Translate

Sabtu, 10 September 2016

Kewajiban Mencintai Para Waliyulloh


Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَه
“Dan tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah; membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka dan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Dalam setiap era kemodernan, kehidupan manusia sentiasa berkembang ke arah kesempurnaan, sehingga terwujudlah adat-istiadat, pengetahuan, budaya, moral, kepercayaan, aturan kemasyarakatan, pendidikan, undang-undang dan pemerintahan. 

Dalam perkembangannya, aturan moral ini tetap mengalami pasang surutnya. Namun, setiap kali mengalami masa surutnya, pasti akan muncul insan-insan yang digelar wali-wali Allah yang sentiasa berjuang untuk mengembalikan nilai moral ke tahap yang tertinggi, sehingga nilai-nilai ini diserapi kembali ke dalam jiwa manusia. Perkembangan adat dan nilai akhlak ini terjadi pula dikalangan dunia Islam sejak Allah s.w.t. telah menjelaskan bahawa Nabi saw mempunyai moral yang paling sempurna . Nabis.aw.pun mengenalkan dirinya sebagai utusan yang akan menyempurnakan keperibadian moral dan akhlak.Justeru itu, Allah s.w.t. telah menyeru umat Islam untuk menjadikan RasulNya sebagai insan yang sentiasa dicontohi.Nabi Muhammad s.a.w. telah berhasil membina sahabatsahabatnya menjadi manusia-manusia sufi yang boleh dibanggakan di hadapan seluruh umat manusia. 

Padahal pada waktu sebelumnya mereka adalah manusia-manusia jahiliyah yang berada di tepi jurang neraka. Tentunya keberhasilan beliau itu tidak lain karena bantuan Allah dan bimbingan Baginda s.a.w.Dalam kehidupan sehariannya Nabi s.a.w. menyeru dan mempamerkan cara hidup yang sederhana, selalu prihatin,berharap penuh keridhaan Allah dan kesenangan di akhirat, dan selalu menjalani kehidupan sufistik dalam segala tingkah laku dan tindakannya. Kehidupan sufistik ini dilanjutkan oleh generasi tabi’in, tabi’-tabi’in dan seterusnya hingga kini.Perjuangan Rasulullah s.a.w. tidak berhenti setakat masa hidupnya sahaja, namun segala ilmu-ilmu dan nilai-nilai akhlak Islamiyah telah diwarisi oleh wali-wali yang sentiasa mendokong dan meneruskan perjuangan Rasulullah s.a.w. sepertimana yang disifatkan oleh Allah s.w.t. dalam salah satu hadis qudsi yang berbunyi :
“Wali-waliKu berada di bawah kubah-kubahKu. Tidak ada yang mengetahuinya selain Aku”.

Dalam sebuah hadis sahih Rasulullah Saw bersabda

عمر بن الخطاب قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم " إن من عباد الله لأناسا ما هم بأنبياء ولا شهداء يغبطهم الأنبياء والشهداء يوم القيامة بمكانهم من الله تعالى " قالوا يارسول الله تخبرنا من هم ؟ قال " هم قوم تحابوا بروح الله ( فسروه بالقرآن . كذا قال الخطابي ) على غير أرحام بينهم ولا أموال يتعاطونها فو الله إن وجوههم لنور وإنهم على نور لا يخافون إذا خاف الناس ولا يحزنون إذا حزن الناس وقرأ هذه الآية { ألا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون }


“Sesungguhnya diantara hamba Allah ada sekelompok manusia yang bukan Nabi dan bukan Syuhada’. Mereka dikelilingi oleh para Nabi dan Syuhada’ di hari kiamat karena kedudukannay disisi Allah.” Para sahabat bertanya:” Wahai Rasulullah, kabarkan kami siapa mereka?” Rasulullah menjawab: “Mereka adalah kaum yang saling mencintai dengan ruh Allah (ulama menafsiri: Al-Quran) tanpa hubungan keluarga antara mereka dan tanpa uang yang diberikan pada mereka. Demi Allah, sungguh wajah mereka adalah cahaya dan mereka diatas cahaya. Mereka tidak takut saat manusia ketakutan. Mereka tidak sussah saat semua manusia diterpa kesusahan.” Lalu Rasulullah membaca: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (HR Abu Dawud No 3527 dari Umar bin Khattab)

Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda saat haji wada’ (perpisahan):

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال في حجة الوداع : ألا أن أولياء الله المصلون من يقيم الصلاة الخمس التي كتبن عليه و يصوم رمضان يحتسب صومه يرى أنه عليه حق و يعطي زكاة ماله يحتسبها و يجتنب الكبائر التي نهى الله عنها

Sesungguhnya para wali Allah adalah orang-orang yang mendirikan salat 5 waktu yang diwajibkan bagi mereka, berpuasa Ramadlan dengan mengharap pahala dan memenuhi kewajiban, memberikan zakat hartanya dengan mengharap pahala, dan menjauhi dosa besar yang dilarang oleh Allah” (HR al-Hakim No 7666 dan ia menilai sahih dan disetujui oleh al-Dzahabi)

Hadis Tentang Wali Badal

al-Hafidz as-Suyuthi berkata:

لَمْ يَرِد فِي الْكُتُب السِّتَّة ذِكْر الْأَبْدَال إِلَّا فِي هَذَا الْحَدِيث عِنْد أَبِي دَاوُدَ وَقَدْ أَخْرَجَهُ الْحَاكِم فِي الْمُسْتَدْرَك وَصَحَّحَهُ ، وَوَرَدَ فِيهِمْ أَحَادِيث كَثِيرَة خَارِج السِّتَّة جَمَعْتهَا فِي مُؤَلَّف اِنْتَهَىعون المعبود - ج 9 / ص 322)

“Penjelasan tentang wali Badal tidak ada dalam kutubus sittah (6 kitab hadis; Bukhari, Muslim, Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi, Sunan an-Nasai dan Sunan Ibnu Majah), kecuali 1 hadis riwayat Abu Dawud (No 3737) dan diriwayatkan oleh al-Hakim dan ia menilainya sahih (dan riwayat Ahmad No 27446). Namun ada banyak hadis tentang wali Badal yang diriwayatkan oleh selain 6 kitab hadis tersebut” (‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 9/322)

Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar mengkritik terhadap al-Hafidz Ibnu Jauzi yang memasukkan hadis-hadis tentang keberadaan wali Badal (pengganti) ke dalam kategori “al-Maudluat” (hadis-hadis palsu). al-Hafidz Ibnu Hajar justru memberi penilaian sebaliknya yaitu sebuah hadis:

أورد ابن الجوزي في الموضوعات أحاديث فيها وجود الأبدال ... سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول الأبدال بالشام وهم أربعون رجلا كلما مات رجل أبدل الله مكانه رجلا يسقى بهم الغيث وينصر بهم على الأعداء ويصرف عن أهل الشام بهم العذاب رجاله رجال الصحيح غير شريح وهو ثقة (القول المسدد - ج 1 / ص 82)

“Para wali Badal (pengganti) berada di Syam. Mereka 40 orang laki-laki. Setiap ada yang mati dari mereka maka Allah menggantikannya dengan orang lain. Dengan merekalah manusia diberi hujan dan dengan mereka pula manusia diberi pertolongan dari para musuh” (al-Qaul al-Musaddad 1/82, para perawinya sahih selain Syuraih, ia tsiqah)

Ahli hadis Syaikh al-Kattani mengatakan bahwa hadis-hadis tentang keberadaan wali Badal dari Anas adalah dlaif. Namun hadis tersebut juga diriwayatkan dari (1) Ubadah bin Shamit, (2) Ibnu Umar, (3) Ibnu Masud, (4) Abi Said, (5) Ali, (6) Auf bin Malik, (7) Abu Hurairah, dan (8) Muadz bin Jabal. al-Kattani mengutip dari al-Hafidz as-Suyuthi bahwa hadis tentang wali Badal telah mencapai mutawatir secara maknawi (Nadzmu al-Mutanatsir fi al-Hadits al-Mutawatir 1/220)

Al-Hafidz Ibnu Hajar (773-852 H / 1372-1448 M)

Para ahli hadis juga banyak menyebut wali Badal baik secara criteria maupun perorangan. Inilah bentuk konsistensi mereka kepada hadis diatas. Misalnya al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Abu Ibrahim az-Zuhri adalah termasuk wali Badal” (Fathul Bari 1/357). Ahli hadis Yahya bin Main ditanya siapa wali Badal? Beliau menjawab: “Kalau Ahmad bin Harb bukan wali Badal, maka saya tidak tahu siapa mereka” (Lisan al-Mizan 1/62).

Ibnu Hajar juga meriwayatkan ketika Bilal al-Khawwash bertemu dengan Nabi Khidir dan bertanya tentang Imam Syafii, maka Nabi khidir menjawab: “Ia termasuk wali Badal” (al-Ishabat fi Ma’rifat ash-Shahabat 1/313)

Imam Ahmad berkata: “Diantara tanda wali Badal adalah tidak memiliki anak. Hammad bin Salamat termasuk wali Badal, ia tidak memiliki anak” (Lisan al-Mizan 1/415)

Imam Ahmad bin Hanbal juga termasuk wali Badal, setelah beliau wafat digantikan oleh Abu Zur’ah (Ibnu Abi Ya’la dalam Thabaqat al-Hanabilah 1/78). Imam Ahmad sendiri berkata: “Ma’ruf al-Kurkhi termasuk wali Badal, doanya dikabulkan” (Thabaqat al-Hanabilah 1/154)

al-Hafidz adz-Dzahabi (673-748 H / 1275-1347 M)

Ahli hadis al-Hafidz adz-Dzahabi juga demikian, ia banyak mengutip sosok wali Badal dalam sanad hadis, misalnya tentang Ammar bin Muhammad “Kami tidak ragu bahwa dia adalah termasuk wali Badal” (Mizan al-I’tidal 3/168). adz-Dzahabi juga mengutip dari Syafii bahwa Fadil termasuk wali Badal (Mizan al-I’tidal 4/384)

Lebih banyak lagi adz-Dzahabi mencatat wali Badal dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’, seperti yang ia sebutkan: “Ahmad bin Hanbal berkata: Jika di Baghdad masih ada wali Badal, dia adalah Abu Ishaq an-Naisaburi” (13/18). Juga “Abdullah bin Maslamah adalah termasuk wali Badal” (10/262). Dan sebagainya.

al-Hafidz al-Mizzi (654-742 H)

al-Hafidz al-Mizzi menyebutkan beberapa sosok wali Badal dalam kitab biografi perawi hadis Tahdzib al-Kamal, diantaranya adalah Shalih bin Muhammad (15/404), Abu Zur’ah berkata: “Ali bin Abu Bakar termasuk wali Badal” (20/335), Ibnu al-Mubarak berkata: “Tidak ada yang tersisa dari wali Badal di Hijaz (Makah-Madinah sebelum dikuasai keluarga Sa’udi) kecuali Fudlail bin Iyadl” (23/289) dan sebagainya.

Inilah sekelumit data dari para ahli hadis. Dan ketika menelaah kitab ahli hadis lainnya akan ditemukan ratusan ulama ahli hadis yang menjadi wali Badal dan tak dapat dipungkiri.

Menolak Hadis Wali Badal

Ulama yang ingkar terhadap hadis-hadis wali Badal adalah Syaikh Albani (Ulama Wahabi). Namun anehnya ia mengutip banyak pernyataan ahli hadis tentang sosok wali Badal dan ia sama sekali tidak menyanggah, misalnya “Farwah bin Mujalid; al-Bukhari berkata: Para ulama tidak ragu bahwa Farwah adalah termasuk wali Badal” (Silsilah Sahihah 2/465). Albani juga berkata: “Asad adalah ahli ibadah dari Syam, Makhul berkata: Ulama Syam tidak ragu bahwa Asad adalah termasuk wali Badal” (Silsilah Sahihah 3/119), dan sebagainya

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

وفي فتادوى الحافظ ابن حجر الأبدال وردت في عدة أخبار منها ما يصح ومنها ما لا يصح وأما القطب فورد في بعض الآثار وأما الغوث بالوصف المشتهر بين الصوفية فلم يثبت اه.

“istilah Wali Badal bersumber dari hadis, yang sebagiannya sahih dan sebagiannya lagi tidak sahih. Sedangkan ‘Wali Qutub’ bersumber dari Atsar ulama Salaf. Dan istilah ‘Ghauts’ adalah julukan yang popular dalam kalangan Shufi (Nadzmu al-Mutanatsir 1/220)

Cinta kepada wali-wali Allah adalah ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, yang merupakan ikatan terkuat dan akan menyempurnakan iman kita. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْمُوَالَاةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah bersikap loyal karena Allah dan memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah.” [HR. Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas radhiyllahu’anhuma, Ash-Shahihah: 998]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan karena Allah, maka dia telah menyempurnakan keimanan.” [HR. Abu Daud dari Abu Umamah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 380]
Diantara doa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Ya Allah aku memohon anugerah kecintaan kepada-Mu, dan kecintaan terhadap orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan terhadap amalan yang mendekatkan kepada cinta-Mu.” [HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Takhrijul Misykah: 60]
Termasuk kecintaan terhadap orang yang mencintai Allah dalam hadits ini adalah mencintai wali-wali Allah.
Dan apabila cinta kepada wali-wali Allah adalah ibadah maka sebaliknya, membenci wali-wali Allah adalah dosa yang sangat besar, dan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya memiliki penyakit hati dan adanya masalah dalam keimanannya, dan dia terancam peperangan dari Allah sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman,
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ
“Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka aku umumkan perang terhadapnya.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Firman Allah “Aku umumkan perang terhadapnya” menunjukkan bahwa memusuhi wali Allah adalah dosa yang sangat besar.
KEWAJIBAN TERHADAP WALI ALLAH TA’ALA‎
Kewajiban seorang muslim terhadap para wali Allah terdapat dalam ayat,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: Wahai Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]
Dalam ayat yang mulia ini terdapat keterangan dua perkara penting yang harus kita amalkan terhadap wali-wali Allah;
Pertama: Selamatnya lisan, tidak mencela wali-wali Allah, tetapi hendaklah mendoakan mereka.
Kedua: Selamatnya hati, tidak membenci dan tidak pula dengki terhadap wali-wali Allah.
Sebagaimana dalam hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ» ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ، نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: «هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ»
“Dikatakan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam: Siapakah manusia yang paling mulia? Beliau bersabda: Setiap orang yang murni hatinya dan jujur lisannya. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, orang yang jujur lisannya telah kami ketahui, namun siapakah orang yang murni hatinya? Beliau bersabda: Orang yang hatinya bertakwa, bersih, tidak melakukan dosa, tidak zalim, tidak membenci dan dan tidak dengki.” [HR. Ibnu Majah, Ash-Shahihah: 948]
MENGENAL WALI-WALI ALLAH TA’ALA
Sangat penting mengenal wali-wali Allah dan jangan tertipu dengan orang-orang yang mengaku-ngaku wali, dan ini termasuk perkara penting dalam aqidah;
Wali yang paling utama adalah para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam.
Para pengikut mereka dengan baik, terutama para sahabat nabi shallallahu’alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah ta’ala,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia.” [Ali Imron: 110]
Oleh karena itu wali yang paling mulia adalah Abu Bakr, kemudian Umar bin Khattab dan seluruh sahabat radhiyallahu’anhum ajma’in.
Para pengikut mereka dengan baik dari generasi setelah mereka (sampai hari kiamat).
MAKNA WALI
Wali dari kata ‘walayah’ yang bermakna ‘qurb’ dekat, sedangkan aduw (musuh) dari kata ‘adaawah’ yang bermakna ‘bu’dun’ jauh, maka para wali senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, sehingga para wali bertingkat-tingkat derajatnya sesuai kedekatan mereka kepada Allah, sebagaimana firman Allah,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Isra’: 57]

Hadits yang paling shahih dan paling mulia tentang wali sehingga dinamakan “Hadits Wali” adalah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya, dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan satu amalan yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya, dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku pun mencintainya. Dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku pengihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku tangannya yang dia gunakan untuk memegang dan Aku kakinya yang dia gunakan untuk melangkah, dan apabila dia meminta kepada-Ku maka sungguh akan Aku kabulkan, dan apabila dia memohon perlindungan kepada-Ku maka sungguh akan Aku lindungi.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Derajat Wali Dalam Hadits yang Mulia Ini Dua Tingkatan:
Al-Muqtashidhin, orang-orang yang pertengahan, yaitu yang mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata,
أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النُّعْمَانُ بْنُ قَوْقَلٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَةَ، وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلَالَ، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ
“An-Nu’man bin Fauqal radhiyallahu’anhu pernah dating kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, apabila aku melakukan sholat wajib, mengharamkan yang haram dan menghalalkan yang halal, apakah aku akan masuk surga? Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Iya.” [HR. Muslim]
Al-Muqorrobin; As-Saabiqiina bil Khairoot, orang-orang yang didekatkan kepada Allah; yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan, yaitu yang memperbanyak amalan-amalan sunnah setelah menjaga amalan-amalan wajib, sebagaimana terdapat dalam surat Al-Insan, Al-Waqi’ah, Al-Muthafifin dan Fathir, diantaranya firman Allah ta’ala,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” [Fathir: 32]
Jadi, para wali adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sehingga para wali bisa saja seorang petani, karyawan pabrik, pedagang, ahli ibadah di masjid, da’i, ulama, dan ulama tingkatan wali yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ، كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sungguh keutamaan orang yang berilmu di atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan di malam purnama di atas seluruh bintang-bintang, dan sungguh para ulama adalah pewaris para nabi, dan sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang melimpah.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 6297]
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
إِنْ لَمْ يَكُنِ الْفُقَهَاءُ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ فِي الْآخِرَةِ فَمَا لِلَّهِ وَلِيُّ
“Apabila para ulama ahli fiqh bukan para wali Allah di akhirat, maka Allah tidak memiliki wali kalau begitu.” [Al-Faqih wal Mutafaqqih lil Khathib Al-Baghdadi, 1/36]

Tanda para wali adalah tidak suka mensucikan dan membanggakan diri. Allah ta’ala berfirman,
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu mensucikan diri-dirimu sendiri, Allah yang lebih tahu siapa yang bertakwa.” [An-Najm: 32]
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,
يا رسول الله، { وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ } ، هو الذي يسرق ويزني ويشرب الخمر، وهو يخاف الله عز وجل؟ قال: “لا يا بنت أبي بكر، يا بنت الصديق، ولكنه الذي يصلي ويصوم ويتصدق، وهو يخاف الله عز وجل
“Wahai Rasulullah, (tentang firman Allah ta’ala) “Dan orang-orang yang telah memberikan apa yang telah mereka beri, dan hati-hati mereka dalam keadaan takut” apakah yang dimaksud adalah orang yang mencuri, berzina dan minum khamar, sehingga ia takut kepada Allah ‘azza wa jalla? Beliau bersabda: Tidak wahai anaknya Abu Bakr, wahai anaknya Ash-Shiddiq, akan tetapi ia adalah orang yang sholat, berpuasa dan bersedekah, maka ia takut kepada Allah ‘azza wa jalla (akan tidak diterimanya ibadah yang ia kerjakan).” [HR. Ahmad]
Demikianlah para wali Allah adalah orang-orang yang melakukan amalan yang terbaik dan mereka khawatir amalannya tersebut tidak akan diterima. Lihatlah kekasih Allah; Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an,
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): Wahai Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqoroh: 127]
Perhatikanlah ayat yang mulia ini, Nabi Ibrahim kekasih Allah yang Maha Penyayang, melakukan amalan yang diperintahkan dan dicintai Allah, tapi beliau masih khawatir amalannya tidak diterima sehingga beliau berdoa kepada Allah agar diterima. Maka bagaimana dengan kita?!
MEMILIKI KEMAMPUAN LUAR BIASA BUKAN SYARAT WALI
Sesuatu yang luar biasa bukanlah syarat wali, karena setan pun bisa melakukannya (seperti tenaga dalam dan ilmu kebal adalah termasuk permainan setan, pen).
Karomah para wali memang ada, tetapi karomah itu bisa jadi untuk hujjah dan bisa jadi pula karena adanya haajah (kebutuhan). Hujjah artinya untuk menunjukkan kebenaran para wali, sedangkan haajah artinya karena para wali tersebut membutuhkannya maka Allah menolong mereka. Dan ketahuilah,
أعظم الكرامة لزوم الاستقامة

“Sebesar-besarnya karomah para wali adalah senantiasa istiqomah (teguh dalam kebenaran).”
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
فَإِن اشْتبهَ عَلَيْك فاكشفه فِي ثَلَاثَة مَوَاطِن فِي صلَاته ومحبته للسّنة وَأَهْلهَا ونفرته عَنْهُم ودعوته إِلَى الله وَرُسُله وَتَجْرِيد التَّوْحِيد والمتابعة وتحكيم السّنة فزنه بذلك لَا تزنه يُحَال وَلَا كشف وَلَا خارق وَلَو مَشى على المَاء وطار فِي الْهَوَاء
“Apabila tersamar atasmu tentang seseorang maka singkaplah dia dalam tiga keadaan:
(1) Sholatnya,
(2) Kecintaannya kepada Sunnah dan pengikutnya, dan (ataukah) kebenciannya kepada mereka,
(3) Dakwahnya kepada Allah dan Rasul-Nya serta pemurnian tauhid, ittiba’ (peneladanan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) dan berhukumnya kepada Sunnah.
Ukurlah dengan tiga perkara ini, janganlah kamu ukur dengan keadaan yang lain, jangan pula dengan kasyaf (sok tahu perkara ghaib), jangan dengan kemampuan luar biasa, walau dia bisa berjalan di atas air atau terbang di udara.” [Ar-Ruh, hal. 265]
Maka wali adalah orang yang mengamalkan dua kalimat syahadat, yaitu syahadat laa ilaaha illallaah dengan mentauhidkan Allah dan syahadat Muhammad Rasulullah dengan meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus