Translate

Jumat, 23 Januari 2015

Penjelasan Hukum Memakai Cincin

Ada yang unik dari baginda Muhammad SAW. Seorang manusia yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk memberitahukan kepada umat manusia tentang agama yang benar-benar datang dari Allah SWT. Keunikan dari baginda bahwa ternyata ia juga seorang pria yang memakai cincin di tangannya. Sebelum anda berfikir yang aneh - aneh, perlu saya beritahukan bahwa cincin Nabi Muhammad SAW bukanlah cincin yang terbuat dari emas bahkan cincin batu akik yang dewasa ini banyak digandrungi oleh masyarakat indonesia.

Memakai cincin merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan, Nabi Sulaiman AS dan Nabi Dawud AS juga memakai cincin.

Ibnu Umar radhiallahu 'anhu berkata :

اتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ وَجَعَلَ فُصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ فَاتَّخَذَهُ النَّاسُ فَرَمَى بِهِ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ أَوْ فِضَّةٍ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin dari emas, beliau menjadikan mata cincinnya bagian dalam ke arah telapak tangan, maka orang-orang pun memakai cincin. Lalu Nabi membuang cincin tersebut dan memakai cincin dari perak" (HR Al-Bukhari no 5865)

Ibnu Umar juga berkata :

اتخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتما من ورق وكان في يده ثم كان بعد في يد أبي بكر ثم كان بعد في يد عمر ثم كان بعد في يد عثمان حتى وقع بعد في بئر أريس نقشه محمد رسول الله

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin dari perak, cincin tersebut berada di tangan Nabi, lalu setelah itu berpindah ke tangan Abu Bakar, setelah itu berpindah ke tangan Umar, setelah itu berpindah ke tangan Utsman, hingga akhirnya cincin tersebut jatuh di sumur Ariis. Cincin tersebut terpahatkan Muhammad Rasulullah" (HR Al-Bukhari no 5873)

Anas bin Maalik radhiallahu 'anhu berkata :

لما أراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يكتب إلى الروم قيل له إنهم لن يقرءوا كتابك إذا لم يكن مختوما فاتخذ خاتما من فضة ونقشه محمد رسول الله

"Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menulis surat kepada Romawi, maka dikatakan kepada beliau : "Sesungguhnya mereka (kaum Romawi) tidak akan membaca tulisanmu jika tidak distempel". Maka Nabi pun memakai cincin dari perak yang terpahat "Muhammad Rasulullah" (HR Al-Bukhari no 5875)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan

كان نقش خاتم رسول الله صلى الله عليه وسلم ( محمد ) سطر و ( رسول ) سطر و ( الله ) سطر

Ukiran mata cincin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertuliskan: Muhammad [محمد] satu baris, Rasul [رسول] satu baris, dan Allah [الله] satu baris. (HR. Turmudzi 1747, Ibn Hibban 1414, dan semakna dengan itu diriwayatkan oleh Bukhari 5872)

Dalam riwayat lain dijelaskan,

أن النبي صلى الله عليه وسلم أراد أن كتب إلى كسرى وقيصر والنجاشي فقيل له : إنهم لا يقبلون كتابا إلا بخاتم فصاغ رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتما حلقته فضة ونقش فيه محمد رسول الله فكأني أنظر إلى بياضه في كفه

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menulis surat ke Kisra (persi), Kaisar (romawi), dan Najasyi (Ethiopia). Kemudian ada yang mengatakan, ’Mereka tidak mau menerima surat, kecuali jika ada stempelnya.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat cincin dari perak, dan diukir tulisan Muhammad Rasulullah. Saya melihat putihnya cincin itu di tangan beliau. (HR. Ahmad 12738, Bukhari 5872, Muslim 2092, dan yang lainnya).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ، وَنَقَشَ فِيهِ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، وَقَالَ: «إِنِّي اتَّخَذْتُ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، وَنَقَشْتُ فِيهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، فَلاَ يَنْقُشَنَّ أَحَدٌ عَلَى نَقْشِهِ»

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat cincin dari perak, dan diukir: Muhammad Rasulullah. Kemudian Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku membuat cincin dari perak, dan aku ukir Muhammad Rasulullah. Karena itu, jangan ada seorangpun yang mengukir dengan tulisan seperti ini.” (HR. Bukhari 5877)

Dari beberapa riwayat di atas, ada beberapa pelajaran yang bisa kita simpulkan,

1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin

2. Cincin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ciri:

Terbuat dari perak
Ada mata cincinnya, yang juga terbuat dari perak
Logam perak mata cincin Nabi ‎shallallahu ‘alaihi wa sallam berasal dari Ethiopia
Bagian mata cincin ada ukirannya, bertuliskan: Muhammad Rasulullah
Tulisan ukiran di mata cincin itu biasa digunakan untuk stempel surat.

3. Tujuan utama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat cincin adalah untuk dijadikan stempel surat dakwah yang hendak dikirim ke berbagai penjuru dunia.

4. Cincin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‎digunakan para khulafa’ ar-rasyidin setelah beliau sebagai stempel surat.

5. Larangan untuk membuat cincin dengan ukiran seperti ukiran cincin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad Rasulullah. al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan, ’Karena dalam cincin itu ada tulisan nama beliau, dan status beliau. Beliau membuat demikian sebagai ciri khas beliau, yang membedakan dengan lainnya. Jika yang lain dibolehkan untuk membuat ukiran cincin seperti itu, maka tujuan ini tidak terwujud.’ (Fathul Bari, 10/324).

Para ulama telah berselisih pendapat, apakah memakai cincin hukumnya sunnah ataukah hanya sekedar mubah (diperbolehkan)?. Sebagian ulama berpendapat bahwa memakai cincin hukumnya sunnah secara mutlak. Sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah bagi para raja dan sultan yang membutuhkan stempel cincin sebagaimana kondisi Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, adapun selain para raja dan sultan maka hukumnya hanyalah mubah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah menggunakan cincin tersebut untuk berhias, akan tetapi karena ada keperluan. Dan sebagian ulama lagi memandang hukumnya makruh bagi selain raja dan sulton, terlebih lagi jika diniatkan untuk berhias.

Ibnu Abdil Barr (wafat 463 H) berkata :

"Yang merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan ulama terdahulu dan yang sekarang yaitu bolehnya memakai cincin perak bagi sultan dan juga yang selainnya. Dan tatkala Imam Malik mengetahui sebagian orang memandang makruh hal ini maka beliaupun menyebutkan dalam kitab Muwattho' beliau…dari Sodaqoh bin Yasaar ia berkata, "Aku bertanya kepada Sa'id ibn Al-Musayyib tentang memakai cincin, maka beliau berkata : Pakailah dan kabarkan kepada orang-orang bahwasanya aku telah berfatwa kepadamu akan hal ini"…

Tatkala sampai kepada Imam Ahmad tentang hal ini (yaitu bahwasanya memakai cincin bagi selain sultan hukumnya makruh, maka Imam Ahmad pun terheran" (At-Tamhiid 17/101)

Pendapat yang hati lebih condong kepadanya adalah sunnahnya memakai cincin secara mutlak. Dalilnya adalah meskipun sebab Nabi memakai cincin adalah karena untuk menstempeli surat-surat yang akan beliau kirim kepada para pemimpin Romawi, Persia, dan lain-lain, akan tetapi dzohir dari hadits Ibnu Umar di atas bahwasanya para sahabat juga ikut memakai cincin karena mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal para sahabat bukanlah para sulton, dan mereka tidak membutuhkan cincin untuk stempel. Wallahu a'lam bis showab.

Ditangan yang mana dan jari yang mana memakai cincin?

Sebagian ulama berpendapat akan disunnahkan memakai cincin di tangan kiri, dan sebagian yang lain berpendapat di tangan kanan. Dan pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan dibolehkan di kanan atau di kiri.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, "Semua hadits-hadits tersebut  (yang menyebutkan Nabi menggunakan cincin di tangan kiri dan juga hadits-hadits yang menyebutkan Nabi menggunakan cincin di tangan kanan-pen) sanadnya shahih" (Zaadul Ma'aad 1/139).

Hadits Hadits Tersebut Adalah

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ خَاتِمُ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengenakan cincin di sini.” Anas berisyarat pada jari kelingking di tangan sebelah kiri. (HR. Muslim no. 2095).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa yang sesuai sunnah, cincin pria diletakkan di jari kelingking. Sedangkan untuk wanita, cincin tersebut diletakkan di jari mana saja.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 65).
Adapun hikmah memakai cincin di jari kelingking yaitu jauh dari pelecehan sebab letak cincin tersebut di jari paling pinggir. Selain itu, tidak mengganggu aktivitas, berbeda jika dipasang di jari lain. Demikian disebutkan oleh Imam Nawawi di halaman yang sama.

Anas juga berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ فِضَّةٍ فِي يَمِينِهِ فِيهِ فَصٌّ حَبَشِيٌّ كَانَ يَجْعَلُ فَصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ

"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin perak di tangan kanan beliau, ada mata cincinnya terbuat dari batu habasyah (Etiopia), beliau menjadikan mata cincinnya di bagian telapak tangannya" (HR Muslim no 2094)

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قال العلماء يعني حجرا حبشيا أي فصا من جزع أو عقيق فإن معدنهما بالحبشة واليمن وقيل لونه حبشي أي أسود وجاء في صحيح البخاري من رواية حميد عن أنس أيضا فصه منه قال بن عبد البر هذا أصح وقال غيره كلاهما صحيح وكان لرسول الله صلى الله عليه وسلم في وقت خاتم فصه منه وفي وقت خاتم فصه حبشي وفي حديث آخر فصه من عقيق

Berkata para ulama: Yakni batu dari Etiopia, yaitu batu dari jaza’ atau ‘aqiq, yg keduanya menjadi barang berharga di Etiopia dan Yaman. Ada yang bilang warnanya khas Etiopia, yaitu hitam. Terdapat keterangan dalam Shahih Al Bukhari dari riwayat Humaid dari Anas juga bahwa mata cincinnya terbuat darinya (batu Etiopia) . Berkata Ibnu Abdil Bar: Inilah yang paling shahih. Yang lain mengatakan keduanya shahih. Dahulu Nabi ﷺ suatu waktu pakai cincin yang matanya darinya, pada waktu lain batu Etiopia, pada hadits lain mata cincinnya dari ‘aqiq. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/71. Cet. 2, 1392H. Dar Ihya At Turats, Beirut)

Namun terdapat keterangan lain yang menyatakan bahwa apa yang dimaksudkan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah salah satu jenis batu zamrud yang terdapat di Habasyi yang berwarna hijau, dan berkhasiat menjernihakan mata dan menjelaskan pandangan”

ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﻔْﺮَﺩَﺍﺕِ ﻧَﻮْﻉٌ ﻣِﻦْ ﺯَﺑَﺮْﺟَﺪَ ﺑِﺒِﻠَﺎﺩِ ﺍﻟْﺤَﺒْﺶِ ﻟَﻮْﻧُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻀْﺮَﺓِ
ﻳُﻨَﻘِّﻲ ﺍﻟْﻌَﻴْﻦَ ﻭَﻳَﺠْﻠُﻮ ﺍﻟْﺒَﺼَﺮَ

“Dan di dalam kitab al-Mufradat, (batu cincin yang berasal dari Habasyi) adalah
salah satu jenis zamrud yang terdapat di Habasyi, warnanya hijau, bisa menjernihkan mata dan menerangkan pandangan” (Lihat Abdurrauf al-Munawi, Faidlul-Qadir , Bairut- Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1451H/1994 M, juz, 5, h. 216)

Lantas bagaimana hukum memakainya?

Menurut Imam Syafi’i hukum memakai batu mulia atau batu akik seperti batu yaqut, zamrud dan lainnya adalah Mubah sepanjang tidak untuk berlebih-lebihan dan menyombongkan diri.

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ – ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﻟِﻠﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻟُﺒْﺲَ ﺍﻟﻠُّﺆْﻟُﺆِ ﺇﻟَّﺎ ﻟِﻠْﺄَﺩَﺏِ ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻣِﻦْ
ﺯِﻱِّ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻟَﺎ ﻟِﻠﺘَّﺤْﺮِﻳﻢِ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﻟُﺒْﺲَ ﻳَﺎﻗُﻮﺕٍ ﺃَﻭْ ﺯَﺑَﺮْﺟَﺪٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ
ﺍﻟﺴَّﺮَﻑِ ﻭَﺍﻟْﺨُﻴَﻠَﺎﺀِ

“Imam Syafii berkata dalam kitab al-Umm, saya tidak memakruhan laki-laki memakai mutiara kecuali karena terkait dengan etika dan mutiara itu termasuk dari aksesoris perempuan, bukan karena haram. Dan saya tidak memakrukan (laki-laki, pent) memakai yaqut atau zamrud kecuali jika berlebihan dan untuk menyombongkan (diri)”. (Muhammad Idris asy-Syafi’i, al-Umm , Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1393 H, juz, 1, h. 221)

Lalu bagaimana jika cincin akik tersebut bisa mendatangkan keampuhan dan Hal Gaib lainnya? kasus seperti ini sama seperti hukum benda-benda yang lain, yaitu harus mempunyai keyakinan bahwa benda tersebut tidak mempunyai pengaruh dan kekuatan apapun, melainkan atas kekuatan Allah SWT.

تحفة المريد ص : 58
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ

“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) hukumnya kafir dengan kesepakatan para ulama, atau berkeyakinan terjadi sebab kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah didalamnya menurut pendapat yang paling shahih tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bidah seperti pendapat kaum mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang hamba adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan Allah pada dirirnya, atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka dihukumi orang bodoh. atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah" Tuhfah alMuriid 58

Jari Terlarang untuk Cincin Laki-Laki

Telah lalu bahwasanya sunnah bagi lelaki untuk memakai cincin pada jari kelingking, demikian pula ia dibolehkan memakai cincin pada jari manis, karena tidak ada dalil yang melarangnya. 

Imam Nawawi membawakan judul bab dalam Syarh Shahih Muslim, “Larangan memakai cincin di jari tengah dan jari setelahnya.”

Disebutkan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib, ia berkata,

نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَتَخَتَّمَ فِى إِصْبَعِى هَذِهِ أَوْ هَذِهِ. قَالَ فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَالَّتِى تَلِيهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang padaku memakai cincin pada jari ini atau jari ini.” Ia berisyarat pada jari tengah dan jari setelahnya. (HR. Muslim no. 2095).

Para ulama berselisih pendapat tentang larangan pada hadits ini apakah larangan tahrim (haram) ataukah hanyalah larangan makruh??. Para ulama juga sepakat bahwa larangan ini hanya berlaku bagi kaum lelaki, adapun para wanita bebas untuk memakai cincin di jari mana saja, karena para wanita dibolehkan untuk berhias.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

وأجمع المسلمون على أن السنة جعل خاتم الرجل فى الخنصر وأما المرأة فانها تتخذ خواتيم فى أصابع قالوا والحكمة فى كونه فى الخنصر أنه أبعد من الامتهان فيما يتعاطى باليد لكونه طرفا ولأنه لايشغل اليد عما تتناوله من أشغالها بخلاف غير الخنصر ويكره للرجل جعله فى الوسطى والتى تليها لهذا الحديث وهى كراهة تنزيه وأما التختم فى اليد اليمنى أو اليسرى فقد جاء فيه هذان الحديثان وهما صحيحان

"Kaum muslimin telah berijmak akan sunnahnya lelaki memakai cincin di jari kelingking, adapun wanita maka boleh memakai cincin-cincin di jari-jari mereka. Mereka berkata hikmahnya memakai cincin di jari kelingking karena lebih jauh dari pengotoran cincin karena penggunaan tangan, karena jari kelingking letaknya di ujung, dan juga jari kelingking tidak mengganggu aktivitas tangan. Hal ini berbeda dengan jari-jari yang lainnya.

Dan dimakruhkan bagi seorang lelaki untuk memakai cincin di jari tengah dan juga jari yang setelahnya (jari telunjuk), dan hukumnya adalah makruh tanzih. Adapun memakai cincin di tangan kanan atau tangan kiri maka telah datang dua hadits ini, dan keduanya shahih" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 14/71)

Memakai Cincin di Jari Tangan Kanan ataukah Tangan Kiri?

Imam Nawawi menyatakan bahwa para ulama sepakat bolehnya memakai cincin di jari tangan kanan atau pun di jari tangan kiri. Tidak ada disebut makruh di salah satu dari kedua tangan tersebut. Para ulama cuma berselisih pendapat saja manakah di antara keduanya yang afdhal. Kebanyakan salaf memakainya di jari tangan kanan, kebanyakannya lagi di jari tangan kiri. Imam Malik sendiri menganjurkan memakai di jari tangan kiri, beliau memakruhkan tangan kanan. Sedangkan ulama Syafi’iyah yang shahih, jari tangan kanan lebih afdhal karena tujuannya adalah untuk berhias diri. Tangan kanan ketika itu lebih mulia dan lebih tepat untuk berhias diri dan juga sebagai bentuk pemuliaan. Lihat Syarh Shahih Muslim, 14: 66.

Kesimpulannya, jari tangan yang terbaik untuk memakai cincin bagi laki-laki adalah jari kelingking pada tangan kiri. Adapun jari yang terlarang (makruh) dipakaikan cincin adalah jari tengah dan jari telunjuk. Sedangkan jari manis, masih bisa dikenakan. Adapun untuk wanita, bebas memakai cincin di jari mana saja.

Diharamkan bagi lelaki memakai segala bentuk perhiasan yang terbuat dari emas

Telah jelas dalam hadist Ibnu Umar di atas bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membuang cincin emasnya, karena cincin emas haram dipakai oleh lelaki. Bahkan bukan hanya cincin, segala perhiasan yang terbuat dari emas dilarang dipakai oleh lelaki.

عن عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أنَّ النَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ ، وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ : ( إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي)

"Dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil kain sutra lalu meletakkannya di tangan kanan beliau, dan mengambil emas lalu beliau letakan di tangan kiri beliau, lalu beliau berkata : "Kedua perkara ini haram bagi kaum lelaki dari umatku" (HR Abu Dawud no 4057, An-Nasaai no 5144, dan Ibnu Maajah no 3595, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Bahkan para ulama menyebutkan bahwa cincin yang ada polesan emasnya pun tidak boleh digunakan oleh lelaki.

An-Nawawi rahimahullah berkata :

وأما خاتم الذهب فهو حرام على الرجل بالاجماع وكذا لو كان بعضه ذهبا وبعضه فضة حتى قال أصحابنا لو كانت سن الخاتم ذهبا أو كان مموها بذهب يسير فهو حرام لعموم الحديث ... ان هذين حرام على ذكور أمتى حل لإناثها

"Adapun cincin emas maka hukumnya haram bagi lelaki menurut kesepakatan (ijmak para ulama), demikian pula jika sebagian cincin tersebut emas dan sebagiannya perak. Bahkan para ashaab (para ulama syafi'iyah) berkata jika seandainya mata cincinnya terbuat dari emas atau dipoles dengan sedikit emas maka hukumnya juga haram, berdasarkan keumuman hadits…."Sesungguhnya kedua perkara ini (kain sutra dan emas) haram bagi kaum lelaki dari umatku dan halal bagi kaum wanitanya" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 14/32)

Karenanya para ulama memfatwakan bahwa jam tangan yang terdapat padanya  emas maka tidak boleh digunakan oleh lelaki.

Bolehkah memakai cincin dari besi dan tembaga?

Dalam hadits Abdullah bin 'Amr bin al-'Aash bahwasanya

رَأَى عَلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَأَعْرَضَ عَنْهُ فَأَلْقَاهُ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ هَذَا شَرٌّ هَذَا حِلْيَةُ أَهْلِ النَّارِ فَأَلْقَاهُ فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ فَسَكَتَ عَنْهُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat salah seorang sahabat memakai cincin dari emas, maka Nabi pun berpaling darinya, lalu sahabat tersebut pun membuang cincin tersebut, lalu memakai cincin dari besi. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Ini lebih buruk, ini adalah perhiasan penduduk neraka". Maka sahabat tersebut pun membuang cincin besi dan memakai cincin perak. Dan Nabi mendiamkannya" (HR Ahmad 6518, Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no 1021,  dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dan para pentahqiq Musnad Ahmad)

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa cincin besi merupakan perhiasan penduduk neraka, ini merupakan 'illah (sebab) pengharaman penggunaan cincin besi. Dan kita ketahui bahwasanya para penghuni neraka diikat dengan rantai dan belenggu, dan yang kita ketahui biasanya rantai dan belenggu terbuat dari besi (lihat 'Aunul Ma'buud 11/190). Allah juga berfirman :

وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ

"Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi" (QS Al-Haaj : 21)

Dan dari sini juga bisa kita pahami bahwasanya larangan memakai cincin besi mencakup laki-laki dan perempuan, karena keduanya dituntut untuk tidak menyerupai penduduk neraka.

Dari sini juga kita pahami bahwasanya jika cincin tersebut tidak terbuat dari besi murni maka tidaklah mengapa (lihat Fathul Baari 10/323).

Sebagian ulama juga mengharamkan cincin yang terbuat dari tembaga karena tembaga juga merupakan perhiasan penduduk neraka. Allah berfirman :

فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ

"Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka"(QS Al-Haaj : 19)

Sa'id bin Jubair menafsirkan pakaian dari api tersebut dengan نُحَاس"tembaga yang dipanaskan" (Lihat Tafsir At-Thobari 18/591 dan Tafsir Ibnu Katsir 5/406)

Demikian juga firman Allah

سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى

"Pakaian mereka adalah dari qothiroon"(QS Ibrahim : 50)

Ibnu Abbas radhiallahu 'anhumaa menafsirkan qothiroon dengan nuhaas "tembaga yang panas" (lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/522 dan Ad-Dur Al-Mantsuur 8/581)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar: