Translate

Jumat, 13 Juli 2018

Takdir Telah Ditentukan Bagi Seluruh Makhluk

Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut sedikit ulasan mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Rasulullah ﷺ bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah menulis seluruh takdir makhluk-makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2653].

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

“Sesungguhnya makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena. Allah ta’ala berfirman kepadanya : ‘Tulislah’. Pena bertanya : ‘Wahai Rabbku, apa yang mesti aku tuliskan?’. Allah ta’ala berfirman : ‘Tulislah takdir segala sesuatu hingga datang hari kiamat” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2155 & 3319, Abu Daawud no. 4700; dan yang lainnya].

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ  أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. [رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga  maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya.

حَدَّثَنِي أَبِي نا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ مَنْصُورِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْغُدَانِيِّ، قَالَ: قُلْتُ لِلْحَسَنِ قَوْلُهُ: مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا، قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَمَنْ يَشُكُّ فِي هَذَا، كُلُّ مُصِيبَةٍ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَفِي كِتَابِ اللَّهِ قَبْلَ أَنْ يَبْرَأَ النَّسَمَةَ

Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepadaku Ismaa’iil (bin ‘Ulayyah), dari Manshuur bin ‘Abdirrahmaan Al-Ghudaaniy, ia berkata : Aku bertanya kepada Al-Hasan (Al-Bashriy) tentang firman-Nya : ‘Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya’ (QS. Al-Hadiid : 22), ia berkata : “Subhaanallah, dan siapakah yang meragukan ayat ini ?. Semua musibah yang terjadi antara langit dan bumi, maka itu telah ditetapkan dalam Kitab Allah (Lauh Mahfuudh) sebelum Allah menciptakan manusia” [Diriwayatkan ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 961; sanadnya hasan].

Termasuk dalam hal ini adalah segala perbuatan baik dan jelek/jahat yang dilakukan oleh manusia, semua itu berjalan menurut taqdir yang telah Allah ta’ala tetapkan. Allah ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

“Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan” [QS. Al-An’aam : 137].

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya” [QS. Al-Baqarah : 253].

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ

“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya” [QS. Asy-Syuuraa : 8].

Bahkan Allah ta’ala telah menetapkan bahagia celaka, serta kemana tempat kembali seseorang kelak (surga atau neraka) berdasarkan hadits:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ قَتَادَةَ السُّلَمِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ آدَمَ، ثُمَّ أَخَذَ الْخَلْقَ مِنْ ظَهْرِهِ، وَقَالَ: هَؤُلَاءِ فِي الْجَنَّةِ وَلَا أُبَالِي، وَهَؤُلَاءِ فِي النَّارِ وَلَا أُبَالِي ".قَالَ: فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَعَلَى مَاذَا نَعْمَلُ؟ قَالَ: " عَلَى مَوَاقِعِ الْقَدَرِ "

Dari ‘Abdurrahmaan bin Qataadah As-Sulamiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menciptakan Adam, kemudian ia menciptakan makhluk (yaitu keturunannya) dari tulang punggungnya seraya berfirman : ‘Mereka akan berada di surga sedangkan Aku tidak peduli; dan  mereka akan berada di neraka, sedangkan Aku tidak peduli”. Seseorang berkata : “Wahai Rasulullah, lantas atas dasar apa kita beramal ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Di atas dasar/pijakan qadar” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/186, Ibnu Hibbaan no. 338, Al-Haakim 1/31, dan yang lainnya].

عَنْ مُسْلِمِ بْنِ يَسَارٍ الْجُهَنِيِّ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سُئِلَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ قَالَ: قَرَأَ الْقَعْنَبِيُّ الْآيَةَ فَقَالَ عُمَرُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ سُئِلَ عَنْهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ آدَمَ، ثُمَّ مَسَحَ ظَهْرَهُ بِيَمِينِهِ، فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ ذُرِّيَّةً، فَقَالَ: خَلَقْتُ هَؤُلَاءِ لِلْجَنَّةِ وَبِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَعْمَلُونَ، ثُمَّ مَسَحَ ظَهْرَهُ فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ ذُرِّيَّةً، فَقَالَ خَلَقْتُ هَؤُلَاءِ لِلنَّارِ، وَبِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ يَعْمَلُونَ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَفِيمَ الْعَمَلُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا خَلَقَ الْعَبْدَ لِلْجَنَّةِ اسْتَعْمَلَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَمُوتَ عَلَى عَمَلٍ مِنْ أَعْمَالِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيُدْخِلَهُ بِهِ الْجَنَّةَ، وَإِذَا خَلَقَ الْعَبْدَ لِلنَّارِ اسْتَعْمَلَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى يَمُوتَ عَلَى عَمَلٍ مِنْ أَعْمَالِ أَهْلِ النَّارِ، فَيُدْخِلَهُ بِهِ النَّارَ "

Dari Muslim bin Yasaar Al-Juhaniy : Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththaab pernah ditanya tentang ayat ini : ‘Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka’ (QS. Al-A’raaf : 172). - Al-Qa’nabiy membaca ayat tersebut - . Maka ‘Umar berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang ayat tersebut, lalu bersabda : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menciptakan Adam, lalu Ia mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya, dan mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya. Allah berfirman : ‘Aku telah menciptakan mereka untuk dimasukkan ke dalam surga dengan amalan penduduk surga, dan mereka pun mengamalkannya.’. Kemudian Allah mengusap punggungnya lagi, lalu mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya, dan Allah berfirman : ‘Aku telah menciptakan mereka untuk neraka dengan amalan penduduk neraka, dan mereka pun mengamalkannya”. Ada seorang laki-laki bertanya : "Wahai Rasulullah, lantas apa gunanya beramal?”. Maka Rasulullah ﷺ menjawab : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla apabila menciptakan seorang hamba untuk surga, maka Allah menjadikannya beramal dengan amalan penduduk surga, hingga ia mati dalam keadaan beramal dengan amalan-amalan penduduk surga, lalu ia dimasukkan ke dalam surga dengan amalan tersebut. Dan apabila Allah menciptakan seorang hamba untuk neraka, maka Allah menjadikannya beramal dengan amalan penduduk neraka, hingga ia mati dalam keadaan mengamalkan amalan penduduk neraka, lalu ia dimasukkan ke dalam neraka dengan amalan tersebut” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3075, Abu Daawud no. 4703, Ahmad 1/44-45, dan yang lainnya].

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: جَاءَ سُرَاقَةُ بْنُ مَالِكِ بْنِ جُعْشُمٍ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بَيِّنْ لَنَا دِينَنَا كَأَنَّا خُلِقْنَا الْآنَ، فِيمَا الْعَمَلُ الْيَوْمَ؟ أَفِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ؟ أَمْ فِيمَا نَسْتَقْبِلُ؟ قَالَ: لَا، بَلْ فِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ، قَالَ: فَفِيمَ الْعَمَلُ، فَقَالَ: اعْمَلُوا، فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ "

Dari Jaabir, ia berkata : Suraaqah bin Maalik bin Ju’syum datang dan berkata : “Wahai Rasulullah, berikanlah penjelasan kepada kami tentang agama kami, seakan-akan kami baru diciptakan sekarang. Untuk apakah kita beramal hari ini?. Apakah itu terjadi pada hal-hal yang pena telah kering dan takdir yang berjalan, ataukah untuk yang akan datang?”. Beliau ﷺ menjawab : “Bahkan pada hal-hal yang dengannya pena telah kering dan takdir yang berjalan”. Ia bertanya : “Lalu apa gunanya beramal?”. Beliau ﷺbersabda : “Beramallah kalian, karena masing-masing dimudahkan (untuk melakukan sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2648].

عَنْ عِمْرَانَ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فِيمَا يَعْمَلُ الْعَامِلُونَ؟، قَالَ: كُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ

Dari ‘Imraan, ia berkata : Aku berkata : “Wahai Rasulullah, lantas untuk apa orang-orang yang beramal melakukan amalan mereka ?”. Beliau ﷺ : “Setiap orang akan dimudahkan (menuju jalan) penciptaannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7551].

Dan inilah yang dipahami para shahabat dan taabi’iin sebagaimana riwayat:

عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ الدِّيلِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عِمْرَانُ بْنُ الْحُصَيْنِ: " أَرَأَيْتَ مَا يَعْمَلُ النَّاسُ الْيَوْمَ وَيَكْدَحُونَ فِيهِ أَشَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ، وَمَضَى عَلَيْهِمْ مِنْ قَدَرِ مَا سَبَقَ؟ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُونَ بِهِ مِمَّا أَتَاهُمْ بِهِ نَبِيُّهُمْ وَثَبَتَتِ الْحُجَّةُ عَلَيْهِمْ؟ فَقُلْتُ: بَلْ شَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى عَلَيْهِمْ، قَالَ: فَقَالَ: أَفَلَا يَكُونُ ظُلْمًا؟ قَالَ: فَفَزِعْتُ مِنْ ذَلِكَ فَزَعًا شَدِيدًا، وَقُلْتُ: كُلُّ شَيْءٍ خَلْقُ اللَّهِ وَمِلْكُ يَدِهِ فَ-لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ، فَقَالَ لِي: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، إِنِّي لَمْ أُرِدْ بِمَا سَأَلْتُكَ إِلَّا لِأَحْزِرَ عَقْلَكَ، إِنَّ رَجُلَيْنِ مِنْ مُزَيْنَةَ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَقَالَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ مَا يَعْمَلُ النَّاسُ الْيَوْمَ وَيَكْدَحُونَ فِيهِ أَشَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى فِيهِمْ مِنْ قَدَرٍ قَدْ سَبَقَ؟ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُونَ بِهِ مِمَّا أَتَاهُمْ بِهِ نَبِيُّهُمْ وَثَبَتَتِ الْحُجَّةُ عَلَيْهِمْ؟ فَقَالَ: لَا، بَلْ شَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى فِيهِمْ وَتَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا { 7 } فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا { 8 } "

Dari Abul-Aswad Ad-Dua’liy, ia berkata : ‘Imraan bin Hushain pernah berkata kepadaku : “Apa pendapatmu tentang amalan yang dikerjakan orang hari ini dan jerih payah mereka ? Apakah itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan untuk mereka dan sesuatu yang telah ditentukan takdirnya sebelumnya? Ataukah itu pada sesuatu yang akan mereka hadapi dari ajaran yang dibawa oleh Nabi mereka dan hujjah tegak untuk mereka?”.  Aku menjawab : “Bahkan sesuatu yang telah ditetapkan dan diputuskan untuk mereka”. Ia berkata : “Bukankah itu satu kedhaliman?”. Abul-Aswad berkata : Aku pun sangat terkejut karenanya, lalu aku berkata : “Segala sesuatu adalah ciptaan Allah, kekuasaan berada di tangan-Nya. ‘Dia tidak ditanya tentang perbuatan-Nya, akan tetapi merekalah yang akan ditanya tentang perbuatan mereka’ (QS. Al-Anbiyaa’ : 23). Ia (’Imraan bin Hushain) berkata kepadaku : “Semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya aku tidak bermaksud dengan pertanyaanku kepadamu itu kecuali memahamkan akalmu. Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari Muzainah datang kepada Rasulullah ﷺ. Mereka berkata : ‘Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang amalan yang dikerjakan orang hari ini dan jerih payah mereka ? Apakah itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan untuk mereka dan sesuatu yang telah ditentukan takdirnya sebelumnya? Ataukah itu pada sesuatu yang akan mereka hadapi dari ajaran yang dibawa oleh Nabi mereka dan hujjah tegak untuk mereka?’. Beliauﷺ bersabda : ‘Tidak, bahkan yang telah ditetapkan dan diputuskan untuk mereka. Pembenaran hal itu ada dalam Kitabullah ‘azza wa jalla : ‘Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya’ (QS. Asy-Syams : 7-8)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2650].

Abul-Aswad Ad-Dualiy termasuk kibaarut-taabi’iin yang wafat tahun 69 H, sedangkan ‘Imraan bin Hushain adalah salah seorang shahabat yang mulia yang wafat tahun 52 H.

Kehendak dan Ikhtiyaar Makhluk

Lantas bagaimana dengan ayat:

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ

“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir"[QS. Al-Kahfi : 29].

Apakah ayat ini menunjukkan adanya kehendak manusia yang lepas dari kehendak dan taqdir Allah (yang telah ditetapkan sebelumnya) ?. Atau dikatakan : “Manusia berkehendak dan berikhtiyar, baru ketetapan Allah menyusul kemudian ?” Atau dikatakan : “Taqdir Allah tidak mutlak karena sebagiannya bergantung pada kehendak dan ikhtiyaar manusia ?”.

Tentu tidak ! Jika dipahami demikian, tentu akan menabrak sekian sekian banyak dalil yang diantaranya telah disebutkan di atas. Untuk memahami ayat tersebut, tentu kita butuh penjelasan ulama yang dikuatkan dengan dalil-dalil yang ada.

Al-Baihaqiy rahimahullah membuat satu Bab dalam kitabnya sebagai berikut:

بَابٌ الْقَوْلُ فِي وُقُوعِ أَفْعَالِ الْعَبْدِ بِمَشِيئَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

قال الله تبارك وتعالى: وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ. فأخبر أنا لا نشاء شيئا، إلا أن يكون الله قد شاء. وقال: وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا. وقال: وَلَوْ شِئْنَا لآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا. وقال: مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ. وقال: فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ. وقال وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ.

وآيات القرآن في معنى هذه الآيات كثيرة، قد كتبناها في كتاب الأسماء والصفات وفي كتاب القدر.

Bab : Perkataan tentang terjadinya perbuatan-perbuatan hamba dengan kehendak Allah ‘azza wa jalla.

Allah tabaaraka wa ta’ala berfirman : ‘Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah’ (QS. Al-Insaan : 30). (Dalam ayat ini) Allah mengkhabarkan bahwa kita tidak dapat menghendaki sesuatu kecuali apabila Allah menghendakinya. Allah ta’alaberfirman : ‘Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya’ (QS. Yuunus : 99). ‘Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)-nya’ (QS. As-Sajdah : 13). ‘Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki’ (QS. Al-An’aam : 111). ‘Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit’ (QS. Al-An’aam : 125). ‘Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka’ (QS. Al-Maaidah : 41).

Ayat-ayat Al-Qur’an yang semakna dengan ayat-ayat ini banyak. Kami telah menulisnya dalam kitab Al-Asmaa’ wash-Shifaat dan Al-Qadr” [Al-I’tiqaad wal-Hidaayah ilaa Sabiilir-Rasyaad, hal. 179].

عَنْ حُذَيْفَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: " لَا تَقُولُوا: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ، وَلَكِنْ قُولُوا: مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ "

Dari Hudzaifah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda : “Jangan kalian mengatakan : ‘Atas kehendak Allah dan kehendak Fulan’, akan tetapi katakanlah : ‘Atas kehendak Allah, lalu kehendak Fulan” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4980, Ibnu Maajah no. 2118, dan yang lainnya].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَجُلا أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَكَلَّمَهُ فِي بَعْضِ الأَمْرِ، فَقَالَ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: " أَجَعَلْتَنِي لِلَّهِ عَدْلا؟ قُلْ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ "

Dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya ada seorang laki-laki mendatangi Nabi ﷺ lalu ia berbicara dengan beliau pada sebagian urusan. Ia berkata : “Atas kehendak Allah dan kehendakmu”. Maka Nabi ﷺ bersabda : “Apakah engkau menjadikan aku sama dengan Allah ?. Katakan : Atas kehendak Allah semata” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 2117, Ahmad 1/214 & 224 & 283 & 347, An-Nasaa’iy dalam  Al-Kubraa 9/362-363 no. 10759, dan yang lainnya].

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata : ‘Seandainya aku berbuat demikian dan demikian, tentu tidak akan demikian dan demikian’. Akan tetapi katakanlah : Ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan setan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2664, Ahmad 2/366 & 370, Ibnu Maajah no. 79 & 4168, Al-Baihaqiy dalam Al-I’tiqaad hal. 185, dan yang lainnya].

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa manusia diberikan kehendak sehingga ia dapat berikhtiyaar, namun kehendak manusia tersebut mengikuti  kehendak  Allah ta’ala dan takdir yang telah ditetapkan sebelumnya.

Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata:

الْمَشِيئَةُ إِرَادَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ، فَأَعْلَمَ اللَّهُ خَلْقَهُ أَنَّ الْمَشِيئَةَ لَهُ دُونَ خَلْقِهِ، وَأَنَّ مَشِيئَتَهُمْ لا تَكُونُ إِلا أَنْ يَشَاءَ

“Al-Masyii’ah adalah iraadah (keinginan) Allah ‘azza wa jalla: ‘Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam’(QS. At-Takwir : 29). Maka Allah memberitahukan makhluknya bahwa masyi’ah itu murni milik-Nya, bukan milik makhluk-Nya, dan bahwasannya masyi’ah mereka tidak terjadi kecuali jika dikehendaki-Nya” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-I’tiqaad hal. 182; shahih].

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu ketika menjelaskan QS. Al-Kahfi ayat 29 berkata:

مَنْ شَاءَ اللَّهُ لَهُ الإِيمَانَ آمَنَ وَمَنْ شَاءَ لَهُ الْكُفْرَ كَفَرَ، وَهُوَ قوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya iman, maka ia beriman; dan barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kekafiran, maka ia kafir. Dan itu adalah sebagaimana firman-Nya ‘azza wa jalla : ‘Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam’ (QS. At-Takwir : 29)” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-I’tiqaad hal. 190].

Setelah memberikan dalil dan pemaparan tentang permasalahan ini, Al-Baihaqiy rahimahullah  menutup dengan perkataan:

وَقَدْ رُوِّينَا فِي حَدِيثِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، وَفِي حَدِيثِ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَغَيْرِهِمَا، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، وَهَذَا كَلامٌ أَخَذَتْهُ الصَّحَابَةُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَأَخَذَهُ التَّابِعُونَ عَنْهُمْ وَلَمْ يَزَلْ يَأْخُذُهُ الْخَلَفُ عَنِ السَّلَفِ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ وَصَارَ ذَلِكَ إِجْمَاعًا مِنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَفِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ، فَنَفَى أَنْ يَمْلِكَ الْعَبْدُ كَسْبًا يَنْفَعُهُ أَوْ يَضُرُّهُ إِلا بِمَشِيئَةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ وَفِي مَعْنَى ذَلِكَ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا.

“Dan sungguh telah diriwayatkan kepada kami hadits Zaid bin Tsaabit, hadits Abud-Dardaa’, dan yang lainnya, bahwasannya Nabi ﷺ bersabda : “Apa saja yang Allah kehendaki akan terjadi, dana pa saja yang tidak Ia kehendaki tidak akan terjadi”. Perkataan ini diambil oleh para shahabat dari Rasulullh ﷺ, serta diambil oleh parataabi’iin dari mereka, dan senantiasa (terus-menerus) orang-orang belakangan (khalaf) mengambilnya dari salaf tanpa ada pengingkaran, sehingga hal itu menjadi ijmaa’ dari mereka dalam permasalahan tersebut. Dalam Kitabullah ‘azza wa jalla Allah berfirman : ‘Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah’ (QS. Al-Kahfi : 39). Di sini Allah menafikkan bahwa hamba memiliki usaha yang dapat memberikan manfaat atau mudlarat kepadanya kecuali berdasarkan kehendak Allah dan kekuasaan-Nya” [idem, hal. 192].

Kemudian Al-Baihaqiy menukil bait syi’ir Asy-Syaafi’iy rahimahumallah :

مَا شِئْتَ كَانَ وَإِنْ لَمْ أَشَأْ     وَمَا شِئْتُ إِنْ لَمْ تَشَأْ لَمْ يَكُنْ
خَلَقْتَ الْعِبَادَ عَلَى مَا عَلِمْتَ     فَفِي الْعِلْمِ يَجْرِي الْفَتَى وَالْمُسِنُّ
عَلَى ذَا مَنَنْتَ وَهَذَا خَذَلْتَ     وَهَذَا أَعَنْتَ وَذَا لَمْ تُعِنْ
فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَمِنْهُمْ سَعِيدٌ     وَمِنْهُمْ قَبِيحٌ وَمِنْهُمْ حَسَنٌ

“Apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi, meskipun tidak menghendakinya
apa saja yang aku kehendaki apabila tidak engkau kehendaki, maka tidak terjadi
Engkau ciptakan hamba-hamba sesuai dengan apa yang Engkau ketahui
di dalam ilmu berlangsung kehidupan pemuda dan orang tua
Kepada ini Engkau anugerahkan, sedangkan yang itu Engkau terlantarkan
dan yang ini Engkau tolong, sedangkan yang itu tidak Engkau tolong
Di antara mereka ada celaka dan diantara mereka ada yang bahagia
di antara mereka ada yang buruk dan diantara mereka pula ada yang baik”

[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-I’tiqaad hal. 192, Al-Kubraa 10/206-207, Ma’rifatus-Sunan wal-Atsar no. 72,Al-Asmaa’ wash-Shifaat 1/450 no. 376; Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 1303, dan yang lainnya; shahih].

Ibnu Baththah Al-‘Ukbariy rahimahullah berkata:

وَمُجْمِعُونَ عَلَى أَنَّ مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لا يَكُونُ، وَعَلَى أَنَّ اللَّهَ خَالِقُ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَمُقَدِّرُهُمَا

“dan sudah di sepakati bahwa semua yang dikehendaki Allah akan terjadi, dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Mereka juga bersepakat bahwa Allah adalah Pencipta kebaikan dan keburukan serta Yang menetapkan/menakdirkan keduanya…” [Al-Ibaanah, 1/206].

Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata:

لأَنَّ أَصْحَابَ الْحَدِيثِ كُلَّهُمْ مُجْمِعُونَ عَلَى أَنَّ مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَا لَمْ يَشَأْ لا يَكُونُ، وَعَلَى أَنَّهُ خَالِقُ الْخَيْرِ، وَالشَّرِّ

“Hal itu dikarenakan ashhaabul-hadiits  semuanya sepakat bahwa semua yang dikehendaki Allah akan terjadi, dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Mereka juga sepakat bahwa Allah adalah Pencipta kebaikan dan kejelekan….” [Ta’wiil Mukhtalafil-Hadiits, hal. 64].

Berikut beberapa nukilan dari salaf:

أَخْبَرَنِي يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، أَنَّ أَبَا عَبْدَ اللَّهِ، " سُئِلَ عَنْ أَعْمَالِ الْخَلْقِ، مُقَدَّرَةٌ عَلَيْهِمْ مِنَ الطَّاعَةِ وَالْمَعْصِيَةِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قِيلَ: وَالشَّقَاءُ وَالسَّعَادَةُ مُقَدَّرَانِ عَلَى الْعِبَادِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قِيلَ لَهُ: وَالنَّاسُ يَصِيرُونَ إِلَى مَشِيئَةِ اللَّهِ فِيهِمْ مِنْ حَسَنٍ أَوْ سَيِّئٍ؟ قَالَ: نَعَمْ "

Telah mengkhabarkan kepada kami Yuusuf bin Muusaa : Bahwasannya Abu ‘Abdillah pernah ditanya tentang perbuatan-perbuatan hamba, apakah sudah ditakdirkan atas mereka berupa ketaatan dan maksiat ?”. Ia menjawab : “Ya”. Dikatakan : “Sengsara dan bahagia juga telah ditakdirkan atas hamba-hamba ?”. Ia menjawab : “Ya”. Dikatakan kepadanya : “Orang-orang berjalan menuju kehendak Allah pada mereka berupa kebaikan dan keburukan ?”. Ia menjawab : “Ya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 932].

أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ الْمَرُّوذِيُّ، قَالَ: سُئِلَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عَنِ الزِّنَا، بِقَدَرٍ؟ فَقَالَ: الْخَيْرُ وَالشَّرُّ بِقَدَرٍ، ثُمَّ قَالَ: الزِّنَا وَالسَّرِقَةُ، وَذَكَرَ عَنْ سَالِمٍ، وَابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُمْ قَالُوا: " الزِّنَا وَالسَّرِقَةُ بِقَدَرٍ "، ثُمَّ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: كَانَ ابْنُ مَهْدِيٍّ قَدْ سَأَلُوهُ عَنْ ذَا؟ فَقَالَ: الْخَيْرُ وَالشَّرُّ بِقَدَرٍ، فَفَحَصُوا عَلَيْهِ، فَقَالُوا لَهُ: الزِّنَا وَالسِّحَاقُ بِقَدَرٍ؟ فَكَأَنَّهُ أَنْكَرَ هَذَا، وَقَالَ: قَدْ أَجَابَهُمْ إِلَى أَنَّ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ بِقَدَرٍ

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Marruudziy, ia berkata : Abu 'Abdillah (Ahmad bin Hanbal) pernah ditanya tentang zina, (apakah ia terjadi) berdasarkan qadar (takdir) ?. Maka beliau rahimahullah menjawab : "Kebaikan maupun kejelekan terjadi dengan qadar". Kemudian beliau melanjutkan : Zina dan pencurian (terjadi berdasarkan qadar)". Beliau menyebutkan riwayat dari Saalim dan Ibnu 'Abbaas, bahwasannya mereka berkata : "Zina dan pencurian (terjadi) berdasarkan qadar. Kemudian Abu 'Abdillah berkata : "Orang-orang pernah bertanya kepada Ibnu Mahdiy tentang hal tersebut. Ibnu Mahdiy berkata : 'Kebaikan dan kejelekan (terjadi) berdasarkan qadar'. Lantas mereka mengujinya dengan pertanyaan : 'Zina dan sihaaq (lesbianisme) (terjadi) berdasarkan qadar ?' - sekan-akan ia mengingkarinya. Maka ia menjawab mereka bahwasannya kebaikan dan kejelekan (terjadi) berdasarkan qadar...." [idem no. 889].

أَخْبَرَنِي عِصْمَةُ بْنُ عِصَامٍ، قَالَ: ثَنَا حَنْبَلٌ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: أَفَاعِيلُ الْعِبَادُ مَخْلُوقَةٌ، وَأَفَاعِيلُ الْعِبَادِ مَقْضِيَّةٌ بِقَضَاءٍ وَقَدَرٍ، قُلْتُ: الْخَيْرُ وَالشَّرُّ مَكْتُوبَانِ عَلَى الْعِبَادِ، قَالَ: الْمَعَاصِي بِقَدَرٍ ، قَالَ: وَسَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ يَقُولُ: الْمَعَاصِي بِقَدَرٍ، قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: وَالْخَيْرُ وَالشَّرُّ بِقَدَرٍ، وَالطَّاعَةُ وَالْمَعْصِيَةُ بِقَدَرٍ، وَأَفَاعِيلُ الْعِبَادِ كُلُّهَا بِقَدَرٍ

Telah mengkhabarkan kepadaku 'Ishmah bin 'Ishaam, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hanbal, ia berkata : Aku mendengar Abu 'Abdillah berkata : "Perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk, dan perbuatan-perbuatan hamba ditetapkan dengan qadlaa' dan qadar". Aku (Hanbal) berkata : "Apakah kebaikan dan kejelakan hamba telah dituliskan ?". Ia (Abu 'Abdillah) berkata : "Perbuatan maksiat terjadi berdasarkan qadar". Ia (Abu 'Abdillah) berkata : "Aku mendengar 'Abdurrahmaan bin Mahdiy berkata : "Perbuatan maksiat (terjadi) berdasarkan qadar". Abu 'Abdillah berkata : "Kebaikan dan kejelekan (terjadi) berdasarkan qadar. Ketaatan dan kemaksiatan (terjadi) berdasarkan qadar. Perbuatan para hamba semuanya berdasarkan qadar" [idem, no. 897].

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي هَارُونَ، أَنَّ إِسْحَاقَ حَدَّثَهُمْ، أَنَّ أَبَا عَبْدَ اللَّهِ، سُئِلَ عَنِ الْقَدَرِ، فَقَالَ: الْقَدَرُ قَدَّرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعِبَادِ، فَقَالَ رَجُلٌ: إِنْ زَنَى فَبِقَدَرٍ، وَإِنْ سَرَقَ فَبِقَدَرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، اللَّهُ قَدَّرَهُ عَلَيْهِ

Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Abi Haaruun : Bahwasannya Ishaaq menceritakan kepada mereka, bahwasannya Abu 'Abdillah pernah ditanya tentang qadar. Ia menjelaskan : "Al-qadar telah Allah tetapkan atas para hamba". Seseorang berkata : "Apabila ada orang yang berzina, apakah itu berdasarkan qadar ? Apabila mencuri juga berdasarkan qadar ?". Abu 'Abdillah menjawab : "Ya, Allah telah mentakdirkan hal itu padanya" [idem, no. 899].

أَخْبَرَنِي عِصْمَةُ بْنُ عِصَامٍ، قَالَ: ثَنَا حَنْبَلٌ، قَالَ: قُلْتُ لأَبِي عَبْدِ اللَّهِ: إِنَّ قَوْمًا يَحْتَجُّونَ بِهَذِهِ الآيَةِ مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ، وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ، قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ، وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ، وَاللَّهُ قَضَاهَا

Telah mengkhabarkan kepadaku 'Ishmah bin 'Ishaam, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hanbal : Aku bertanya kepada Abu 'Abdillah : "Sesungguhnya ada satu kaum yang berhujjah dengan ayat ini : 'Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri’ (QS. An-Nisa’ : 79)". Maka Abu 'Abdillah berkata : "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri, dan Allah telah menetapkannya" [idem, no. 904].

أَخْبَرَنَا بَكْرُ بْنُ سَهْلٍ الدِّمْيَاطِيُّ بِدِمْيَاطٍ، قَالَ: ثَنَا شُعَيْبُ بْنُ يَحْيَى، قَالَ: ثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ، حَتَّى وَضْعِكَ يَدَكَ عَلَى خَدِّكَ

Telah mengkhabarkan kepada kami Bakr bin Sahl Ad-Dimyaathiy di negeri Dimyaath, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits (bin Sa'd), dari Hisyaam, dari Ibraahiim bin Muhammad bin 'Aliy, dari 'Aliy bin 'Abdillah bin 'Abbaas, ia berkata : "Semua hal terjadi berdasarkan qadar, hingga engkau meletakkan tanganmu di atas pipimu" [idem, no. 912].

Aliy bin 'Abdillah bin 'Abbaas adalah anak dari Ibnu 'Abbaas radliyallaahu 'anhu. Seorang imam yang tsiqah.

حَدَّثَنِي أَبِي، نا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، نا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُحَمَّدٍ، قَالَ: " كُنْتُ عِنْدَ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ، فَقَالَ: الزِّنَا بِقَدَرٍ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، قَالَ: كَتَبَهُ عَلَيَّ وَيُعَذِّبُنِي عَلَيْهِ؟ قَالَ: فَأَخَذَ لَهُ الْحَصَا "

Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru bin Muhamad, ia berkata : Aku pernah berada di sisi Saalim bin ‘Abdillah. Maka datanglah seorang laki-laki lalu berkata : “Apakah zina terjadi berdasarkan qadar ?”. Ia menjawab : “Ya”. Laki-laki itu kembali bertanya : “Hal itu telah ditetapkan untukku dan kemudian aku diadzab atasnya ?”. Maka Saalim mengambil kerikil untuknya (untuk dilemparkan kepadanya)” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 933].

Saalim bin ‘Abdillah bin ‘Umar adalah salah satu pembesar ulama kalangan  taabi’iin (termasuk fuqahaa’ yang tujuh).

Bahkan ketika ternukil dari Qaatadah bin Di’aamah rahimahullah perkataannya:

الأَشْيَاءُ كُلُّهَا بِقَدَرٍ إِلا الْمَعَاصِي

“Segala sesuatu semuanya terjadi berdasarkan qadar kecuali kemaksiatan” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 1295]

maka para ulama mengecam keras dirinya dan melemparkan tuduhan terimbas pemahaman qadariyyah – sebagaimana dikatakan oleh Muhammad bin Thaahir, Al-‘Ijliy, Adz-Dzahabiy, dan yang lainnya.

Bahkan Abu Tsaur rahimahullah berkata:

وَمَنْ قَالَ: الأَشْيَاءُ كُلُّهَا بِقَدَرٍ إِلا الْمَعَاصِيَ، فَلا يُصَلَّى خَلْفَهُ

“Dan barangsiapa yang mengatakan : Segala sesuatu semuanya terjadi berdasarkan qadar kecuali kemaksiatan, maka jangan shalat di belakangnya” [idem no. 1363].

Segala sesuatu yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi/ada di alam ini telah ditakdirkan Allah ta'ala. Ini merupakan taqdir kauniy yang menjadi rahasia Allah, tersimpan di Lauh Mahfuudh. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ta’ala. Meskipun Allah menakdirkan adanya kemaksiatan, namun Ia menghendaki (iraadah syar’iyyah) hamba-Nya untuk menjauhinya dan semangat untuk beramal (kebajikan). Hal itu sebagaimana sabda Nabi ﷺ :

اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ، ثُمَّ قَرَأَ فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى إِلَى قَوْلِهِ لِلْعُسْرَى

“Beramallah kalian, karena masing-masing dimudahkan (untuk melakukan sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya)”. Kemudian beliau ﷺ membaca ayat : ‘Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar” (QS. Al-Lail : 5-10)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2647].

Sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita agar kita beramal, berusaha mencari jalan yang diridhai Allah Ta’ala dengan petunjuk dari Allah Ta’ala yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena segala sesuatu dimudahkan untuk apa yang telah ditakdirkan atasnya.

عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى جَنَازَةٍ فَأَخَذَ شَيْئًا فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهِ الأَرْضَ فَقَالَ « مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ قَالَ « اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ » . ثُمَّ قَرَأَ ( فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ) الآيَةَ .

“Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pernah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalllam pada sebuah jenazah, lalu beliau berdiam sejenak, kemudian beliau menusuk-nusuk tanah, lalu bersabda:“Tidak ada seorangpun dari kalian melainkan telah dituliskan tempatnya dari neraka dan tempatnya dari surga”. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak bersandar atas takdir kita dan meninggalkan amal?”, beliau menajwab: “Beramallah kalian, karena setiap sesuatu dimudahkan atas apa yang telah diciptakan untuknya, siapa yang termasuk orang yang ditakdirkan bahagia, maka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan penghuni surga, adapun siapa yang ditakdirkan termasuk dari dari orang yang ditkadirkan sengsara, maka ia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan penghuni neraka”. Kemudian beliau membaca ayat:

{فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7)} [الليل: 5 - 7]

Artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa”. “Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga)”. “Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. QS. Al Lail: 5-7.

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

وفي هذه الأحاديث النهي عن ترك العمل والاتكال على ما سبق به القدر بل تجب الأعمال والتكاليف التي ورد الشرع بها وكل ميسر لما خلق له لا يقدر على غيره.

“Di dalam hadits-hadits ini terdapat larangan untuk meninggalkan amal dan bersandar dengan apa yang telah ditakdirkan, akan tetapi wajib beramal dan mengerjakan beban yang disebutkan oleh syariat, dan setiap sesuatu dimudahkan untuk apa yang telah diciptakan untuknya, yang tidak ditakdirkan atas selainnya”. Lihat kitab Al Minhaj, Syarah Shahih Muslim., 16/196.

Dengan dasar itulah seorang hamba kelak akan dihisab pada hari kiamat:

الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya” [QS. Al-Ghaafir : 17].

Allah ta’ala telah mengkaruniai manusia akal, kehendak, dan kemampuan yang dengannya ia dapat berikhtiyaar memilih jalan petunjuk dengannya. Allah ta’ala juga telah menurunkan Al-Qur’an dan para Nabi/Rasul untuk menjelaskan semua yang menjadi perintah dan larangan dari Allah ta’ala.

Tidak boleh kita beralasan dengan takdir terhadap kemaksiatan yang dilakukan. Seandainya seseorang mencuri, maka ia tetap akan dihukum atas perbuatan yang dilakukannya.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar