Translate

Kamis, 01 September 2016

Bencana Datang Karena Ulah Manusia Dengan Dosa Dan Kesalahan

Kerusakan alam di Indonesia semakin hari semakin parah. Kondisi ini secara langsung memberikan dampak bagi kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam meningkatkan  resiko bencana alam.
 
Banyaknya bencana yang melanda negeri ini memberikan tanda bahwa kerusakan pada lingkungan kita sudah memprihatinkan. Banjir yang kerap melanda, tanah longsor, kekeringan, perubahan cuaca yang sangat ekstrim menunjukkan bahwa keseimbangan alam sudah tidak ada lagi. Selain bencana alam yang kerap melanda, perubahan musim dan cuaca yang kian tak menentu, menjadi bukti bahwa kerusakan yang dilakukan oleh manusia tidak bisa lagi diseimbangkan dengan proses alamiyah yang dilakukan alam  itu sendiri.
 
Ada dua penyebab terjadinya kerusakan alam yang menyebabkan terjadinya bencana. Pertama karena faktor alam  seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi, angin puting beliung, dan sebagainya. Sedangkan faktor kedua adalah akibat ulah manusia.

Musibah atau bencana seolah – olah tidak ada hentinya menimpa negri ini, baik itu berupa bencana alam maupun bencana kerusakan moral. Sebagai orang yang bertaqwa dan beriman kita harus mengambil hikmah dari semua musibah tersebut, bukan malah terlarut dalam kesedihan. Dari bencana – bencana yang sudah terjadi, apa penyebab timbulnya bencana tersebut? Apakah faktor alam saja? faktor manusia saja? atau bagaimana? Berdasarkan Hadist Rasulullah SAW, terdapat beberapa hal yang mendatangkan musibah dan bala bencana.

Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu 'Anhu Rasulullah SAW Bersabda

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara; jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Alloh agar kamu tidak mendapatinya.
– Perbuatan keji (seperti: bakhil, zina, minum khamr, judi, merampok dan lainnya) tidaklah dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit tho’un dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang dahulu yang telah lewat.
– Orang-orang tidak mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan paceklik, kehidupan susah, dan kezholiman pemerintah.
– Orang-orang tidak menahan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
– Orang-orang tidak membatalkan perjanjian Allah dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Alloh akan menjadikan musuh dari selain mereka (orang-orang kafir) menguasai mereka dan merampas sebagian yang ada di tangan mereka.
– Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan kitab Alloh, dan memilih-milih sebagian apa yang Alloh turunkan, kecuali Alloh menjadikan permusuhan di antara mereka”. [HR Ibnu Majah no. 4019, al Bazzar, al Baihaqi; dari Ibnu ‘Umar].‎

Ketamakan dan kecerobohan manusia menjadi penyebab rusaknya alam ini. Penebangan kayu secara besar-besaran, pembuangan sampah di sungai, penggunaan pestisida dan obat-obatan secara berlebihan, dan lain sebagainya membuat ekosistem terganggu.  Perilaku-perilaku itu merupakan perilaku tidak bertanggung jawab yang pada akhirnya pengaruhnya sangat signifikan dengan rusaknya alam  ini.
 
Alam dan lingkungan hidup menjadi tempat tinggal dan hidup manusia. Kondisi lingkungan akan berpengaruh langsung  terhadap kehidupan manusia. Karena itu sudah selayaknya kita menjaganya.
Perintah Allah untuk menjaga alam ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan beberapa contoh tindakan nyata diantaranya adalah anjuran untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya dengan sebaik-baiknya dan larangan untuk menelantarkan kebun. Dalam sebuah hadist disebutkan:

حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى الله عنهما, قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.
 
“Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu“ 
Dari ungkapan Nabi SAW dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. 
 
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi SAW memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Dengan diolah sendiri atau menyuruh orang lain, diharapkan tanah itu lebih dimanfaatkan secara optimal, sehingga lebih bermanfaat dan hasilnya lebih banyak. Disamping itu, jika dikelola sendiri tanah itu akan lebih terjaga, berbeda denga jika disewakan, orang yang menyewa karena merasa itu bukan tanah sendiri akan cenderung untuk mengeksploitasi sekehendak hatinya. Dengan seperti itu, kelestarian lahan itu sulit dipertahankan.

Bencana alam merupakan fenomena alam yang terjadi karena adanya aktifitas fisik dari berbagai benda-benda di alam. Lalu bagaimana mungkin terjadinya bencana alam dikaitkan dengan moralitas, kemaksiatan, kesyirikan, hal-hal yang bukan aktifitas fisik, bahkan abstrak? Bagi sebagian orang ini adalah hal yang mudah, namun bagi sebagian lagi ini menjadi hal yang sulit dicerna akal.

Namun bukan berarti percaya kepada hal yang tidak kasat mata, abstrak, gaib, itu tidak ada dalam Islam. Bahkan esensi dari iman adalah percara kepada yang gaib. Allah Ta’ala berfirman:

الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ

“Alif Laam Miim. Al Qur’an adalah kitab yang tidak terdapat keraguan. Ia adalah petunjuk bagi orang yang bertaqwa, yaitu orang yang percaya kepada yang gaib..” (QS. Al Baqarah: 1-2)

Mulai dari dzat Allah, tidak kasat mata. Kita shalat sehari lima kali, melakukan gerakan-gerakan berdiri, menunduk, sujud, berdiri lagi apakah dalam rangka berolah raga atau apa? Tidak lain itu kita lakukan dalam rangka mengharap sesuatu yang tidak kasat mata, yaitu pahala. Kita pergi haji mengeluarkan uang puluhan juta rupiah dengan segala tatacaranya yang ‘rumit’, semua itu rela dilakukan untuk mengharap sesuatu yang masih kasat mata, yaitu surga. Dan hampir dalam semua ajaran Islam, keyakinan kita terhadap sesuatu yang gaib dan kasat mata sangat esensial perannya. Andai kita tidak percaya Allah itu ada, tidak percaya adanya pahala, tidak percaya adanya surga, karena tidak bisa dinalar dan tidak kasat mata, lalu apa gunanya anda shalat? Apa gunanya anda bersyahadat? Apa gunanya berpuasa? Apa gunanya? Semuanya akan terasa hampa. Dan kita pun melepas semua sendi keislaman kita.

Inilah yang menjadi modal berpikir kita untuk menilai perkara yang kita bahas. Karena Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30)

Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan keadaan umat-umat terdahulu:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Qs. Al-Ankabut: 40)

Keterkaitan antara bencana dengan maksiat adalah abstrak. Namun tinggal bagaimana sikap kita dengan ayat-ayat ini, percaya atau tidak? Renungkanlah, semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.

Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,


وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (Qs. Asy Syuura : 30)

Dan dlm firman-Nya yang lain Allah menegaskan bahwa apapun yang terjadi di alam semesta ini adalah sesuatu yang telah ditakdirkan oleh-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi & (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dlm kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al Hadid : 22)

Allah Ta’ala juga berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ


“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dgn ijin Allah.” (Qs. At Taghobun: 11)

Dari ketiga ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya musibah yang terjadi di muka bumi ini adalah disebabkan oleh manusia, namun hal tersebut telah ditetapkan terjadinya oleh Allah dlm Lauhul Mahfudz.

Oleh karena itu, tidaklah gempa atau bencana alam yang lain dapat terjadi dgn sendirinya sebagaimana perkiraan para ahli yang tak beriman pada Allah & takdir-Nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Hamba yang beriman kepada Allah & kitab-Nya tentu akan merenungi secara mendalam ayat pertama di atas. Bencana yang datang hampir beruntun di negara kita tentunya juga merupakan “hasil perbuatan tangan kita”. Betapa banyak kemaksiatan yang muncul akhir-akhir ini. Baik itu kemaksiatan yang memang sudah dikenal orang awam sebagai suatu keburukan, seperti pembunuhan, perzinaan, atau korupsi yang semakin parah & merajalela ataupun kemaksiatan yang hanya diketahui oleh orang-orang yang berilmu saja akibat kesamaran yang menutupinya.
Andai tidak maksiat, bencana tetap terjadi?

Orang-orang yang bermodalkan dengan nalarnya, mengatakan: “Fenomena alam ini tetap terjadi walau tanpa atau dengan adanya maksiat”. Lalu mereka pun mempertanyakan bukti ilmiah, hasil penelitian, data statistik yang menunjukkan adanya keterkaitan antara bencana alam dengan maksiat.

Anggap saja belum pernah ada orang yang meneliti secara statistik, atau penelitian ilmiah bahwa bencana alam memiliki hubungan dengan adanya maksiat. Namun pernyataan “bencana alam tidak memiliki hubungan dengan adanya maksiat” pun merupakan sebuah hipotesa yang perlu pembuktian ilmiah. Dan untuk membuktikan hipotesa ini sendiri pun hampir tidak mungkin. Karena maksiat, kecilnya maupun besarnya, tersebar di seluruh dunia, di setiap waktu dan tempat. Hari ini saja, sudah berapa maksiat yang anda lakukan? Jawablah dengan jujur. Hampir tidak ada waktu dan tempat di dunia ini yang kosong dari maksiat. Saya, anda dan seluruh manusia tidak bisa lepas dari salah dan dosa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون

“Setiap manusia itu banyak berbuat salah, dan orang terbaik di antara mereka adalah yang bertaubat” (HR. At Tirmidzi no.2687. Dihasankan Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi)

Jadi ternyata, orang yang mengatakan: “bencana alam tidak memiliki hubungan dengan adanya maksiat” hanya berlandaskan pada hipotesa yang lemah.

Jika ada hubungannya, mengapa kaum terbejat masih aman saja?
Mereka memiliki alasan lain: “andai bencana dengan maksiat ada hubungannya, mengapa tempat yang banyak maksiat, bahkan negeri kafir, banyak yang jarang terkena bencana”.

Jika anda menginginkan setiap orang yang ketika berbuat maksiat tiba-tiba disambar petir dari langit lalu mati, tentulah semua orang serta-merta akan menjadi shalih semua. Tidak akan ada lagi maksiat, tidak ada ujian keimanan, tidak ada lagi taubat, tidak ada lagi amar ma’ruf nahi mungkar, tidak akan ada lagi istilah ‘maksiat’ di dalam kamus, dan mungkin bumi ini sudah bisa disebut surga.

Inilah bagian dari misteri ilahi. Allah Ta’ala terkadang menimpakan musibah pada kaum bejat saja, sebagaimana kaum Ad dan kaum Tsamud, dikarena kebejatan mereka. Dan terkadang Allah menimpakan musibah kepada kaum yang di dalamnya terdapat orang shalih juga. Allah Ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Takutlah pada musibah yang tidak hanya menimpa orang zhalim di antara kalian saja. Ketahuilah bahwa Allah memiliki hukuman yang pedih” (QS. Al Anfal: 25)

عن أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “إذا ظهرت المعاصي في أمتي، عَمَّهم الله بعذاب من عنده” . فقلت: يا رسول الله، أما فيهم أناس صالحون؟ قال: “بلى”، قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قال: “يصيبهم ما أصاب الناس، ثم يصيرون إلى مغفرة من الله ورضوان“

“Dari Ummu Salamah, istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih? Rasulullah menjawab: Ya.  Ummu Salamah berkata: Mengapa mereka terkena juga? Rasulullah menjawab: Mereka terkena musibah yang sama sebagaimana yang lain, namun kelak mereka mendapatkan ampunan Allah dan ridha-Nya” (HR. Ahmad no.27355. Al Haitsami berkata: “Hadits ini ada 2 jalur riwayat, salah jalurnya diriwayatkan oleh para perawi yang shahih”, Majma Az Zawaid, 7/217 )

Dan inilah sebijak-bijaknya kebijakan dari Dzat Yang Paling Bijak. Karena dari kebijakan ini ribuan bahkan jutaan hikmah yang dapat dipetik oleh manusia, diantaranya adalah kesempatan bagi pelaku maksiat untuk bertaubat dan kesempatan untuk orang shalih untuk menuai pahala dan mempertebal keimanannya.

Tempat yang banyak orang shalih pun terkena bencana
Mereka beralasan lagi: “andai bencana dengan maksiat ada hubungannya, mengapa tempat yang banyak orang shalih pun terkena bencana?”.

Ini pun salah satu misteri ilahi yang memiliki banyak hikmah. Salah satu hikmahnya adalah pentingnya dakwah dan menasehati untuk meninggalkan maksiat. Keshalihan tidak hanya dimiliki individu namun juga masyarakat. Ketika maksiat terjadi, sekecil apapun, ketika orang-orang shalih enggan menasehati dan mencegah maksiat tersebut, bukan tidak mungkin bencana akan datang.  Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

والذي نفسي بيده، لتأمرن بالمعروف، ولتنهون عن المنكر، أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عِقابا من عنده، ثم لتَدعُنّه فلا يستجيب لكم

“Demi Allah, hendaknya kalian mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan” (HR. At Tirmidzi no.2323, Ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Korban bencana adalah ahli maksiat?

Alasan mereka yang lain lebih sosialis. Yaitu jika kita mengaitkan bencana di suatu daerah dengan maksiat yang dilakukan penduduknya, sama saja menganggap korban-korban bencana adalah para ahli maksiat.

Dan hadits tersebut di atas jelas bahwa orang yang terkena bencana, bisa jadi benar ahli maksiat, atau bisa jadi orang shalih yang ikut terkena bencana yang disebabkan maksiat. Sehingga tidak ada yang bisa memastikan seseorang termasuk yang mana kecuali Allah Ta’ala. Dan tidak ada kepentingan sama sekali bagi kita untuk mengetahui apakah para korban itu termasuk golongan ahli maksiat atau orang shalih? Namun penting bagi kita untuk menyadari bahwa bencana ini karena sebab maksiat. Karena inilah yang membuat kita tersadar, bergegas untuk menyerahkan diri kepada-Nya, bersimpuh dan bertaubat kepada-Nya.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum: 41)

Dari pada kita merasa sombong, tak merasa punya andil dalam menyebabkan bencana ini, merasa tidak berdosa dan congkak. Yang tentunya kesombongan itu akan berbalas, di dunia atau kelak di akhirat.

وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Orang yang enggan bertaubat, mereka termasuk orang-orang yang zhalim” (QS. Al Hujurat: 11)‎

Rasulullah saw. bersabda :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بنفْسِهِ 
 
“Tiga perkara yang merusak yaitu, menuruti kebakhilan (kikir), mengikuti hawa nafsu dan mengagumi diri sendiri”.

Sesungguhnya ketiga perkara itu adalah urusanbatiniyah tetapi jika dibiarkan ketiganya dapat merusak urusan lahiriyah, mulai dari merusak tatanan keluarga, budaya hingga tataran ekonomi masyarakat. Jika kita baca sekilas saja, hadits ini seolah hanya berfungsi sebagai hadits motivasi, semacam golden ways, yang memberi tips bagaimana tata cara hidup yang sukses dan benar. Padahal tidak demikian, karena sesungguhnya teks ini adalah hadits Rasulullah saw yang kadar kebenarannya seratus persen. Hadits Rasulullah saw bukan sekedar motivasi yang memberi janji, tetapi hadits itu berbicara bukti dalam kehidupan individu maupun masyarakat.

Marilah kita ungkap bersama, bahwa ada tiga hal yang merusak hidup manusia yaitu menuruti kebakhilan, mengikuti hawa nafsu dan mengagumi diri sendiri. Memang ketiga hal ini sangatlah bersifat batiniah, karena ketiganya beroperasi dalam hati. Sehingga ketiganya sangat bersifat individualis dan sangat pribadi sekali. Tetapi jika dibiarkan, ketiga masalah tersebut yang batiniahdan privasi itu akan merusak tatanan dhahir dansosial. Kita akan melihat bagaimana penyakit hati yang tersimpan rapat dan sangat rahasia ini dapat merusak kehidupan nyata, kehidupan bermasyarakat, bahkan juga berbangsa dan bernegara. Jika ketiga penyakit itu menjalar kesebagian besar bangsa ini, maka hadits ini akan berlaku bagi bangsa Indonesia.‎

Perkara pertama yang dapat merusak adalah شخ مطاع  syukhkhun mutha’un (kikir yang dituruti). Kata syukkun, meskipun memiliki padanan dalam bahasa Arab bakhil, tetapi kata syukhkhunmenunjukkan tingkat kebakhilan yang lebih tinggi, tidak sekedar pelit atau kikir biasa. Karena jika bakhil itu bermakna orang yang mempertahankan miliknya jangan sampai kepada orang lain. Namun syukhkhun lebih dari itu, ia adalah orang yang memepertahakan dan tidak rela, kalau ada kenikmatan Allah swt yang diberikan kepada orang lain. Walaupun ia sadari bahwa rahmat dan nikmat itu milik Allah swt dan bukan miliknya. Secara tidak langsung, sifat inilah akar dari sifat madzmumahyang terkenal dan berbahaya yaitu hasud. Hasud adalah perasaan iri dan dengki dengan kenikmatan dan rahmat yang diterima orang lain serta menginginkan rahmat itu berpindah kepadanya. Sungguh inilah karakter terburuk manusia. Kebobrokan moral yang paling tinggi, dibandingkan dengan kenakalan remaja dan praktik kekerasan dimanapun juga. Karena tindak kekerasan hanyalah pengembangan dari sifat hasud ini.

Karena itu pantaslah jika Rasulullah saw berpesan dengan sangat ‘mewanti-wanti’ dalam haditsnya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال  إياكم والحسد فإن الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب 

Jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya hasud akan meruntuhkan amal kebajikan sebagaimana api membakar kayu bakar

Andaikata syukhkhun yang mengembang menjadi ‎hasud itu berdampak pada hilangnya amal baik, dan perkara amal itu urusan nanti diakhirat, terus dimanakah bahaya syukhkhun muthaun  dalam kehidupan nyata ini? ada sebuah hadits tentangsyukhkhun, dan hadits ini sangat berorientasi pada kehidupan bermasyarakat/ijtimaiyyah yaitu

وَالْشحي بَعِيدٌ مِنْ اللَّهِ بَعِيدٌ مِنْ الْجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنْ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنْ النَّارِ 

Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan neraka.

Pemahaman yang baik atas hadits ini adalah betapa ragam dalam kehidupan merupakansunnatullah maka kaya-miskin, ada-tiada, adalah kenyataan. Dan semua itu dapat berjalan saling harmoni jika mereka yang kaya dan ada suka berbagi. Begitu pula sebaliknya, jika mereka kelompok yang kaya, yang mampu malah melakukan monopoli dan dominasi. Maka perputaran ekonomi tidak akan normal dan sehat lagi. Karena yang kaya akan makin kaya dan yang melarat akan tambah sekarat. Bukankah itu namanya syakhiyyun jika dia berekonomi dengan kaedah ‘memperoleh untung sebesar-besranya dengan modal sedikit-dikitnya?’

Bukankah ini yang terjadi dengan perekonomian di Negara kita. Ketika modal asing yang sangat kuat menggempur ekonomi mandiri masyarakat kecil dan menengah. Maka pemilik modal itulah yang sekarang menguasai pasar ekonomi negeri ini. Dengan berkedok investasi mereka ingin menguasai perdagangan dalam negeri dan anehnya mereka diberi jalan oleh penguasa/pemerintah dengan dalih mengatur hajat-hidup bangsa ini.

Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah bisa para pejabat, penguasa dan pemerintah itu memberi jalan kepada para investor/pemilik modal dan parasyakhiyyun itu?

Jawabnya ada dalam penyakit keduaوهوى متبع  wa hawa muttaba’ (nafsu yang selalu dituruti). Nafsuatau kesenangan memang urusan pribadi, daftar keinginan dan kesenangan itu berderet dalam hati. Mungkin jika dituliskan dalam kertas akan menghabiskan berlembar-lembar. Jika seseorang telah bertekad untuk menuruti segala keinginan memenuhi kesenangannya, maka apapun akan dilakukan. Tidak perduli kelakuannya akan mengorbankan masyarakat yang di dalam masyarakat itu ada keluarganya, ada orang-orang yang berjasa padanya. Inilah yang dalam Negara ini tergambar dalam tindakan korupsi.

Korupsi adalah contoh termudah dari penurutan hawa nafsu, nafsu memiliki banyak rumah dan mobil yang mewah, serta banyak perempuan cantik. Maka ketika para syakhiyyun itu menawarkan kerja sama dengan keuntungan yang memikat dan para pemilik kebijakan menuruti hawa nafsunya, maka terjadilah tindak korupsi.
Membeli Sapi dari luar negeri, membeli buah dari luar negeri, membeli kedelai dari luar negeri, membeli singkong dari luar negeri, membeli gula dari luar negeri. Semua dilakukan demi keuntungan pribadi, demi memenuhi keinginan pribadi tanpa merasa iba kepada petani sapi, petani buah, petani singkong dan petani tebu. Bukankah ini merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekali lagi memang syakhiyy dan nafsu adalah masalah bathin, adanya terselubung jauh dalam hati, tapi jika ia telah bergerak dan menguasai badan ini, ia mampu merusak tatanan kehidupan nyata, mengoyak-ngoyak tatanan ekonomi riil dan mempercuram jenjang sosial kehidupan.
Ketiga, adalah إعجاب المرء بنفسه  I’jabul mar’i binafsihmengagumi diri sendiri yang terkenal dengan ‘ujub.‘Ujub adalah satu penyakit hati paling akut yang susah sekali mengobatinya. Dokter sekaliber apapun tidak sanggup mengobati. Pada praktiknya penyakit ini akan membawa penderita menganggap dirinya paling baik, paling pintar, paling cantik, paling berwibawa dan lain seterusnya.

Ingatkah kita dengan perkataan Iblis ketika diperintah untuk tunduk kepada Nabi Adam as. dalam QS. al-A’raf ayat 12 disebutkan :

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Saya lebih baik dari padanya, Engkau ciptakan saya dari api sedangkan ia, Engkau ciptakan dari tanah

Biasanya ‘ujub akan melahirkan penyakit lain yaitu ‘thulul amal’ angan-angan yang panjang. Mereka yang merasa diri lebih dari orang lain selanjutnya akan mengangan-angan dalam lamunan. “Karena aku orang paling berwibawa di kampung ini, maka jika ada pejabat datang pastilah nanti akan menemuiku, jika menemuiku pastilah aku jadi banyak relasi, jika banyak relasi, maka aku akan…”dan terus tidak ada ujungnya. Jika penyakit ini telah menyergap pada diri seseorang, maka ia akan menjadi serang penghayal yang malas untuk bertindak dan berkreasi, karena lamunan yang panjang. Seperti malasnya pemasang lotre menunggu nasib.

Maka sudah seharusnya, jika kita ingin menyelamatkan diri, keluarga, lingkungan/masyarakat bahkan juga bangsa tercinta ini, marilah kita bersama-sama berusaha dan melatih diri menghindari ketiga penyakit itu. Dan tidak lupa berdo’a kepada Allah swt agar memberikan petunjuk-Nya dan mempermudah jalan kita dalam menghindari penyakit tersebut. Bukankah sesungguhnya iman dan taqwa yang ada dalam diri kita merupakan anugerah dari-Nya?

Musibah-musibah yang terjadi menimpa umat ini, ada dua bentuk penyebab. Bisa merupakan hukuman atau penebus dosa. Jika merupakan hukuman, maka itu hukuman atas maksiat. Jika merupakan penebus dosa, maka sebagai penebus dosa terhadap pelaku maksiat. Ini menunjukkan, bahwa maksiat menjadi peyebab musibah-musibah yang menimpa umat.

Oleh karena itu, maka orang yang berakal, ia berhenti dari (berbuat maksiat). Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran. Dia mengambil pelajaran (musibah) yang menimpa orang lain sebelum menimpa dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu

السَّعِيْدُ مَنِ اتَّعَظَ بِغَيْرِهِ , وَالسَقِيِّ مَنِ اتَّعَظَ بِنَفْسِهِ

“Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dengan orang lain. Dan orang yang celaka adalah orang yang mengambil pelajaran dengan dirinya”

Jadi, musibah-musibah itu diakibatkan dari perbuatan-perbuatan maksiat. Ini disebutkan dalam banyak hadits, di antaranya hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ وَمَا لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا ظَهَرَ فِيهِمُ الأَمْرَاضُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ فِي أَسْلَافِهِمِ وَمَا مَنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَ مَا لَمْ يُطَفِّفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِجَوْرِ السُّلْطَانِ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَالسِّنِينَ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيْدٌ

“Hai orang-orang Muhajirin; lima perkara, jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Alloh agar kamu tidak mendapatkannya :
– Tidaklah muncul perbuatan keji (seperti: bakhil, zina, minum khomr, judi, merampok dan lainnya) pada suatu masyarakat, sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang sebelum mereka.
– Orang-orang tidak menahan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
– Tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan kezholiman pemerintah, kehidupan yang susah, dan paceklik.‎
Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan kitab Alloh, dan memilih-milih sebagian apa yang Alloh turunkan, kecuali Alloh menjadikan permusuhan yang keras di antara mereka. ‎

Dan hadits:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kamu berjual-beli dengan ‘inah (sejenis riba), kamu memegangi ekor-ekor sapi, kamu puas dengan pertanian, dan kamu meninggalkan jihad, Allah pasti akan menimpakan kehinaan kepada kamu. Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu sehingga kamu kembali menuju agama kamu”.

Ini semua menunjukkan, bahwa kemaksiatan merupakan sebab di antara sebab-sebab musibah. Maka kewajiban umat yang menghormati dirinya sendiri dan yang mengambil pelajaran terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, hendaklah memperhatikan dirinya dan menjauhi kemaksiatan, baik sebagai individu atau sebagai bangsa. Karena sesungguhnya, yang menghancurkan bangsa-bangsa dan membinasakan umat-umat adalah dosa-dosa; dan sebelum itu dosa-dosa mematikan hati. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus