Translate

Selasa, 20 Januari 2015

Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri diMalaka, Malaysia. Kerajaan ini didirikan oleh Parameswara, (seorang Bangsawan Majapahit ) kemudian mencapai puncak kejayaan di abad ke 15 dengan menguasai jalur pelayaran Selat Malaka, sebelum ditaklukan oleh Portugal tahun1511. Kejatuhan Malaka ini menjadi pintu masuknya kolonialisasi Eropa di kawasan Nusantara.

Kerajaan ini tidak meninggalkan bukti arkeologis yang cukup untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah, namun keberadaan kerajaan ini dapat diketahui melalui Sulalatus Salatin dan kronik Cina masa Dinasti Ming. Dari perbandingan dua sumber ini masih menimbulkan kerumitan akan sejarah awal Malaka terutama hubungannya dengan perkembangan agama Islam di Malaka serta rentang waktu dari pemerintahan masing-masing raja Malaka. Pada awalnya Islam belum menjadi agama bagi masyarakat Malaka, namun perkembangan berikutnya Islam telah menjadi bagian dari kerajaan ini yang ditunjukkan oleh gelar sultan yang disandang oleh penguasa Malaka berikutnya.

Berdasarkan Sulalatus Salatin kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu di Singapura, kemudian seranganJawa dan Siam menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke Malaka. Kronik Dinasti Ming mencatat Parameswara sebagai pendiri Malaka mengunjungi Kaisar Yongle di Nanjing pada tahun 1405 dan meminta pengakuan atas wilayah kedaulatannya.

Sebagai balasan upeti yang diberikan, Kaisar Cina menyetujui untuk memberikan perlindungan pada Malaka,kemudian tercatat ada sampai 29 kali utusan Malaka mengunjungi Kaisar Cina. Pengaruh yang besar dari relasi ini adalah Malaka dapat terhindar dari kemungkinan adanya serangan Siam dari utara, terutama setelah Kaisar Cina mengabarkan penguasa Ayutthaya akan hubungannya dengan Malaka. Keberhasilan dalam hubungan diplomasi dengan Tiongkok memberi manfaat akan kestabilan pemerintahan baru di Malaka, kemudian Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dan juga menjadi salah satu pangkalan armada Ming.

Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho pada 1409, mengambarkan Islam telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka, sementara berdasarkan catatan Ming, penguasa Malaka mulai mengunakan gelarsultan muncul pada tahun 1455. Sedangkan dalam Sulalatus Salatin gelar sultan sudah mulai diperkenalkan oleh penganti berikutnya Raja Iskandar Syah, tokoh yang dianggap sama dengan Parameswara oleh beberapa sejarahwan.

Sementara dalam Pararaton disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu Bhra Hyang Parameswara sebagai suami dari Ratu Majapahit, Ratu Suhita. Namun kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai sekarang.

Pada tahun 1414 Parameswara digantikan putranya, Megat Iskandar Syah, memerintah selama 10 tahun, kemudian menganut agama Islam dan digantikan oleh Sri Maharaja atau Sultan Muhammad Syah. Putra Muhammad Syah yang kemudian menggantikannya, Raja Ibrahim, mengambil gelar Sri Parameswara Dewa Syah. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian menggantikannya dengan gelar Sultan Mudzaffar Syah

Sampai tahun 1435, Malaka memiliki hubungan yang dekat dengan Dinasti Ming, armada Ming berperan mengamankan jalur pelayaran Selat Malaka yang sebelumnya sering diganggu oleh adanya kawanan perompak dan bajak laut. Di bawah perlindungan Ming, Malaka berkembang menjadi pelabuhan penting di pesisir barat Semenanjung Malaya yang tidak dapat disentuh oleh Majapahit dan Ayutthaya. 

Namun seiring berubahnya kebijakan luar negeri Dinasti Ming, Kawasan ujung tanahini terus diklaim oleh Siam sebagai bagian dari kedaulatannya sampai Malaka jatuh ke tangan Portugal, dan setelah takluknya Malaka, kawasan Perlis, Kelantan,Terengganu dan Kedah kemudian berada dalam kekuasaan Siam.

Sulalatus Salatin juga mengambarkan kedekatan hubungan Malaka dengan Pasai, hubungan kekerabatan ini dipererat dengan adanya pernikahan putri Sultan Pasai dengan Raja Malaka dan kemudian Sultan Malaka pada masa berikutnya juga turut memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. Ma Huan juru tulis Cheng Ho menyebutkan adanya kemiripan adat istiadat Malaka dengan Pasai serta ke dua kawasan tersebut telah menjadi tempat pemukiman komunitas muslim di Selat Malaka.

Sementara kemungkinan ada ancaman dari Jawa dapat dihindari, terutama setelah Sultan Mansur Syah membina hubungan diplomatik denganBatara Majapahit yang kemudian meminang dan menikahi putri Raja Jawa tersebut. Selain itu sekitar tahun 1475 di Jawa juga muncul kekuatan muslim di Demak yang nanti turut melemahkan hegemoni Majapahit atas kawasan yang mereka klaim sebelumnya sebagai daerah bawahan. Adanya keterkaitan Malaka dengan Demak terlihat setelah jatuhnya Malaka kepada Portugal, tercatat ada beberapa kali pasukan Demak mencoba merebut kembali Malaka dari tangan Portugal.

Pada masa pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah, Malaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan pesisir timur pantai Sumatera, setelah sebelumnya berhasil mengusir serangan Siam. Di mulai dengan menyerang Aru yang disebut sebagai kerajaan yang tidak menjadi muslim dengan baik. Penaklukan Malaka atas kawasan sekitarnya ditopang oleh kekuatan armada laut yang kuat pada masa tersebut serta kemampuan mengendalikan Orang Laut yang tersebar antara kawasan pesisir timur Pulau Sumatera sampai Laut Cina Selatan. Orang laut ini berperan mengarahkan setiap kapal yang melalui Selat Malaka untuk singgah di Malaka serta menjamin keselamatan kapal-kapal itu sepanjang jalur pelayarannya setelah membayar cukai di Malaka.

Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459, Sultan Mansur Syah, Melaka menyerbu Kedahdan Pahang, dan menjadikannya negara vassal.Di bawah sultan yang samaKampar, dan Siak juga takluk. Sementara kawasan Inderagiri dan Jambi merupakan hadiah dari Batara Majapahit untuk Raja Malaka. Sultan Mansur Syah kemudian digantikan oleh putranya Sultan Alauddin Syah namun memerintah tidak begitu lama karena diduga ia diracun sampai meninggal dan kemudian digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Syah.

Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi kota pelabuhan kosmopolitan dan pusat perdagangan dari beberapa hasil bumi seperti emas, timah, lada dan kapur. Malaka muncul sebagai kekuatan utama dalam penguasaan jalur Selat Malaka, termasuk mengendalikan kedua pesisir yang mengapit selat itu.

Sultan Mahmud Syah memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang pasukan Portugal di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque. Serangan dimulai pada 10 Agustus 1511dan pada 24 Agustus 1511 Malaka jatuh kepada Portugal. Sultan Mahmud Syah kemudian melarikan diri ke Bintan dan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pemerintahan baru. 

Perlawanan terhadap penaklukan Portugal berlanjut, pada bulan Januari 1513 Patih Yusuf (Dipati Unus) dengan pasukan dari Demak berkekuatan 100 kapal 5000 tentara mencoba menyerang Malaka, namun serangan ini berhasil dikalahkan oleh Portugal. Selanjutnya untuk memperkuat posisinya di Malaka, Portugal menyisir dan menundukkan kawasan antara Selat Malaka. Pada bulan Juli 1514, de Albuquerque berhasil menundukkan Kampar, dan Raja Kampar menyatakan kesediaan dirinya sebagai vazal dari Portugal di Malaka.

Sejak tahun 1518 sampai 1520, Sultan Mahmud Syah kembali bangkit dan terus melakukan perlawanan dengan menyerang kedudukan Portugal di Malaka. Namun usaha Sultan Malaka merebut kembali Malaka dari Portugal gagal. Di sisi lain Portugal juga terus memperkokoh penguasaannya atas jalur pelayaran diSelat Malaka. Pada pertengahan tahun 1521, Portugal menyerang Pasai, sekaligus meruntuhkan kerajaan yang juga merupakan sekutu dari Sultan Malaka.

Selanjutnya pada bulan Oktober 1521, pasukan Portugal dibawah pimpinan de Albuquerque mencoba menyerang Bintan untuk meredam perlawanan Sultan Malaka, namun serangan ini dapat dipatahkan oleh Sultan Mahmud Syah. Namun dalam serangan berikutnya pada 23 Oktober 1526 Portugal berhasil membumihanguskan Bintan, dan Sultan Malaka kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian.

BerdasarkanSulalatus Salatin Sultan Mahmud Syah kemudian digantikan oleh putranya Sultan Alauddin Syah yang kemudian tinggal diPahang beberapa saat sebelum menetap di Johor. Kemudian pada masa berikutnya para pewaris Sultan Malaka setelah Sultan Mahmud Syah lebih dikenal disebut dengan Sultan Johor.

Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. 

Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut
Raja – raja yang memerintah Kerajaan Malaka antara lain :
1.   Iskandar Syah (1396-1414 M)
Pada abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang paregreg yang mengakibatkan Paramisora (Parameswara) melarikan diri bersama pengikutnya dari daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kp. Malaka

Secara geografis, posisi Kp. Malaka sangat strategis, yaitu di Selat Malaka, sehingga banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama para pedagang Islam, sehigga kehidupan perekonomian Kp. Malaka berkembang pesat,
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora (Parameswara) menganut agama Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian menjadikan Kp. Malaka menjadi Kerajaan Islam.
Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).

2.   Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M)
Merupakan putra dari Iskandar Syah, pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas lagi hingga mencapai seluruh Semenanjung Malaya.
Untuk menjadi Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka, maka harus berhadapan dengan Kerajaan Samudera Pasai yang kekuatannya lebih besar dan tidak mungkin untuk bisa dikalahkan, maka dipilih melalui jalur politik perkawinan dengan cara menikahi putri Kerajaan Samudera Pasai, sehingga cita-citanya dapat tercapai.

3.   Mudzafat Syah (1424-1458 M)
Setelah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah, ia kemudian naik tahta dengan gelar sultan (Mudzafat Syah merupakan raja Kerajaan Malaka yang pertama bergelar Sultan).
Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam (serangan dari darat dan laut), namun dapat digagalkan.
Mengadakan perluasan wilayah ke  daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri dan Kampar.

4.   Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M)
 Merupakan putra dari Sultan Mudzafat Syah.
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.

Puncak kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja Siam  tewas dalam pertempuran , tetapi putra mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan Malaka.
Kerajaan Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena menghormati Majapahit yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru juga tetap sebagai kerajaan merdeka.
Kejayaan Kerajaan Malaka tidak lepas dari jasa Laksamana Hang Tuah (Panglima Muslim Dinasti Ming) yang kebesarannya disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan Mahapahit. Cerita Hang Tuah ditulis dalam sebuah Hikayat, Hikayat Hang Tuah.

5.   Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M)
Merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mulai mengalami kemunduran, satu persatu wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka mulai melepaskan diri. Hal ini disebabkan oleh karena Sultan Alaudin Syah bukan merupakan raja yang cakap.

6.   Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)
Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah, wilayah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya, hal ini menambah suram kondisi Kerajaan Malaka.
 Pada tahun 1511 M, terjadi serangan dari bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Alberquerque dan berhasil Merebut Kerajaan Malaka. Akhirnya Malaka pun jatuh ke tangan Portugis.


Pada kehidupan budaya, perkembangan seni sastra Melayu mengalami perkembangan yang pesat seperti munculnya karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari Kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.

Sedangkan kehidupan sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat individualisme. Kelompok masyarakat pun bermunculan, seperti adanya golongan buruh dan majikan.

Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang yang masuk dan keluar, yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara itu, raja maupun pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang dapat menjadikan mereka sangat kaya.

Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang laut yang berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar