Semua orang normal pasti pernah bersin, namun banyak di antara mereka yang tidak mengetahui sunnah-sunnah yang dilakukan ketika bersin.
“Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba’ (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari syaithan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155).
Berikut akan disebutkan beberapa riwayat yang menyebutkan tuntunan adab tersebut, semoga bermanfaat.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ وَزِيرٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ، عَنْ سُمَيٍّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Waziir Al-Waasithiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari Muhammad bin ‘Ajlaan, dari Sumaiy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila bersin, beliau menutupi wajahnya dengan tangannya atau dengan pakaiannya, seraya merendahkan suara (bersin)-nya [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2745, dan ia berkata : ‘hadits hasan shahih’].
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ، وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ، فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ، فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ، وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِذَا قَالَ: هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abi Iyaas : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Maqburiy, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Oleh karena itu, apabila salah seorang dari kalian bersin lalu ia memuji Allah, maka kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk bertasymit (mengucapkan yarhamukallaah). Adapun menguap, maka tidaklah iadatang kecuali dari setan. Maka,hendaklah menahannya (menguap)semampunya. Jika ia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan tertawa karenanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6223].
Allah membenci menguap karena menguap adalah aktivitas yang membuat seseorang banyak makan, yang pada akhirnya membawa pada kemalasan dalam beribadah. Menguap adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah, terlebih-lebih ketika pada waktu shalat. Para nabi tidak pernah menguap, dikarenakan menguap adalah salah satu aktivitas yang dibenci oleh Allah.
Imam Ibnu Hajar berkata, “Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas (Fathul Baari, 10/607)
حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Maalik bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Salamah : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Diinaar, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan : ‘Alhamdulillah (segala puji hanya untuk Allah)’. Dan saudara atau rekannya (yang mendengar ucapan tersebut) hendaknya mengucapkan kepadanya : ‘yarhamukallaah (semoga Allah memberikan rahmat kepadamu)’. Apabila rekannya tersebut mengucapkan kepadanya ‘yarhamukallah’, hendaknya ia membalas : ‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberikan hidayah kepa kalian dan memperbaiki keadaan kalian)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6224].
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيل، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، وَلْيَقُلْ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، وَيَقُولُ هُوَ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Abi Salamah, dari ‘Abdullah bin Diinaar, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan : ‘Alhamdulillahi ‘alaa kulli haal (segala puji bagi Allah dalam segala kondisi)’. Dan saudara atau rekannya (yang mendengar ucapan tersebut) hendaknya mengucapkan : ‘yarhamukallaah’. Dan hendaknya ia (yang bersin) membalas : ‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5033; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 3/236].
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا رِفَاعَةُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيُّ، عَنْ عَمِّ أَبِيهِ مُعَاذِ بْنِ رِفَاعَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ، فَقُلْتُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ، فَقَالَ: " مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟ " فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ: " مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟ " فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ: " مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ " فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ عَفْرَاءَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: " كَيْفَ قُلْتَ؟ " قَالَ: قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدِ ابْتَدَرَهَا بِضْعَةٌ وَثَلَاثُونَ مَلَكًا أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا ".
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Rifaa’ah bin Yahyaa bin ‘Abdillah bin Rifaa’ah bin Raafi’ Az-Zuraqiy, dari paman ayahnya, dari ayahnya, ia berkata : Aku pernah shalat di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku bersin. Aku mengucapkan : ‘Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbunaa wa yardlaa (segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagaimana Rabb kami senang dan ridla)’. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau berpaling seraya bersabda : “Siapakah yang berbicara tadi waktu shalat?”.Tidak ada seorang pun yang menjawab, sehingga beliau bertanya untuk kedua kalinya : “Siapakah yang berbicara tadi waktu shalat?”. Tidak ada seorang pun yang menjawab, sehingga beliau bertanya untuk ketiga kalinya :“Siapakah yang berbicara tadi waktu shalat?”. Maka Rifaa’ah bin Raafi’ bin ‘Afraa’ berkata : “Aku wahai Rasulullah”. Beliau bersabda : “Apa yang engkau ucapkan tadi?”. Aku menjawab : “Aku mengucapkan : ‘Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbunaa wa yardlaa”. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh ada tiga puluh lebih malaikat saling berebut untuk membawa naik kalimat tersebut” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 404, dan ia berkata : ‘hadits hasan’].
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَمَّا نَفَخَ فِي آدَمَ، فَبَلَغَ الرُّوحُ رَأْسَهُ عَطَسَ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَقَالَ لَهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَرْحَمُكَ اللَّهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ketika Allah meniup ruuh pada diri Aadam, maka sampailah ruh di kepalanya, Aadam pun bersin. Lalu ia mengucapkan : ‘Alhamdulillahi Rabbil-‘aalamiin (segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam)’. Allah tabaaraka wa ta’alaa berfirman kepadanya : ‘Yarhamukallah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 6165; dishahihkan oleh Al-Arna’uth dalam takhriij Shahiih Ibni Hibbaan 14/37].
حَدَّثَنَا حَامِدُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ أَبِي جَمْرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ إِذَا شمّت عَافَانَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ النَّارِ، يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ "
Telah menceritakan kepada kami Haamid bin ‘Umar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Abu Jamrah, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas mengucapkan tasymiit : ‘’Aafaanallaahu wa iyyaakum minan-naar, yarhamukumullah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kalian dari api neraka, dan semoga Allah memberikan rahmat kepada kalian)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 929].
عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا عَطَسَ، فَقِيلَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، قَالَ: " يَرْحَمُنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ وَيَغْفِرُ لَنَا وَلَكُمْ "
Dari Naafi’ : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar apabila bersin, lalu dikatakan kepadanya : ‘Yarhamukallah’. Ia (Ibnu ‘Umar) berkata : “Yarhamunallaahu wa iyyaakum wa yaghfiru lanaa wa lakum (semoga Allah memberikan rahmat kepada kami dan kepada kalian, dan semoga Allah memberikan ampunan kepada kami dan kepada kalian)” [Diriwayatkan oleh Maalik no. 1939].
أَخْبَرَنَا أَبُو طَاهِرٍ الْفَقِيهُ، أنا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ الْقَطَّانُ، نا أَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ السَّلَمِيُّ، نا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أنا سُفْيَانُ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَّلَمِيِّ، أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ، كَانَ يَقُولُ: " إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَلْيَقُلْ مَنْ يَرُدُّ عَلَيْهِ: يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، وَلْيَقُلْ: يَغْفِرُ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ ".هَذَا مَوْقُوفٌ، وَهُوَ الصَّحِيحُ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Thaahir Al-Faqiih : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain Al-Qaththaan : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuusuf As-Sulamiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy : Bahwasannya Ibnu Mas’uud pernah berkata : “Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan : ‘Alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin’. Dan orang yang menjawabnya hendaklah mengucapkan : ‘Yarhamukumullah (semoga Allah memberikan rahmat kepada kalian)’. Orang yang bersin tadi hendaknya mengucapkan : ‘Yaghfirullaahu lii wa lakum (semoga Allah memberikan ampunan kepadaku dan kepada kalian)’” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 9342; dan ia berkata : ‘Riwayat ini mauquuf, dan itulah yang shahih’].
Dalam riwayat Al-Haakim, Ibnu Mas’uud berkata:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَقُلِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلْيُقَلْ لَهُ: يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، فَإِذَا قِيلَ لَهُ: يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، فَلْيَقُلْ: يَغْفِرُ اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ
“Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan : ‘Alhamdulillah’. Dan hendaklah dikatakan kepadanya : ‘Yarhamukumullah’. Dan apabila dikatakan kepadanya ‘yarhamukumullah, hendaklah ia mengucapkan : ‘Yaghfirullaahu lanaa wa lakum (semoga Allah memberikan ampunan kepada kami dan kepada kalian)” [Al-Mustadrak, 4/262-263].
حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ: " كَانَ أَصْحَابُ عَبْدِ اللَّهِ إِذَا عَطَسَ الرَّجُلُ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ، قَالُوا: يَرْحَمُنَا اللَّهُ وَإِيَّاكَ، وَيَقُولُ هُوَ: يَغْفِرُ اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ
Telah menceritakan kepada kami Abu Khaalid Al-Ahmar, dari Al-A’masy, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata : “Adalah shahabat-shahabat ‘Abdullah (bin Mas’uud) apabila ada seseorang bersin mengucapkan ‘alhamdulillah’, mereka mengucapkan : ‘yarhamunallaahu wa iyyaaka’. Dan orang yang bersin itu menjawab : ‘yaghfirullaahu lanaa wa lakum” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 26400; sanadnya hasan].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلَامِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Abi Salamah, dari Al-Auzaa’iy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Syihaab, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid bin Al-Musayyib : Bahwasannya Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu pernah berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ada lima : menjawab salam, menjenguk orang yang sakit, mengikuti jenazah (hingga ke kuburnya), memenuhi undangan, dan mengucapkan tasymiit terhadap orang yang bersin” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1240].
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يُشَمَّتُ الْعَاطِسُ ثَلَاثًا فَمَا زَادَ، فَهُوَ مَزْكُومٌ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Muhammad : Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari ‘Ikrimah bin ‘Ammaar, dari Iyaas bin Salamah bin Al-Akwa’, dari ayahnya, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Orang bersin dibacakan tasymiit sebanyak tiga kali. Selebih dari itu maka ia sedang kena flu" [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3714; dishahihkan oleh Basyaar ‘Awwaad Ma’ruuf dalam Takhriij Sunan Ibni Maajah 4/5/285].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ دَيْلَمَ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: " كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ: " يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Hakiim bin Dailam, dari Abu Burdah, dari Abu Muusaa, ia berkata : “Dulu ada seorang Yahudi bersin di sisi Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan mengharapkan agar beliau mengucapkan kepada mereka ‘yarhamukumullah’. Namun beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan : ‘yahdikumullahu wa yushlihu baalakum” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2739, dan ia berkata : ‘hadits hasan shahih’].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلامٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَخْلَدٌ، قَالَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ: عَطَسَ ابْنٌ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ إِمَّا أَبُو بَكْرٍ، وَإِمَّا عُمَرُ، فَقَالَ: آبَّ، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: " وَمَا آبَّ؟ إِنَّ آبَّ اسْمُ شَيْطَانٍ مِنَ الشَّيَاطِينِ جَعَلَهَا بَيْنَ الْعَطْسَةِ وَالْحَمْدِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salaam, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Makhlad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij : Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Abi Najiih, bahwasannya ia mendengar Mujaahid berkata : “Seorang anak dari ‘Abdullah bin ‘Umar – mungkin ia Abu Bakr atau ‘Umar (perawi ragu) - bersin, lalu mengucapkan : ‘aaabba’. Ibnu ‘Umar berkata : “Apa itu Aaabba ?. Sesungguhnya Aabba adalah nama setan di antara setan-setan yang sengaja ditempatkan antara bersin dan ucapan tahmiid” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 937].
Sebagian faedah yang dapat diambil:
1. Sesungguhnya Allah mencintai bersin.
Bersin dapat menyehatkan dan menyegarkan badan karena berkaitan dengan proses imunitas.
2. Disunnahkan untuk menutup wajah dengan tangan atau kain, serta memelankan suara ketika bersin.
3. Disunnahkan untuk mengucapkan tahmiid ketika bersin, dan wajib bagi yang mendengarnya untuk bertasymit kepadanya.
4. Mengucapkan tasymiit merupakan hak yang harus ditunaikan seorang muslim apabila ia mendengar muslim lainnya yang bersin (dan mengucapkan tahmiid). Hukumnya adalah fardlu ‘ain bagi setiap yang mendengarnya.
أنه ذهب بعض العلماء إلى أن التشميت فرض كفاية، فإذا كنا جماعة وعطس رجل وقال: الحمد لله؛ فقال أحدنا له: يرحمك الله، كفى، وقال بعض العلماء: بل تشميته فرض عين على كل من سمعه؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((كان حقًا على كل من سمعه أن يقول: يرحمك الله)) وظاهر هذا أنه فرض عين؛ فعلى هذا كل من سمعه يقول له: (يرحمك الله)
“Bahwasannya sebagian ulama berpendapat ucapan tasymiit hukumnya fardlu kifaayah. Apabila kita sekelompok orang dan salah seorang bersin seraya mengucapkan‘alhamdulillah, dan kemudian salah seorang di antara kita mengucapkan yarhamukallaah, mencukupi. Sebagian ulama lain berpendapat ucapan tasymiit hukumnya fardlu ‘ain bagi setiap orang yang mendengarnya, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘wajib bagi setiap orang yang mendengarnya untuk mengucapkan yarhamukallaah’. Dan yang dhahhir hukum permasalahan ini adalah fardlu ‘ain. Oleh karena itu, setiap orang yang mendengarnya mengucapkan padanya yarhamukallaah” [Syarh Riyaadlish-Shaalihiin, 1/272].
5. Disunnahkan untuk mengeraskan suara pujian kepada Allah (tahmiid) sekedar untuk terdengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya sehingga mereka dapat mengucapkan tasymit kepadanya. Al-Baghawiy rahimahullah berkata setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah:
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي أَنْ يَرْفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّحْمِيدِ حَتَّى يُسْمِعَ مَنْ عِنْدَه حَتَّى يَسْتَحِقَّ التَّشْمِيتَ
“Dalam hadits tersebut merupakan dalil bahwa orang yang bersin hendaknya mengeraskan suaranya dengan tahmiid hingga terdengar oleh orang yang ada di sisinya hingga ia berhak mendapatkan ucapan tasymiit” [Syarhus-Sunnah, 12/307].
Tetap disunnahkan mengucapkan tahmiid ketika bersin meskipun sedang shalat, namun orang yang mendengarnya dilarang mengucapkan tasymiit jika ia sedang shalat karena dapat membatalkan shalatnya.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ، قَالَا: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيل بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ، قَالَ: بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ، فَقُلْتُ: وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ، مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ؟ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي، لَكِنِّي سَكَتُّ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي، مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ، وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ، فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي، قَالَ: إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ، لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Ash-Shabbaah (حِ), dan Abu Bakr bin Abi Syaibah – dan keduanya berdekatan dalam lafadh haditsnya - , mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim, dari Hajjaaj Ash-Shawwaaf, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Hilaal bin Abi Maimuunah, dari ‘Athaa’ bin Yasaar, dari Mu’aawiyyah bin Al-Hakam As-Sulamiy, ia berkata : Saat aku shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba ada seseorang bersin. Aku kemudian berkata : ‘Yarhamukallaah’ (semoga Allah merahmatimu). Maka orang-orang saling memandangku. Aku pun berkata : ‘Kenapa kalian memandangku demikian ?’. Mereka menepuk-nepuk paha dan aku lihat mereka mengisyaratkan agar aku diam. Akhirnya aku pun diam. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya, aku belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih baik dari beliau sebelumnya. Beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, dan tidak pula mencemoohku. Beliau (hanya) bersabda : ‘Sesungguhnya shalat ini tidak boleh sedikitpun dicampuri dengan pembicaraan manusia. Ia hanyalah berisi tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 537].
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَفِي هَذَا الْحَدِيث : النَّهْي عَنْ تَشْمِيت الْعَاطِس فِي الصَّلَاة ، وَأَنَّهُ مِنْ كَلَام النَّاس الَّذِي يَحْرُم فِي الصَّلَاة وَتَفْسُد بِهِ إِذَا أَتَى بِهِ عَالِمًا عَامِدًا
“Dalam hadits ini merupakan larangan mengucapkan tasymiit bagi orang yang bersin dalam shalat, karena ia termasuk pembicaraan manusia yang diharamkan diucapkan dalam shalat, dan dapat membatalkan shalat apabila dilakukan dalam keadaan mengetahui dan sengaja”.
وَأَمَّا الْعَاطِس فِي الصَّلَاة فَيُسْتَحَبّ لَهُ أَنْ يَحْمَد اللَّه تَعَالَى سِرًّا ، هَذَا مَذْهَبنَا ، وَبِهِ قَالَ مَالِك وَغَيْره ، وَعَنْ اِبْن عُمَر وَالنَّخَعِيّ وَأَحْمَد - رَضِيَ اللَّه عَنْهُمْ - أَنَّهُ يَجْهَر بِهِ ، وَالْأَوَّل أَظْهَر ؛ لِأَنَّهُ ذِكْر ، وَالسُّنَّة فِي الْأَذْكَار فِي الصَّلَاة الْإِسْرَار إِلَّا مَا اِسْتَثْنَى مِنْ الْقِرَاءَة فِي بَعْضهَا وَنَحْوهَا
“Adapun orang yang bersin dalam shalat, maka disunnahkan baginya untuk menggucapkan tahmiid kepada Allah ta’ala secaa pelan (sirr). Inilah madzhab kami. Dan pendapat itulah yang dipegang oleh Maalik dan yang lainnya. Adapun dari Ibnu ‘Umar, An-Nakha’iy, Ahmad – radliyallaahu ‘anhum– berpendapat untuk mengeraskan tahmiid. Pendapat pertama yang lebih benar, karena ia merupakan dzikir. Dan sunnah dalam dzikir-dzikir dalam shalat adalah diucapkan secara pelan, selain yang dikecualikan dari qira’at (Al-Qur’an) di sebagiannya dan yang semisalnya" [Syarh Shahiih Muslim, 5/21].
Namun yang nampak dalam hadits, bacaan tahmiid tersebut dilakukan secara keras sebagaimana jika dilakukan di luar shalat. Tidaklah Mu’aawiyyah bin Al-Hakam mengucapkan tasymiit kecuali karena ia mendengar tahmiid orang yang bersin tadi, wallaahu a’lam.
6. Barangsiapa yang tidak mengucapkan tahmiid atau mengucapkan dengan suara pelan sehingga tidak terdengar, maka ia tidak berhak mendapatkan ucapan tasymiit.
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: " عَطَسَ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ يُشَمِّتِ الْآخَرَ، فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، شَمَّتَّ هَذَا وَلَمْ تُشَمِّتْنِي، قَالَ: إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ وَلَمْ تَحْمَدِ اللَّهَ "
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abi Iyaas : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan At-Taimiy, ia berkata : Aku mendengar Anas radliyallaahu ‘anhuberkata : “Dua orang bersin di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bertasymit kepada salah seorang dari keduanya, namun tidak bertasymit kepada yang lain. Berkatalah orang yang tidak diucapkan tasymit oleh beliau : "Wahai Rasulullah, engkau bertasymit pada orang ini, namun engkau tidak bertasymit kepadaku". Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang ini mengucapkan tahmid, sedangkan engkau tidak mengucapkan tahmid” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6225].
7. Bacaan tahmiid bagi orang yang bersin antara lain adalah :
a. Alhamdulillah
b. Alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin
c. Alhamdulillahi ‘alaa kulli haal.
d. Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbunaa wa yardlaa.
Semua bacaan tahmiid merupakan pilihan yang kesemuanya benar.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
اتفق العلماء على أنه يستحب للعاطس أن يقول عقب عطاسه الحمد لله , ولو قال الحمد لله رب العالمين لكان أحسن ,فلو قال الحمد لله على كل حال كان أفضل
“Para ulama sepakat bahwa disunnahkan bagi orang yang bersin untuk mengucapkan setelah bersinnya :Alhamdulillah. Seandainya ia mengucapkan ‘alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin’, lebih baik. Dan apabila ia mengucapkan ‘alhamdulillahi ‘alaa kulli haal’, maka lebih utama” [Al-Adzkaar, hal. 231].
قَالَ الْقَاضِي : وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي كَيْفِيَّة الْحَمْد وَالرَّدّ ، وَاخْتَلَفَتْ فِيهِ الْآثَار ، فَقِيلَ : يَقُول : الْحَمْد لِلَّهِ . وَقِيلَ : الْحَمْد لِلَّهِ رَبّ الْعَالَمِينَ ، وَقِيلَ : الْحَمْد لِلَّهِ عَلَى كُلّ حَال ، وَقَالَ اِبْن جَرِير : هُوَ مُخَيَّر بَيْن هَذَا كُلّه ، وَهَذَا هُوَ الصَّحِيح وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ مَأْمُور بِالْحَمْدِ لِلَّهِ.
“Al-Qaadliy berkata : Para ulama berselisih pendapat tentang kaifiyyah ucapan tahmiid dan menjawabnya. Beberapa riwayat dalam masalah tersebut menyebutkan berbeda-beda. Dikatakan, orang yang bersin mengucapkan : Alhamdulillah. Dikatakan pula : ‘alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin’. Dikatakan pula : ‘alhamdulillahi ‘alaa kulli haal’. Ibnu Jariir berkata : ‘Semua itu merupakan pilihan, dan inilah yang benar. Dan mereka (para ulama) bersepakat bahwa orang yang bersin diperintahkan untuk mengucapkan pujian terhadap Allah” [Syarh Shahiih Muslim, 18/120].
8. Bacaan tasymiit bagi orang yang mendengar tahmiid dari orang yang bersin antara lain adalah:
a. Yarhamukallaah.
b. Yarhamukumullaah.
Inilah yang marfuu’.
Ucapan ‘Yarhamunallaahu wa iyyaaka’ sebagaimana diriwayatkan dari shahabat-shahabat Ibnu Mas’uud, secara makna tidak berbeda, hanya saja doa tersebut ditambahkan permohonan limpahan rahmat kepada diri sendiri. Namun demikian, riwayat marfuu’ dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap lebih diutamakan.
Adapun ucapan tasymiit :
a. ’Aafaanallaahu wa iyyaakum minan-naar, yarhamukumullah’ - dari riwayat Ibnu ‘Abbaas;
b. Yarhamunallaahu wa iyyaakum wa yaghfiru lanaa wa lakum – dari Ibnu ‘Umar
Maka kemungkinan tambahan merupakan ijtihad mereka berdua. Sebagaimana sebelumnya, riwayat marfuu’ lebih didahulukan karena siapapun selain Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ada kemungkinan keliru atau tidak mengetahui sebagian ilmu yang diketahui oleh yang lain. Dan khususnya Ibnu ‘Umar, jika tambahan tersebut merupakan kelaziman baginya, maka besar kemungkinan ucapan tersebut berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang ia ketahui, karena ia (Ibnu ‘Umar) pernah melarangan tambahan bacaan shalawat ketika bersin.
حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا حَضْرَمِيٌّ مَوْلَى آلِ الْجَارُودِ، عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ رَجُلًا عَطَسَ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَأَنَا أَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَلَيْسَ هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَنَا، أَنْ نَقُولَ: " الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ "
Telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mas’adah : Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Ar-Rabii’ : Telah menceritakan kepada kami Hadlramiy maulaa Aali Al-Jaaruud, dari Naafi’ : Bahwasannya ada seseorang bersin di samping Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu, lalu dia berkata : “Alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasulihi (segala puji bagi Allah dan kesejahteraan bagi Rasul-Nya)”. Maka Ibnu ‘Umar berkata : “Dan saya mengatakan, alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasuulillah. Akan tetapi tidak demikian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami. Akan tetapi beliau mengajari kami untuk mengatakan : “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2738].
Sebagaimana diketahui, Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu adalah salah seorang shahabat yang paling bersemangat dalam meniru Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahkan hingga pada hal-hal yang hanya merupakan kebiasaan beliau saja. Kemungkinan ini sangat kuat.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَأَمَّا لَفْظ ( التَّشْمِيت ) فَقِيلَ : يَقُول : يَرْحَمك اللَّه ، وَقِيلَ ، يَقُول : الْحَمْد لِلَّهِ يَرْحَمك اللَّه ، وَقِيلَ : يَقُول : يَرْحَمنَا اللَّه وَإِيَّاكُمْ .
“Al-Qaadliy berkata : Adapun lafadhtasymiit; dikatakan, ia mengucapkan : ‘yarhamukallah’. Dikatakan pula, ia mengucapkan : ‘alhamdulillah, yarhamukallaah’. Dikatakan pula, ia mengucapkan : ‘yarhamunallaah wa iyyaakum’” [Syarh Shahiih Muslim, 18/120].
Catatan :
Saya belum menemukan riwayat yang menyebutkan pensyari’atan lafadh tasymit : ‘alhamdulillah, yarhamukallaah’.
9. Balasan ucapan tasymiit adalah : ‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum’.
Adapun ucapan yang ternukil dari Ibnu Mas’uud dan shababat-shahabatnya :
a. Yaghfirullaahu lii wa lakum
b. Yaghfirullaahu lanaa wa lakum
maka kemungkinan:
a. merupakan ijtihad pribadi Ibnu Mas’uud yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya, sehingga riwayat marfu’ tetap lebih diutamakan;
b. merupakan riwayat marfuu’ yang ia ketahui berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, karena ia (Ibnu Mas’uud) – sebagaimana Ibnu ‘Umar – juga merupakan shahabat yang paling ketat dalam pengamalan sunnah. Ia pernah mengoreksi tambahan huruf alif dan wawu dalam bacaan tasyahud yang dilakukan oleh Al-Aswad dan murid-murid Ibnu Mas’uud yang lain.
وَحَدَّثَنَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: نا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الأَسْوَدِ، قَالَ: كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُعَلِّمُنَا التَّشَهُّدَ فِي الصَّلاةِ، فَيَأْخُذُ عَلَيْنَا الأَلِفَ وَالْوَاوَ
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Fudlail, dari Al-A’masy, dari Ibraahiim, dari Al-Aswad, ia berkata : “Ibnu Mas’uud mengajari kami tasyahud dalam shalat, dan ia mengambil (tambahan) huruf alif dan wawu dari kami” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Musnad-nya no. 1629; shahih].
Kemungkinan ini sangat kuat.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
قَالَ : وَاخْتَلَفُوا فِي رَدّ الْعَاطِس عَلَى الْمُشَمِّت ، فَقِيلَ : يَقُول : يَهْدِيكُمْ اللَّه وَيُصْلِح بَالكُمْ ، وَقِيلَ : يَقُول : يَغْفِر اللَّه لَنَا وَلَكُمْ ، وَقَالَ مَالِك وَالشَّافِعِيّ : يُخَيَّر بَيْن هَذَيْنِ ، وَهَذَا هُوَ الصَّوَاب ، وَقَدْ صَحَّتْ الْأَحَادِيث بِهِمَا .
“Al-Qaadliy : berkata : Para ulama juga berselesih pendapat dalam jawaban orang yang bersin terhadap orang yang mengucapkan tasymiit. Dikatakan, ia mengucapkan : ‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum’. Dikatakan pula, ia mengucapkan : ‘yaghfirullaahu lanaa wa lakum’. Maalik dan Asy-Syaafi’iy berkata : ‘Diberikan kebebasan memilih diantara dua bacaan ini’. Inilah pendapat yang benar. Telah shahih beberapa hadits yang menyebutkan dua bacaan tersebut” [Syarh Shahiih Muslim, 18/120-121].
10. Orang bersin hanya dibacakan tasymit maksimal tiga kali (yaitu untuk tiga kali bersin). Selebih dari itu, maka tidak lagi menjadi kewajiban untuk mengucapkannya, karena orang yang bersin tersebut menderita flu – atau sebab lainnya.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
إذا تكرر العطاس من الإنسان متتابعاً , فالسنة أن يشمته لكل مرة إلى أن يبلغ ثلاث مرات
“Apabila seseorang bersin berulang kali secara berturutan, maka disunnahkan mengucapkan tasymiit kepadanya untuk setiap kali bersin hingga maksimal tiga kali” [Al-Adzkaar, hal. 233].
11. Tidak diperbolehkan mengucapkan tasymiit kepada orang kafir yang bersin meskipun ia mengucapkan tahmiid.
12. Tidak diperbolehkan mendoakan rahmat kepada orang kafir, namun boleh mendoakan agar mereka diberikan hidayah (Islam) dan kebaikan dalam perkara dunia
13. Dilarang mengucapkan aaabba ketika bersin, karena ia merupakan salah satu nama diantara nama-nama setan. Diriwayat lain, nama Aabba disebutkan dengan sebutan Asyhaab.
حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: عَطَسَ رَجُلٌ عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ: أَشْهَبُ، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: " أَشْهَبُ اسْمُ شَيْطَانٍ، وَضَعَهُ إِبْلِيسُ بَيْنَ الْعَطْسَةِ وَالْحَمْدِ لِيُذْكَرَ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Iisaa bin Yuunus, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Najiih, dari Mujaahid, ia berkata : “Ada seorang laki-laki bersin di sisi Ibnu ‘Umar, lalu laki-laki tersebut berkata : “Asyhab”. Maka Ibnu ‘Umar berkata : “Asyhab adalah nama setan yang diletakkanIbliis antara bersin dan ucapan tahmiid agar namanya diingat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Adab no. 337; shahih].
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar