Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Imam Adz-Dzahabiy rahimahullah menukil kisah:
وقال أبو علي الغساني: أخبرنا أبو الفتح نصر بن الحسن السكتي السمرقندي: قدم علينا بلنسية عام أربعة وستين وأربع مئة.
قال: قحط المطر عندنا بسمرقند في بعض الاعوام، فاستسقى الناس مرارا، فلم يسقوا.
فأتى رجل صالح معروف بالصلاح إلى قاضي سمرقند، فقال له: إني رأيت رأيا أعرضه عليك.
قال: وما هو ؟ قال: أرى أن تخرج ويخرج الناس معك إلى قبر الامام محمد بن إسماعيل البخاري، وقبره بخرتنك، ونستسقي عنده، فعسى الله أن يسقينا.
قال: فقال القاضي: نعم ما رأيت.
فخرج القاضي والناس معه، واستسقى القاضي بالناس، وبكى الناس عند القبر، وتشفعوا بصاحبه، فأرسل الله تعالى السماء بماء عظيم غزير، أقام الناس من أجله بخرتنك سبعة أيام أو نحوها، لا يستطيع أحد الوصول إلى سمرقند من كثرة المطر وغزارته، وبين خرتنك وسمرقند نحو ثلاثة أميال.
Dan telah berkata Abu ‘Aliy Al-Ghassaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fath Nashr bin Al-Hasan As-Sakatiy As-Samarqandiy : “Kami datang dari negeri Valencia (Spanyol) pada tahun 464 H. Selama beberapa tahun hujan tidak turun pada kami di negeri Samarqand. Orang-orang melakukan istisqaa’ (shalat meminta hujan) beberapa kali, namun hujan tidak juga turun. Maka, seorang laki-laki shalih yang dikenal dengan keshalihannya mendatangi qaadly negeri Samarqand. Ia berkata : “Sesungguhnya aku mempunyai satu pendapat yang hendak aku sampaikan kepadamu”. Qaadliy berkata : “Apa itu ?”. Ia berkata : “Aku berpandangan agar engkau keluar bersama orang-orang menuju kubur Al-Imaam Muhammad bin Ismaa’iil Al-Bukhaariy. Makam beliau ada di Kharantak. Lalu kita melakukan istisqaa’ di sisi kuburnya, semoga Allah menurunkan hujan kepada kita”.Qaadliy berkata : “Ya, aku setuju”.
Maka, sang Qaadliy pun keluar dan diikuti oleh orang-orang bersamanya. Qaadliy tersebut melakukan istisqaa’bersama orang-orang. Orang-orang menangis di sisi kubur dan meminta syafa’at kepada penghuni kubur (Al-Imaam Al-Bukhaariy). Setelah itu, Allah ta’ala mengutus awan yang membawa hujan sangat lebat. Orang-orang tinggal di Kharantak selama kurang lebih tujuh hari. Tidak seorang pun yang dapat pulang ke Samarqand karena derasnya hujan yang turun. Jarak antara Kharantak dan Samarqand sekitar tiga mil” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 12/469].
As-Subkiy rahimahullah juga membawakan riwayat ini dalam Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah Al-Kubraa 2/173, dari Abu ‘Aliy Al-Ghassaaniy.
Kisah yang dibawakan oleh adz-Dzahabi dan as-Subuki sanad periwayatannya sahih, riwayat ini telah disebutkan sendiri oleh al-Hafidz Abu Ali al-Ghassani dalam kitabnya Taqyid al-Muhmal wa Tamyiz al-Musykal, beliau mengatakan :
أخبرني أبو الحسن طاهر بن مفوز ابن عبد الله بن مفوز المعافري صاحبنا رحمه الله، قال: أخبرني أبو الفتح وأبو الليث نصر بن الحسن التنكتي المقيم بسمرقند –قدم عليهم بلنسية عام أربعة وستين وأربعمة- قال: قحط المطر عندنا بسمرقند في بعض الأعوام، قال: فاستسقى الناس مرارا فلم يسقوا، قال: فأتى رجل من الصالحين معروف بالصلاح مشهور به إلى قاضي سمرقند، فقال له: إني قد رأيت رأيا أعرضه عليك، قال: وما هو؟ قال: أرى أن تخرج ويخرج الناس معك إلى قبر الإمام محمد بن إسماعيل البخاري رحمه الله- وقبره بخرتنك، ونستسقي عنده، فعسى الله أن يسقينا، قال: فقال القاضي: نعما رأيت. فخرج القاضي وخرج الناس معه، واستسقى القاضي بالناس، وبكى الناس عند القبر، وتشفعوا بصاحبه، فأرسل الله تبارك وتعالى السماء بماء عظيم غزير أقام الناس من أجله بخرتنك سبعة أيام أو نحوها، لا يستطيع أحد الوصول إلى سمرقند من كثرة المطر وغزارته، وبين خرتنك وسمرقند ثلاثة أميال أو نحوها.
“ Telah mengabarkan padaku Abul Hasan Thahir bin Mafuz Ibnu Abdillah bin Mafuz al-Mu’aafiri, sahihb kami –semoga Allah merahmatinya- ia berkata, “ Telah mengabarkan padaku Abul Fath dan Abu al-Laits Nashr bin al-Hasan at-Tankati yang bermukim di Samarqand, ia datang pada mereka di Valencia (Spanyol) tahun 464 H. Selama beberapa tahun hujan tidak turun pada kami di negeri Samarqand. Orang-orang melakukan istisqaa’ (shalat meminta hujan) beberapa kali, namun hujan tidak juga turun. Maka, seorang laki-laki shalih yang dikenal dengan keshalihannya mendatangi qaadly negeri Samarqand. Ia berkata : “Sesungguhnya aku mempunyai satu pendapat yang hendak aku sampaikan kepadamu”. Qaadliy berkata : “Apa itu ?”. Ia berkata : “Aku berpandangan agar engkau keluar bersama orang-orang menuju kubur Al-Imaam Muhammad bin Ismaa’iil Al-Bukhaariy. Makam beliau ada di Kharantak. Lalu kita melakukan istisqaa’ di sisi kuburnya, semoga Allah menurunkan hujan kepada kita”. Qaadliy berkata : “Ya, aku setuju”.
Maka, sang Qaadliy pun keluar dan diikuti oleh orang-orang bersamanya. Qaadliy tersebut melakukan istisqaa’ bersama orang-orang. Orang-orang menangis di sisi kubur dan meminta syafa’at kepada penghuni kubur (Al-Imaam Al-Bukhaariy). Setelah itu, Allah ta’ala mengutus awan yang membawa hujan sangat lebat. Orang-orang tinggal di Kharantak selama kurang lebih tujuh hari. Tidak seorang pun yang dapat pulang ke Samarqand karena derasnya hujan yang turun. Jarak antara Kharantak dan Samarqand sekitar tiga mil” (Taqyid al-Muhmal wa Tamyiz al-Musykal lil Hafizh al-Ghossani, juz 1 halaman 44)
Riwayat di atas adalah shohih. Perhatikan para perowinya:
1. Abul Hasan Thahir bin Mafuz Ibnu Abdillah bin Mafuz al-Mu’aafiri. Beliau murid al-Hafidz Ibnu Abdil Barr, seorang imam yang terkenal dengan hafalan haditsnya dan kekuatan hafalannya yang kuat (mutqin). Lahir pada tahun 429 H dan wafat pada tahun 484 H. (Tadzkirotul Huffazh lil Hafizh adz-Dzahabi, juz 4 halaman 122)
2. Abul Fath Nashr as-Samarqand adalah seorang syaikh yang agung lagi alim, ahli hadits yang tsiqah, beliau lahir pada tahun 446 H dan wafat pada tahun 486 H.
Maka jelas sekali para perowi ini semuanya tsiqah dan saling bertemu, maka sanad ini tidak lah terputus bahkan bersambung dan saling mendengar dari gurunya.
Imam Adz Dzahabi rahimahullah dan para ulama yang diakui keilmuannya tidak menganggap bolehnya bertawassul dan bertabarruk dengan jasad mayat di dalam kubur. Dalam hal ini yang mereka bahas adalah tentang berdoa di tempat turunnya berkah dan rahmat. Oleh karena itu ketika Adz Dzahabi membawakan perkataan dari Ibrahim Al Harbi yang berbunyi:
قبر معروف الترياق المجرب
“Kuburan Ma’ruf Al Kharki adalah obat yang mujarab”
Adz Dzahabi rahimahullah mengomentari:
يريد إجابة دعاء المضطر عنده، لأن البقاع المباركة يستجاب عندها الدعاء، كما أن الدعاء في السحر مرجو، ودبر المكتوبات، وفي المساجد بل دعاء المضطر مجاب في أي مكان اتفق
“Yang dimaksud adalah terkabulnya doa di samping kuburnya. Karena sebidang tanah yang diberkahi membuat doa dikabulkan di sana. Sebagaimana doa di waktu sahur dikabulkan, juga doa di ujung shalat, doa di masjid bahkan doa dalam keadaan terdesak akan dikabulkan dimanapun tempat yang disepakati”
Imam Asy Syaukani rahimahullah dalam kitabnya, Tuhfatu Adz Dzakirin, ketika menjelaskan perkataan Ibnul Jauzi yang terdapat dalam kitab Hisnul Hushain, yaitu Ibnul Jauzi berkata:
وجرب استجابة الدعاء عند قبور الصالحين
“Terkabulnya doa di sisi kubur orang shalih”
Asy Syaukani menjelaskan:
وجه ذلك مزيد الشرف ونزول البركة، وقد قدمنا أنها تسري بركة المكان على الداعي، كما تسري بركة الصالحين الذاكرين الله سبحانه على من دخل فيهم ممن ليس هو منهم، كما يفيده قوله صلى الله عليه وسلم: هم القوم لا يشقى بهم جليسهم
“Hal tersebut dikarenakan adanya tambahan keutamaan dan turunnya berkah di sana. Telah kami jelaskan bahwa hal tersebut bisa mengalir pada orang-orang yang berdoa di sana. Sebagaimana berkah para ulama yang shalih juga mengalir pada orang-orang yang datang ke majelis mereka, meskipun yang datang bukan termasuk orang shalih. Sebagaimana salah satu makna dari hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Para ulama, merekalah orang-orang yang jika membuat majelis, maka orang-orang yang hadir di dalamnya tidak akan kehausan‘”
لكن ذلك بشرط أن لا تنشأ عن ذلك مفسدة، وهي أن يعتقد في ذلك الميت ما لا يجوز اعتقاده، كما يقع لكثير من المعتقدين في القبور، فإنهم قد يبلغون الغلو بأهلها إلى ما هو شرك بالله عز وجل، فينادونهم مع الله ويطلبون منهم ما لا يطلب إلا من الله عز وجل، وهذا معلوم من أحوال كثير من العاكفين على القبور، خصوصا العامة الذين لا يفطنون لدقائق الشرك، وقد جمعت في ذلك رسالة مطولة سميتها: الدر النضيد في إخلاص التوحيد
“Namun, hal tersebut disyaratkan tidak terjadi kerusakan di dalamnya. Kerusakan yang dimaksud adalah memiliki keyakinan yang tidak boleh diyakini berkaitan dengan si mayit, sebagaimana yang banyak terjadi pada orang-orang yang berdoa di sisi kubur. Mereka terkadang berlebihan terhadap si mayit yang ada di dalam kubur sampai tergolong sesuatu yang merupakan kesyirikan. Selain berdoa dengan memanggil nama Allah, mereka juga memanggil nama si mayit. Mereka juga meminta kepada si mayit, yang permintaan itu sejatinya hanya dapat dikabulkan oleh Allah semata. Ini fakta yang terjadi pada kebanyakan orang sering yang beri’tikaf di kuburan. Terutama orang-orang awam yang mereka tidak memahami tentang kesyirikan secara terperinci. Dan saya telah membahas fenomena ini dalam sebuah tulisan yang saya beri judul Ad Darr An Nadhid Fii Ikhlasi At Tauhid” [sampai di sini perkataan Asy Syaukani]
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar