang menewaskan ribuan orang. Rakyat Bacan yang sebelumnya tercatat 12.000 jiwa, setelah wabah cacar tinggal 10.000 jiwa. Itulah sebabnya, Sultan Musom juga digelari "Raja tanpa rakyat."

Yang diketahui sebagai pemegang tampuk kekuasaan Bacan setelah itu adalah Sultan Tarafannur. Di masa pemerintahan Tarafannur, Bacan memperoleh lima daerah baru yang masuk ke dalam wilayah kekuasaannya, masing-masing Gane, Saketa, Obi, Foya dan Mafa (Halmahera Barat). 

Pada masa ini pula, Sangaji Gane membawa puterinya bernama Talimal ke Bacan untuk menjadi Ngofamanyira. Talimal adalah perempuan pertama Maluku yang menjadi Ngofamanyira.
Tarafannur kemudian digantikan oleh Muhammad Sahaddin.

Kelembagaan Adat dan Sosial Bacan
Ketika Portugis tiba di Maluku (1512), Bacan merupakan salah satu dari empat kerajaan besar yang ada di Maluku. Dalam jajaran kesultanan Maluku, Bacan merupakan satu-satunya kesultanan yang berpenduduk heterogen. Sejak evakuasi kerajaan ini dari Makian, penduduk Bacan terdiri dari berbagai suku, terutama suku Makian, Galela dan Tobelo. Penduduk asli Bacan hanya berjumlah sedikit. Bahkan, pada 1850 penduduk Bacan asli tinggal 400 orang.7 Tiap suku dipimpin kepalanya masing-masing dan menggunakan bahasanya sendiri-sendiri. Keadaan multi etnis ini diterima Kerajaan Bacan sebagai suatu hal yang wajar.

Lembaga-lembaga adat dan sistem pemerintahan Bacan hampir sama dengan yang ada di Kesultanan Ternate dan Tidore. Satu-satunya perbedaan yang tampak adalah di Kesultanan Bacan terdapat lembaga Sekretaris Kesultanan yang mendampingi Sultan dalam urusan pemerintahan.
Ia menata administrasi kesultanan, terutama surat keluar-masuk dari dan untuk kesultanan.

Di Kesultanan Bacan, terdapat tiga strata atau kedudukan sosial:

Pertama: Sultan dan anggota keluarganya. Di masa lalu, penguasa Bacan disebut Koasa Ompu, yang menyandang gelar sultan dan oleh rakyat biasanya disebut Jou Kolano. Anggota keluarga laki-laki dalam derajat pertama disebut Kaicil ("pangeran") dan perempuan disebut Boki ("puteri"). Laki-laki yang berhubungan darah dengan Sultan memegang
suatu jabatan yang disebut "Dede."

Kedua: Rakyat jelata disebut Bala. Mereka yang telah menganut agama disebut "orang soasio", dan yang belum disebut "soa nyagimoi."

Ketiga: Bujangan atau lajang disebut soa ngongare. Pada zaman dahulu, dalam klasifikasi soa ngongare termasuk pula budak.

Kelembagaan Pemerintahan Bacan
Pemerintahan Kesultanan Bacan dijalankan oleh Sultan dengan sejumlah aparatur pemerintah yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bobato Dalam, dengan sebutan dan hierarki militer seperti Mayor (khusus untuk dano), Kapiten Ngofa (khusus untuk dano), Kapita Kie (bangsawan tinggi), empat orang Letnan,
masing-masing dua Letnan Ngofa dan dua Letnan Kie. Di bawah Letnan ada Alfiris dan Sersan yang mengawal pos penjagaan Sultan, kemudian Kabu yang mengenakan baju
panjang dan ikat kepala hitam sewaktu menjalankan tugasnya.

2. Bobato Luar, yang menjalankan pemerintahan, khususnya dari kelompok soasio, misalnya Jogugu yang dibantu para Hukum (hakim) dan Kimalaha Sapanggala yang mengemban
tugas dari Sultan untuk mengepalai Soa Sanani. Tugas Hukum Kesultanan Bacan tidak berbeda dari tugas seorang kepala polisi.

3. Bobato Akhirat, yaitu pejabat-pejabat agama Islam yang terdiri dari Kalem (Qodhi Kesultanan) di pusat kesultanan, dibantu sejumlah Imam, Khatib dan Moding. 

Ketiga jabatan terakhir ini juga terdapat di daerah-daerah. Dalam beberapa hal, Imam bekerja sama dengan Hukum. Sebagai perpanjangan tangan Jogugu, Imam membentuk pengadilan untuk menyelesaikan sengketa perdata atau menjatuhkan hukuman pidana. Dalam kasus pidana, eksekusi baru bisa dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Residen. Approbasi (izin) ini mulai dijalankan setelah Belanda mereorganisasi pemerintahan Maluku sebagai
sebuah keresidenan yang berpusat di Ternate.

Disamping ketiga kelompok bobato di atas, terdapat juga jabatan-jabatan kesultanan lainnya yang penting, yaitu:

1. Kapita Laut, sebagai panglima militer.
2. Kapala Bangsa, salah seorang dari suku Soasio yang ditugaskan sultan sebagai penanggung jawab atau pelaksana kesultanan.
3. Imam Juru Tulis, Khatib Juru Tulis dan Moding Juru Tulis.
4. Imam Ngofa, Khatib Ngofa dan Dano.

Lembaga Kapita Laut pada awalnya adalah penguasa atas alat-alat transportasi laut milik kesultanan sewaktu terjadi penaklukan atau pemadaman pemberontakan. 

Dalam keadaan semacam itu, individu tidak dibolehkan memiliki perahu-perahu besar (juanga), karena semua juanga berada di bawah pengawasan kesultanan yang dikoordinasi oleh Kapita Laut. Tetapi, dari sekian banyak lembaga tersebut, 
Pemerintah Belanda hanya mengakui lembaga-lembaga berikut:

1. Kapita Laut.
2. Jogugu.
3. Kalem dan bawahannya.
4. Hukum.
5. Kimalaha Sapanggala.

Berbeda dengan Ternate dan Tidore, di mana sultan memiliki hak prerogatif mengangkat jogugu dan pejabat-pejabatan kesultanan lainnya, di Bacan hak prerogatif untuk pengangkatan semacam itu tidak dimiliki sultan. Di Bacan, pejabat-pejabat kesultanan dipilih langsung oleh rakyat menurut sebuah aturan yang ditetapkan sultan. Alasan dibalik pemilihan ini adalah pejabat-pejabat tersebut membawa perintah-perintah kesultanan kepada rakyat dan tidak boleh melawan lembaga-lembaga dan adat-istiadat negeri.


Bacan dan VOC
Pada 7 Nopember 1653, Bacan membuat perjanjian dengan Kompeni tentang ekstirpasi cengkih. Pada 1660, Bacan bersama Ternate dan Tidore menandatangani sebuah perjanjian tentang batas-batas teritorial masing-masing kesultanan. Dalam perjanjian ini, Bacan diakui hak dan kedaulatannya atas Laiwui, Sembaki, Bacan Tua, Salap, Macoli, Wuiyama, Turongara, Piga Raja, Bariati dan Taspa. Kompeni sendiri mengakui batas-batas wilayah Bacan tersebut.

Kesultanan Bacan, selain menguasai seluruh kepulauan Bacan dan Obi, juga memiliki daerah taklukan berupa beberapa desa di Seram – yakni Lisabata, Hatuwe, Saway, Laulata, Poputa, Bowur, Tulusy, Soleman dan Hatilen – serta di Papua. Pada 1672, penduduk desa-desa di Seram meminta kepada Gubernur Kompeni di Ambon agar mereka berada langsung di bawah pemerintahan Kompeni Belanda, karena buruknya pelayanan Kesultanan Bacan. Komisaris
Kompeni Padtbrugge menyetujui usul tersebut dan selama 35 tahun berikutnya daerah kekuasaan Bacan di Seram itu langsung berada di bawah pemerintahan Kompeni. 

Baru pada 1707, Sultan Muhammad Sahiddin dari Bacan meminta agar Kompeni mengambalikan daerah ini. Gubernur Ambon mengabulkan permintaan tersebut dan kembalilah wilayah Seram itu ke pangkuan pemerintahan Bacan. Untuk keperluan serah terima wilayah ini, Sultan Muhammad Sahiddin mengutus putera mahkotanya.

Pada 1676 Sultan Bacan membuat pernyataan tentang integrasi daerah Obi di bawah Kompeni. Hal ini tidaklah berarti bahwa Obi telah dilepaskan Bacan dan menjadi bagian dari administrasi Kompeni. Dalam kenyataannya, Obi tetap menjadi daerah Kesultanan Bacan, tetapi berada di bawah perlindungan Kompeni. Jadi, pada 6 Mei 1682, Sultan Bacan menyetujui bantuan Kompeni atas beberapa kampung di Obi seperti Gamano, Belang Bilato dan Tapa Salila.

Peninggalan Kesultanan Bacan

Masjid Kesultanan Bacan 

Masjid ini berlokasi di desa Amasing-Bacan, masjid ini dibangun sekitar tahun 1901 masehi diatas lahan seluas 6.020 Meter persegi dengan ukuran bangunan masjid 29,9 x 24 Meter. Arsitektur pembangunan masjid ialah arsitek dari Jerman bernama Cronik Van Hendrik yang pada masa pemerintahan sultan Muhammad Sadek. Tinggi Bangunan masjid dari dasar pondasi sampai ujung kubah ialah 12,850 Meter dan terdapat satu pintu gerbang dengan 17 pintu masuk keruang masjid. Di bagian dalam terdapat 4 buah tiang Kabbah, satu buah mimbar, 1 kamar tempat sholat Sultan disebelah kanan mimbar Utama. Konstruksi bangunan menggunakan baha dasar kayu, batu, Pasir, dan kapur. Pada bagian depan masjid terdapat bangunan balai pertemuan yang dipergunakan oleh para baboto negeri untuk memebahas permasalahan peribadatan dan kemasyarakatan. 

Pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1960 masehi masa pemerintahan Sultan Usman Syah, dengan melakukan penggantian atap sirap ke atap seng dan membangun lima buah corong pada dasar kubah untuk menyebarkan kumandang azan. Tahun 2001 masa pemerintahan Sultan Gahral Syah, dilakukan perluasan bangunan mencapai ukuran 12,45 x 24,15 meter. Pengurus masjid ini seluruhnya berjumlah 45 orang dengan dipimpin oleh 1 orang Qodhi dan 4 Imam. Setiap imam masing-masing membawahi 2 Khatib dan Muadzin. 

Memang ada berbagai versi tentang kapan berdirinya dan lain halnya yang tidak saya mengerti . Silahkananda cari dari sumber lainnya atau mau datang langsung ke pulau bacan , pulau yang indah nan eksotis tempat saya di besarkan .

Nun incana gunung sibela 
Nun incana kali mandaong 
Di situ tampana mama nag papaku
situ tampana dangang lara ...
 lanjutanya ku sudah lupa ...

bagi yang tau mhon dilanjutin ya lagunya ..   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar